PENGATURAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
D. SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
Jaminan sosial adalah sistem perlindungan sosial sebagai implementasi dari kebijakan yang sarat politis dan tekanan masyarkat dan juga kemauan pemerintah. Konsekuensi penyelenggaraan
jaminan sosial diperlukan pendanaan yang terus menerus, karena jaminan sosial sebagai program permanen seumur hidup. Karena itu pendanaan sistem jaminan sosial melibatkan seluruh pemegang kebijakan yang meliputi: pemberi kerja, penerima kerja dan pemerintah, jika BPJS mengalami defisit karena krisis ekonomi.
Keberhasilan sistem jaminan sosial nasional ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: penindakan hukum yang efektif, tergantung dari kondisi ekonomi, situasi ketenagakerjaan, kemampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan, memberlakukan upah memadai dan mengkondisikan kenyamanan kerja. Mengingat kembali definisi jaminan sosial adalah pilar utama kesejahteraan sosial dalam implementasinya perlu ditopang dengan berbagai persyaratan antara lain adanya lapangan pekerjaan, terbentuknya pasar tenaga kerja yang independen dan fasilitas fasilitas lain untuk memperlancar operasionalisasi program-program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
1. Konsep Jaminan Sosial
Beberapa pengertian atau definisi tentang konsep jaminan sosial sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan sosial diantaranya:
a. Pasal 3 Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, mendefinisikan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah suatu proteksi bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal dunia. UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyebutkan bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat, di mana Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
b. Menurut Rejda (1994) jaminan sosial adalah skema preventif bagi komunitas yang bekerja terhadap peristiwa ketidakamanan ekonomi seperti inflasi, fluktuasi kurs dan pengangguran sebagai akibat kebijakan publik yang bersifat ekspansif sehingga menimbulkan penurunan
daya beli masyarakat bahkan rentan miskin dan miskin sama sekali.
c. Konstitusi ISSA tahun 1998 mengartikan jaminan sosial sebagai suatu program perlindungan dengan kepesertaan wajib yang berdasarkan UU Jaminan Sosial, kemudian dengan memberikan manfaat tunai maupun pelayanan kepada setiap peserta beserta keluarganya yang mengalami peristiwa-peristiwa kecelakaan, pemutusan hubungan kerja sebelum usia pensiun, sakit, persalinan, cacat, kematian prematur dan hari tua.
d. Konvensi ILO tahun 1998 memberikan pemahaman tentang jaminan sosial sebagai sebuah sistem proteksi yang dipersiapkan oleh masyarakat (pekerja) itu sendiri bersama pemerintah untuk mengupayakan pendanaan bersama guna membiayai program-program jaminan sosial sebagaimana tertuang dalam seperangkat kebijakan publik yang pada umumnya dalam bentuk UU Sistem Jaminan Sosial.
e. Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN mendefinisikan jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak.
f. Purwoko (2006) menyatakan bahwa jaminan sosial sebagai salah satu faktor ekonomi yang memberikan manfaat tunai kepada peserta sebagai pengganti penghasilan yang hilang, karena peserta mengalami berbagai musibah seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, pemutusan hubungan kerja sebelum usia pensiun dan hari tua.
Definisi atau pemahaman tentang konsep kebijakan jaminan sosial sebagaimana dikemukakan di atas mengandung kesamaan esensi, yaitu suatu skema proteksi yang ditujukan untuk tindakan pencegahan khususnya bagi masyarakat yang memiliki penghasilan terhadap berbagai risiko/peristiwa yang terjadi secara alami seperti sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun dan hari tua.
2. Peran Pemerintah dalam Jaminan Sosial
Peran pemerintah dalam sistem jaminan sosial adalah sebagai regulator sekaligus fasilitator dan mendanai dari APBN jika diperlukan–menyelenggaakan sistem jaminan sosial termasuk program bantuan yang di danai dari APBN, juga harus menjalankan
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Program jaminan sosial yang diselenggaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di tetapkan tanggal 25 Nopember 2011 yaitu Undang-Undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, seharusnya UU BPJS ini ditetapkan 5 tahun sejak diberlakukannya yaitu 19 Oktober 2004 berdasarkan UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN.
