• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Mordan dalam Pewarnaan Ecoprint

Pembahasan dalam buku ini akan menjelaskan hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan mordan dalam pewarnaan kulit ecoprint dengan zat warna alami. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit crust dari kulit domba sebanyak 20 lembar (per lembar 6,8 feet). Bahan- bahan tersebut diperoleh dari pengrajin kulit di Yogyakarta. Selain itu, bahan lain yang digunakan

Yakni Al2(SO4)3, CaCO3, C6H8O7, FeSO4, daun mangrove, dan Zat Warna Alami (ZWA) dari kulit batang mangrove.

Dalam percobaan yang dilakukan, kulit ecoprint diproses dengan menggunakan metode dari Pancapalaga dkk. (2020) yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Kulit crust yang akan dijadikan kulit ecoprint direndam air selama 6 jam hingga warna menjadi kebiruan. Selanjutnya, kulit crust direndam dalam larutan mordan dengan rasio antara air dan mordan sebanyak 1:1 selama 6 jam lagi.

Adapun jenis mordan yang digunakan sesuai perlakuan yaitu P0=

Tanpa Mordant, P1= Al2(SO4)3, P2= CaCO3, P3= C6H8O7, dan P4=

FeSO4.

Setelah selesai perendaman dengan mordan, dilanjutkan dengan menata daun mangrove di bagian lapisan grain kulit crust atau bagian permukaan kulit ecoprint yang ada rajahnya. Di sisi lain untuk pewarnaan dasar kulit menggunakan kain penutup. Kain penutup sebelumnya direndam dengan Zat Warna Alami (ZWA) dari esktrak kulit batang mangrove (Rhizophora mucronata).

Kain yang telah dicelupkan dengan ZWA dijadikan media penutup atas kulit crust yang telah ditempeli daun mangrove. Selain itu, ditambah lagi penutup dari plastik, kemudian digulung dan diikat antara kulit, kain penutup, dan plastik. Setelah itu, dikukus dengan api kecil hingga suhu 78° C. Setelah dikukus, daun dilepas ketika airnya sudah dingin. Setelah daun dilepas, kulit dikeringkan dengan cara dijemur di dalam ruangan agar tidak rusak oleh cahaya matahari

untuk selanjunya kulit ecoprint yang sudah jadi diuji kualitasnya.

Adapun cara pembuatan ekstraksi zat warna alami (ZWA) dari kulit batang mangrove dilakukan dengan langkah awal menguliti batang pohon mangrove yang berdiameter lebih dari 10 cm. Kulit batang mangrove yang diperoleh dikering-anginkan tanpa terpapar cahaya matahari secara langsung selama satu bulan.

Setelah itu, kulit batang mangrove dipotong menjadi bagian- bagian yang lebih kecil, kemudian digiling menggunakan mesin giling tipe disk mill FFC 15 dengan kecepatan penggilingan 8800 rpm hingga menjadi serbuk.

Proses ekstraksi Zat Warna Alami (ZWA) diperoleh dengan cara merendam 100 gram serbuk kulit batang mangrove dengan air 1 liter suhu 70°C selama 1 jam. Hasil ekstrak tersebut digunakan untuk mewarnai kain penutup kulit ecoprint dengan cara merendam kain penutup tersebut ke dalam larutan ZWA kulit batang mangrove selama 1 jam.

Adapun larutan mordan dibuat dengan menimbang masing masing bahan yaitu Al2(SO4)3, CaCO3, C6H8O7, dan FeSO4 sebanyak 70 gram dan dilarutkan dalam 1 liter air.

Setelah melewati proses penelitian yang telah direncanakan, maka diperoleh data hasilnya dalam tabel 4.1. Memperlihatkan nilai ketahanan luntur gosok kering pada pewarnaan tanpa mordan mempunyai nilai 3 (sedang). Setelah diberi mordan CaCO3 dan C6H8O7 ketahanan luntur gosok kering meningkat menjadi nilainya 3−4 (cukup). Adapun ketahanan luntur gosok kering lebih meningkat lagi dengan mordan Al2(SO4)3 menjadi 4−5 (baik) dan terbaik pada penggunaan mordan FeSO4 menjadi 5 (baik sekali).

