• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

H. Definisi Pendidikan Inklusi

Kemudian penjelasan Huruf G dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 3 ayat 15 menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar bersama- sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan dengan menyediakan sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhannya.35 Penulis mengartikan pendidikan inklusif adalah pendidikan terbuka yang dapat memberikan kesempatan kepada semua anak termasuk penyandang disabilitas yang ingin mendapatkan pendidikan untuk sekolah.

Pendidikan inklusif tampaknya dapat mengatasi kekurangan- kekurangan yang telah diterapkan oleh sistem segresi, tetapi tidak bermaksud mengesampingkan kontribusi sistem segregasi yang terlebih dulu berkembang. Dalam pandangan Staub dan Peck pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, O’Neil menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah- sekolah terdekat, di kelas reguler bersama- sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama- sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.36

35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 3 ayat 15 Huruf G.

36 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 27

Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi Dakar paragraph 4 menyatakan bahwa inclusive education seeks to address the learning needs of all children, youth and adults with a spesific focus on those who are vulnerable to marginalisation and exclusion (UNESCO, 2006).

Pernyataan ini jelas memberikan gagasan tentang pentingnya membangun kesadaran kepada anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif yang berupaya memperjuangkan hak- hak mereka agar tidak selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal. Pengertian pendidikan inklusif bukan bermaksud memberikan pelabelan negatif kepada anak yang berkebutuhan khusus, melinkan lebih daripada itu sebagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaik bagi mereka agar diterima di sekolah- sekolah umum atau pendidikan formal.37

I. Latar Belakang Pendidikan Inklusi

Sejarah awal dimulainya penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu melalui pendidikan khusus berbentuk segregasi. Model segregasi adalah model tertua dari model pendidikan khusus. Model segregasi adalah penyelenggaraan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus dimana anak ditempatkan pada sekolah- sekolah khusus yang terpisah dari anak normal sebaya. Model integrasi adalah bentuk kedua pemberian layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam satu sekolah terintegrasi dengan anak normal sebaya. Model inklusi adalah model yang berusaha menjadi penghubung antara model segregasi dan integrasi dimana selain anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya,

37 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 27- 28

sekaligus anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan bagi keterbatasan yang dimiliki agar bisa optimal.38

Harus diakui bahwa kemunculan pendidikan inklusif sesungguhnya diawali oleh ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang terlebih dahulu mengiringi perjalanan anak berkelainan dan ketunaan dan memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Kenyataan menunjukkan bahwa latar belakang penidikan inklusif tidak lepas dari sebuah ironi yang mengiris dari hati nurani para penyandang cacat yang semakin termarginalkan dalam dunia pendidikan formal. Bahkan, kesempatan untuk memperoleh pendidikan saja semakin sulit diraih akibat kebijakan pemerintah yang kurang mendukung fasilitas kalangan yang disebut different ability.39

Kemunculan pendidikan inklusif bagi anak luar biasa di Indonesia terjadi ketika sistem pendidikan segregasi kurang mampu memberikan perubahan bagi anak- anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat.

Pada hakikatnya pendidikan inklusif sudah berlangsung lama, yaitu sejak tahun 1960 an yang ditandai dengan berhasil diterimanya beberapa lulusan sekolah luar biasa tunanetra di Bandung masuk ke Sekolah umum, meskipun ada upaya penolakan dari pihak Sekolah. Lambat laun terjadi perubahan sikap masyarakat terhadap kecacatan dan beberapa Sekolahumum bersedia menerima siswa tunanetra. Selanjutnya, pada akhir 1970 an , pemerintah mulai memberi perhatian terhadap pentingnya pendidikan integrasi demi membantu anak- anak berkebutuhan khusus agar bia beradaptasi dengan lingkungan baru mereka.

38 Siti Hajar, “Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan dan Inklusi dalam Pelayanan Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha, Vol. 4 No. 2 (Juli 2017) h. 38

39 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 29- 30

Perhatian pemerintah akan pentingnya pendidikan inklusif ditunjukan dengan menerbitkan surat persetujuan tentang perlunya merancang sistem pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus.

Keberhasilan proyek ini telah mendorong penertiban Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 002/U/1986 tentang pendidikan Terpadu bagI Anak Cacat. Sayangnya, ketika proyek pendidikan integrasi itu berakhir, implemnetasi pendidikan integrasi semakin kurang dipraktikan, terutama jenjang SD. Pada akhir 1990 an, upaya baru dilakukan lagi untuk mengembangkan pendidikan inklusif melalui proyek kerja sama antara Depdiknas dan pemerintah Norwegia dibawah manajemen Braillo Norway dan Direktorat PLB (Tarsidi, 2007).

Sementara dokumen resmi terkait dengan pentingnya pendidilan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus adalah pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), yang merupakan dokumen resmi yang mengemukakan dasar inklusif yang fundamental dan belum pernah dibahas dalam dokumen- dokumen sebelumnya. Tidak heran bila saat ini dokumen Salamanca merupakan dokumen internasional utama tenang prinsip- prinsip dan praktik pendidikan. Pernyataan dalam dokumen internasional tersebut semakin mempertgeas pentingnya pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, karena pengalaman menunjukkan bahwa sistem pendidikan segregasi dan integrasi kurang mampu memberikan kontribusi signifikan demi tercapainya kebutuhan dan masa depan anak bangsa dalam memperoleh pendidikan yang mecerahkan.40

40 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 29- 31

Dokumen terkait