Undang-Undang No. 24 tahun 2011 memerlukan sinkronikasi dan harmonisasi antar perundangan-undangan, diantaranya dengan Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang- Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dimana jaminan sosial dalam kesehatan belum mengakomodir anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas, penyakit akibat kerja dan diperlukannya aturan standar kelas rawat inap seperti yang tercantum dalam pasal 23 ayat 4 UU SJSN). Undang-Undang BPJS tersebut juga tidak mengatur kewengan BPJS Kesehatan untuk menyesuaikan paket manfaat program JKN-KIS dengan mempertimbangkan kebutuhan medis dan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan.56
Permasalahan Undang-Undang SJSN pada awal pemberlakuaan tidak luput dari kekurangan. Berbagai pihak mencoba mengajukan permohonan uji materil terkait undang undang ini ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya adalah wakil pemerintah daerah (DPRD Jatim, Pengurus Bapel JPKM Jatim, Pengurus Satpel JPKM Kabupaten Rembang dan Pengurus Bapel JPKM DKI Jakarta). Isi gugatan tersebut antara lain adalah pengahapusan Pasal 5 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dalam Undang-undang SJSN menyatakan bahwa penyelenggaranya adalah PT ASKES, PT TASPEN, PT ASABRI dan PT JAMSOSTEK, penggugat juga mengajukan judicial review atas pasal 52 tentang Ketentuan Peralihan atas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pada tanggal 31 Agustus 2005 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), (4) Undang-undang SJSN ini bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Namun Mahkamah Konstitusi menolak permohonan penggugat atas Pasal 52 mengenai Ketentuan Peralihan atas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Beranjak dari putusan Mahkamah Konstitusi terkait hal diatas, sejak lima tahun diundangkanya Undang undang SJSN tepatnya tahun 2009, pelaksanaan SJSN tetap mengalami hambatan. Hal itu
56 Ady Thea, DA, 2018, 14 Tahun UU SJSN, Pelaksanaannya Dinilai Belum Efektif Penguatan sanksi dan kewenangan termasuk materi muatan yang diusulkan, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b4ea7c55208a/14tahun-uu-sjsn-- pelaksanaannya-dinilai-belum-efektif/ Rabu, 18 July 2018 di akses 28 Juni 2021
dikarenakan tidak ada aturan pendukung yang mengatur tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.57
Selain itu permasalahan dalam Undang-Undang ini adalah aturan terkait kewajiban pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan pekerja beserta anggota keluarganya ke program BPJS dapat dikenai sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu dimana yang termasuk dengan pelayanan publik tertentu antara lain pemrosesan izin usaha, izin mendirikan bangunan, bukti kepemilikan hak tanah dan bangunan.
Hal tersebut dinilai oleh berbagai pihak tidak sejalan dan tidak selaras dengan Pasal 28 H ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Selain tidak sejalan dan selaras dengan Pasal 28 H ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, aturan tersebut juga tidak sejalan dan tidak selaras dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu58.
Pembangunan sosial ekonomi telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat.
Namun pembangunan tersebut belum selesai dan akan terus menumbuhkan tantangan yang belum tersessaikan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) ―Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan‖ dan di Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ―Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan‖.