Nilai ketahanan luntur gosok basah dari berbagai mordan berkisar dari 3 (cukup) hingga 5 (baik sekali). Nilai tertinggi pada penggunaan mordan FeSO4 dan berturut-turut di bawahnya mordan Al2(SO4)3, C6H8O7, CaCO3, dan terendah tanpa mordan dengan nilai 3 (cukup). Nilai ketahanan luntur untuk ketahanan pencucian dari berbagai mordan memberikan hasil yang berbeda pula, terbaik pada FeSO dengan nilai 4−5 (baik). Demikian halnya ketahanan keringat

terbaik pada FeSO4 dengan nilai 5 (baik sekali). Artinya, penggunaan mordan Al2(SO4)3, C6H8O7, CaCO3, dan FeSO4 dengan zat warna alami ekstrak mangrove pada kulit ecoprint mampu meningkatkan nilai ketahanan luntur dan telah memenuhi SNI 06-0996-1989.

Tabel 4.1 Nilai Ketahanan Luntur Warna Kulit Ecoprint pada Jenis Mordan yang Berbeda

Variabel Nilai Ketahanan Luntur SNI

06-0996- 1989 Tanpa

Mordan Al2(SO4)3 CaCO3 C6H8O7 FeSO4

Ketahanan luntur gosok

kering 3 4−5 3−4 3−4 5 3

Ketahanan luntur gosok

basah 3 4−5 3 3−4 5 3

Ketahanan luntur

pencucian 3 4−5 3−4 3−4 4−5 3

Ketahanan

luntur keringat 3 4−5 3 3−4 5 3

Berdasarkan pemaparan hasil uji coba di lapangan, diketahui bahwa mordan yang terbaik digunakan dalam pewarnaan alami mangrove untuk menghasilkan ketahanan luntur gosok basah, gosok kering, pencucian, dan keringat pada kulit ecoprint adalah FeSO4 dan Al2(SO4)3. Dikarenakan ion logam Fe2+ dan Al 3+ berikatan dengan pigmen tanin yang terdapat pada zat warna magrove membentuk garam kompleks, menyebabkan zat warna tersebut tidak dapat keluar dari serat. Dengan demikian, ketahanan luntur warnanya meningkat, artinya tidak mudah luntur.

Kuatnya ketahanan cuci kulit ecopriInt yang diberi mordan FeSO4 disebabkan perbedaan molekul antara mordan FeSO4 dan ekstrak batang mangrove sebagai zat warna alami. Adapun ketahanan pencucian sebagian besar ditentukan oleh berat molekul atau ukuran besar molekulnya. Molekul yang besar akan mempunyai ketahanan pencucian yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Uddin & Hossain (2010), zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh

berat molekul dan konfigurasinya.

Di sisi lain, kulit lebih mudah menerima mordan. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang amfoter, kulit dapat menyerap asam dan basa secara merata dan efektif. Ketika kulit diberi mordan garam logam, maka ia menghidrolisis garam menjadi asam dan basa komponen. Komponen basa diserap pada gugus –COOH dan komponen asam dihilangkan selama pencucian. Sama halnya dengan wol, sutra juga bersifat amfoter dan dapat menyerap asam maupun basa (Prabhu & Bhute, 2012).

Lebih jauh dikatakan bahwa kemampuan menyerap zat warna pada kulit kemungkinan disebabkan oleh gugus –COOH pada serat kulit yang mampu membentuk ikatan kovalen. Sementara itu pada proses mordan, posisi unsur hidrogen gugus hidroksil zat warna alam (donor elektron) dapat diganti dengan elemen logam (akseptor).

