Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 termasuk jenis Pajak Penghasilan pemotongan/
pemungutan (withholding tax) yang diterapkan dalam sistem Pajak Penghasilan di Indonesia. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dibahas di sini hanya Pajak Penghasilan Pasal 26 yang berhubungan dengan penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi luar negeri. Ketentuan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 diatur dalam pasal 21 dan pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dan telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi. Karena merupakan jenis Pajak Penghasilan pemotongan/pemungutan, berarti dalam hal ini akan ada pihak yang wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26, pihak yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan ada pula jenis penghasilan yang harus dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
PIHAK PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN 26
Pihak yang wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 secara rinci disebutkan dalam pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 yang meliputi:
a. Pemberi kerja yang terdiri dari:
1. orang pribadi dan badan;
2. cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh adminis- trasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayar- an lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah. instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
1. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
2. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan ja- sa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
3. honorarium, kornisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang.
e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pernerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah. atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Dalam pasal ini juga disebutkan pihak-pihak yang dikecualikan sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26, yaitu:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Organisasi-organisasi internasional yang dikecualikan sebagai subjek Pajak Penghasilan seperti yang telah dibahas pada bagian subjek pajak.
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
PIHAK YANG DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN 26
Pihak-pihak yang akan dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disebutkan dalam pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 yaitu orang pribadi yang menerima penghasilan dan merupakan:
a. pegawai;
b. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya:
c. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsi- tek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bin- tang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya.
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonorni, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
d. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
e. mantan pegawai;
f. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikut- sertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ke- tangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan;
5. peserta kegiatan lainnya.
Pengecualian terhadap pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dilakukan terhadap orang pribadi tertentu dan diatur dalam pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, yaitu terdiri dari:
a. pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
b. pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
JENIS PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN 26 Pada pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 diatur jenis peng- hasilan yang akan dipotong oleh pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 apabila pihak pemotong membayarkannya kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri maupun luar negeri. Apabila penerima pembayaran atau pihak yang dipotong adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, maka Pajak Penghasilan yang dipotong adalah Pajak Penghasilan Pasal 21.
Sedangkan jika penerima pembayaran atau pihak yang dipotong adalah Wajib Pajak Orang Pribadi luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dipotong adalah Pajak Penghasilan Pasal 26. Jenis-jenis penghasilan yang akan dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 menurut pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah:
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c, penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
d. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
e. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan se je nis- nya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang lama;
h. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
i. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Termasuk pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Apabila pihak pemberi penghasilan sekaligus pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 membayarkan penghasilan kepada pihak yang dipotong dalam bentuk mata uang asing, maka perhitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang dipotong tetap dalam bentuk mata uang rupiah dengan mengalikan jumlah penghasilan yang dibayarka dengan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan atau pada saat dibebankan sebagai biaya. Sedangkan perhitungan imbalan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan didasarkan pada harga pasar barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang diserahkan.
Pengecualian penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 diatur dalam pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 terdiri dari:
a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan. asuransi kecelakaan. asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
b. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan dalam bentuk natura dan/
atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua alau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau surnbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
e. beasiswa yang diberikan dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan non formal yang terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar, di mana antara pihak yang menerima dan memberikan beasiswa tidak ada hubungan istimewa.
Untuk mempertinggi kesadaran masyarakat membayar pajak dan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak guna memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima penghasilan yang tidak mempunyai NPWP akan lebih tinggi 20% dibandingkan dengan yang memiliki NPWP. Penerima penghasilan dari kegiatan pekerjaan bisa berupa pegawai maupun bukan pegawai. Untuk pegawai bisa dibedakan lagi atas pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PEGAWAI TETAP
Prosedur perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk pegawai tetap ditentukan sebagai berikut:
1. Hitunglah semua penghasilan bruto yang diterima oleh karyawan dalam sebulan yang meliputi gaji, tunjangan, upah lembur dan pembayaran teratur lainnya, termasuk pembayaran premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawai kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan atau perusahaan asuransi lainnya dalam bentuk premi asuransi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa. Apabila gaji, tunjangan, upah lembur dan pembayaran lainnya pegawai tetap dibayarkan secara mingguan, maka untuk memperoleh penghasilan bruto sebulan akan dikalikan dengan 4, sedangkan bila dibayarkan secara harian akan dikalikan dengan 26.
