BAB III METODE PENELITIAN
3.5 Metode Analisis
3.5.2 Continget Valuation Method (CVM)
b. Kesediaan membayar (willingness to pay atau WTP) pengunjung dalam rangka upaya konservasi dan pelestarian sumber air objek wisata alam Umbul Ponggok.
Teknik CVM yang digunakan dalam penelitian ini menentukan nilai kesediaan membayar masyarakat dilakukan melalui 5 (lima) tahapan. Tahapan- tahapan tersebut antara lain (Hanley dan Spalsh, 1993):
1. Membangun pasar hipotetik (serring up the hypothetical market)
Dalam membangun pasar hipotetik, dilakukan studi pustaka dan observasi ke lapangan. Responden diminta untuk mendengarkan pernyataan mengenai kondisi kualitas lingkungan objek wisata alam Umbul Ponggok dan kerusakanya saat ini. Setelah pernyataan disampaikan, responden diberi informasi bahwa pemerintah berencana untuk melakukan upaya upaya konservasi dan pelestarian sumber air objek wisata alam Umbul Ponggok.
Namun upaya upaya konservasi dan pelestarian sumber air ini terkendala oleh permasalahan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah. Maka dari itu, pengunjung sebagai penikmat objek wisata alam Umbul Ponggok dapat menikmati eksternalitas positif dari upaya konservasi dan pelestarian sumber air tersebut diajak untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi yang dimaksud adalah dengan penarikan sejumlah pembayaran yang mana akan dibebankan pada harga tiket masuk objek wisata alam Umbul Ponggok sesuai pasar hipotetik yang dibangun dalam penelitian.
2. Mendapatkan nilai tawaran WTP (obtaining bids)
Penawaran besarnya nilai WTP diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan bantuan kuisioner. Metode CVM yang digunakan dalam penelitian adalah metode bidding game. Metode biding game diakukan dengan menawarkan secara bertahap beberapa bilangan sebagai pilihan skenario upaya konservasi dan pelestarian sumber air objek wisata alam umbul ponggok kepada responden. Setiap responden hanya diperkenankan memilih satu nilai pembayaran yang sesuai dengan kesanggupan responden. Beberapa pilihan skenario upaya upaya konservasi dan pelestarian sumber air objek wisata alam Umbul Ponggok ditawarkan beserta estimasi biaya investasinya. Skenario upaya upaya konservasi dan pelestarian sumber air dan estimasi biaya invertasi diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan pihak pengelola yaitu BUMDes Tirta Mandiri. Setelah diperoleh informasi dari dinas- dinas terkait, maka besarnya nilai tawaran WTP dapat ditentukan.
3. Menghitung dugaan nilai rataan WTP (estimating mean WTP)
WTP dapat diduga dengan menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan nilai rataan WTP dihitung dengan rumus:
∑
1Keterangan:
EWTP : Dugaan Nilai Rataan WTP
: Nilai WTP ke-i
N : Jumlah responden/sampel
i : Responden ke-i yang bersedia membayar (i= 1, 2, 3, …n)
4. Menjumlahkan data (aggregating data) untuk menentukan nilai total WTP
Penjumlahan data dilakukan dengan mengkonvesikan nilai rata-rata WTP terhadap total populasi dalam penelitian. Nilai total WTP masyarakat dihitung dengan menggunakan rumus:
∑
Keterangan:
TWTP : Total WTP : WTP sampel ke-i
: Jumlah Sampel ke-i yang bersedia membayar sebesr WTP : Responden ke-i yang bersedia membayar (i = 1, 2, 3, …n)
3.5.3 Analisis Statistik Deskriptif 3.5.3.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Validitas alat pengumpulan data menurut pendapat beberapa ahli dapat digolongkan dalam beberapa jenis (Singarimbun dan
Effendi, 2011) yaitu validitas konstruk (construct validity), validitas isi (content validity), validitas eksternal (external validity), validitas prediktif (predictive validity) dan validitas rupa (face validity). Rumus yang digunakan sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
√ ∑ 2 ∑ 2 ∑ 2 ∑ 2
Keterangan : r = Angka kolerasi N = Jumlah responden
X = Skor pertanyaan atau pernyataan Y = Skor total sub variabel
Kemudian berdasarkan korelasi ini akan dikonsultasikan pada kriteria Guildford, sebagai berikut :
< 0,2 = tidak ada korelasi 0,2 - < 0,4 = korelasi rendah 0,4 - <0,7 = korelasi sedang 0,7 - <0,9 = korelasi sangat tinggi 1,00 = korelasi sempurna
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Dengan kata lain reliabilitas menunjukan konsisten suatu alat pengukuran di dalam mengukur gejala yang
sama (Singarimbun dan Efendi, 2011). Untuk mengukur tingkat reliabilitas instrument yang digunakan dalam penelitian ini menggunkan metode Alfa – Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel atau tidaknya suatu instrument penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%.
Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha.
[
] ∑
12∑
2Ketererangan:
= Nilai reliabilitas
k = Jumlah item pertanyaan atau pernyataan
∑
12 = Nilai varian masing-masing item∑
2 = Nilai totalTingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala 0 sampai dengan 1. Dengan nilai minimal adalah 0,6000 untuk menyatakan bahwa pertanyaan sudah reliabel.
3.5.3.2. Pengujian Hipotsis Penelitian
Dalam pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan regresi logistik.
Dalam statistika uji regresi logistik, digunakan untuk prediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva
logistik. Metode ini merupakan model linier umum yang digunakan untuk regresi binomial. Seperti analisis regresi pada umumnya, metode ini menggunakan beberapa variabel prediktor, baik numerik maupun kategori.
Menurut Ghozali (2012), pada umumnya penelitian menggunakan tingkat signifikansi 1%, 5%, atau 10%. Pada suatu pengujian hipotesis jika menggunakan α = 5%, maka artinya peneliti memiliki keyakinan bahwa dari 100% sampel, probabilitas anggota sampel yang tidak memiliki karakteristik populasi adalah 5%. Berdasarkan teori tersebut, maka pengujian ini dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%). Ketentuan penolakan atau penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:
a. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
b. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Pengujian signifikansi pada regresi logistik dapat dibagi menjadi dua yaitu pengujian secara simultan dan pengujian secara parsial. Pengujian secara individual atau parsial dapat dilakukan dengan Uji Wald. Sedangkan pengujian secara simultan atau serentak dilakukan dengan menggunakan Uji Overal Model Fit/Omnibus.
a) Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Uji statistika ini untuk mengetahui apakah semua variabel independen di dalam regresi logistic secara serentak atau simultan mempengaruhi variabel dependen sebagaimana uji F di dalam regresi linier. Uji overall model fit didasarkan pada nilai statistika -2LL atau nilai LR. Uji serentak koefisien regresi model logistik dihitung dari perbedaan nilai -2LL antara model dengan hanya terdiri dari konstanta dan model yang diestimasi terdiri dari konstanta dan variabel independen (Widarjono, 2010).
Pengujian dilakukan dengan membandingkan selisih nilai -2 log likehood (disebut dengan chi square hitung) dimana apabila nilai chi square hitung lebih besar dari chi square tabel atau nilai signifikansi lebih kecil dari alpha maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikat.
b) Uji Goodness of Fit
Dalam analisis statistik perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui model terbaik yang telah dipakai (Goodness of Fit). Penelitian ini menggunakan dua pengujian, yaitu hosmer and Lomeshow goodness of fit dan melalui nilai R-square ( 2
: Model yang dihipotesiskan fit dengan data
1 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Jika nilai probabilitas Hosmer and Lomeshow goodness of fit test ˂ α maka ditolak, artinya terdapat perbedaan signifikan antara model dan observasi, sehingga model tidak fit untuk digunakan. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah (α) = 5%.
Sementara nilai R-square ( 2 digunakan untuk mengetahui seberapa besar model mampu menjelaskan variabel dependent yang dipilih. Meskipun pengukuran konvensional menggunakan R-square ( 2 bukanlah yang paling menjelaskan didalam model regresi binary (Gudjarati dan Porter, 2009).
