• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Teknik Mordan

Sebagian besar proses pewarnaan alami perlu melakukan mordanting.

Mordan adalah zat yang berfungsi sebagai bahan penguat dan pembangkit warna (Scheilin, 1985). Jenis-jenis mordan yang digunakan untuk pewarnaan alami juga sangat beragam yakni dengan tawas, kapur, soda abu, baking soda, dan besi. Teknik mordanting ada tiga yaitu teknik mordan pendahuluan, teknik mordan simultan, dan teknik mordan akhir (Djufri, 1976).

Menurut Fitrihana & Noor (2007), mordan adalah suatu zat yang digunakan dalam membantu meningkatkan afinitas zat warna dan serat. Mordan menjadi zat khusus yang digunakan sebagai alat pembangkit warna, serta berperan juga dalam mencegah warna mudah memudar. Dengan arti lain, mordan berfungsi sebagai pengikat zat warna (Sarkar, 1995).

Adapun Indrianingsih & Darsih (2013) menyebutkan fungsi mordan sebagai jembatan kimia antara molekul zat warna dengan molekul jaringan yang diwarnai sehingga membuat warna menjadi permanen. Hal ini disebabkan karena ion logam pada mordan dapat mengikat keberadaan gugus fungsional seperti hidroksil atau karbonil, serta nitroso yang terdapat pada zat warna alam tersebut.

Pewarnaan alami membutuhkan mordan yang berfungsi sebagai pengikat warna agar warna yang dihasilkan tidak mudah luntur (Pujilestari, 2015). Pemilihan jenis mordan yang tepat dapat menghasilkan warna yang baik dalam kondisi pencelupan praktis dengan biaya rendah. Tentunya tanpa memengaruhi sifat fisik dari serat atau ketahanan luntur dari pewarna, tidak menimbulkan efek berbahaya, dan limbah hasil pewarnaan tidak mencemari lingkungan.

Dalam proses pewarnaan, zat warna memungkinkan untuk tidak berinteraksi langsung dengan bahan yang diwarnai. Pewarna alami bersifat substantif dan membutuhkan mordan untuk terikat dengan kain, serta mencegah warnanya memudar dengan paparan cahaya

atau ketika dicuci. Senyawa dalam mordan mengikat pewarna alami pada kain. Senyawa mordan membantu reaksi kimia yang terjadi antara pewarna dan serat sehingga pewarna dapat diserap dengan mudah (Siva, 2007).

Proses mordanting diartikan sebagai perlakuan awal pada kain yang akan diwarnai agar lemak, minyak, kanji, dan kotoran yang tertinggal pada proses penenunan dapat dihilangkan, serta zat warna dapat langsung diserap oleh kain. Selain bertujuan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil, mordanting juga berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik (Fitriah, 2013).

Menurut Sunarya (2014), bahan mordan yang biasa digunakan pada proses pewarnaan antara lain soda abu, tawas, tunjung, dan Turkish Red Oil. Keberhasilan pewarnaan pada kain salah satunya ditentukan oleh ketepatan jenis mordan yang digunakan dan proses mordanting yang dipilih.

Proses mordanting ini sekaligus merupakan fiksasi yang berfungsi untuk memperkuat warna dan merubah zat warna alam sesuai dengan jenis logam yang mengikatnya, serta mengunci zat warna yang telah masuk ke dalam serat. Prinsipnya mengondisikan zat warna yang telah terserap selama waktu tertentu agar terjadi reaksi antara kain yang diwarnai dengan zat warna dan bahan yang digunakan untuk fiksasi (Lestari dkk., 2015).

Menurut Emeliana (2017), warna yang dihasilkan pada kulit atau kain salah satunya tergatung dari penggunaan mordan. Jenis mordan yang digunakan umumnya dari garam metal, misalnya chrome, tin, copper, ferro sulfat, dan alum. Jenis garam metal sebagai mordan dapat memperbaiki ketahanan warna seperti ketahanan terhadap pencucian, gosok, sinar matahari, dan panas (Mughal dkk., 2012).