2. Hitunglah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan yang didapat dengan pengurangan berupa biaya jabatan, iuran pensiun, iuran jaminan hari tua dan/atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah sebesar 5%
dari penghasilan bruto dengan batas maksimum Rp. 6.000.000,- per-tahun atau Rp. 500.000,- per-bulan.
3. Hitunglah penghasilan neto setahun dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan 12. Apabila pegawai bekerja kurang dari 12 bulan dalam setahun, maka penghasilan neto setahun dikalikan dengan jumlah bulan pegawai bekerja dalam tahun tersebut. Misalkan pegawai baru bekerja mulai bulan April, berarti dalam tahun tersebut pegawai bekerja 9 bulan (dihitung dari bulan April sampai dengan Desember), sehingga penghasilan neto setahun diperoleh dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan 9.
4. Hitunglah Penghasilan Kena Pajak setahun dengan mengurangkan penghasilan neto setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dalam menghitung besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk karyawati dengan status kawin, perhitungan PTKP yang bisa dikurangkan hanya- lah PTKP untuk dirinya sendiri (PTKP dengan status tidak kawin).
b. Untuk karyawati dengan status kawin yang dapat menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, maka PTKP yang bisa dikurang- kan adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
c. Untuk karyawati dengan status tidak kawin, perhitungan PTKP yang bisa dikurangkan adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggung- an sepenuhnya.
5. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 21 setahun dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak setahun dengan tarif umum Pajak Penghasilan Pasal 17 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang ada di Tabel 7.11..
6. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 21 sebulan dengan cara membagi Pajak Penghasilan Pasal 21 setahun dengan 12. Apabila gaji, upah, tunjangan dan lainnya dibayar secara mingguan, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 seminggu dihitung dengan membagi Pajak Penghasilan Pasal 21 sebulan dengan 4. Sedangkan jika gaji, upah, tunjangan dan lainnya dibayar secara harian, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 sehari dihitung dengan membagi Pajak Penghasilan Pasal 21 sebulan dengan 26. Apabila pegawai tetap tidak memiliki NPWP, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 yang menjadi bebannya akan lebih tinggi 20% dari pada pegawai tetap yang memiliki NPWP, artinya dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap tersebut harus dikalikan lagi dengan 120%.
Berikut adalah contoh perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk pegawai tetap.
Contoh 1: Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tetap dengan Gaji Bulanan
Hartono bekerja sebagai karyawan tetap di PT. Baja Permai Hutama. Pada bulan September 2015 Hartono menerima gaji per-bulan Rp. 15.000.000,-. Status Hartono adalah kawin dengan 2 anak.
PT. Baja Permai Hutama mengikutsertakan karyawannya dalam program jamsostek dengan membayar iuran kepada BPJS Kesehatan untuk jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua. PT. Baja Permai Hutama membayar iuran jaminan kesehatan sebesar 4%, jaminan kecelakaan kerja sebesar 0,54%, jaminan kematian sebesar 0,3% dan jaminan hari tua sebesar 3,7% untuk Hartono. Sedangkan Hartono sendiri membayar iuran jaminan kesehatan sebesar 0,5% dan iuran jaminan hari tua sebesar 2%.
