• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN

C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Perkembangan Sosial

Ada beberapa faktor pendukung maupun penghambat yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak di Lingkungan Karang Mas-Mas antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor Pendukung Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Di Lingkungan Karang Mas-Mas

1. Faktor Keluarga

Lingkungan keluraga memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung perkembangan sosial emosional anak. Peran lingkungan keluarga dalam perkembangan anak sangat penting untuk membentuk perilaku baik dalam beretika, bermoral, beragama, memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mampu berinteraksi, berkomunikasi,dan bersosialisasi dengan baik di lingkungan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku. Untuk mewujudkan itu, lingkungan keluarga harus sering melakukan komunikasi atau interaksi langsung dengan anak dengan memberikan sedikit waktunya untuk berkumpul bersama atau sering disebut dengan quality time keluarga meskipun orang tua sudah tidak bersama (bercerai) setidaknya mereka harus memiliki waktu luang untuk dihabiskan bersama anak, sehingga anak bisa mencurahkan isi hati dan mengungkapkan masalah- masalah yang sedang dihadapinya dan orang tua dapat memberikan solusi, nasehat serta saran dari masalah yang sedang dihadapi anaknya.

Meskipun telah bercerai dan sering menitipkan anaknya dikerabat dekat seperti neneknya, tetapi orang tua (terutama ibu) harus bisa meluangkan waktunya untuk bertemu atau berkumpul bersama anaknya walaupun itu hanya satu kali dalam seminggu. Orang tua bisa menghabiskan waktu bersama anak dengan mengajaknya jalan-jalan (refreshing) atau hanya berkumpul dirumah untuk makan ataupun menonton televisi. Hal ini senada

85

dengan yang diungkapkan oleh Ibu Hapsah, beliau mengungkapkan bahwa:

Walaupun ibunya sudah menikah lagi, tetapi tetap pulang cari anaknya. Satu kali seminggu sering diajak pergi sama ibunya, jalan-jalan, makan, masakin anaknya, terkadang juga sampai nginep dirumah. Ibunya juga sering nanyain gimana anaknya disekolah, sama siapa anak bermain, ada PR-nya atau tidak. 118

Begitupula yang disampaikan oleh Ibu Sahruni, beliau mengungkapkan bahwa:

Setiap hari minggu sering diajak pergi jalan-jalan sama ibunya, kadang juga diajak nginep di rumah suami barunya. Kalau untuk kumpul bersama keluarga, sehabis sholat isya sekeluarga sering ngumpul diruang tamu sembari ngobrol, ngopi dan menonton temenin Putra sembari ngajakin bermain atau bercanda.119

Berdasarkan hasil wawancara peneliti bahwa meskipun orang tuanya telah berpisah, tetapi orang tuanya (terutama ibu) dan keluarga tetap memberikan waktu luangnya untuk anak, seperti menemani anak menonton televisi, mengajak jalan-jalan, menanyakan keadaan anak dan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil observasi peneliti bahwa memang benar orang tua tetap membangun kebersamaan bersama anak (quality time) dengan melakukan kegiatan atau aktivitas bersama setiap akhir pekan, tetap menjalin komunikasi dan meluangkan waktu yang cukup untuk bermain dengan anak. Hal ini sedikit tidaknya dapat membawa dampak positif bagi perkembangan anak terutama perkembangan sosial dan

118 Ibu Hapsah (Nenek Anissa), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 8 Januari 2023

119 Ibu Sahruni (Nenek Putra), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 9 Januari 2023

86

emosional anak seperti anak mulai bisa belajar membangun kepercayaannya kepada orang lain, mampu mengutarakan apa yang dipendamnya dan membantu emosi anak menjadi stabil.120

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Ibu Nju, beliau mengatakan bahwa:

“Saya kalau tidak ada kerjaan atau sedang tidak jualan sering nemenin dia (Mia) main dirumah, suapin dia makan atau terkadang saya ajak jalan- jalan sore kesawah yang ada di timur”121

2. Faktor Ekonomi

Setiap individu terutama anak mempunyai kebutuhan dasar dan setiap anak memliki kebutuhan- kebutuhan khusus yang harus bisa dipenuhi oleh orang tua tidak terkecuali anak yang mengalami broken home (korban perceraian) terutama dalam kebutuhan akan pendidikan dan sandang pangan. Keluarga terutama kedua orang tua yang telah bercerai (single parents) berusaha bekerja sekeras mungkin untuk memenuhi kebutuhan fisiologis (seperti makanan, minuman, pakaian, dan lainnya), psikologis maupun kebutuhan pendidikan anak, itu semata-mata dilakukan bukan hanya untuk memenuhi kewajibannya saja sebagai orang tua yang bertanggung jawab atas anaknya, tetapi juga untuk membahagiakan anaknya. Sehingga setelah perceraian kedua orang tuanya, anaknya tidak merasakan kekurangan apapun meskipun tanpa orang tua yang sudah tidak utuh lagi (bercerai). Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Ratna, beliau menyampaikan bahwa:

