• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar-Dasar Ulul Albab dalam Tafsir Al-Azhar

BAB III BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL TOKOH 31

B. Muhammad Quraish Shihab

1. Dasar-Dasar Ulul Albab dalam Tafsir Al-Azhar

Kata Ulul Albab di sebutkan 16 kali dalam al-quran yaitu sebagai berikut :

Surat Al Baqarah Ayat 179



















Artinya:“ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa

35

Surat Al Baqarah Ayat 197





























































Artinya:“ (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal “36

Surat Al Baqarah Ayat 269



































Artinya: “ Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) “37

35 Al-Quran, 2:179

36 Ibid, 2:197

37 Ibid, 2:269

Surat Ali Imran Ayat 7































































































Artinya: “ Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu.

Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur´an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta´wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta´wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal “

Surat Ali Imran Ayat 190

























Artinya: “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal “38

Surat Al Maidah Ayat 100

38 Al-Qur’an 3:190

































Artinya: “ Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan"39

Surat Yusuf Ayat 111

















































40

Artinya: “ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman “

Surat Ar Ra’d Ayat 19

































Artinya: “ Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan

39 Al-Qur’an 5:100

40 Al-Qur’an 12:111

orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran “41

Surat Ibrahim Ayat 52





























Artinya: “ (Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran “ 42

Surat Shad Ayat 29





















Artinya: “ Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat- ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orangorang yang mempunyai fikiran “43

Surat Shad Ayat 43























Artinya: “Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran “44

41 Al-Qur’an 13:19

42 Al-Qur’an 14:52

43 Al-Qur’an 38:29

44 Ibid, 38:43

Az Zumar Ayat 9



















































Artinya: “ (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung)

ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran “45

Surat Az Zumar Ayat 18





























Artinya: “ yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal “46

45 Al-Qur’an 39:9

46 Ibid, 39:18

Az Zumar Ayat 21

































































Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber- sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal “47

Surat Al Mu’min Ayat 54











Artinya: “Untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berfikir “48

Surat Ath-Thalaaq Ayat 10



































Artinya: “ Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai

47 Ibid, 39:21

48 Al-Qur’an, 40:54

akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu “49

Dari 16 ayat yang terdapat di 10 surat di dalam Al-Quran ini merupakan term ayat yang memaparkan tentang tanda-tanda yang di miliki oleh insan Ulul Albab . tentunya ada beberapa perbedaan dalam penafsiran tentang tanda-tanda Ulul Albab itu sendiri . hal ini dipengaruhi oleh sebab- sebab dari turunnya ayat serta corak penafsiran yang di pakai oleh mufassir . 2. Ciri-ciri Ulul Albab

Istilah Ulul Albab berasal dari dua kata yakni ulu dan albab, Kata ulu dalam bahasa arab berarti dzu yaitu memiliki.50 Sedangkan albab berasal dari kata al- lubb yang artinya otak atau pikiran (intellect) albab di sini bukan mengandung arti otak atau pikiran beberapa orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian Ulul Albab artinya orang yang memiliki otak yang berlapis-lapis. Ini sebenarnya membentuk arti kiasan tentang orang yang memiliki otak yang tajam.51. Di dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang mempunyai arti sama dengan lafal qolb yaitu al-lub, al-aql, al-qolbu, al-fu’ad, al-shodr. Menurut Mahmud Yunus mengartikan qolb dengan hati, jantung, akal. Menurut Jalaludin Rahmad qolb adalah masdar dari qolaba, artinya membalikkan, mengubah, mengganti. Qolb juga mempunyai dua makna, qolb dalam bentuk fisik dan qolb dalam bentuk ruh.

49 Al-Qur’an, 65:10

50 Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984), 49.

51 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002), 557.

Dalam arti fisik qolb dapat kita terjemahkan sebagai Jantung52. Lafal qolb bisa ditetapkan untuk dua arti. Pertama, daging yang terdapat dalam dada sebelah kiri dan di dalam rongganya berisi darah hitam. Ia adalah sumber roh dan tempat tinggalnya. Kedua, adalah bisikan robbaniyah Ruhaniah yang mempunyai suatu hubungan dengan daging ini. Bisikan inilah yang mengenal Allah SWT dan memahami apa yang tak dapat dijangkau oleh khayalan dan angan-angan, dan itulah hakikat manusia dan dialah yang di seru.53 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ulul Albab diartikan sebagai orang yang cerdas, berakal atau orang yang mempunyai kecerdasan tinggi dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan54

A. M. Saefudin memberi pengertian bahwa Ulul Albab adalah pemikir intelektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala dan proses alamiyah dengan metode ilmiah induktif dan deduktif, serta intelektual yang membangun kepribadian dengan zikir dalam keadaan dan sarana ilmiah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh umat manusia. Ulul Albab adalah intelektual muslim yang tangguh yang tidak hanya memiliki ketajaman analisis obyektif, tetapi juga subyektif.55

Dalam diri Ulul Albab berpadu sifat-sifat ilmuwan, sifat-sifat intelektual, dan sifat orang yang dekat dengan Allah SWT. Ulul Albab

52 Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati (Surabaya: Terbit Terang, 2004),13.

