• Tidak ada hasil yang ditemukan

Badan-Badan Internasonal dari Perserikatan Bangsa-Bangsa

Dalam dokumen Buku Hukum Pajak 2015 (Halaman 58-86)

PAJAK PENGHASILAN

I. Badan-Badan Internasonal dari Perserikatan Bangsa-Bangsa

1. ADB (Asian Development Bank)

2. IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) 3. IFC (International Finance Corporation)

4. IMF (International Monetary Fund)

5. UNDP (United Nations Development Programme), meliputi:

a. IAEA (International Atomic Energy Agency) b. ICAO (International Civil Aviation Organization) c. ITU (International Telecommunication Union)

d. UNIDO (United Nations Industrial Development Organizations) e. UPU (Universal Postal Union)

f. WMO (World Meteorological Organization)

g. UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) h. UNEP (United Nations Environment Programme)

i. UNCHS (United Nations Centre for Human Settlement)

j. ESCAP (Economic and Social Commission for Asia and The Pacific) k. UNFPA (United Nations Funds for Population Activities)

l. WFP (World Food Programme)

m. IMO (International Maritime Organization) n. WIPO (World Intellectual Property Organization) o. IFAD (International Fund for Agricultural Development) p. WTO (World Trade Organization)

q. WTO (World Tourism Organization) 6. FAO (Food and Agricultural Organization) 7. ILO (International Labour Organization)

8. UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) 9. UNIC (United Nations Information Centre)

10. UNICEF (United Nations Children’s Fund)

11. UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) 12. WHO (World Health Organization)

13. World Bank II. Kerjasama Teknik:

1. Kerjasama Teknik Australia - Republik Indonesia (Australia-Indonesia Partnership) 2. Kerjasama Teknik Canada - Republik Indonesia

3. Kerjasama Teknik India - Republik Indonesia 4. Kerjasama Teknik Inggris - Republik Indonesia 5. Kerjasama Teknik Jepang - Republik Indonesia 6. Kerjasama Teknik New Zealand - Republik Indonesia 7. Kerjasama Teknik Negeri Belanda - Republik Indonesia 8. Kerjasama Teknik Rusia - Republik Indonesia

9. Kerjasama Teknik Jerman - Republik Indonesia 10. Kerjasama Teknik Perancis - Republik Indonesia

11. Kerjasama Teknik Negeri Polandia - Republik Indonesia

12. Kerjasama Teknik Amerika Serikat - Republik Indonesia International (USAID:

United States Agency for International Development) 13. Kerjasama Teknik Swiss - Republik Indonesia 14. Kerjasama Teknik Italia - Republik Indonesia 15. Kerjasama Teknik Belgia - Republik Indonesia 16. Kerjasama Teknik Denmark - Republik Indonesia 17. Kerjasama Teknik Korea - Republik Indonesia 18. Kerjasama Teknik Finlandia - Republik Indonesia

19. Kerjasama Ekonomi dan Teknik Malaysia - Republik Indonesia 20. Kerjasama Ekonomi dan Teknik Singapura - Republik Indonesia

21. Kerjasama Ekonomi, Perdangangan dan Teknik RRC - Republik Indonesia

22. Kerjasama Ekonomi, Ilmu Pengetahuan dan Teknik Vietnam - Republik Indonesia 23. Kerjasama Ekonomi dan Teknik Thailand - Republik Indonesia

24. Kerjasama Ekonomi, Ilmu Pengetahuan dan Teknik Meksiko - Republik Indonesia 25. Kerjasama Teknik Kerajaan Arab Saudi - Republik Indonesia

26. Kerjasama Teknik Iran - Republik Indonesia 27. Kerjasama Teknik Pakistan - Republik Indonesia 28. Kerjasama Teknik Philippina - Republik Indonesia III. Kerjasama Kebudayaan:

1. Kerjasama Kebudayaan Belanda - Republik Indonesia 2. Kerjasama Kebudayaan Jepang - Republik Indonesia 3. Kerjasama Kebudayaan Mesir/RPA - Republik Indonesia 4. Kerjasama Kebudayaan Austria - Republik Indonesia IV. Organisasi-Organisasi Internasional Lainnya:

1. Asean Secretariat

2. SEAMEO (South East Asian Minister of Education Organization) 3. ACE (The ASEAN Centre for Energy)

4. NORAD (The Norwegian Agency for International Development) 5. Plan International Inc.

6. PCI (Project Concern International)

7. IDRC (The International Development Research Centre)

8. Kerjasama Teknik di bidang Perkoperasian antara DMTCI/CLUSA-Republik Indonesia 9. NLRA (The Netherlands Leprosy Relief Association)