In Syaa Allah segala kebutuhan anak saya (Jefri) bisa saya penuhi, walaupun saya harus bekerja keras. Dia mau apapun akan saya berikan, intinya

120 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 8 Januari 2023

121 Ibu Nju (Ibu Mia), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 7 Januari 2023

87

anak saya tidak kekurangan apapun. Alhamdulillah sampai sekarang saya masih sanggup memenuhi kebutuhan anak saya, terutama pendidikannya. Ini saja Jefri sudah bisa bersekolah ditempat yang bagus.122

Begitupula yang diungkapkan oleh Ibu Sahruni, beliau mengungkapka bahwa:

Walaupun dia (Putra) tidak tinggal dengan kedua orang tuanya, tetapi Alhamdulillah segala kebutuhannya tetap terpenuhi oleh orang tuanya seperti uang bulanan, pakaian dan makanan tetap diberikan oleh ibunya meskipun ibunya telah menikah lagi tetapi dia tidak pernah lupa untuk memenuhi kebutuhan anaknya.123

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti menemukan bahwa memang benar orang tuanya tetap memenuhi kebutuhan anaknya seperti pakaian, sandang pangan dan kebutuhan akan pendidikannya. Walaupun tidak tinggal bersama anaknya, tetapi orang tua tetap memberikan nafkah untuk anak mereka dengan menitipkan melalui perantara orang ketiga (yang mengasuh anak) sehingga anak tidak merasakan kesusahan dan menderita terkait financial karena segala kebutuhannya terpenuhi dengan baik.124 Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Hapsah, beliau mengungkapkan bahwa:

Kalau untuk makan, minum, pakaian, pendidikan Alhamdulillah sudah terpenuhi dengan baik. Ibunya kan tiap hari minggu kerumah ngasih uang buat belanja Anissa, belum lagi ngasih tiap bulan buat

122 Ibu Ratna (Ibu Jefri), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 10 Januari 2023

123 Ibu Sahruni (Nenek Putra), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 9 Januari 2023

124 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 8 Januari 2023

88

bayar biaya sekolah maupun untuk keperluan lainnya.125

3. Faktor Pola Pengasuhan

Pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, mendidik dan memberikan pembinaan kepada anak-anaknya. Pola asuh yang baik sangat erat kaitannya dengan perkembangan anak menjadi lebih baik dan sebaliknya pola asuh yang kurang baik membuat perkembangan psikososial dan emosi anak menjadi kurang baik dalam tahap perkembangannya. Pola asuh yang baik merupakan pola asuh yang dinamis yang diterapkan sesuai dengan perkembangan anak. Pola pengasuhan yang baik juga sangat dibutuhkan oleh anak yang mengalami broken home (korban perceraian), setelah perpisahan kedua orang tuanya anak akan lebih banyak diasuh oleh pihak ketiga yang merupakan kerabat dekat dari orang tua.

Meskipun anak diasuh oleh pihak ketiga anak tetap diberikan perhatian, dibimbing, diajarkan maupun didik untuk menjadi anak yang lebih baik, memiliki etika dan sopan santun ketika berinteraksi di lingkungan keluarga maupun masyarakat, dan menanamkan nilai-nilai keagamaan dengan mengajak anak untuk ikut melaksanakan kegiatan mengaji bersama dengan teman- teman sebayanya yang ada di Lingkungan Karang Mas- Mas. Selama ikut dalam kegiatan mengaji anak bisa belajar untuk berinteraksi, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan teman sebaya maupun orang lain, anak diberikan arahan dan bimbingan cara beretika, sopan dan santun ketika berada di rumah maupun saat berada di lingkungan masyarakat. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Hapsah, beliau mengatakan bahwa:

125 Ibu Hapsah (Nenek Anissa), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 8 Januari 2023

89

Saya suruh dia (Anissa) ikut mengaji biar tidak diam dirumah terus, agar anak ini mau berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang-orang ditempat mengajinya itu. Awalnya anaknya tidak mau, tapi setelah saja bujuk dan setiap hari anter dia pergi mengaji lama-lama terbiasa. Alhamdulillah anaknya sedikit tidaknya ada perubahan, walaupun masih butuh banyak waktu agar dia terbiasa.126