Koefisien determinasi ( 2 adalah koefisien yang menjelaskan seberapa besar tingkat variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen.
c) Uji Simultan
Pengujian simultan pada model regresi logistik ditunjukan dengan nilai Omnibus Test of Model Coefficients, dengan hipotesis sebagai berikut :
: α >0,05 Variabel Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Usia, Frekuensi Kunjungan, Tingkat Pengetahuan secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap kesediaan membayar Konservasi dan Pelestarian Sumber air Objek wisata alam Umbul Ponggok.
1 : α<0,05 Variabel Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Usia, Frekuensi Kunjungan, Tingkat Pengetahuan secara
bersama-sama berpengaruh terhadap kesediaan membayar Konservasi dan Pelestarian Sumber air Objek wisata alam Umbul Ponggok.
d) Uji Koefisien Determinasi
Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit diinterpretasikan.
Untuk mendapatkan koefisien determinasi yang dapat diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression, maka digunakan Nagelkerke R Square.
Nagelkerke’s R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1.
Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell R2 dengan nilai maksimumnya (Ghozali, 2012). Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel- variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
e) Uji Tabel Klasifikasi
Tabel klasifikasi menunjukan kekuatan dari model regresi untuk memprediksi probabilitas kesediaan membayar konservasi dan pelestarian
sumber air objek wisata alam Umbul Ponggok oleh responden. Kekuatan prediksi tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase.
f) Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2012). Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian ini menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen sama dengan nol.
Multikolonieritas terjadi dalam analisis regresi logistik apabila antar variabel independen saling berkorelasi. Menurut Ghozali (2012), mulitikolonieritas dapat dilihat dari:
- Nilai tolerance dan lawannya - Variance Inflation Factor (VIF)
Kedua ukuran tersebut menunjukkan variabel independen mana yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana, setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena
VIF=1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011). Apabila terjadi gejala multikolonieritas, salah satu langkah untuk memperbaiki model adalah dengan menghilangkan variabel dari model regresi, sehingga bisa dipilih model yang baik (Purbayu, 2005).
g) Uji Wald
Menurut Widarjono (2010), dalam regresi logistik uji wald digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dengan cara membandingkan nilai statistik Wald dengan nilai pembanding Chi square pada derajat bebas (db) = 1 pada alpha 5%, atau dengan membandingkan nilai signifikansi (p-value) dengan alpha sebesar 5%
dimana p-value yang lebih kecil dari alpha menunjukkan bahwa hipotesis diterima atau terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dengan kriteria pengujian sebagai berikut (Ghozali, 2012) :
a) Jika p-value > 0,005, Ho diterima dan Ha ditolak, berarti variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b) Jika p-value < 0,005, Ho ditolak dan Ha diterima, berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
3.5.3.3. Analisis Regresi Logistik
Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar upaya konservasi dan pelestarian sumber daya air umbul ponggok adalah metode analisis regresi logit, dan diolah menggunakan program SPSS EBM 25. Logit merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengestimasi sebuah fungsi dimana variabel terikatya bersifat kualitatif (qualitative response reggresion models). Sementara model logistik- biner (binary logistic regression) digunakan untuk menganalisis data kuantitatif yang mencerminkan pilihan antara dua alternatif. Model logit-biner adalah salah satu cara untuk mengkuantitatifkan hubungan antara probabilitas dua pilihan dengan beberapa karakteistik yang dipilih (Gujarati dan Porter, 2009).
Regresi Logistik adalah bagian dari analisis regresi yang diguakan ketika variabel dependen merupakan variabel dikotomi. Varibel dikotomi biasanya hanya terdiri dari dua nilai yang mewakili adanya kejadian atau tidak adanya kejadian yang biasanya diberi angka 0 dan 1. Penelitian ini berusaha melihat kesediaan membayar pengunjung Umbul Ponggok terhadap upaya konservasi dan pelestarian sumber daya air di Lereng Gunung Merapi. Kesediaaan membayar pengunjung adalah variabel dependen yang ditunjukan dengan 0 jika tidak bersedia, dan 1 jika bersedia. Variabel independen yang digunakan adalah variabel tingkat pendapatan, usia, tingkat pendidikan, frekuensi kunjungan, dan tingkat pengetahuan.