Semuanya dihitung dari gaji yang diterima. Di samping itu, PT. Baja Permai Hutama juga membayar iuran pensiun untuk Hartono ke badan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan sebesar Rp. 300.000,- per-bulan. Sedangkan Hartono sendiri membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,- per-bulan. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang akan dipotong oleh PT. Baja Permai Hutama atas gaji yang dibayarkan kepada Hartono adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp. 15.000.000,-
Iuran jaminan kesehatan = 4% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 600.000,- Iuran jaminan kecelakaan kerja = 0,54% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 81.000,- Iuran jaminan kematian = 0,3% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 45.000,- (+)
Penghasilan bruto Rp. 15.726.000,-
Pengurangan:
Biaya jabatan = 5% x Rp. 15.726.000,- = Rp. 786.300,- Maksimum yang diperbolehkan Rp. 500.000,- Iuran pensiun Rp. 200.000,-
Iuran jaminan hari tua
= 2% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 300.000,- (+)
Rp. 1.000.000,- (-)
Penghasilan neto sebulan Rp. 14.726.000,- Penghasilan neto setahun = 12 x Rp. 14.726.000,- = Rp. 176.712.000,- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun:
- Wajib Pajak sendiri Rp. 36.000.000,- - Tambahan status kawin Rp. 3.000.000,- - Tambahan tanggungan 2 anak Rp. 6.000.000,- (+)
Rp. 45.000.000,- (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 131.712.000,- Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang =
5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,- 15% x Rp. 81.712.000,- = Rp. 12.256.800,- (+)
Rp. 14.756.800,-
Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan September 2015 yang harus dipotongkan oleh PT. Baja Permai Hutama dari gaji Hartono apabila Hartono mempunyai NPWP sebesar = 1/12 x Rp. 14.756.800,- = Rp. 1.412.546,-
Apabila Hartono tidak mempunyai NPWP, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan September 2014 yang harus dipotongkan oleh PT. Baja Permai Hutama dari gaji Hartono sebesar = 120% x 1/12 x Rp. 16.950.550,- = Rp. 1.695.055,-
Contoh 2: Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Gaji Rapel Karyawan Tetap
Dari contoh 1 berkaitan dengan Hartono yang bekerja sebagai karyawan tetap di PT. Baja Permai Hutama. Gaji yang diterima Hartono pada bulan September 2015 sebesar Rp. 15.000.000,- per- bulan berlaku mulai bulan Januari 2015. Kemudian setelah diterima gaji bulan September 2015, PT. Baja Permai Hutama memutuskan menaikkan gaji Hartono menjadi Rp. 20.000.000,- per- bulan. Kenaikan gaji ini diberlakukan surut mulai bulan Januari 2015. Kekurangan pembayaran gaji pada bulan-bulan sebelumnya akan dirapel dibayar sekaligus pada bulan Oktober 2015.
Jumlah kekurangan gaji bulan Januari 2015 sampai dengan bulan September 2015 yang akan dibayarkan bersama dengan gaji bulan Oktober 2015 adalah sebesar Rp. 45.000.000,- (9 bulan x Rp. 5.000.000,-/bulan). Hartono telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji rapel, maka akan dihitung terlebih dahulu besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji bulan Januari 2015 sampai dengan September 2015 berdasarkan penerimaan gaji baru. Kemudian dihitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Januari 2015 sampai dengan September 2015 dengan gaji baru dikurangi dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Januari 2015 sampai dengan September 2015 dengan gaji lama akan didapatkan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji rapel kekurangan pembayaran gaji bulan Januari 2015 sampai dengan September 2015. Perhitungan selengkapnya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji rapel kekurangan pembayaran gaji Hartono bulan Januari 2015 sampai dengan
September 2015 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp. 20.000.000,-
Iuran jaminan kesehatan = 4% x Rp 20.000.000,- = Rp. 800.000,- Iuran jaminan kecelakaan kerja = 0,54% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 108.000,- Iuran jaminan kematian = 0,3% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 60.000,- (+)
Penghasilan bruto Rp. 20.968.000,-
Pengurangan:
Biaya jabatan = 5% x Rp. 20.968.000,- = Rp. 1.048.400,- Maksimum yang diperbolehkan Rp. 500.000,- Iuran pensiun Rp. 200.000,-
Iuran jaminan hari tua
= 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 400.000,- (+)
Rp. 1.100.000,- (-)
Penghasilan neto sebulan Rp. 19.868.000,-
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp. 19.868.000,- = Rp. 238.416.000,- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun:
- Wajib Pajak sendiri Rp. 36.000.000,- - Tambahan status kawin Rp. 3.000.000,- - Tambahan tanggungan 2 anak Rp. 6.000.000,- (+)
Rp. 45.000.000,- (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 193.416.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang =
5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,- 15% x Rp. 158.041.000,- = Rp. 21.512.400,- (+)
Rp. 24.012.400,-
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebulan = 1/12 x Rp. 24.012.400,- = Rp. 2.001.034,- Pajak Penghasilan Pasal 21 Hartono bulan Januari 2015
sampai dengan September 2015 yang seharusnya adalah
= 9 x Rp. 2.001.034,- = Rp. 18.009.306,- Pajak Penghasilan Pasal 21 Hartono bulan Januari 2015
sampai dengan September 2015 yang telah dipotong
= 9 x Rp. 1.229.734,- = Rp. 11.067.606,- (-) Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji rapel Rp. 6.941.700,-
Contoh 3: Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tetap atas Bonus dan semacamnya Dari contoh 1 berkaitan dengan Hartono yang bekerja sebagai karyawan tetap di PT. Baja Permai Hutama mempunyai NPWP. Pada bulan September 2015 selain menerima gaji tetap sebesar Rp. 15.000.000,- per-bulan, Hartono juga menerima bonus sebesar Rp. 200.000.000,.
Untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas bonus yang diperoleh Hartono, maka pertama-tama akan dihitung dahulu Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji setahun Hartono ditambah bonus. Kemudian akan dihitung Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji setahun Hartono saja. Setelah itu Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji setahun Hartono ditambah bonus dikurangkan
dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji setahun Hartono saja untuk memperoleh besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk bonus. Perhitungan selengkapnya Pajak Penghasilan Pasal 21 atas bonus yang diterima Hartono adalah sebagai berikut:
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji setahun ditambah bonus:
Gaji setahun = 12 x Rp. 15.000.000,- = Rp. 180.000.000,- Iuran jaminan kesehatan = 4% x Rp. 180.000.000,- = Rp. 7.200.000,- Iuran jaminan kecelakaan kerja = 0,54% x Rp.180.000.000,- = Rp. 972.000,- Iuran jaminan kematian = 0,3% x Rp. 180.000.000,- = Rp. 540.000,- Bonus = Rp. 200.000.000,- (+)
Penghasilan bruto setahun Rp. 388.712.000,-
Pengurangan:
Biaya jabatan = 5% x Rp. 388.712.000,- = Rp. 19.435.600,- Maksimum yang diperbolehkan Rp. 6.000.000,- Iuran pensiun = 12 x Rp. 200.000,- = Rp. 2.400.000,-
Iuran jaminan hari tua
= 2% x Rp. 180.000.000,- = Rp. 3.600.000,- (+)
Rp. 12.000.000,- (-)
Penghasilan neto setahun Rp. 376.712.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun:
- Wajib Pajak sendiri Rp. 36.000.000,- - Tambahan status kawin Rp. 3.000.000,- - Tambahan tanggungan 2 anak Rp. 6.000.000,- (+)
Rp 45.000.000,- (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 331.712.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang atas gaji setahun ditambah bonus = 5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,- 15% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 30.000.000,- 25% x Rp. 61.712.000,- = Rp. 15.428.000,- (+)
Rp. 47.928.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji setahun:
Gaji setahun = 12 x Rp. 15.000.000,- = Rp. 180.000.000,- Iuran jaminan kesehatan = 4% x Rp. 180.000.000,- = Rp. 7.200.000,- Iuran jaminan kecelakaan kerja = 0,54% x Rp.180.000.000,- = Rp. 972.000,- Iuran jaminan kematian = 0,3% x Rp. 180.000.000,- = Rp. 540.000,- (+)
Penghasilan bruto setahun Rp. 188.712.000,-
Pengurangan:
Biaya jabatan = 5% x Rp. 188.712.000,- = Rp. 9.435.600,- Maksimum yang diperbolehkan Rp. 6.000.000,- Iuran pensiun = 12 x Rp. 200.000,- = Rp. 2.400.000,-
Iuran jaminan hari tua
= 2% x Rp. 180.000.000,- = Rp. 3.600.000,- (+)