• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT WALIYULLAH

B. Penafsiran Ayat-Ayat Terkait Waliyyullah Dalam Tafsir

2. Bertakwa

takhalli, tahalli dan tajalli.137 Dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi perkara yang dilarang Allah maka mereka dibukakan jalan menggapai martabat yang lebih tinggi.

Ketakwaan terjadi ketika seseorang memutus jalur-jalur yang mampu menjerumuskannya kedalam kesesatan dan konsisten melakukan hal-hal makruf, bahkan mereka berhati-hati dalam bergaul dengan sesama manusia.

Syekh Abdul Qadir mengisyaratkan jalan pertama dalam menyucikan diri sebagai ketakwaan adalah mampu membedakan hal baik dan buruk, menghadapi persoalan dengan jalan yang baik dan mengakhiri dengan baik. Allah berfirman :

َّتّلاَو

ٌّّةَواَدَعُّوَنْ يَ بَوَّكَنْ يَ بّيِذَّلاّاَذِإَفُّنَسْحَأَّيِىّيِتَّلاِبّْعَفْداُّةَئِّيَّسلاّلاَوُّةَنَسَحْلاّيِوَتْس

ٌّميِمَحٌّّيِلَوُّوَّنَأَك

Artinya : “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. Al- Fushshilat : 34)138

Syekh Abdul Qadir menafsirkan ayat diatas bahwa orang-orang yang memutuskan untuk meniti jalan pendekatan dengan melakukan ketakwaan dengan sebutan salik (pelaku suluk). Beliau mengajarkan untuk mengikuti jalan para anbiya‟ yakni bertindak sebagai penunjuk jalan kebaikan dan mengarahkan kejalan tauhid kala menghadapi suatu persoalan, merenungkan berdasarkan perilaku sifat-sifat yang mulia.

137 Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 62-64.

138 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 480.

Mereka menggunakan cara-cara yang paling baik dan selalu konsisten berakhlak mulia hingga mereka mendapatkan keadilan Allah. 139

Untuk memberikan pengertian mengenai pertanda hamba telah menjalani langkah-langkah ketakwaan dalam hati mereka, berikut adalah gambaran yang diberikan oleh syekh Abdul Qadir al-Jailani :

1. Takhalli

Takhalli adalah meninggalkan segala kesibukan zahir maupun batin dari segala yang meyibukkan dari Allah SWT. Atau mencampakkan segala sifat buruk hawa nafsu.140

2. Tahalli

Tahalli adalah menyerupai orang sadiq (jujur) dalam keadaan (ahwal) dan melaksanakan amal perbuatan yang baik. Atau berhias dengan sifat-sifat ilahiyah, bahkan bersifat dengan ahlak kehambaan („ubudiyyah).141

3. Tajalli

Secara bahasa, tajalli memiliki makna zhuhȗr (penjelmaan).

Adapun secara istilah mempunyai dua makna : 1. Tajalli wujud, yaitu turunnya sifat wujud Allah yang wajib (martabat wujud) kepada

139 Abdul Qadir, Tafsîr al-Jailâni. Juz 4 (Pakistan : al-Maktabah Ma‟rûfiyah, 2010), 352.

َفْدِإ(

ةّيتاّذلا ةدحولا ربح لىإ نودشرلدا ،نيدالذا ءايبنلْا لمكلْ ةفشكنلدا ةلادعلا ةداج نم ديحوّتلا قيرط كولس دصاقلا كلاّسلااهّيأ )ْع ءاسملْا لوادج نم

يى( تيّلا ةنسلحا ةلصلخاب يأ )تيّلاب( ةّيتاّذلا انّوئش ىلع ةعّزفلدا اتهاروطتو اتهاجوتد بسح اهنم ةاشتّلدا تافّصلاو ،تائّيّسلا أوسأ تانسلحا )نسحأ

ةّيلذلإا ةلادعلا ةداج ىلع تنأ ميقتتستو يوتست ّتّح ابه قلتخو ،اهيلع ماودو

140 Abdul Qadir, Tafsir al-Jailani ed. Assayid Asy-Syarif Dr. Muhammad Fadhil Jailani al-Hasani, Vol. 2 (Tangerang : Penerbit Salima Publika dan Markaz Al-Jailani, 2013), .373.