Lebih lanjut, Lee dkk. (2012) menyatakan bahwa hasil pewarnaan menggunakan mordan Aluminium (Al2 (SO4) 18H2O) akan menghasilkan warna yang sama dengan warna aslinya. Dikarenakan tidak membentuk komponen kompleks dengan zat warna alam.

Berbeda dengan penggunaan mordan ferro sulfat (FeSO47H2O).

Menurut Inayat dkk. (2010), untuk mordan bisa digunakan asam

oksalat, asam asetat, dan asam sitrat dengan perbandingan 1:3 (v/v) yang diaplikasikan setelah pewarnaan menggunakan kulit kayu walnut.

Sifat ketahanan gosok cat (basah dan kering) sampel kulit paling optimal menggunakan asam oksalat. Asam oksalat merupakan mordan yang ramah lingkungan sebagai alternatif penggunaan metal sebagai mordan. Penggunaan mordan akan memengaruhi sifat-sifat kulit, seperti ketahanan terhadap pencucian, ketahanan keringat, dan ketahanan gosok cat. Jeruk nipis dan daun jambu biji juga dapat digunakan sebagai mordan yang ramah lingkungan untuk pewarnaan kulit perkamen (Darmawati, 2016).

Menurut Djufri (1976), proses mordan terdiri dari tiga cara yaitu mordan pendahuluan (pra-mordan), mordan simultan (meta- chrom, mono-chom), dan mordan akhir (phost-chrom). Dari ketiga proses mordan tersebut bisa dilakukan pencelupan, sebelum, secara bersamaan, dan setelah pencelupan.

Masing-masing cara mordan tersebut mempunyai kelebihan.

Menurut Noor (2007), pra-mordan memiliki daya serap warna lebih kuat karena sebelum dicelup bahan terlebih dahulu diberi mordan.

Meta-mordan lebih mudah dikerjakan, tetapi daya serap warna pada bahan kurang. Adapun post-mordan memiliki daya serap warna lebih kuat, tetapi sulit untuk memberikan tandingan warna karena warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh zat mordan yang digunakan.

Penambahan mordan bisa dilakukan sebelum pewarnaan, selama pewarnaan, dan setelah pewarnaan. Namun, yang paling baik adalah penggunaan mordan secara simultan (selama pewarnaan) dibandingkan sebelum dan sesudah pewarnaan karena warna menjadi rata.

Agar dalam proses pencelupan zat warna alami memperoleh hasil yang sempurna, tidak hanya mordan dan bahan yang digunakan saja yang memengaruhi. Metode pemberian mordan juga memengaruhi terhadap hasil pencelupan. Warna yang dihasilkan dengan metode pra-mordan merupakan golden sundance dengan volume cerah serta kerataan warna sangat rata. Adapun mordan simultan (meta) mengahasilkan golden sundance dengan volume lumayan cerah serta

kerataan warna lumayan rata. Sementara itu, dengan metode post- mordan menghasilkan golden rod dengan volume kurang cerah dan kerataan warna sangat rata (Zulikah, 2019).

Selain itu, dalam pencelupan zat warna alam diperlukan pengerjaan mordan pada bahan yang akan dicelupkan. Menurut Noor (2007), zat-zat mordan tersebut berfungsi untuk membentuk jembatan kimia antara zat warna alam dengan serat sehingga afinitas zat warna meningkat terhadap serat. Dengan melakukan mordan pada bahan yang akan dicelupkan, maka akan memudahkan terjadinya penyerapan zat warna alam ke dalam serat. Warna yang dihasilkan lebih baik dan bisa saja berbeda.

Pengunaan pewarna alami memiliki keterbatasan dalam kecerahan warna pada kulit. Oleh karena itu, memerlukan mordan yang meningkatkan fiksasi pewarna alami pada kulit dengan pembentukan ion kompleks dengan zat warna. Beberapa mordan yang biasa digunakan adalah tawas, kalium dikromat, besi sulfat, tembaga sulfat, seng sulfat, tanin, dan asam tanat. Meskipun mordan logam ini berkontribusi untuk mengembangkan warna yang bervariasi setelah terjadinya ikatan kompleks dengan senyawa pewarna, sebagian besar logam ini bersifat toksik dan hanya sebagain kecil aman bagi manusia.

Dokumen terkait