53 Ibid. 29.

54 Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 437.

55 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan, Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Nuansa, 2003),268.

adalah perpaduan pribadi yang memiliki kualitas intelektual yang tak berbatas karena selalu menyelami setiap pengetahuan yang diajarkan dan disediakan Allah SWT, diiringi dengan kualitas jiwa yang selalu dekat dengan Yang Maha Pencipta. Dalam tataran psikologi modern Ulul Albab adalah pribadi-pribadi beriman yang mampu memfungsikan secara optimal potensi-potensi rasional (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ).

A. H. Abdul Malik Karim Amrullah

1. Biografi H. Abdul Malik Karim Amrullah

Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA dilahirkan di kampung Molek, di sebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam nagari Sungai Batang, di tepi Danan Maninjau, Tanjung Raya, pada tangal 13 Muharram 1362 H, bertepatan dengan 16 Pebruari 1908. Ayahnya Syeikh Abdul Karim Amrullah, adalah salah seorang yang membentuk anaknya yang kelak mengikuti jejak dan langkah yang telah diambilnya sebagai seorang ulama.56 sedang ibundanya bernama Siti Shafiyah tanjung binti Haji Zakariya (W. 1934) yang merupakan istri pertama Syeikh Abdul Karim Amrullah.57

Nama Asli pemberian dari ayahandanya sebenarnya “Abdul Malik”

nama itu di ambil DR. Haji Abdul Karim Amrullah untuk mengenang anak gurunya, Syekh Ahmad Khathib di Mekkah, yang bernama Abdul Malik pula. Abdul Malik bin Syekh Ahmad Khathib ini pada zaman pemerintahan Syarif Husain di Mekkah, pernah menjadi Duta Besar Kerajaan Hasyimiyah di Mesir, barangkali dimaksudkan sebagai do’a

56 Murni Djamal, DR. H. Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya Dalam Gerakan Pembaruan Islam di Minangkabau pada Awal abad ke-20 (Leiden Jakarta: Hak Cipta INIS, 2002), 20.

57Samsul nizar, memperbincangkan dinamika inteletual dan pemikiran HAMKA tentang pendidikan islam, (jakarta: kencana, 2008), 17.

nama kepada penyandangnya.58 Nama HAMKA melekat setelah ia untuk pertama kalinya naik haji ke Mekah pada tahun 1927.59 HAMKA (akronim pertama bagi orang indonesia, red)., yaitu potongan dari nama lengkap, Haji Abdul Malik Karim Amrullah.60

Waktu kecilnya, Hamka lebih dekat dengan andung (nenek) dan engkunya (kakek), di desa kelahirannya. Sebab, ayahnya, DR. Haji Abdul Karim Amrullah, adalah ulama modernis yang banyak diperlukan masyarakat pada waktu itu sehingga hidupnya harus keluar dari desa kelahiran Hamka, seperti ke kota padang. Menurut penuturan Hamka sendiri, dia merasa bahwa terhadap kakek dan neneknya merasa lebih sayang dari pada terhadap ayah dan ibunya. Terhadap ayahnya, Hamka lebih banyak merasa takut dari pada sayang. Ayahnya dirasakannya sebagai orang yang kurang mau mengerti jiwa dan kebiasaan anak-anak.

Ayahnya dinilainya terlampau kaku dan bahkan secara diametral dinilainya bertentangan dengan kecenderungan masa kanak- kanak yang cenderung ingin “ bebas” mengekspresikan diri, sebab kenakalan anak-anak , betapapun nakalnya , asal masih dalam batas- batas kewajaran adalah masih lumrah.

Satu kesukaan Hamka ialah mengembara mengunjungi perguruan pencak Silat, mendengar senandung dan kaba yaitu kisah-

58 Mohammad damami, Tasawuf Positif (dalam pemikiran HAMKA), (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000), 28 .

59 Herry Muhammad dkk, Tokoh-tokoh islam yang berpengaruh pada abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006),60 .