141 Abdul Qadir, ibid, 370.

bentuk wujud ilusi (makhluk). 2. Tajalli ma‟rifat, yaitu berbagai cahaya gaib yang tersingkap kepada hati yan bersih.142

Menggapai berbagai langkah tersebut, Syekh Abdul Qadir menjelaskan ada beberapa sikap yang dilakukan sehingga langkah ketakwaan yang diinginkan dapat terwujud, sikap-sikap tersebut adalah : a. Mengikuti dan menjunjung ajaran Nabi Muhammad

Alasan utama mengapa harus bermakmum kepada nabi Muhammad adalah:

ّىَلْوَأّ ْمُهُضْعَ بّ ِماَحْرلأاّوُلوُأَوّْمُهُ تاَهَّمُأُّوُجاَوْزَأَوّْمِهِسُفْ نَأّ ْنِمّ َنيِنِمْؤُمْلاِبّىَلْوَأّ ُّيِبَّنلا

ّْنَأّلاِإَّنيِرِجاَهُمْلاَوَّنيِنِمْؤُمْلاَّنِمِّوَّللاّ ِباَتِكّيِفّ ٍضْعَ بِب

ّّاًفوُرْعَمّْمُكِئاَيِلْوَأّىَلِإّاوُلَعْفَ ت

ّ َكِلَذَّناَك اًروُطْسَمّ ِباَتِكْلاّيِف

Artinya : “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (Al-Ahzab : 6)143 Nabi Muhammad adalah sebaik-baik pemimpin dan penunjuk, istri dan keluarganya adalah golongan yang dimuliakan oleh Allah dalam urusan agama, sebagai hamba Allah wajib meyakini bahwa

142 Abdul Qadir, ibid, 364.

143 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 418.

segala perbuatan para ahl al-bait tidaklah keluar dari jalan hukum Allah.144

Kemudian, setelah mengimani kemuliaan Nabi Muhammad, semua orang yang bertakwa harus mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad berupa aturan-aturan syariat yang didakwahkan melalui hadis dan al-Qur‟an serta meninggalkan cara-cara kaum jahiliyah. Sebagai contoh bahwa perintah melaksanakan hukum-hukum Allah tersebut berlaku untuk semua orang adalah ayat berikut :

ّىَلِإّ َنوُحوُيَلّ َنيِطاَيَّشلاّ َّنِإَوٌّقْسِفَلُّوَّنِإَوِّوْيَلَعِّوَّللاُّمْساِّرَكْذُيّ ْمَلّاَّمِمّاوُلُكْأَتّلاَو

ّْمِهِئاَيِلْوَأ

َّنوُكِرْشُمَلّْمُكَّنِإّْمُىوُمُتْعَطَأّْنِإَوّْمُكوُلِداَجُيِل

Artinya : ”Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik.” (QS. Al-An‟am : 121)145

“Dan janganlah kalian semua memakan dari sesuatu sembelihan yang tidak disebutkan nama Allah. Karena sesungguhnya hal yang dimakan itu adalah sebuah kefasikan yang keluar dari ketentuan Allah yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu lagi tersesat dari jalan kebenaran karena mendapat bisikan setan, dan janganlah kalian melakukan bisikan setan tersebut karena sesungguhnya setan-setan itu akan membisikan kepada kawan-kawannya, yakni dari golongan yang mengikuti hawa nafsu agar kalian semua menurutinya wahai orang-orang beriman sehingga mereka menyesatkan kalian semua dari jalan kebenaran seperti halnya para pemakan dan peminum (barang

