• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Paparan Data dan Temuan

C. Elastisitas Harga Kedelai Impor Pengrajin Tempe

Matahari di Kelurahan Abian Tubuh Baru).

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Kelurahan Abian Tubuh Baru didominasi oleh wiraswasta, pedagang dan juga karyawan. Hal ini menandakan bahwa Abian Tubuh Baru meruapakan salah satu kelurahan yang masyarakatnya aktif dan juga produktif. Selama proses wawancara berlangsung, diperoleh informasi bahwa kedelai impor selalu mengalami elastisitas secara tidak terduga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Pahriah selaku pemilik berusia 46 tahun:64

“Saya sudah menjalankan usaha tempe ini kurang lebih sepuluh tahun. Dulu kalau harga kedelai naik itu sudah biasa, paling naiknya cuman seribu atau dua ribu per karung (50 kg).

Tapi semenjak covid datang, harga kedelai mulai naik setiap hari. Dulu saya produksi dua ratus kilo per hari dengan harga kedelai dulu sekitar tujuh ratus ribu per kuintal. Sekarang, satu kuintal kedelai harganya sampai satu juta tiga ratus ribu. Kalau begini terus kita tidak heran kalau banyak yang berhenti

64Pahriah, Wawancara, Abian Tubuh Baru, 8 November 2022.

produksi, karena bagaimana usaha mau jalan kalau harga kedelai saja setinggi langit”.

Adapun alasan Ibu Pahriah memilih kedelai impor yakni:

“Rata-rata pengusaha tempe menggunakan kedelai impor, pengusaha tahu juga begitu. Sebenarnya kedelai lokal ini masih bisa digunakan untuk membuat tahu atau tempe, hanya saja hasil yang diporoleh tidak sesuai. Karena bentuknya yang lebih kecil, jumlah tempe yang dihasilkan lebih sedikit.

Makanya kita lebih memilih menggunakan kedelai impor, kedelai impor juga lebih mudah ditemukan dan harganya tidak jauh berbeda dengan kedelai lokal”.

Selain itu, Ibu Ami selaku karyawan ikut menyampaikan:65

“kalau menggunakan kedelai lokal, jujur saya juga sebagai karyawan itu kewalahan karena terkadang kedelai lokal yang ukurannya kecil tidak bisa dipecah dengan sempurna saat dilakukan penggilingan. Alhasil, mau tidak mau saya harus pecahkan dengan tangan saat proses pembersihan kedelai dilakukan”.

Ibu Pahriah selaku pemilik, menjelaskan dengan detail mengenai proses pembuatan tempe kepada peneliti:66

“Tahap yang pertama yaitu perebusan. Nah perebusan ini dilakukan sebanyak dua kali dalam proses pembuatan tempe.

Rebusan pertama, dilakukan untuk melunakkan biji kedelai.

Perebusan pertama ini tidak terlalu lama, cukup sampai kedelainya setengah matang. Tahap kedua yaitu penggilingan yang dilakukan dengan menggunakan mesin giling. Mesin ini berfungsi untuk memecahkan kedelai menjadi dua bagian.

Tahap ketiga yaitu bebisoq, dilakukan dengan cara memisahkan biji kedelai dengan ampas atau kulitnya. Tahap keempat yaitu perebusan tahap kedua yang dilakukan selama kurang lebih 4 jam sampai kedelai benar-benar matang.

Sebelum perebusan kedua ini dilakukan, kedelai dibiarkan berendam semalaman dan dibilas berkali-kali agar kedelai tetap dalam kondisi bersih. Tahap kelima yaitu pengeringan,

65Ami, Wawancara, Abian Tubuh Baru, 20 Desember 2022

66Pahriah, Wawancara, Abian Tubuh Baru, 16 Desember 2022

dilakukan dengan cara menggelar kedelai diatas wadah yang telah disiapkan. Proses ini menggunakan bantuan kipas angin agar kedelai lebih cepat kering. Kemudian tahap keenam, yaitu penggunaan ragi yang dilakukan dengan cara menyampurkan ragi tempe dan tepung tapioka dengan kedelai. Dalam proses ini harus dipastikan ragi dan kedelai tercampur secara merata.

Tahap ketujuh, yaitu pengemasan yang dilakukan dengan cara mengisi kedelai sesuai takaran kedalam plastik yang telah disiapkan. Pengemasan ini melewati dua tahap yaitu proses membungkus dan perekatan. Tahap terakhir atau tahap kedelapan, yaitu proses pengendapan yang dilakukan selama 3 hari dua malam hingga jamur putih pada tempe keluar secara merata. Dalam proses pengendapan ini harus diperhatikan suhu ruang. Setelah tempe mengeluarkan jamur secara merata, maka tempe siap dijual. Proses pembuatan tempe memang lebih lama jika dibandingkan dengan proses pembuatan tahu”.

Melihat fenomena yang terjadi terhadap beberapa pengrajin, Ibu Pahriah kembali menuturkan:67

“Saya lihat di berita, ternyata banyak pengusaha tahu tempe di pulau Jawa yang melakukan mogok bahkan berhenti produksi. Kalau di Abian Tubuh juga ada, bahkan banyak yang berhenti produksi karena pengeluaran yang lebih banyak dari pemasukan. Jangan terlalu jauh melihat orang lain, saya sendiri bahkan mengalami kerasnya gelombang harga sampai saya tidak sanggup memproduksi tempe dengan jumlah seperti semula karena memang kita butuh penyesuaian, baik penyesuaian produk maupun penyesuaian strategi disaat harga kedelai semakin hari semakin menggila.