10. The Commission of The European Communities

11. OISCA INT. (The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement International) 12. World Relief Cooperation

13. APCU (The Asean Heads of Population Coordination Unit) 14. SIL (The Summer Institute of Linguistics, Inc.)

15. IPC (The International Pepper Community) 16. APCC (Asian Pacific Coconut Community)

17. INTELSAT (International Telecommunication Satellite Organization)

18. People Hope of Japan (PHJ) dan Project Hope 19. CIP (The International Potato Centre)

20. ICRC (The International Committee of Red Cross) 21. Terre Des Hommes Netherlands

22. Wetlands International

23. HKI (Helen Keller International, Inc.) 24. Taipei Economic and Trade Office

25. Vredeseilanden Country Office (VECO) Belgia 26. KAS (Konrad Adenauer Stiftung)

27. Program for Appropriate Technology in Health, USA-PATH 28. Save the Children-US dan Save the Children-UK

29. CIFOR (The Center for International Forestry Research) 30. Islamic Development Bank

31. Kyoto University-Jepang

32. ICRAF (the International Centre for Research in Agroforestry) 33. Swisscontact-Swiss Foundation for Technical Cooperation 34. Winrock International

35. Stichting Tropenbos

36. The Moslem World League (Rabithah)

37. NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization) 38. HSF (Hans Seidel Foundation)

39. DAAD (Deutscher Achademischer Austauschdienst) 40. WCS (The Wildlife Conservation Society)

41. BORDA (The Bremen Overseas Research and Development Association) 42. ASEAN Foundation

43. SOCSEA (Sub Regional Office of CIRDAP in Southeast Asia) 44. IMC (International Medical Corps)

45. KNCV (Koninklijke Nederlands Centrale Vereniging tot Bestrijding der Tuberculosis) 46. Asia Foundation

47. The British Council

48. CARE (Cooperative for American Relief Everywhere Incorporation) 49. CCF (Christian Children’s Fund)

50. CWS (Church World Service) 51. The Ford Foundation

52. FES (Friedrich Ebert Stiftung) 53. FNS (Friedrich Neumann Stiftung)

54. IRRI (International Rice Research Institute) 55. Leprosy Mission

56. OXFAM (Oxford Committee for Famine Relief) 57. WE (World Education, Incorporated, USA) 58. JICA (Japan International Cooperations Agency) 59. JBIC (Japan Bank for International Cooperation) 60. KOICA (Korea International Cooperation Agency)

61. ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia)

62. JETRO (Japan External Trade Organization)

63. IFRC (International Federation of Red Cross and Red Cresent Societies) 64. ICD (Islamic Corporation for Development of the Private Sector)

4. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional seperti yang dimaksud pada huruf 3., de- ngan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan tau peker- jaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

OBJEK PAJAK

Subjek pajak akan dikenakan pajak, apabila ada objek yang akan dikenakan pajak. Subjek pajak yang memenuhi syarat objektif ini disebut sebagai Wajib Pajak Penghasilan (income taxpayer) yang untuk penyederhanaan selanjutnya hanya disebut Wajib Pajak (taxpayer). Untuk Pajak Penghasilan, objek Pajak Penghasilan (selanjutnya hanya disebut sebagai objek pajak) diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan eko- no mis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia mau pun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah keka ya an Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Penghasilan yang bukan objek Pajak Penghasilan selanjutnya hanya disebut bukan objek pajak;

2. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final;

3. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif umum atau tidak bersifat final.

PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK

Penghasilan yang diklasifikasikan bukan objek pajak adalah penghasilan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang bukan objek pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) yang menyatakan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak terdiri dari:

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lem- baga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pe- meluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

dan

2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

k. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

l. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak da- lam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

m. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

PENGHASILAN OBJEK PAJAK PPH. FINAL

Penghasilan yang digolongkan sebagai penghasilan yang akan dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (2) yang menyatakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final terdiri dari:

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. penghasilan berupa hadiah undian;

c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah, termasuk penghasilan yang diperoleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Untuk penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final akan dikenakan tarif tersendiri di luar tarif umum Pajak Penghasilan.

PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK PPH. FINAL

Semua penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak yang bukan objek Pajak Penghasilan dan yang bukan tergolong penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final merupakan penghasilan yang akan dikenakan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final atau dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif umum. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan yang tidak final berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) meliputi:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diper- oleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pe- ngambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usa- ha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak- pihak yang bersangkutan;

dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s. surplus Bank Indonesia.

PENGHASILAN YANG MENJADI OBJEK PAJAK BENTUK USAHA TETAP

Pada dasarnya perlakuan perpajakan untuk bentuk usaha tetap (BUT) diperlakukan sama dengan subjek pajak badan dalam negeri. Tetapi berbeda dengan subjek pajak badan negeri, untuk subjek pajak bentuk usaha tetap (BUT) telah dilakukan pembatasan objek pajak yang dapat dikenai pajak seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 5, hanya meliputi penghasilan sebagai berikut:

a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.

b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.

c. Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

Penghasilan yang merupakan subjek pajak bentuk usaha tetap tersebut di atas adalah penghasilan neto (Penghasilan/Laba Kena Pajak), yaitu penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang diperbolehkan untuk dikurangkan bagi Wajib Pajak yang melakukan

kegiatan usaha menurut ketentuan perpajakan, yaitu biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (Deductible Expense). Di samping itu, khusus untuk bentuk usaha tetap, dapat pula dikurangkan biaya-biaya sebagai berikut:

1. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;

2. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah:

a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak- hak lainnya;

b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;

c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;

3. pembayaran sebagaimana tersebut pada huruf 2. yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Laba bersih dari bentuk usaha tetap setelah dikurangi Pajak Penghasilan terutang apabila tidak ditanam kembali di Indonesia akan dikenakan Pajak Penghasilan pasal 26.

PENGHASILAN KENA PAJAK

Besarnya Pajak Penghasilan diperoleh dari perkalian tarif Pajak Penghasilan dengan Penghasilan Kena Pajak. Kemudian besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya. Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak ini tidak semua biaya yang diperbolehkan digunakan untuk pengurang penghasilan bruto, tetapi hanya biaya-biaya yang tergolong biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (3M). Biaya yang tergolong 3M ini biasa dikenal sebagai Deductile Expense (DE). Sedangkan biaya yang tidak memenuhi kriteria 3M tidak dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dan biaya ini dikenal sebagai Non Deductile Expense (NDE). Biaya-biaya yang tergolong sebagai Deductile Expense (DE) diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) meliputi biaya-biaya:

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

1. biaya pembelian bahan;

2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

3. bunga, sewa, dan royalti;

4. biaya perjalanan;

5. biaya pengolahan limbah;

6. premi asuransi;

7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

8. biaya administrasi; dan

9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun;

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direkto- rat Jenderal Pajak; dan

3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerin- tah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai pengha- pusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;

atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3. tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil.

Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto yang pada dasarnya mengatur lebih lanjut tentang penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Hal-hal yang diatur lebih lanjut adalah:

1. Menambahkan 1 persyaratan tambahan di samping 4 persyaratan di atas untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih agar bisa dibebankan sebagai pengurang pengha- silan bruto yaitu: piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang bersangkutan.

2. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dimaksud tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa de- ngan Wajib Pajak.

3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil untuk suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp. 100.000.000,-, yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari be- berapa kredit yang diberikan sebagai akibat adanya pemberian Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sangat Seder- hana (KPRSS), Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan/atau Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

4. Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya adalah piutang de- bitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp. 5.000.000,-.

5. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya pada angka 3. dan 4. harus dilampiri daftar nominatif yang berisi identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah Piutang yang nyata-nyata

tidak dapat ditagih.

6. Yang dimaksud penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi : Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan koran/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional; atau

Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan Himpunan Bank- Bank Milik Negara (HIMBARA) atau Persatuan Bank-Bank Swasta Nasional (PERBANAS) dan/atau penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia.

7. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan dilampiri:

l fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau

l fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris; atau

l fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau

l surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.

8. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus disampai- kan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

dan

m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pengeluaran berupa sumbangan dan biaya pembangunan infrastruktur pada huruf i., j., k., l. dan m. untuk dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto (Deductible Expense) harus me- me nuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2011 tanggal 5 April 2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sum bangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pem bi naan Olahraga dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. Pengaturan yang dilakukan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan ini adalah sebagai berikut:

1. Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas:

Dalam dokumen Buku Hukum Pajak 2015 (Halaman 58-86)