• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk Penelantaran Anak

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

3. Bentuk-bentuk Penelantaran Anak

Penelantaran anak adalah melepaskan tanggung jawab dan klaim atas keturunan dengan cara ilegal. Seorang anak dikatakan terlantar apabila anak tersebut tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.24

Penelantaran anak seringkali terjadi karena orang tua yang sering menganggap hal tersebut biasa terjadi di dalam keluarga. Menurut jurnal dari Kementrian Sosial (Kemensos) RI yang didukung oleh UNICEF Indonesia, ada beberapa ragam bentuk tindakan penelantaran anak yang sering terjadi, meliputi: 25

a. Penelantaran Fisik

Penelantaran ini seringkali terjadi akibat orang tua atau wali yang lalai dalam memenuhi kebutuhan fisik anak, seperti tidak memberikan nutrisi atau makanan yang bergizi dan tidak memberikan rumah atau tempat yang layak bagi anak untuk tinggal.

23Anissa Nur Fitri, et.al. “Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Anak”, Prosiding KS: Riset & PKM, Vol. 2, Nomor 1, 2015, hlm. 46.

24Daisy Widiastuti, “Deteksi Dini, Faktor Risiko, dan Dampak Perlakuan Salah pada Anak”, Sari Padriati, Vol. 7, No. 2, 2005, hlm. 6.

25 Kementerian Sosial Republik Indonesia “Penguatan…”, hal. 9.

20 b. Penelantaran Spiritual

Penelantaran spiritual terjadi ketika orang tua atau wali lalai dalam mengajarkan nilai-nilai baik/buruk atau tidak mengajarkan norma- norma agama yang dianut sehingga anak tidak memiliki kemampuan dan pemahaman dalam menelaah nilai-nilai kehidupan yang ada.

c. Penelantaran Mental

Penyebab terjadinya penelantaran mental adalah ketika orang tua atau wali lalai dari tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan anak berupa pemberian kasih sayang, pemberian pendidikan yang layak, dan luput untuk memberikan perhatian bagi anak.

d. Penelantaran Sosial

Kebutuhan anak yang tidak terpenuhi yang relevan dengan interaksi bersama orang lain, misalnya ditinggal bepergian oleh orangtua atau wali, didiamkan dalam kurun waktu yang lama, dan tidak dipedulikan merupakan bentuk dari penelantaran sosial.

4. Faktor Penyebab Penelantaran Anak

Keluarga merupakan basis pertama dan utama yang dimiliki oleh anak. Berbagai bentuk sikap keluarga terutama orang tua, baik itu secara lisan maupun tindakan, baik itu yang bersifat edukasi, pedoman hidup, maupun berbagai kebiasaan yang diwujudkan pada kehidupan sosial setiap keluarga akan memberikan dampak berupa pola perkembangan terhadap perilaku bagi anak kedepannya. Kepedulian orang tua dijadikan sebagai faktor utama kesuksesan belajar anak. Orang tua yang tidak

21

memperdulikan anak-anaknya adalah bentuk dari sebuah penelantaran.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan penelantaran anak seringkali terjadi, antara lain orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, broken home (akibat dari perceraian orang tua), kondisi ekonomi yang kurang, kurangnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan, orang tua yang kecanduan terhadap obat-obatan terlarang, hamil di luar nikah, dan orang tua yang jiwanya terganggu.26

5. Dampak Penelantaran Anak Terhadap Perkembangan Sosial- Emosional

Perkembangan sosial emosional meliputi 3 kata, yaitu perkembangan, sosial, dan emosional. Perkembangan adalah perubahan yang tidak dapat diukur oleh satuan ukur, melainkan perubahan yang didasari dari dalam berupa aspek kognitif maupun psikologis, sosial, emosi, bahasa, dan agama. Istilah sosial muncul dari bahasa Inggris social yang artinya hubungan antar individu atau menurut Gardener disebut juga sebagai hubungan interpersonal. Menurut KBBI, kata emosi bermakna perkembangan perasaan yang meluap bahkan surut pada kurun waktu singkat yang berupa kecintaan, kegembiraan, keharuan, serta kesedihan.