144 Abdul Qadir, Tafsîr al-Jailâni. Juz 4 (Pakistan : al-Maktabah Ma‟rûfiyah, 2010), 71.

تانمؤلدا رئاسو،ويف اضيأ مكتاهّمأ تايّلضف وجاوزأو ،نيّدلا في مكئابٰأ يرخ ّبيّنلا نأ نونمؤلدا نوعماّسلا اهّيأ متعسم ام دعب )و(

لا ،نيّدلا في كتاوخأوينمؤلداو

وتوبأ اوّنظت - ملص ّنهتمومأو- ّنهنع للها يضر- اضيأ ةبوصعلاو ثايرلدا ماكحأ في يرست ينمؤلدا ةّوخأو-

145 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 143.

haram tersebut). Jika kalian menurutinya maka jadilah kalian orang-orang yang musyrik. Karena sesungguhnya orang-orang yang ta‟at kepada selain Allah maka sebenarnya mereka telah menyekutukan Allah.”146

Ayat di atas melalui penafsiran yang disebutkan oleh syekh Abdul Qadir mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan manusia pun merupakan salah satu jalan yang bisa mewujudkan ketakwaan seseorang, jika dilakukan dengan cara yang telah Nabi ajarkan. Para wali Allah akan selalu menyangkutkan semua hal dengan Allah, agar segala hal dilakukan berada dalam lindungan Allah serta menjauhkan diri mereka dari predikat fasik dan kafir.

b. Bersegera melaksanakan hidayah Allah

Hidayah Allah berlaku bagi hamba-hamba-Nya yang meyadari akan petunjuk yang diberikan Allah, dalam beberapa ayat Allah menyebutkan bahwa kesesatan yang dilakukan oleh hamba-hambanya tidaklah semuanya berdiri atas kehendak hambanya, namun adakalanya Allah membukakan jalan untuk hambanya sehingga senantiasa melakukan keburukan. Di dalam redaks al-Qur‟an, Allah selalu mendahulukan lafadz yang berarti “petunjuk” kemudian menyebutkan

146 Abdul Qadir, Tafsîr al-Jailâni. Juz 1 (Pakistan : al-Maktabah Ma‟rûfiyah, 2010), 46.

وبحذ يح )ِوْيَلَع ِللها ُمْسا ِرَكْذُي َْلم اَِّمِ اْوُلُكْأَت َلاَو) ةسوسوب ّقلحا قيرط نع يّلاضلا ءاوىلْا لىأ ةعباتبم للها مكح نم جورخ )ٌقْسِفَل( ونم مكلكأ : يأ )ُوَّنِإَو(

ِل( ءاوىلْا لىأ نم )ْمِىِءاَيِلْوَأ َلىِإ( نوسوسويو نوقلي )َنْوُحْوُ يَل َْيِطاَيَّشلا َّنِإَو( مهتسوسو نم اولفغت لاو ،ناطيشلا لدا اهّيأ )ْمُكْوُلِداَجُي

نع مكوّلضي ّتّح نونمؤ

للها كرشأ دقف للها يرغ عاطأ نم وّنلْ )َنْوُكِرْشُمَل ْمُكَّنِإ ْمُىْوُمُتْعَطَأ ْنِإَو( براشلداو لكٰألدا في اميس ّقلحا قيرط وب

“penyesat” sehingga dari ini dapat diketahui bahwa Allah pada awalnya selalu memberikan petunjuk kepada hambanya untuk berbuat baik.

Petunjuk Allah dalam melakukan berbagai perbuatan baik yang selayaknya dilakukan hambanya, terkadang tertutup oleh hati hambanya yang kotor sehingga enggan menerima petunjuk dan bahkan menyepelekannya, sehingga berakhir dengan melakukan perbuatan yang tidak baik. Seperti digambarkan pada ayat berikut :

ّْمُىُرُشْحَنَوِّوِنوُدّْنِمَّءاَيِلْوَأّْمُهَلَّدِجَتّْنَلَ فّْلِلْضُيّْنَمَوِّدَتْهُمْلاّ َوُهَ فُّوَّللاِّدْهَ يّْنَمَو