Dasar rumus yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5
Dimana X = variabel independen dan Y = 1 jika responden bersedia membayar dan Y = 0 jika responden tidak bersedia membayar. Model tersebut disebut model probabilitas linear, karena ekspektasi bersyarat dari terhadap , E( | ) dapat diintepretasikan sebagai probabilitas bersyarat bahwa kejadian akan terjadi terhadap , yaitu ( | ), sehingga dalam penelitian ini E( | ) adalah probabilitas responden bersedia membayar upaya konservasi dan pelestarian sumber air berkaitan dengan variabel yang ada.
= E( | ) = 1 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5
( | ) menunjukan bahwa responden bersedia membayar. Sehingga sekarang kesediaan membayar terhadap upaya konservasi dan pelestarian sumber air dirumuskan sebagai berikut :
= E( | ) = 1
1
Kemudian persamaan diatas disederhanakan menjadi :
1
Dimana :
1 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5
Persamaan di atas merupakan probabilitas kesediaan membayar pengunjung terhadap upaya konservasi dan pelestarian sumber air ( ). Sedangkan probabilitas responden tidak bersedia membayar adalah (1- ) yaitu sebagai berikut :
1 - = 1
1
Sehingga dapat di tulis :
/ (1 – adalah rasio peluang dari kesediaan membayar upaya konservasi dan pelestarian sumber air. Perbandingan atau rasio probabilitas individu bersedia membayar terhadap probabilitas kesediaan membayar upaya konservasi dan pelestarian sumber air.
Model logistik yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi kesediaan membayar terhadap upaya konservasi dan pelestarian sumber air di ambil dari penelitian yaitu:
(1 ) 1 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5
Keterangan:
= Kesediaan membayar (1 = Bersedia, 0 = Tidak Bersedia) (1 ) = Odd ratio atau rasio peluang
1 = Konstanta
1 = Tingkat Pendapatan
2 = Usia
3 = Tingkat Pendidikan
4 = Frekuensi Kunjungan
5 = Tingkat pengetahuan
= error
77 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi dan Objek Penelitian
4.1.1 Deskripsi Kondisi Geografis Daerah Penelitian
Kabupaten Klaten adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berada di wilayah lereng Gunung Merapi. Secara geografis, Kabupaten Klaten terletak pada 110° 30‟ – 110° 45‟ Bujur Timur dan 7° 30‟ – 7° 45‟
Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali, sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukoharjo, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman (Provinsi DIY).
Secara topografi, Kabupaten Klaten terletak diantara Gunung Merapi dan Pegunungan Seribu yang membagi Kabupaten Klaten menjadi 4 wilayah, yaitu:
 Wilayah dengan ketinggian < 100 Mdpl, meliputi kecamatan Juwiring Karangdowo dan Camas;
 Wilayah dengan ketinggian 100-200 Mdpl, meliputi kecamatan prambanan, Jogonalan, Gantiwarno, Wedi, Bayat, Cawas (bagian barat), Trucuk, Kalikotes, Klaten Selatan, Klaten Tengah, Klaten Utara, Kebonarum (selatan), Ngawen (selatan dan timur), Ceper, Pedan, Karanganom (timur), Polanharjo (timur), Delanggu, Juwiring (barat), dan Wonosari (barat);
 Wilayah dengan ketinggian 200-400 mdpal, meliputi Kecamatan Manisrenggo, Jogonalan (utara), Karangnongko, Kebonarum (utara), Ngawen (utara), Jatinom, Karanganom (barat), Tulung, dan Polanharjo (barat);
 Wilayah dengan ketinggian 400-1000 mdpal, meliputi Kecamatan Kemalang, sebagian besa Manisrenggo, sebagian kecil Jatinom, dan sebagian kecil Tulung.