Aturan mengenai hak-hak atas jaminan sosial bagi warga negara juga di sebutkan di dalam Pasal 22 Deklarasi Universal Hak
57 Cahyandari, Dewi, 2017,‖ Kajian Yuridis Pelimpahan Kewenangan Monopoli Negara Dalam Penelenggaraan Jaminan Sosial‖ Jurnal Legal spirit, Vol 1, No 2 (2017) lihat di http://publishingwidyagama.ac.id/ejournal- v2/index.php/jhls/article/view/585/pdf di akses 28 Juni 2021
58
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (DUHAM PBB),59 Pasal 13 Deklarasi Hak Asasi Manusia Kairo (Cairo Declaration on Human Rights)60 serta Pasal 14 Deklarasi Hak Asasi 61. Program jaminan sosial tersebut juga dijamin dalam Badan Dunia - Deklasi PPB terkait HAM tahun 1948 dan Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952, dimana bagi setiap warga negara di seluruh dunia wajib mendapatkan jaminan sosial, dan hal tersebut sejalan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. Jaminan Sosial yang dijalankan Indonesia dalam dekade masih bersifat parsial, dalam peraturan yang terpisah pisah, adapun aturan tersebut adalah sebagai berikut: Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan
59 Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap negara
60 Bekerja merupakan hak yang dijamin oleh pemerintah dan masyarakat bagi siapa saja yang mampu bekerja. Setiap orang berhak memilih pekerjaan yang paling sesuai dan berguna bagi dirinya dan masyarakat. Setiap pekerja memiliki hak keselamatan dan keamanan dan jaminan sosial lainnya. Setiap pekerja tidak boleh diberi pekerjaan yang melebihi kemampuannya, dipaksa, ditekan atau dirugikan dalam bentuk apapun. Ia memperoleh hak tanpa ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan upah yang layak atas hasil kerjanya tanpa ada penundaan waktu, juga berhak menikmati liburan, uang saku (lembur) dan kenaikan pangkat yang menjadi haknya. Dalam hal ini, dia wajib berdedikasi dan bertindak teliti dalam bekerja. Bila pekerja dan pegawai berselisih dalam suatu urusan, pemerintah harus campur tangan untuk menyelesaikan perselisihan itu dan memiliki keluhan yang diperbaiki; hak-hak dikukuhkan dan keadilan ditegakkan tanpa penyelewengan sedikitpun
61 Setiap orang berhak memperoleh keuntungan yang sah tanpa usaha monopoli, penipuan atau usaha merugikan lainnya, baik terhadap dirinya maupun orang lain. Riba dilarang secara mutlak
pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Program tersebut diatas dirasa belum mampu untuk menjamin perlindungan bagi seluruh rakyat, untuk itu dipandang perlu untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional begitu juga dengan kebijakan sistem perlindungan sosial masih saling tumpang tindih dan tidak saling sinkron untuk itu pelu dibentuk kebijakan yang yang terpadu.
3. Tanggung jawab negara terhadap jaminan sosial
Jaminan Sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Hak asasi manusia. Hak Asazi Manusia merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan . Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka pengertian hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.62
Secara universal, Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights), Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) 1966, hingga UndangUndang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UndangUndang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
The right to the highest attainable standard of health is a human right recognized in international human rights law. The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, widely considered as the central instrument of protection for the right to health, recognizes “the right of everyone to the enjoyment of the highest attainable standard of physical and mental health.” It is important to note that the Covenant gives both mental health, which has often been neglected, and physical health equal consideration. 63
62 Satya Arinanto, 2018, Indonesia, Hak Asasi Manusia dalam Transaksi Politik di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 52.
63 R. L. Chong, 1986, The Right to Health, Servir, Lisbon, Portugal, 34, no.
Hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai adalah hak asasi manusia diakui dalam hukum hak asasi manusia internasional. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang secara luas dianggap sebagai pusat instrumen perlindungan hak atas kesehatan, mengakui ―hak setiap orang untuk menikmati standar fisik tertinggi yang dapat dicapai dan kesehatan mental. " Penting untuk dicatat bahwa Kovenan memberikan keduanya kesehatan mental, yang sering diabaikan, dan kesehatan fisik setara pertimbangan.
Subsequent international and regional human rights instruments address the right to health in various ways. Some are of general application while others address the human rights of specific groups, such as women or children. 64
Instrumen hak asasi manusia internasional dan regional berikutnya membahas hak atas kesehatan dalam berbagai cara.
Beberapa aplikasi umum sementara yang lainmenangani hak asasi manusia kelompok tertentu, seperti perempuan atau anak-anak.