ِّهِىوُجُوّىَلَعِّةَماَيِقْلاَّمْوَ ي

ّْمُىاَنْدِزّ ْتَبَخّاَمَّلُكُّمَّنَهَجّ ْمُىاَوْأَمّاًّمُصَوّاًمْكُبَوّاًيْمُعّْم

اًريِعَس

Artinya : “Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan Barang siapa Dia sesatkan, maka engkau tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka. (QS. Al-Isra‟ : 97)147

(َّو

ّ) دعب

ّ ام

ّ تبث

ّ نأ

ّ مىرمأ لوكوَم ّ

ّ ىلإ

ّ للها مهَلاحو ّ

ّ ظوفحم

ّ هدنع

ّْنَم ّ(

ِّدْهَ ي ّ

ُّللها ّ

ّ)

يداهلا قّلعتو ّ

ّ وتدارإ

ّ وتيادهب

َّوُهَ ف ّ(

ِّدَتْهُمْلا ّ

ّ) يأ

ّ

ّ:

وى

ّ روصقم

ّ ىلع

ّ ةيادهلا

ّ لا اىاّدعتي ّ

ّ

لاصأ

ّْنَمَو ّ(

ّْلِلْضُي ّ

ّ)

،للها

ّو قّلعت ّ وَتّيشم ّ

ّ وللاضب

ّْنَلَ ف ّ(

َّدِجَت ّ

ّ) لمكأاي لسّرلا ّ

ّْمُهَل ّ(

ّ

َّءاَيِلْوَأ

ّْنِم ّ وِنْوُد ّ

ّ) يأ

ّ نم

ّ ونود

ّ مهنولاوي

148

Artinya : :”Dan setelah penetapan bahwa urusan mereka (manusia) dipasrahkan kepada Allah, dan semua tingkah mereka dilindungi oleh-Nya. Maka jadilah barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah Sang Pemberi Petunjuk dengan

147 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 292.

148 Abdul Qadir, Tafsîr al-Jailâni. Juz 3 (Pakistan : al-Maktabah Ma‟rûfiyah, 2010), 47.

keinginan-Nya, maka mereka menjadi orang ang mendapatkan petunjuk. Yakni golongan yang menerima petunjuk Allah dan tidak menolaknya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah dengan anugerah kesesatan-Nya, maka tidak akan menemukan pelindung selain dari Allah.”

Syekh Abdul Qadir menafsirkan ayat diatas dengan menjelaskan bahwa Allah pada awalnya telah menjaga semua perkara yang ditetapkan oleh-Nya untuk para hamba-Nya, maka Allah senantiasa memberikan petunjuk dalam melakukan perbuatan baik. Namun ada sebagian hamba-Nya yang enggan melakukannya sehingga mereka melakukan perbuatan buruk tersebut dengan berkelanjutan, maka jadilah hamba tersebut menjadi golongan yang disesatkan Allah sebab dibukakan baginya jalan-jalan dalam melakukan keburukan. Kemudian mereka tidak menyadari bahwa mereka telah berpaling dari perlindungan Allah tanpa ada pelindung atas segala perbuatan mereka lagi kelak di akhirat.

Hikmah dalam penafsiran tersebut memberikan isyarat bahwa petunjuk melaksanaan kesalihan selayaknya disegerakan oleh orang- orang beriman, sehingga ketakwaan dapat segera terwujud dan dibukakan jalan untuk melakukan kesalihan yang lain. Sebab, jika tidak segera dilakukan maka setan akan membisikan jalan-jalan kesesatan bagi mereka.

c. Keinginan yang kuat untuk menjadi lebih dekat dengan Allah Allah berfirman :

ّاْوَوآَّنيِذَّلاَوِّوَّللاّ ِليِبَسّيِفّْمِهِسُفْ نَأَوّْمِهِلاَوْمَأِبّاوُدَىاَجَوّاوُرَجاَىَوّاوُنَمآَّنيِذَّلاَّّنِإ