Gambar 4.1
Peta Topografi Kabupaten Klaten
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Klaten Kondisi tersebut memberikan gambaran tentang kondisi umum penyusun batuan, pola aliran air permukaan dan air tanah (hidrologi), yang selain menjadi kendala dalam dalam sistem transportasi dan komunikasi, tapi juga telah
memberikan berbagai manfaat bagi Kabupaten Klaten. Keuntungan yang dimaksud disini adalah bervariasinya jenis tanaman pangan yang bisa tumbuh di wilayah Kabupaten Klaten dan banyaknya sumber daya air untuk irigasi, drainase, domestic use maupun kebutuhan air minum. Bahkan, potensi sumber daya air ini telah mampu memberikan pasokan air bagi wilayah klaten daerah hilir yang digunakan sebagai objek wisata alam seperti Umbul Ponggok.
4.1.2 Lokasi Penelitian
Daerah penelitian yang menjadi studi empiris dalam penelitian ini adalah kondisi ekosistem hutan yang membentang di wilayah lereng Gunung Merapi tepatnya di Desa Sidorejo, Desa Balerante, hingga Desa Tegal Mulyo kecamatan Kemalang pada 110° 28‟ hingga 110° 31‟ bujur timur dan pada 7° 35‟ hingga 7°
39‟ lintang selatan. Penentuan lokasi konservasi dan pelestarian hutan ini didasarkan pada ditetapkannya bahwa Kecamatan Kemalang merupakan daerah rawan bencana yang berada di sekitar lereng gunung merapi. Daerah rawan bencana tersebut merupakan daerah yang berjarak 5 km dari puncak gunung merapi. Peta kawasan rawan bencana Gunung Merapi dapat dilhat pada gambar 4.2 dimana peta tersebut menunjukan tingkat kerawanan bencana suatu daerah apabila terjadi letusan Gunung Merapi. Kecamatan kemalang termasuk dalam daerah yang masuk dalam kawasan rawan bencana I (warna kuning), pada kawasan rawan bencana I di Kecamatan Kemalang akan terkena dampak lahar dingin yang keluar dari gunung merapi melalui sungai-sungai yang berhulu di
daerah sekitar puncak. Kecamatan Kemalang juga termasuk kawasan rawan bencana II (warna merah pudar) yang sering terlanda awan panas.
Gambar 4.2
Peta Rawan Bencana Gunung Merapi
Sumber: Peta Rawan Bencana Gunung Merapi, Fiqih Astriani 2016
Hutan di kabupaten Klaten terdapat 2 (dua) jenis hutan yang masuk dalam kawasan hutan negara yaitu hutan lindung seluas 810,6 Ha dan Hutan Produksi seluar 639,8 Ha. Hutan negara di kelola oleh perum perhutani, sedangkan hutan lainnya adalah hutan rakyat seluar 1.202 Ha. Hutan di Kabupaten Klaten di antaranya:
1. Hutan lindung, terletak di bagian barat dan secara administratif berada di wilayah Kecamatan Kemalang yang Mencakup Desa Tegalmulyo dan Desa
Sidoharjo, serta berada dilereng Gunung Merapi pada ketinggian 700 - 1.200 mdpl.
2. Hutan produksi, terletak di 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu: Kecamatan Bayar, Kecamatan Wedi, dan Kecamatan Kalikotes. Hutan diproduksi ini terletak pada perbukitan sekis-filit dan perbukitan kapur/batu gamping dengan ketinggian antara 300-500 mdpl.
3. Hutan rakyat, merupakan program pemerintah melalui program penghijauan dan rehabilitasi lahan serta konservasi tanah. Hutan rakyat ini tersebar di beberapa wilayah kecamatan yang mempunyai lahan kering, diantaranya Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Karangnongko, Jatinom, Tulung, Prambanan, Bayat dan Wedi.