Ikatan yang terjadi adalah ikatan karbonat (semi polar) melalui satu atau lebih pasangan elektron bebas yang diberikan oleh senyawa donor kepada akseptor yang memiliki lintasan kosong (Saravanan dkk., 2014).

Semakin banyak kosentrasi mordan yang digunakan, maka semakin besar pula zat warna yang terserap oleh serat kulit sehingga warna yang diperoleh semakin tajam karena pengaruh penambahan mordan. Adsorpsi yang terjadi dengan adanya penambahan mordan tergolong adsorpsi kimia yang mempunyai sifat ikatan relatif lebih kuat dibandingkan adsorpsi fisik.

Dalam tabel 4.1 juga menunjukkan hasil kualitas fisik kulit ecoprint dengan pemberian berbagai mordan. Kekuatan tarik kulit ecoprint tertinggi diperoleh dengan penggunaan mordan FeSO4, sedangkan kemuluran kulit ecoprint diperoleh terendah pada FeSO4. Artinya, kulit ecoprint dengan penggunaan mordan FeSO4 menyebabkan kulitnya tidak mudah mulur. Demikian halnya ketahanan sobek dengan mordan FeSO4. Kulit ecoprint tidak mudah sobek dibandingkan diberi mordan lainnya. Namun, nilai kekuatan jahitnya hampir sama di antara berbagai mordan dengan nilai P=0,260. Kulit ecoprint dengan diberi mordan kapur hasilnya menjadi lebih kaku sehingga mudah

retak dibandingkan dengan penggunaan mordan lainnya.

Tabel 4.2. Nilai Kualitas Fisik Kulit Ecoprint Pada Penggunaan Jenis Mordan yang Berbeda

Variabel Nilai Kualitas Fisik Nilai Siq

Tanpa

Mordan Al2(SO4)3 CaCO3 C6H8O7 FeSO4

Kekuatan

tarik (N/cm2) 1162.98 a 1160.33

ab 1620.33

ab 1346.54

ab 2155.08

c P=0.078

Kemuluran

(%) 93.11 c 66.78 ab 77.29 bc 51.06 ab 45.62 a P=0.008 Ketahanan

sobek (N/cm) 195.80 a 153.53 a 159.15 a 202.24 a 273.35

a P=0.375

Kelemasan (mm) Diamter

ring 20 mm 4.7 b 4.6 b 2.4 a 4.6 b 4.9 b P=0.000

Ketahanan retak jarak

(mm) 9.4000 b 9.6225 b 6.7650 a 9.5900 b 10.0450

b P=0.013

Penggunaan jenis mordan FeSO4 dalam pewarnaan alami mangrove mampu meningkatkan kekuatan tarik kulit ecoprint meningkatkan kelemasan dan ketahanan retak, serta menurunkan kemuluran kulit. Hal tersebut terjadi karena dalam proses mordanting, mordan FeSO4 melepaskan logam Fe2+ dan membentuk ikatan kovalen dengan protein kulit dan pigmen tanin pada zat warna alami mangrove. Ikatan kovalen menjadikan kulit semakin kuat. Ikatan kovalen yang terjadi antara protein kulit, mordan, dan zat warna dapat dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 4.1 Mekanisme Protein Kulit, Tanin, Mordan, dan Pewarna Alami

Gambar di atas menjelaskan bahwa zat warna mangrove

mengandung gugus anion yang akan berikatan secara ionic dengan gugus mordan Fe2+ serta gugus asam amino kationik dari protein kulit. Mekanisme utama pada pewarnaan kulit dengan zat warna mangrove dan mordan FeSO4 adalah pembentukan ikatan garam antara gugusan amino dalam protein kulit. Dengan penambahan ion hidrogen dari mangrove, maka akan terbentuk ion amonium bebas yang bermuatan positif sehingga kulit cenderung naik jumlah muatan kationiknya (+),pada akhirnya kulit dapat mengikat anion dari zat warna asam dan mordan (Kiesow dkk., 2006).

Pengaruh Teknik Mordan terhadap Kualitas

Dokumen terkait