ّْمُهُضْعَ بّ َكِئَلوُأّاوُرَصَنَو

ّْمِهِتَيلاَوّْنِمّْمُكَلّاَمّاوُرِجاَهُ يّْمَلَوّاوُنَمآَّنيِذَّلاَوّ ٍضْعَ بُّءاَيِلْوَأ

ٍّمْوَ قّىَلَعّلاِإُّرْصَّنلاُّمُكْيَلَعَ فِّنيِّدلاّيِفّْمُكوُرَصْنَ تْساِّنِإَوّاوُرِجاَهُ يّىَّتَحٍّءْيَشّْنِم

َّنوُلَمْعَ تّاَمِبُّوَّللاَوٌّقاَثيِمّْمُهَ نْ يَ بَوّْمُكَنْ يَ ب ريِصَب ّ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terkait perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Anfal : 72).149

قبّنعّ)اْوُرَجاَىَو(ّهدوجوّبوجووّللهاّديحوتبّاونقيأوّ)اْوُ نَمٰأَّنْيِذَّلاَّّنِإ(

ّناكملإاّةع

ّاهنعّاودّرجتيلّ؛اهلّنيقفْنمّ)ْمِهِلاَوْمَأِبّاْوُدَىاَجَو(ّةيلعلاّبتارملاّىلإّّيقرّتلاّنيبلاط

ّنعّ اهلّ نيكّسممّ )ْمِهِسُفْ نَأَو(ّ اهيلإّ ةّبحملاوّ ليملاّ نعّ مهسوفنّ اورهطيو قبباوزوفيلّ،ويفّءانفلاّةبترمبّاوقّقحتيلّ)ِللهاِّلْيِبَسّْيِف(ّنيّلذأبّ،اهئايضتقم

150

.وئا

Artinya :“Sesungguhnya orang-orang yang beriman mereka senantiasa meng-Esa-kan Allah dan menghadirkan-Nya, dan mereka berhijrah dari lapisan (martabat) imkān (alam dunia) menginginkan untuk naik ke tingkat martabat yang lebih tinggi. Mereka berjuang dengan harta-harta mereka dengan menginfakkannya; semua itu agar mengembalikan dan menyucikan diri mereka dari kecenderungan dan cinta (kepada harta dunia), sehingga mereka menjadi golongan

149 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 186.

150 Abdul Qadir, Tafsîr al-Jailâni. Juz 2 (Pakistan : al-Maktabah Ma‟rûfiyah, 2010), 180.

yang tidak bisa terlepas dari butuh kepadanya. Mereka berupaya untuk mengabdi di jalan Allah untuk mendapatkan hakikat di martabat fana‟ sehingga benar-benar mendapatkan kemenangan dan baqa‟ dari-Nya.

Dari sisi penafsiran Syekh Abdul Qadir, hijrah bukan diartikan perjalanan Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, namun hijrah bagi para wali Allah sebagai bentuk ketakwaan adalah keinginan untuk menaikkan derajat ke derajat yang lebih tinggi dengan cara meninggalkan rasa butuh terhadap nafsu kemanusiawian dan berusaha menundukkan nafsu dengan memberikan harta-harta mereka agar tidak ada ketergantungan terhadap harta-harta tersebut. Keinginan tersebut dimotifi oleh keinginan menuju fana‟.151 Para wali Allah mempunyai keinginan untuk terus mendekat kepada Allah dengan cara menyingkirkan hal-hal dunia yang mereka anggap akan mempertebal hijab antara dia dan Allah. Harta-harta tersebut akan menimbulkan berbagai penyakit hati, hingga mereka semakin jatuh kedalam kotornya hati dan jiwa.

Para sufi meriwayatkan hadis nabawi yang mulia:

dikatakan, : Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik manusia?”

Beliau menjawab, “setiap mukmin yang berhati bersih.”