Maslow mengungkapkan bahwa faktor emosional anak usia dini sangat dipengaruhi oleh aktivitas pemenuhan akan kebutuhannya, yakni kebutuhan terhadap rasa memiliki dan cinta, kebutuhan akan rasa percaya

26Siti Asysyfa, “Faktor yang Menyebabkan Penelantaran Anak”, Skripsi, FKIP Universitas Kristen Wacana, Salatiga, 2017), hlm. 2-6.

22

diri, kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, serta kebutuhan guna mengaktualisasi diri.27

. Berikut dampak sosial dan emosi yang akan terjadi apabila anak menjadi korban penelantaran:28

a) Anak akan memiliki gangguan emosi, seperti sulit belajar, sulit untuk berhubungan secara sosial bersama teman-temannya, bersikap agresif dan bermusuhan dengan orang dewasa.

b) Anak suka menyendiri, menjauh, bahkan menghindari kontak, maupun tidak memiliki teman bermain atau anti sosial.

c) Sulit berempati dan memahami kesulitan orang lain.

d) Sulit mempercayai orang lain terutama ketika menjalin kedekatan hubungan.

e) Tidak bersemangat, mudah menyerah dan putus asa, maupun bersikap cengeng.

Berdasarkan definisi di atas, kesimpulan yang mampu dipetik yakni perkembangan sosial-emosional merupakan proses belajar anak dalam berinteraksi guna mengenal lingkungan sekitarnya apabila anak mendapatkan tekanan baik dari fisik maupun mental akan mendapatkan hambatan dalam tahap perkembangan sosial emosionalnya. Oleh sebab itu, pentingnya pengasuhan yang positif dari orang tua untuk memahami setiap

27Novan Ardy Wiyani, Mengelola dan Mengembagnkan Kecerdasan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini Panduan bagi Orangtua dan Pendidik PAUD, (Yogyakarta: AR –RUZZ MEDIA, 2014), hlm. 24.

28Suwandi, Dampak Kekeranan Verbal Terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak, Jurnal Chilhood, Vol 2. No. 1, 2017, hlm. 19.

23

masa pertumbuhan serta perkembangan anak akan memberikan keharmonisan dan kekuatan dalam hubungan berkeluarga.

G. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif yakni jenis penelitian yang memproduksi data yang berbentuk data deskriptif (representasi data berupa tulisan serta lisan dari setiap hal yang diamati). Oleh sebab itu, penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif karena penelitian akan dilaksanakan pada objek yang alamiah (tidak dimanipulasi dan kehadiran peneliti).29

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menerapkan pendekatan studi kasus, stdudi kasus adalah strategi penelitian yang menganalisis secara cermat sebuah aktivitas, peristiwa, program, proses, maupun sekelompok individu dimana berbagai kasus yang bersangkutan dibatasi oleh waktu serta aktivitas. Penelitian studi kasus juga merupakan generalisasi proporsional (kesimpulan peneliti dari hasil interpretasi serta berbagai klaimnya) serta generalisasi naturalistik (pengalaman pribadi peneliti). 30

Latar belakang pengambilan pendekatan ini adalah banyaknya kasus- kasus penelantaran anak yang terjadi di Lombok dan Peneliti ingin menggali informasi tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi penelantaran anak dan dampak penelantaran anak terhadap perkembangan sosial emosional di PAUD Yayasan Peduli Anak.

29Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & B, (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. ke-19, hlm. 8.

30W.Creswell, J., Qualitative, Quantitative, And Mixed Methods Approaches, (USA: SAGE Publications, Inc, 2009), hlm.13.

24 2. Sumber Data

Sumber data yang diaplikasikan pada penelitian ini yakni sumber data primer serta sumber data sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari orang utama sebagai informan dalam penelitian. Informan yang terpilih pada penelitian ini yakni guru dan konselor Yayasan Peduli Anak.

No Nama Jabatan

1. Zulfiani, S.I.Kom Guru

2. Aini, S.Pd Konselor

Selain itu, sumber data sekunder yakni sumber data yang dikumpulkan secara tidak langsung dari orang utama yang menjadi informan dalam penelitian. Sumber data sekunder pada penelitian ini yakni Ibu Asuh Yayasan Peduli Anak.

Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini yakni 7 anak usia dini pada rentang usia 4-6 tahun yang berada di Yayasan Peduli Anak.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data di penelitian ini yakni observasi, wawancara, serta dokumentasi.

a. Observasi

Observasi berperan penting guna mengetahui perasaan orang yang sulit dimengerti. Proses pelaksanaan observasi dibedakan menjadi beberapa bagian, meliputi:

25

1) Observasi berperan serta (participant observation)

Observasi ini memungkinkan peneliti untuk turut serta pada aktivitas sehari-hari orang yang sedang diobservasi.

2) Observasi non partisipan

Berkebalikan dari observasi yang terlibat langsung, observasi ini hanya melakukan pengamatan terhadap partisipannya. Observasi ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Observasi terstruktur yang dilaksanakan secara sistematis mengenai apa yang diamati, kapan serta dimana lokasinya.

b) Observasi tidak terstruktur yakni observasi yang tidak dirancang secara sistematis dikarenakan peneliti yang tidak mengetahui secara pasti apa yang akan diobservasi.

Dalam hal ini maka peneliti berperan sebagai observan non partisipan, yaitu peneliti hanya mengamati kegiatan dan menanyakan hal- hal yang perlu ditanyakan pada informan. Prosedur observasi dilakukan untuk mengetahui secara mendalam perihal faktor-faktor yang melatarbelakangi penelantaran di PAUD Yayasan Peduli Anak dan bagaimana dampak dari penelantaran terhadap perkembangan sosial- emosional anak yang berada di PAUD Yayasan Peduli Anak yang berusia 4-6 tahun.

b. Wawancara

Untuk melihat interaksi sosial yang kompleks, dibutuhkan teknik wawancara mendalam agar dapat menemukan pola-pola hubungan yang

26

jelas. Dalam kegiatan wawancara, peneliti boleh memakai alat bantu untuk mengumpulkan data berupa tape recorder, gambar, brosur, dan instrumen wawancara lainnya untuk membantu proses wawancara berlangsung.

Berikut beberapa jenis wawancara yang digunakan dalam metode kualitatif:

1) Wawancara terstruktur

Dilaksanakan setelah peneliti memahami dengan pasti informasi yang akan didapat. Saat melakukan wawancara ini, peneliti sudah mempersiapkan instrumen penelitian dalam bentuk kumpulan pertanyaan serta alternatif jawabannya.

2) Wawancara tidak terstruktur

Yakni wawancara yang bebas, artinya peneliti tidak menerapkan panduan wawancara secara sistematis serta utuh guna pengumpulan datanya. Panduan wawancara ini hanya menggunakan berbagai garis besar problematika yang akan dipertanyakan.

Sehubungan dengan ini, peneliti menerapkan jenis wawancara tidak terstruktur, tetapi peneliti menyiapkan pedoman wawancara guna menyampaikan garis besar dari problematika atau permasalahan yang akan diteliti.

c. Dokumentasi

Sebuah bentuk teknik pengumpulan data berupa foto, video, ataupun tape recorder. Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah terjadi ataupun yang sudah berlalu.

27

Dalam penelitian ini, peneliti akan mendokumentasikan beberapa hal penting berupa foto kegiatan yang terdapat di Yayasan Peduli Anak sebagai bahan sajian dalam penelitian ini.

I. Analisis Data

Bogdan mengungkapkan analisis data merupakan proses pencarian serta penyusunan data yang dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi, serta catatan di lapangan, sehingga mudah untuk dipahami dan temuan penelitiannya mampu disebarkan kepada orang lain. Menurut Susan, analisis data adalah hal utama pada penelitian kualitatif, analisis data dipakai guna memahami relasi serta konsep pada data sehingga hipotesis mampu dikembangkan dan dievaluasi.31

Peneliti dalam hal ini akan menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman, seperti yang diterangkan di bawah ini:

1. Reduksi Data ( data reduction) adalah memilih, merangkum maupun mengelompokkan data terpenting.

2. Penyajian data (data display) adalah menyajikan data yang telah dikelompokkan sehingga data yang relevan mampu tersusun dengan baik dan mudah dipahami.

3. Kesimpulan (verification) adalah menarik kesimpulan dari rangkaian analisis data yang telah dilakukan untuk menemukan temuan yang akan diteliti.ta kualitatif.32

31Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & B, (Bandung:

Alfabeta, 2013), hlm.244.