60 Titiek W.S, Nama saya: Hamka, dalam Nasir tamara, dkk, HAMKA dimata hati umat, (Jakarta:

Sinar Harapan, 1983), 51.

kisah rakyat yang dinyanyikan dengan alat musik tradisional, rebab dan saluang (alat tiup khas minang) kegemaran lainnya adalah menonton film, bahkan demi hobinya itu ia pernah mengelabui ayahnya yang merupakan guru mengajinya, dalam memenuhi hasratnya menonton melalui inspirasi untuk menulis.61

Hamka juga mengarang beberapa buku yang diberi judul Tasawuf Moderen, Falsafat Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi, Pedoman Muballigh Islam, dan lain-lain. Tak hanya piawai menghasilkan karya yang bernafaskan Islam, Hamka juga cukup produktif menghasilkan beberapa karya sastra kreatif seperti novel, diantaranya Tenggelamnya Kapal Van Der Wickj , Merantau ke Deli, serta novel terbitan tahun 1936, Di Bawah Lindungan Ka’bah, yang telah dua kali diangkat dalam film layar lebar. Karya-karya Hamka bahkan tidak hanya dipublikasikan oleh penerbit nasional sekelas Balai Pustaka dan Pustaka Bulan Bintang melainkan juga diterbitkan di beberapa negara Asia Tenggara bahkan dirilis di berbagai situs, blog dan media informasi lainnya.62

2. Riwayah Pendidikan dan Karir H. Abdul Malik Karim Amrullah Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Alquran langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun 1914, ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia kemudian dimasukkan ke sekolah desa yang hanya dienyamnya selama 3 tahun, karena kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Pengetahuan

61 Mohammad damami, Tasawuf Positif (dalam pemikiran HAMKA), (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000), 37 .

62 www. http://sejarahri.com/biografi-buya-hamka / ( 7 Juli 2018 )

agama, banyak ia peroleh dengan belajar sendiri (autodidak). Tidak hanya ilmu agama, Hamka juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengaheperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti.63

Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan mengembangkan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab.

Sumatera Thawalib adalah sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang mengusahakan dan memajukan macam-macam pengetahuan berkaitan dengan Islam yang membawa kebaikan dan kemajuan di dunia dan akhirat.

Awalnya Sumatera Thawalib adalah sebuah organisasi atau perkumpulan murid-murid atau pelajar mengaji di Surau Jembatan Besi Padang Panjang dan surau Parabek Bukittinggi, Sumatera Barat. Namun dalam perkembangannya, Sumatera Thawalib langsung bergerak dalam bidang

63 Hamka, Kenang-kenangan Hidup (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), jilid I, 46 .

pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perguruan yang mengubah pengajian surau menjadi sekolah berkelas.64

Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi.

Pada usia 8-15 tahun, ia mulai belajar agama di sekolah Diniyyah School dan Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan Parabek. Diantara gurunya adalah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo dan Zainuddin Labay el-Yunusy. Keadaan Padang Panjang pada saat itu ramai dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri. Pelaksanaan pendidikan waktu itu masih bersifat tradisional dengan menggunakan sistem halaqah. 4 Pada tahun 1916, sistem klasikal baru diperkenalkan di Sumatera Thawalib Jembatan Besi.

Hanya saja, pada saat itu sistem klasikal yang diperkenalkan belum memiliki bangku, meja, kapur dan papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada pengajian kitab-kitab klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya. Pendekatan pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan. Pada waktu itu, sistem hafalan merupakan cara yang paling efektif bagi pelaksanaan pendidikan.65

Kegelisahan intelektual yang dialaminya itu telah menyebabkan ia berhasrat untuk merantau guna menambah wawasannya. Oleh karnanya, di usia yang sangat muda Hamka sudah melalang buana. Tatkala usianya masih 16 tahun, tapatnya pada tahun 1924, ia sudah meninggalkan Minangkabau menuju Jawa, Yogyakarta. Ia tinggal bersama adik ayahnya,

64 Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 53 .

65Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 47 .

Ja’far Amrullah. Di sini Hamka belajar dengan Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Suryopranoto, H. Fachruddin, HOS. Tjokroaminoto, Mirza Wali Ahmad Baig, A. Hasan Bandung, Muhammad Natsir, dan AR. St.

Mansur.66

Di Yogyakarta Hamka mulai berkenalan dengan Serikat Islam (SI). Ide-ide pergerakan ini banyak mempengaruhi pembentukan pemikiran Hamka tentang Islam sebagai suatu yang hidup dan dinamis.