Kemudian, Rasulullah menafsirkannya dengan berkata, “Yaitu hati yang bertakwa dan bersih, didalamnya tidak ada tipudaya, kezaliman, penghianatan dan kedengkian.”152

151 Hilangnya persaksian seorang hamba terhadap perbuatannya, karena menyaksikan keseluruhan perbuatan Tuhan pada segala sesuatu.

152 Muhammad Ibn Abi-Qasim al-Humairi, Jejak-jejak Wali Allah. Terj.Saiful Rahman Barito (Jakarta : Erlangga), 10.

ِّنَع

ِّدْيِلَوْلا ّ

ِّنْب ّ

ِّراَزِيَعْلا ّ

ُّوَّنَأ ّ

َّعِمَس ّ

ٍّرْمَعاَبَأ ّ

ِّيناَبْيَّشلاَو ّ

َّلاَق ّ

ّْيِنَثَّدَح ّ

ٌّبِحاَص ّ

ِّهِذَى ّ

ّ

ِّراَّدلا

ّ

-

َّراَشَأَو ّ ىَلِإ ّ اَد ّ

ِّللهاِدْبَع ِّرّ

َّلاَق -

ّ

ُّتْلَأَس ّ:

َّلْوُسَر ّ

ّ

ِّللها

ّ - ملص -

ُّّيأ ّ

ِّلاَمْعَْلأا ّ

ُّّبَحَا ّ

ّ

ىَلِإ

ّ

ِّللها

َّلاَق ّ.

ّ

ُّة َلاَّصلا ّ:

ىَلَع ّ اَهِتْقَو ّ

ُّتْلُ ق ّ.

َّّمُث ّ

ٌّّيأ ّ

َّلاَق ّ

ّ

َّّمُث ّ:

ُّّرِب ّ

ِّنْيَدِلاَوْلا ّ

ُّتْلُ ق ّ.

َّّمُث ّ

ّ

ٌّّيأ

َّلاَق ّ

ّ

َّّمُث ّ:

دِاَهِجْلا ّ

ّْيِف ّ

ِّلْيِبَس ّ

ّ

ِّللها )

ّهاور ملسمّوّيراخبلا (

Artinya : ”Dari Walid al-Aizah, ia mendengar Abu Amr as-Syaiban, ia berkata, pemilik rumah ini memberitahuku (dia menunjuk pada rumah abdullah). ia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “amal apakah yang dicintai Allah swt?” beliau menjawab “sholat tepat pada waktunya” Aku bertanya, “lalu amal apa?” beliau menjawab, “berbakri kepada kedua orang tua” Aku bertanya, “lalu amal apa?”

beliau bersabda “jihad fi sabilillah”. (HR. Bukhari dan Muslim)153

d. Merasakan dan memohon hadirnya pertolongan Allah

Petolongan Allah terwujud sebagai bentuk pembebasan tehadap belenggu-belenggu ancaman lahir dan batin. Jika petolongan Allah biasanya hanya dirasakan oleh kalangan awam saat mereka mereka merasa terancam oleh suatu perasalahan, sebenarnya pertolongan Allah juga terwujud dengan hati yang bisa merasakan syukur telah dibukakan pintu-pintu kebaikan sebagai bukti bahwa Allah telah meridhoi amal salih dan melindungi dari segala penyakit hati yang akan membuat terbukanya pintu-pintu penjauh dari Allah.

Sebagai contoh, Syekh Abdul Qadir menafsirkan ayat tentang pertolongan Allah kepada Ashabul Kahfi sebagai bukti Allah menerima amal salih mereka, yakni berikut ini:

153 Ibnu Taimiyah, Wali Allah dan wali setan, terj. Ali Mas‟ud (Surabaya : Amelia, 2012), 195.

اَذِإَوِّنيِمَيْلاّ َتاَذّْمِهِفْهَكّ ْنَعُّرَواَزَ تّ ْتَعَلَطّاَذِإّ َسْمَّشلاّىَرَ تَو

ّْمُهُضِرْقَ تّ ْتَبَرَغ ّ

ِّدَتْهُمْلاَّوُهَ فُّوَّللاِّدْهَ يّْنَمِّوَّللاّ ِتاَيآّْنِمّ َكِلَذُّوْنِمٍّةَوْجَفّيِفّْمُىَوّ ِلاَمِّشلاّ َتاَذ

ّ

اًدِشْرُمّاًّيِلَوُّوَلَّدِجَتّْنَلَ فّْلِلْضُيّْنَمَو

Artinya : “Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari itu terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalam (gua) itu.

Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah.

Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (Al-Kahfi : 17)154

Anugerah yang diberikan kepada para ashabul kahfi adalah cerminan bahwa pertolongan Allah akan terwujud secara sendirinya sesuai kehendak Allah, dan diberikan kepada hamba-hamba yang beriman dan bertakwa kepadanya sehingga mereka mengetahui bahwa merekalah yang mendapat petunjuk dan pertolongan. Syekh Abdul Qadir menjelaskan kejadian tersebut dengan kalimat :

“Hal demikian adalah tanda-tanda bahwa Allah menerima mereka dan meridhoi mereka dalam keadaan orang-orang yang mendapat petunjuk menuju ketauhidannya, ditetapkan disisi- Nya, mencukupkan dengan ridho-Nya, Allah melindungi mereka dalam segala urusannya, meridhoi mereka dalam melakukan berbagai perbuatannya dan mengikhlaskan mereka dalam segala perbuatan (masa lalunya).”155ّ

154 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 295.

155 Abdul Qadir, Tafsîr al-Jailâni. Juz 3 (Pakistan : al-Maktabah Ma‟rûfiyah, 2010), 62.

رارح دايدزإ يح فيّصلا ةّدم في اهقرشم نم )ْتَعَلَط اَذِإ َسْمَشلا ىَرَ ت( يئاّرلا اهّيأ مى ؛مهتفأرو ،مىاّيإ للها قفر لامك نم ) َو(

ليتدو بلقنت : يأ )ُرَواَزَّ ت( اته

َذِإَو( اتهرارحو اهعاعشب مهيّدؤي ّلائل ؛راغلا ييم بناج : يأ )ِْيِمَيْلا َتاَذ ْمِهِفْهَك ْنَع(

: يأ )ْمُهُضِرْقَ ت( برغلدا ونح ءاوتسلإا نع تلامو تلاز : يأ )ْتَبَرَغ ا

في مّنّأ لالحاو يأ )ُوْنِم ٍةَوْجَف ِْفي ْمىَو( اىّرح نع مهظفلح ؛راغلا راسي بناج : يأ ) ِلاَمِّشلا َتاَذ( مهنع فرصنتو مهعّطقت ؛هاياوز في لا وطسوو راغلا عسّتم

حو للها ةياعر نكي لم ول ثيبح بورغلا تقو لىإ مهيلع ٌةَعَشْعَشَتُم تناكل مهنع سمّشلا عاعش فرصو ،مىاّيإ وظف

قفّرلا ةئيتهو ةحمّرلا رشن : يأ )َكِلٰذ(

“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-kitab suci, dan para rasul-Nya dan beramal saleh yang diperintahkan kepada mereka sebagai bentuk ketaatan dan ketundukan, maka Dia (Allah) akan menggenapi pahala mereka beberapa kali lipat dari yang seharusnya mereka terima, dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya yang tidak dapat diukur menggunakan akal mereka.”156

Pertolongan Allah terhadap hamba-Nya yang telah diridhoi atas amal salihnya, bisa juga nampak sebagai anugerah yang terjadi tanpa adanya suatu ancaman. Adanya persaksian terhadap hal ihwal yang diberikah Allah kepada hamba-Nya bisa saja berupa kemuliaan yang nampak oleh orang lain. Para wali Allah terkenal dengan datangnya kemampuan-kemampuan khusus untuk menolong orang lain, hal ini dikenal dengan istilah karamah.