32 Ibid., hlm. 247-252.

28 J. Pengecekan Keabsahan Data

Menentukan tingkat kebenaran suatu data yang diperoleh di lapangan dapat dilakukan dengan pengecekan keabsahan data. Data yang valid adalah data yang tidak berbeda apabila disandingkan dengan data hasil temuan di lapangan dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Adapun beberapa teknik pengecekan keabsahan data yang dihimpun dari buku milik Sugiyono, yakni perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck. 33

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua teknik atau cara dalam melakukan pengecekan keabsahan data, yakni perpanjangan pengamatan dan triangulasi. Perpanjangan pengamatan adalah sebuah cara peneliti untuk melakukan penelitian kembali yang diharapkan mampu memperoleh kedalaman, kepastian, dan keabsahan data yang sudah dilakukan sebelumnya.

Perpanjangan pengamatan berarti melakukan kegiatan observasi dan wawancara kembali.

Triangulasi juga dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Menurut Sugiyono, ada tiga jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi waktu, dan triangulasi teknik. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi waktu dalam menentukan kebenaran data yang ditemukan. Triangulasi sumber adalah pengujian atau pengecekan kredibilitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui berbagai sumber yang

33Ibid., hlm. 270-274.

29

berbeda dari yang sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan triangulasi waktu adalah cara pengecekan keabsahan data dengan teknik yang sama di waktu yang berbeda.

K. Sistematika Pembahasan

Guna memperoleh pembahasan yang sistematis dan terstruktur, maka penulis perlu melakukan penyusunan sistematika pembahasan sehingga didapati hasil penelitian yang baik dan mudah dipahami. Maka penulis akan mendeskripsikan sistematika pembahasan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup dan setting penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan sistematika pembahasan.

BAB II merupakan pemaparan data dan temuan yang memuat hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam hal ini peneliti mengungkapkan gambaran umum penelitian dan paparan data dan temuan seperti, faktor-faktor penyebab penelantaran anak dan dampak penelantaran terhadap perkembangan sosial emosional anak.

BAB III yaitu pembahasan. Bagian ini merupakan proses dari menganalisis hasil temuan serta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di rumusan masalah pada bab satu.

BAB IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

30 BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah berdirinya PAUD Yayasan Peduli Anak

PAUD Yayasan Peduli Anak berdiri sejak tahun 2006, lebih tepatnya ketika Yayasan Peduli Anak dibangun. Pembangunan PAUD Yayasan Peduli Anak dilakukan oleh wisatawan asing berkebangsaan Belanda yang sedang berlibur di Lombok, yaitu Mr. Chaim Fetter. PAUD Yayasan Peduli Anak merupakan PAUD non-formal yang dimiliki oleh Yayasan Peduli Anak dengan satu ruang belajar. Kepengurusan PAUD dilakukan oleh koordinator Yayasan yang merangkap menjadi Guru PAUD Yayasan Peduli Anak.

Yayasan Peduli Anak memiliki total luas tanah 1.5 hektar dengan 1 ruang kelas PAUD, 1 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Yayasan Peduli Anak kembali membangun beberapa fasilitas setelah beberapa bangunan rusak akibat gempa Lombok yang terjadi pada tahun 2018 silam. Salah satu fasilitas yang dibangun kembali adalah bangunan PAUD dan asrama bagi anak-anak yang berada di Yayasan Peduli Anak. Rebuild asrama dilakukan dengan membuat 14 rumah yang diisi oleh sepuluh orang anak dan satu Ibu asuh setiap rumahnya, kecuali rumah 14 yang menjadi rumah bagi para remaja-remaja dan rumah pendisiplinan bagi remaja yang bermasalah.