Hamka mulai melihat perbedaan yang demikian nyata antara Islam yang hidup di Minangkabau, yang terkesan statis, dengan Islam yang hidup di Yogyakarta, yang bersifat dinamis. Di sinilah mulai berkembang dinamika pemikiran keislaman Hamka. Perjalanan ilmiahnya dilanjutkan ke Pekalongan, dan belajar dengan iparnya, AR. St. Mansur, seorang tokoh Muhammadiyah. Hamka banyak belajar tentang Islam dan juga politik. Di sini pula Hamka mulai berkenalan dengan ide pembaruan Jamaluddin Al- Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha yang berupaya mendobrak kebekuan umat. Rihlah Ilmiah yang dilakukan Hamka ke pulau Pulau Jawa selama kurang lebih setahun ini sudah cukup mewarnai wawasannya tentang dinamika dan universalitas Islam. Dengan bekal tersebut, Hamka kembali pulang ke Maninjau (pada tahun 1925) dengan membawa semangat baru tentang Islam.67 Ia kembali ke Sumatera Barat bersama AR. St.Mansur, di tempat tersebut, AR. St. Mansur menjadi mubaligh dan

66 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensi dan Perilaku Politik Bangsa (Bandung: Mizan, 1993), 201-202 .

67 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 101.

penyebar Muhammadiyah, sejak saat itu Hamka menjadi pengiringnya dalam setiap kegiatan kemuhammadiyahan.68

Berbekal pengetahuan yang telah diperolehnya, dan dengan maksud ingin memperkenalkan semangat modernis tentang wawasan Islam, ia pun membuka kursus pidato di Padang Panjang. Hasil kumpulan pidato ini kemudian ia cetak dalam sebuah buku dengan judul Khatib Al- Ummah. Selain itu, Hamka banyak menulis pada majalah Seruan Islam, dan menjadi koresponden di harian Pelita Andalas. Hamka juga diminta untuk membantu pada harian Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah di Yogyakarta. Berkat kepiawaian Hamka dalam menulis, akhirnya ia diangkat sebagai pemimpin majalah Kemajuan Zaman.69

Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa (1927), Hamka pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kesempatan ibadah haji itu ia manfaatkan untuk memperluas pergaulan dan bekerja. Selama enam bulan ia bekerja di bidang percetakan di Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah, ia tidak langsung pulang ke Minangkabau, akan tetapi singgah di Medan untuk beberapa waktu lamanya. Di Medan inilah peran Hamka sebagai intelektual mulai terbentuk. Di Medan ia mendapat tawaran dari Haji Asbiran Ya’kub dan Muhammad Rasami, bekas sekretaris Muhammdiyah Bengkalis untuk memimpin majalah mingguan Pedoman Masyarakat.

Meskipun mendapatkan banyak rintangan dan kritikan, sampai tahun 1938

68 Rusydi, Hamka Pribadi Dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),2 .

69 Ibid

peredaran majalah ini berkembang cukup pesat, bahkan oplahnya mencapai 4000 eksemplar setiap penerbitannya.70

Seolah tidak puas dengan berbagai upaya pembaharuan pendidikan yang telah dilakukannya di Minangkabau, ia mendirikan sekolah dengan nama Tabligh School.71 Sekolah ini didirikan untuk mencetak mubaligh Islam dengan lama pendidikan dua tahun. Akan tetapi, sekolah ini tidak bertahan lama karna masalah operasional, Hamka ditugaskan oleh Muhammadiyyah ke Sulawesi Selatan. Dan baru pada kongres Muhammadiyah ke-11 yang digelar di Maninjau, maka diputuskan untuk melanjutkan sekolah Tabligh School ini dengan mengganti nama menjadi Kulliyyatul Muballighin dengan lama belajar tiga tahun. Tujuan lembaga ini pun tidak jauh berbeda dengan Tabligh School, yaitu menyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat pada umumnya.72 Hamka adalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu tulisan yang bernafaskan Islam berbentuk sastra.73 Untuk menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu, maka pada permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi University al-Azhar Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriyah

70 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:Gema Islami, 2006), 62 .

71 Mardjani Tamin, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat (Jakarta: Dep P dan KRI., 1997), 112 .

72 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 102.

73 Sides Sudyarto DS, ”Realisme Religius”, dalam Hamka di Mata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), 139 .

(Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu ia menyandang titel

”Dr” di pangkal namanya. Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan, serta gelar Professor dari universitas Prof. Dr. Moestopo. Kesemuanya ini diperoleh berkat ketekunannya dalam memperdalam ilmu pengetahuan.74

Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan hidupnya adalah sebagai berikut:

a. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang.

b. Pendiri sekolah Tabligh School, yang kemudian diganti namanya menjadi Kulliyyatul Muballighin (1934-1935). Tujuan lembaga ini adalah menyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah danpimpinan masyarakat pada umumnya

c. Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia (1947), Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum (1955).

d. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan), Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah (Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka (Jakarta).

74 Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), XIX

Dokumen terkait