Syekh Abdul Qadir memaparkan perihal pertolongan-Nya kepada hamba-Nya adalah sebab doa tulus yang diungkapkan oleh hamba-Nya dan Allah mengabulkannya serta ada pula yang Allah berikan tanpa sebab permintaan hamba-Nya. Seperti yang tercermin dari kisah Maryam, dimana Allah memberikan anugerah-anugerah yang tidak tercerna oleh akal manusia.

ّاَهْ يَلَعَّلَخَدّاَمَّلُكّاَّيِرَكَزّاَهَلَّفَكَوّاًنَسَحّاًتاَبَ نّاَهَ تَبْ نَأَوّ ٍنَسَحّ ٍلوُبَقِبّاَهُّ بَرّاَهَلَّ بَقَ تَ ف

َّوُىّْتَلاَقّاَذَىّ ِكَلّىَّنَأُّمَيْرَمّاَيَّلاَقّاًقْزِرّاَىَدْنِعَّدَجَوَّباَرْحِمْلاّاَّيِرَكَز

ِّوَّللاِّدْنِعّْنِم ّ

ٍّباَسِحِّرْيَغِبُّءاَشَيّْنَمُّقُزْرَ يَّوَّللاَّّنِإ

منّوك مهنع هاضرو مىاّيإ وناابس ولوبق ىلع ةّلّدلا )ِللها ِتاَيٰأ ْنِم( مهنع ِتاَّيِذْؤُمْلا عيجم اذكو ،سمشلا ىذأ فرصو ةفأّرلاو حوت لىإ نيدتهم

نم يقّفوم ،هدي

لامعلْا عيجم في ول يصِلمخ ،لاوحلْا ّلك في وئاضقب يضار ،روملْا عيجم في ويلع يلّكوتم ،هاضرل يغتبم ،هدنع

156 Abdul Qadir, Tafsir al-Jailani ed. Assayid Asy-Syarif Dr. Muhammad Fadhil Jailani al-Hasani, Vol. 2 (Tangerang : Penerbit Salima Publika dan Markaz Al-Jailani, 2013), 241.

Artinya : “Maka Dia (Allah) menerimanya dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati makanan disisinya (Maryam), dia berkata, “wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?”

dia (Maryam) menjawab, “itu dari Allah.” Sesunggunya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.” (QS. Ali Imran : 27)157

Dalam kisah ini, Syekh Abdul Qadir menafsirkan :

“Maka Tuhan-Nya menerimanya sebagai nazar kepada-Nya dengan penerimaan yang baik, sehingga membuat istri Imran kembali semangat menyingkap kelembutan dari Allah setelah sebelumnya ia sempat berputus asa”158

Penafsiran ini menunjukkan bahwa anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya merupakan sebuah istijabah dari doa yang tulus diungkapkan saat meminta kepada Allah, kemudian Allah mengabulkan doa tersebut lantaran kesucian hati hamba-Nya.

Kemudian cerita ini bersambug dengan karamah yang diberikan Allah kepada Maryam.

“Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, untuk melihat keadaan Maryam, ia dapati reseki di sisinya berupa berbagai macam makanan dan buah-buahan. Bahkan, disaat musim panas, di situ Zakaria dapat menemukan buah- buahan musim dingin....Maryam menjawab dengan ilham dari Allah kepadanya “Makanan itu dari sisi Allah yang Maha menanggung rezeki semua hamba-Nya. Sesungguhnya Allah yang Maha Mengawasi dan Menjaga pemeliharaan berbagai mazhhar Dzat-Nya, memberi rezeki kepada siapa yang

157 Al-Qur‟an dan Terjemah DEPAG RI, Mushaf Mufassir (Bandung : Penerbit Jabal, 2009), 54.

158 Abdul Qadir, Tafsir al-Jailani ed. Assayid Asy-Syarif Dr. Muhammad Fadhil Jailani al-Hasani, Vol. 1 (Tangerang : Penerbit Salima Publika dan Markaz Al-Jailani, 2013), 346..

Dokumen terkait