31 2. Profil Sekolah

a. Identitas Lembaga

Nama Lembaga : PAUD Yayasan Peduli Anak

Alamat Lembaga : Jl. Dharma Bakti, Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Status Lembaga : NonFormal/ Swasta Tahun Berdiri : 2006

Nama Pengelola : Zulfiani, S.I.Kom Nomor Telepon : 087761702779 b. Data Pendidik dan Peserta Didik

Jumlah Pendidik : 1 Tenaga Pendidik Perempuan Pendidikan Pendidik : Sarjana

Status Pendidik : Non PNS Data Peserta Didik : 7 Peserta Didik

32

3. Identitas Peserta Didik PAUD Yayasan Peduli Anak Tabel 1.2

No. Nama Jenis

Kelamin

Usia Alamat

1. Muhammad Akbar Mardani

Laki-laki 2,5 Tahun Lombok Tengah

2. Muhammad Arga

Laki-laki 3,5 Tahun Lombok Tengah

3. Muhammad Farizi

Laki-laki 3,5 Tahun Lombok Tengah

4. Zidan Laki-laki 4 Tahun Lombok Barat 5. Abdul Hayat

Febri Nanda

Laki-laki 6 Tahun Lombok Timur

6. Muhammad Fatan Al Afif

Laki-laki 6 Tahun Mataram

7. Ahmad Rohya Nisyah

Laki-laki 6 Tahun Malaysia

33 4. Visi dan Misi Yayasan Peduli Anak

a. Visi Yayasan Peduli Anak (YPA)

“Memperjuangkan hak-hak anak yang kurang mampu dengan menyediakan tempat tinggal, pendidikan, dukungan medis, advokasi dan perawatan keluarga.”

b. Misi Yayasan Peduli Anak (YPA)

“Setiap anak di dunia ini berhak mendapatkan kesempatan untuk hidup bahagia dan sehat, bebas dari kemiskinan, eksploitasi serta kekerasan.”

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Faktor-faktor Penyebab Penelantaran Anak di PAUD Yayasan Peduli Anak Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat

Faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan orang tua menjadi salah satu bagian dari banyaknya kasus kawin cerai di Lombok. Hal ini disinyalir juga menjadi bagian dari banyaknya kasus penelantaran yang ada di Lombok, khususnya di Yayasan Peduli Anak. Menurut data dari Staf Yayasan Peduli Anak dan Guru PAUD Yayasan Peduli Anak ada beberapa faktor yang menyebabkan anak terlantar 1) Orang tua yang melakukan perbuatan kawin cerai, 2) Faktor ekonomi keluarga, 3) Konflik keluarga yang berkelanjutan.

Masing-masing faktor ini dapat digambarkan sebagai berikut:

34 a. Perceraian orang tua

Anak-anak yang berada di Yayasan Peduli Anak mayoritas merupakan anak-anak yang terlantar. Sebelum ditempatkan di Yayasan Peduli Anak, terlebih dahulu Dinas Sosial akan melakukan survei terhadap anak tersebut, apabila terbukti benar menjadi korban penelantaran, maka Dinas Sosial Kota Mataram akan menempatkan anak tersebut pada panti milik pemerintah, yaitu Panti Paramitha yang selanjutnya akan ditempatkan di berbagai Yayasan atau Panti-panti swasta lainnya, salah satunya adalah Yayasan Peduli Anak. Hal tersebut dibenarkan oleh Guru PAUD Yayasan Peduli Anak;

Anak-anak disini itu kebanyakan yang masih punya keluarga, tapi karena orang tuanya kawin cerai jadi anaknya di asuh sama kakek atau neneknya. Gimana ya..

kasihan juga kalau orang tua yang lansia gitu masih ngasuh anak-anak PAUD gini, jadi daripada di telantarkan ya ditaruh di Yayasan Peduli Anak.”34

Dengan adanya kasus perceraian tersebut tidak lain yang menjadi korbannya adalah anak itu sendiri, anak secara tidak langsung akan ditempatkan pada pilihan harus bersama salah satu orang tuanya atau tidak keduanya, begitu juga yang dialami sebagian anak-anak yang berada di Yayasan Peduli Anak.

b. Ekonomi Keluarga

Tindakan kawin cerai biasanya disebabkan dengan faktor ekonomi yang kurang stabil. Salah satu akibatnya adalah anak-anak yang

34 Zulfiani, Wawancara, Langko, 09 Agustus 2022.

35

menjadi korban penelantaran. Dalam hasil wawancara dengan Zulfa selaku Guru PAUD Yayasan Peduli Anak menyatakan bahwa 3 dari 7 peserta didik di PAUD bukan merupakan anak yang terlantar.

Menurutnya, anak-anak tersebut ditempatkan di Yayasan Peduli Anak agar mendapatkan pendidikan yang layak dan sesuai dengan usianya.