Selain itu HAM, dalam pengertian yang sederhana, merupakan hak yang secara alamiah dan kodrati melekat pada makhluk hidup yang bernama manusia semata-mata karena ia merupakan manusia (human being), bukan makhluk lain selain manusia. Begitu benarbenar ada pada manusia, maka melekat dalam dirinya hak tersebut. Hak-hak asasi tersebut sangat berkaitan erat dengan harkat dan martabat manusia (human dignity). Tanpa hak hak dasar tersebut manusia tidak dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya itu. Pemenuhan dan penghormatan terhadap HAM memungkinkan perseorangan dan masyarakat untuk berkembang secara utuh.65
Membicarakan hak asasi manusia (HAM) berarti membicarakan dimensi kehidupan manusia. HAM, ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia menandakan bahwa manusia sebagai makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT patut memperoleh apresiasi secara positif. 66 Maka dari itu Hak Asasi Manusia adalah
64 Chong, ―The Right to Health.
65 Halili, 2015, Hak Asasi Manusia: Dari Teori ke Pedagogi, ini Buku Aja, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
66 Majda El Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002, Kencana, Jakarta, h. 1
hak-hak dasar yang terdapat dalam diri manusia dan tidak dapat dicabut oleh siapa pun selama seseorang masih hidup. 67
Pemenuhan hak untuk hidup sehat merupakan hak dasar yang harus dijamin, karena kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan primer setiap manusia. Kondisi sehat badan dan jiwa akan memungkinkan setiap manusia untuk melakukan aktifitas dan karyanya. Kesehatan merupakan pula bagian dari kebutuhan menuju hidup sejahtera. Hak semacam ini merupakan salah satu hak dasar dalam pelayanan kesehatan.
Sudah menjadi konsensus dalam konstitusi Indonesia bahwa hak atas kesehatan merupakan hak mendasar
bagi manusia. Falsafah dasar dari jaminan hak atas kesehatan sebagai HAM merupakan raison d’etre kemartabatan manusia (human dignity). Kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia. 68
The International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) obligates each State party to respect and to ensure all individuals within its territory and subject to its jurisdiction, the rights recognized in the Covenant. For sure, this means a State is dutybound to respect, protect and fulfill human rights of all individuals within in its territory and also under its jurisdiction, and it must do so without discrimination. Moreover, increasingly, the terms “within its territory and subject to its jurisdiction” are being interpreted in their disjunctive, rather than conjunctive sense, at least as concerns the State’s negative obligation to refrain from violating rights. Thus, the State is bound by international human rights law in relation to individuals outside of its territory but otherwise under its jurisdiction69.
Instrumen utama lainnya yang mendefinisikan dan melindungi hak untuk kesehatan, selain ICESCR, adalah Organisasi Kesehatan Dunia Konstitusi yang mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan fisik yang lengkap, kesejahteraan mental dan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Hak atas
67 Disca Betty Viviansari, 2019, Tanggung Jawab Negara terhadap Hak Atas Pendidikan Anak Buruh Migran Indonesia di Malaysia‖ 10, no. 3, h. 179–194.
68 Majda El Muhtaj, 2009, Dimensi-dimensi HAM: Mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya, Rajawali Pers, Jakarta.
69 Lauren Aarons dan Gabor Rona, 2016, State Responsibility to Respect, Protect and Fulfill Human Rights Obligations in Cyberspace, Journal of National
kesehatan juga secara khusus diabadikandalam instrumen hak asasi manusia internasional lainnya. Pihak yang terikat secara hukum dalam pelaksanaan HAM berdasarkan hukum internasional adalah negara. Dalam konteks ini, peran dan tanggung jawab negara merupakan hal yang paling utama dalam menjalankan kewajiban konstitusional, yaitu berjanji untuk mengakui, menghormati, melindungi, memenuhi dan menegakkan HAM.70 Negara sebagai pemangku kewajiban hak asasi manusia harus mewujudkan pemenuhan hak asasi manusia terhadap semua warga negara tanpa terkecuali. Terwujudnya pemenuhan hak asasi manusia akan dapat menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera sehingga mengurangi segala bentuk permasalahan diskriminasi hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia.71
Dalam perspektif pemenuhan hak dasar warga negara atas kesehatan, pemerintah terikat tanggung jawab untuk menjamin akses yang memadai bagi setiap warga negara atas pelayanan kesehatan yang layak dan optimal. Sebagai upaya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi kewajiban negara dengan mengimplementasikan norma-norma HAM pada hak atas kesehatan, harus memenuhi prinsip-prinsip:
a) Ketersediaan pelayanan kesehatan;
b) Aksesibilitas;
c) Penerimaan; dan d) Kualitas72.