Harga jual dinaikkan malah membuat pelanggan yang pindah haluan, ukuran tempe yang dikecilkan juga menimbulkan protes dari pelanggan. Jadi ya bagaimana, serba salah. Yang namanya kita berdagang pasti ada pasang surutnya”.

Ditengah tantangan kenaikan harga kedelai impor ini tentu saja setiap pengrajin harus memiliki strategi dalam

67Pahriah, Wawancara, Abian Tubuh Baru, 8 November 2022

mempertahankan usahanya, hal ini dikatakan sebagai sustainable, sebagaimana pernyataan yang diberikan Ibu Pahriah:

“Dampak naiknya harga kedelai ini benar-benar membuat banyak pengrajin gulung tikar. Apalagi berdagang, pastilah ada pasang surutnya. Namun berhenti produksi itu bukanlah sebuah solusi menghadapi naiknya harga kedelai ini, tapi harus ada strategi dalam mempertahankan usaha seperti mengecilkan ukuran, menghilangkan cap pada plastik dan mengurangi jumlah karyawan”.

Ibu Pahriah kembali menjelaskan mengenai strategi mempertahankan usaha yang dilakukan:

“Awalnya saya pakai cap bunga matahari di plastik, tapi akhirnya saya hilangkan karena biaya sablon juga tidak murah karena harus beli tiner, cat, plastik, kapas dan belum lagi gaji karyawan. Akhirnya saya berhenti menggunakan cap itu walaupun tempe saya kehilangan identitas tapi untungnya dari pelanggan saya tidak terlalu banyak komplen meskipun capnya tidak ada, karena tidak mempengaruhi rasa juga kan karena kualitas rasa yang kami berikan tetap sama dan tidak ada perubahan sedikitpun”.

Ibu Pahriah juga menjelaskan:

“Meskipun ada pelanggan yang tidak begitu protes karena tidak ada merk tempe, tapi tidak sedikit juga pembeli yang fanatik terhadap merk dagang karena mereka mau jual kembali tempenya sehingga mereka berhenti membeli. Tapi saya tidak masalah, sekalipun karena hal itu akan membuat dia berhenti menjadi pelanggan saya dan lebih memilih membeli di orang lain. Di pasar juga ada yang jual tempe dari Kekalik, dia punya ukuran yang besar dan merk dagang.

Tapi, kualitas rasa yang diberikan kurang bagus, mudah rusak dan cepat bau karena mereka mencampur kedelai dengan ampas tahu, wajar saja dijual lebih murah. Tapi saya tidak mengatakan bahwa semua orang sana melakukan hal yang sama, ini hanya yang saya temui disini saja.”

Menanggapi berkurangnya jumlah pelanggan, Ibu Pahriah kembali menjelaskan:

“Tentu saja arus pertumbuhan penjualan jadi terhambat karena harga kedelai ini, keuntungan yang diperoleh juga akan semakin berkurang karena jumlah produksi yang menurun. Hal ini membuat para pengrajin termasuk saya kesulitan dalam mengembangkan usaha yang dikelola.

Permintaan berkurang, keuntungan yang diperoleh juga berkurang. Laba yang diperoleh stabil mengikuti jumlah produksi. Tapi kembali lagi, Namanya juga siklus berdagang. Kondisi di pasar terkadang stabil, terkadang juga goyah”.

Ibu Pahriah juga menjelaskan jumlah tenaga kerja dan bagian pekerjaannya:

“Selain itu juga saya mengurangi karyawan sehingga sekarang hanya sisa 4 orang termasuk saya. Satu orang dibagian perebusan dan penggilingan karena memang dibagian ini harus berpengalaman dan jika salah sedikit saja tingkat kematangannya maka akan berakibat fatal. Lalu satu orang dibagian bebisok, kulit dan isisnya dipisahkan. Saya sendiri dibagian membungkus atau mengemas dan ada satu orang lagi dibagian pengelisan”.68

Ibu pahriah kembali menambahkan bahwa:

“Kalau bahan baku tidak bisa mengalami kerusakan atau kadaluarsa, karena kedelai itu kacang-kacangan yang masih mentah. Kecuali setlah di proses menjadi tempe, tempe yang dibiarkan 3 hari saja setelah tempe itu siap jual maka tempe itu akan mulai terlihat proses pembusukan. Hal ini karena kami menggunakan bahan-bahan alami tanpa pengawet.

Nah, kalau tempe yang menggunakan campuran ampas tahu, itu beda lagi”.

Selain data yang diperoleh dari wawancara, terdapat data sekunder sebagai pendukung dalam proses analisis yang dilakukan yakni mengenai harga rata-rata kedelai nasional di Indonesia.

Gambar 2.1

Harga Rata-rata Kedelai Impor Maret 2021-Februari 2022 Berdasarkan gambar di atas, lonjakan harga kedelai pada bulan Maret tahun 2021 sebesar Rp 11.700/kg, April Rp 16.800/kg, Mei sebesar Rp 12.100/kg dan Juni sebesar 12.300/kg. Kemudian pada bulan Juli dan Agustus dan September terlihat stabil dengan harga sebesar Rp 12.400/kg. Kemudian pada bulan Oktober dan November mengalami penurunan kembali pada angka Rp 12.300/kg. Pada bulan Desember, harga naik kembali turun sebesar Rp 12.400/kg kemudian pada bulan Januari sebesar Rp 12.500/kg dan Februari sebesar 12.600/kg.

BAB III

Dokumen terkait