Dari masalah yang ditemukan ternyata masalah ekonomi menjadi faktor utama anak-anak mengalami keterlantaran karena kondisi keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu Guru di PAUD YPA, sebelum anak-anak tersebut di asuh oleh pihak Yayasan Peduli Anak mereka dapat makan hanya 2 kali dalam sehari, itupun kalau orang tua mereka mendapatkan uang lebih dari hasil pekerjaannya. Namun jika kondisi keuangan orang tua tidak mencukupi maka mereka hanya bisa makan hanya satu kali saja, bahkan tidak makan. Faktor ekonomi menjadi penyebab bagi orang-orang tidak mampu memenuhi kehidupannya secara baik.

Pendapatan yang kecil juga dipengaruhi oleh sebagian orang tua yang bekerja dan ada yang tidak bekerja. Bentuk pekerjaan yang dijalankan oleh orang tua beragam. Pekerjaan orang tua/ orang tua pengganti adalah pedagang, tukang cuci, ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga, dan supir dengan penghasilan rata-rata Rp 100-700 ribu per bulan, hasil ini sangat tergantung dari penjualan atau pekerjaan yang mereka lakukan. Pendapatan keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan hidup, membuat anak-anak terlibat membantu

36

kehidupan ekonomi keluarga sehari-hari. Hasil kerja mereka diserahkan kepada orang tua atau orang tua pengganti.

Selain dua faktor diatas, terdapat faktor konflik keluarga yang menyebabkan anak berada di Yayasan Peduli Anak. Apabila orang tua anak sudah mampu mengatasi konflik yang terjadi di lingkungan keluarganya, Yayasan Peduli Anak boleh mengembalikan anak tersebut dengan berbagai syarat, salah satunya adalah pengawasan dari konselor dan berjanji untuk tidak menelantarkannya kembali.

2. Dampak Penelantaran Anak Terhadap Perkembangan Sosial- Emosional Anak Korban Penelantaran di PAUD Yayasan Peduli Anak Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat

Perkembangan sosial-emosional anak adalah proses belajar dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai contoh, ketika bersosialisasi, anak akan belajar berinteraksi sekaligus mengasah kemampuan motoriknya.

Kemampuan sosial dan emosional balita yang baik akan berpengaruh pada kecerdasannya ketika dewasa nanti.

Anak yang sudah memiliki perkembangan sosial emosional yang baik ketika anak sudah mampu menunjukkan aspek-aspek perkembangan dengan baik, seperti halnya anak dapat menunjukkan rasa empati, rasa kasih sayang, bersikap gigih dan mengenal tata karma yang baik dapat bersikap toleran terhadap teman.

Secara umum, perceraian memiliki dampak yang kurang baik bagi orang tua yang bercerai dan anak-anak yang ditinggalkan. Tidak jarang

37

juga, anak-anak yang ditinggalkan memiliki trauma yang mendalam baik dalam berperilaku maupun perkembangan intelektual yang rendah.

Namun, anak-anak yang berada di Yayasan Peduli Anak tidak mendapatkan dampak yang signifikan terhadap kondisi tersebut. Mereka yang menjadi korban penelantaran memiliki perkembangan sosial- emosional yang normal seperti anak pada umumnya, hanya saja anak-anak tersebut membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru.

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 09 Agustus yang lalu, guru PAUD sekaligus koordinator PAUD Yayasan Peduli Anak menyatakan bahwa anak usia dini yang berada di Yayasan Peduli Anak memiliki perkembangan sosial-emosional yang belum sesuai dengan anak- anak seusianya. Hal tersebut dibuktikan dengan saat jam belajar belangsung beberapa dari anak tersebut terlihat kurang fokus dalam belajar, menyendiri dan berpisah dari kelompok bermain, bahkan 1 dari 7 orang anak yang berada di kelas beberapa kali terlihat mengamuk dan menangis sehingga menggangu jam belajar.

Masing-masing hambatan terhadap perkembangan sosial- emosional anak korban penelantaran di Yayayan peduli anak akan dijabarkan sebagai berikut :

a) Anak kurang fokus dalam kegiatan belajar

Perasaan yang senang dan mood yang baik akan membuat anak bersemangat dalam belajar, hal itu disebabkan oleh perhatian dan kasih

Dokumen terkait