KONSEP HUKUM BERKEADILAN
B. ASAS-ASAS HUKUM
Pembentukan hukum yang harmonis perlu berorientasi pada asas-asas hukum, dengan kata lain asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Menurut Achmad Ali, bahwa ―dalam sistem hukum, asas hukum memiliki fungsi yaitu menjaga ketaatan asas atau konsistensi‖.31 Menurut Satjipto Rahardjo bahwa ―Asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah jiwa dari norma hukum itu sendiri‖.32 Lebih lanjut dikatakan asas hukum sebagai jiwa dari norma hukum karena dasar lahir atau ratio legis dari peraturan hukum. Asas- asas hukum yang dipergunakan untuk membahas dan dijadikan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before the Law) Asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas persamaan di hadapan hukum merupakan hak asasi setiap manusia untuk diakui sekaligus dijamin adanya persamaan setiap warga negara di hadapan hukum.33 Asas persamaan di hadapan hukum itu sendiri
31 Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 370
32 Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perilaku, Kompas, Jakarta, h. 160
33 Hak asasi manusia secara universal pada dasarnya terbagi ke dalam tiga kerangka besar yaitu hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hak manusia sebagai suatu bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Hak sipil dan politik yang dimiliki oleh setiap individu mencakup juga hak asasi di bidang hukum.
Hak asasi manusia di bidang hukum di antaranya adalah hak untuk mendapat persamaan di hadapan hukum yang dikenal dengan istilah equality before the law.
Lihat Binziad Kadafi, dkk., 2001, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi Studi Tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan
dalam arti sederhananya adalah semua orang sama di depan hukum.
Negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat, untuk memahami asas hukum dalam konteks tujuan negara, maka dapat disebut asas equality before the law sebagai asas ke Pancasila-an.34
Asas persamaan di hadapan hukum telah diintrodusir dalam konstitusi sebagai suatu pengakuan tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Asas persamaan di hadapan hukum seperti ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 tersebut menjadi dasar perlindungan bagi warga negara agar diperlakukan sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Asas ini kemudian dipertegas lebih lanjut dalam Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 G ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945.
2. Asas Keterbukaan
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dalam bentuk asas-asas merupakan arahan dalam memahami secara mendalam mengenai ruang lingkup dan tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan. Bruggink memberikan pendapat bahwa ―asas hukum merupakan nilai yang melandasi kaedah hukum‖.35 Lebih lanjut dikatakan bahwa asas hukum sebagai sejenis meta-kaidah yang berkenaan dengan kaidah-kaidah perilaku. Asas hukum berfungsi sebagai fondasi dari sistem hukum positif dan sebagai batu uji kritis terhadap sistem hukum positif.36 Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang bersifat formal berdasarkan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan beserta penjelasannya salah satunya adalah asas keterbukaan.
Asas keterbukaan dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan.
34 Pengertian definitif dari prinsip equality before the law dalam pengertian Pancasila mempunyai perbedaan dengan prinsip yang dianut oleh negera-negara demokrasi barat, yaitu bahwa persamaan kedudukan dan kebebasan di Indonesia adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, hak asasi manusia tidak bersifat mutlak karena setiap warga negara wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, pemerintah berhak mengambil tindakan kepada warganya, asalkan dapat dipertanggungjawabkan.
35 J.J.H. Bruggink, yang disunting oleh B Arief Sidarta, 1996, Refleksi Tentang Hukum, Citra Adytia Bhakti, Bandung, h. 121
36 Ibid, h. 123
3. Asas Preferensi
Permasalahan dalam praktek, sering terjadi konflik norma dimana terdapat dua atau lebih norma hukum yang saling bertentangan untuk suatu objek pengaturan yang sama sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Persoalan ini membutuhkan solusi yang tepat karena penerapan salah satu norma akan berakibat pada pengabaian atau pelanggaran terhadap norma lainnya. Dalam sistem hukum positif kerap terjadi konflik norma karena substansi hukum bersifat kompleks dan dinamis. Bersifat kompleks karena substansi hukum mencakup ruang lingkup pengaturan yang begitu luas menyangkut seluruh aspek kehidupan bernegara. Bersifat dinamis karena substansi hukum dituntut untuk selalu dapat menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.37
Konflik norma dapat terjadi antara peraturan yang lebih rendah dan peraturan yang lebih tinggi (vertikal), antar peraturan yang sederajat (horizontal), atau bahkan antar norma dalam satu instrumen pengaturan itu sendiri (internal). Asas yang lazim dipraktikan dalam mengatasi konflik norma yaitu menerapkan asas preferensi hukum yaitu lex superior derogat legi inferiori, lex posterior derogat legi priori, dan lex specialis derogat legi generali. Asas preferensi hukum adalah asas hukum yang menunjuk hukum mana yang lebih didahulukan untuk diberlakukan, jika dalam suatu peristiwa hukum terkait atau tunduk pada beberapa peraturan.38 Asas tersebut sebagai alat penalaran dan argumentasi hukum dalam menentukan norma mana yang diutamakan. Penalaran hukum dengan menggunakan asas preferensi hukum harus dilakukan secara sistematis dan logis sehingga mampu mengantarkan pada argumentasi hukum yang valid dan dapat diterima.
Asas preferensi hukum berperan sebagai penyelesaian konflik di antara norma-norma hukum positif. Apabila dalam suatu perkara terdapat sejumlah undang-undang yang berlaku menjadi hukum positif dan terjadi konflik di antara hukum positif, maka asas preferensi hukum hadir sesuai kegunaannya untuk memastikan peraturan perundang-undangan mana yang harus dipakai sebagai rujukan. Berdasarkan pemahaman asas tersebut diatas maka asas preferensi hukum dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyelesaian konflik norma yang terjadi dalam pengaturan bantuan hukum kepada kelompok masyarakat miskin pencari keadilan.
37 Ibid
38 Shinta Agustina, 2015, Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Masalah-Masalah Hukum Vol. 44
BAB III