Kewajiban negara dalam memenuhi hak kesehatan tersebut dijabarkan dalam Pasal 2. 1 ICESCR yang menyebutkan bahwa:
“Each State Party to the present Covenant undertakes to take steps, individually and through international assistance and co operation, especially economic and technical, to the maximum of its available resources, with a view to achieving progressively the full realization of the rights recognized in the present Covenant by all appropriate means, including particularly the adoption of legislative measures”.
Selain itu, dikenal juga tiga bentuk kewajiban negara yang mengikat negara negara peratifikasi perjanjian internasional hak hak
70 Hardiyanto Djanggih dan Yusuf Saefudin, 2017, “De Jure De Jure,”
Jurnal Penelitian Hukum 17, no. 3, h. 413–425.
71 Endang Wahyati Yustina, Odilia Esem, dan Rospita Adelina Siregar, 2020, Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia daalam Pelayanan Kesehatan dan Perlindungan Hak Kesehatan bagi Orang dengan Gangguan Jiwa, Jurnal Kedokteran Indonesia Vol 6, no. 1, h.10.
72 Dedi Afandi, 2008, Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM, Jurnal Ilmu Kedokteran 2.
asasi manusia. Ketiga kewajiban tersebut juga biasa disebut sebagai generic obligation, terdiri dari. 73:
a. Obligation to Respect (Kewajiban Untuk Menghormati): adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk mencampuri baik secara langsung maupun tidak langsung pemenuhan hak atas kesehatan. Hal ini termasuk juga kewajiban untuk menahan diri dari menolak atau membatasi akses yang sama untuk semua orang terhadap pengobatan yang bersifat preventif, kuratif, dan paliatif. Atau dengan kata lain, negara tidak boleh mengganggu atau mengurangi penikmatan hak atas kesehatan.
b. Obligation to Protect (Kewajiban untuk Melindungi): adalah kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang mencegah pihak ketiga mengganggu jaminan dari Pasal 12. Kewajiban ini termasuk juga memastikan akses yang setara terhadap perawatan kesehatan dari pihak ketiga, dan memastikan privatisasi dari sektor kesehatan tidak mengancam ketersediaan, aksesibilitas, akseptabilitas dan kualitas dari fasilitasfasilitas kesehatan, produk dan jasa. 74
c. Obligation to Fulfill (Kewajiban untuk Memenuhi): adalah kewajiban untuk mengadopsi langkah-langkah legislatif, administratif, penganggaran, hukum, peningkatan dan tindakan tepat lainnya untuk realisasi penuh hak atas kesehatan, salah satunya dengan membuat kebijakan dan rencana kesehatan nasional yang mencakup sektor publik dan privat.
Menurut Pasal 17 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak merupakan salah satu hak atas kesehatan. 75
Jaminan kesehatan nasional merupakan upaya negara dalam memberikan perlindungan sosial, yang dimana telah diatur apa yang menjadi kewajiban negara dalam pemenuhan jaminan tersebut.
Jaminan kesehatannasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan
73 Gita Kartika, Adijaya Yusuf, dan Hadi Rahmat Purnama, 2009, Penerapan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) mengenai Hak Atas Kesehatan di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
74 Ibid.
75 Siska Elvandari, 2015, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis Cetakan 1,