Gambar 4.3
Perkembangan Lahan Kritis di Kabupaten Klaten Tahun 2013 – 2017
Sumber:Klaten dalam angka 2018
2195
1945
1695 1691 1672
1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500
2013 2014 2015 2016 2017
Luas lahan (Ha)
Luas Lahan Kritis
Luas lahan…
Sampai dengan saat ini masih terdapat lahan kritis seluas 1.695 Ha pada tahun 2015, mengalami penurunan dibanding tahun 2014 seluas 1.945 Ha.
Sehingga masih diperlukannya adanya program konservasi hutan dan lahan, khusunya di wilayah Kecamatan Kemalang, Tulung, Jatinom, Karangnongko, Bayat, Prambanan, Wedi, dan Cawas. Lahan kritis ini sebagian besar karena dampak dari letusan Gunung Merapi yang mana Kecamatan Kemalang masuk dalam kawasan rawan bencana 1 dan 3 yang terkena lahar dingin serta awan panas, sehingga akan menimbulkan kerusakan ekosistem hutan di daerah tersebut.
Hutan di lereng gunung yang merupakan daerah resapan air dianggap sebagai daerah hulu yang memasok air untuk daerah-daerah hilir seperti Kecamatan Polanharjo ditandai dengan banyaknya umbul yang ada di kecamatan tersebut. Ada lebih dari 10 mata air (umbul yang tersebar di daerah selatan kecamatan ini dengan 3 umbul yang dijadikan destinasi wisata seperti Umbul Sigedang atau Umbul Kapilaler, Umbul Manten, serta yang paling besar dan dimanfaatkan sebagai destinasi wisata dengan rata-rata 1000 (seribu) pengunjung per hari yaitu Umbul Ponggok.
Umbul Ponggok merupakan destinasi wisata yang mulanya hanya umbul (mata air) jernih yang digunakan oleh warga sekitar sebagai perairan sawah dan budidaya ikan nila. Umbul yang menghasilkan air yang jernih ini juga dimanfaatkan sebagai sumber air bagi kebutuhan sehari, seperti air minum, mandi, serta mencuci pakaian. Pada tahun 2009 berdiri BUMDes Tirta Mandiri
Desa Ponggok, Umbul Ponggok di kelola dan kemudian di renovasi, yang telah resmikan pada tahun 2010. Pada tahun pertama dan kedua BUMDes Tirta Mandiri gencar mempromosikan Umbul Ponggok agar menjadi destinasi pilihan bagi masyarakat sekitar Ponggok. Spot snorkling air tawar yang di promosikan oleh BUMDes sangat diminati banyak masyarakat karena belum ada ditempat lain snorkling air tawar dengan fasilitas foto underwater yang disediakan oleh pengelola. Tahun 2012, pendapatan kotor BUMDes Tirta Mandiri masih berkisar Rp 150 juta. Baru setahun kemudian, meningkat menjadi Rp 600 juta. Tahun 2014, melonjak Rp 1,1 Miliar. Pada tahun 2015 melebihi target yang ditentukan Rp 3,8 miliar, mencapai Rp 6,1 miliar. Tahun 2016, dari target Rp 9 Miliar terealisasi Rp 10,3 miliar. Pada tahun 2017 mencapai 12 miliar.
Peningkatan pendapatan tersebut didukung dengan terus bertambahnya fasilitas yang di sediakan mulai dari pelampung, kacamata renang, penyewaan kamera underwater, taman bermain mengapung, pembukaan kios-kios makanan, guest house di sekitar wisata yang mendorong meningkatnya jumlah pengunjung tiap tahunnya. Dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Jumlah pengunjung objek wisata alam Umbul Ponggok dari tahun 2012 mengalami peningkatan di tahun 2013, peningkatan cukup besar terjadi di tahun 2014 sebanyak 164.445 pengunjung dan naik sebanyak 200% di tahun 2015.
Namun mengalami penurunan di tahun 2016 menjadi 287.260 pengunjung yang kemudian melanjutkan tren naik pada tahun 2017 dan tahun 2018. Sempat mengalami penurunan di tahun 2016, penulis memutuskan untuk mengambil