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Sahruni, beliau mengungkapkan bahwa:

Sengaja saya masukin Putra mengaji agar mau bergaul dengan teman-temannya yang lain dan biar Putra bisa dinasehatin juga agar tidak suka memukul teman ataupun melawan ketika dikasih tahu. Iya, semenjak dia ikut mengaji kalau dia melawan atau membantah ketika dinasehatin suka saya panggilin guru ngajinya untuk nasehatin dia, pasti anaknya nurut.127

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti bahwa memang benar pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua atau kerabat dekat dalam mendidik dan membina anak dengan menerapkan/memberikan pendidikan keagamaan seperti mengaji. Hal ini dilakukan karena orang tua memiliki tanggung jawab dalam memberikan pendidikan keagamaan untuk anak, sehingga perilaku, tingkah, watak dan moral anak dapat terbentuk dengan baik. Pola pengasuhan melalui pendidikan agama juga dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan sosial dan emosi anak seperti anak sudah bisa mengontrol perilakunya sendiri ketika berinteraksi, bersosialisasi

126 Ibu Hapsah (Nenek Anissa), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 8 Januari 2023

127 Ibu Sahruni (Nenek Putra), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 9 Januari 2023

90

maupun berkomunikasi dengan lingkungan keluarga atau masyarakat sekitar anak.128

b. Faktor Penghambat Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Di Lingkungan Karang Mas-Mas

1. Faktor Lingkungan Keluarga

Salah satu faktor yang paling dominan yang dapat mempengaruhi setiap aspek perkembangan anak terutama perkembangan sosial emosionalnya yaitu lingkungan yang ada di sekitar anak. Faktor lingkungan sering disebut sebagai istilah nurture. Faktor ini bisa diartikan sebagai kekuatan kompleks dunia fisik dan sosial yang memiliki pengaruh dalam susunan biologis serta pengalaman psikologis. Lingkungan memegang peranan penting untuk membantu proses tumbuh kembang anak, salah satunya lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh positif dan negatif bagi perkembangan sosial emosional anak. Jika anak berada di lingkungan keluarga yang baik maka akan memberikan pengaruh yang positif, begitupun sebaliknya jika anak berada di lingkungan keluarga yang kurang baik, selalu bertengkar, berdebat di depan anak maka akan memberikan pengaruh yang negatif.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Niah, beliau mengatakan bahwa:

Ibu dan neneknya Mia ini setiap hari bertengkar tidak mengenal waktu, sampai lelah kita memberikan nasehat karena malu didengar sama tetangga. Padahal nanti, mereka berantem gara-gara hal sepele, iya kalau tidak masalah anak pasti karna uang. Berdebatnya di depan anak sembari teriak- teriak, berkata kasar makanya Mia ini sudah terbiasa mendengar pertengkaran tersebut.129

128 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 8 Januari 2023

129 Ibu Niah (Bibi Mia), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

91

Begitupula juga yang diungkapkan oleh Ibu Jamilah, beliau menyampaikan:

Kalau mereka tidak bisa dikasih tahu, setiap hari berdebat/berantem karena hal yang itu-itu saja, kadang saya jengkel sama mereka karena tidak bisa diberi tahu mengganggu sekali teriak-teriak pas orang lagi istirahat. Saya juga merasa kasihan sama anaknya yang paling kecil, cuman bisa diem melihat ibu sama neneknya berantem setiap harinya.130 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti bahwa benar sering terjadi pertengkaran antara orang tua dan yang mengasuh anak. Pertengkaran tersebut seringkali terjadi tanpa mengenal waktu yang membuat masyarakat sekitar terbiasa dengan hal tersebut. Pertengakaran dan perdebatan yang terjadi dipicu karena masalah ekonomi dan kurang baiknya komunikasi antara orang tua dan kerabat dekat (nenek) yang mengasuh anak. Bukan hanya masyarakat, tetapi anak mereka pun sudah terbiasa mendengar hal tersebut, itu bisa terlihat dari tatapan mata anak yang terlihat kosong, anak tidak menunjukkan ekspresi takut ataupun menangis seolah-olah tidak terjadi apa-apa ketika terjadi pertengkaran di depan mereka.131

Seperti yang diungkapkan oleh Jamilah, beliau menyampaikan bahwa:

“Mia ini hanya duduk menyaksikan ibu dan neneknya berantem setiap hari. Tidak menangis ataupun takut ketika ibu dan neneknya bertengkar, mungkin ini anak sudah terbiasa dan bosan mendengar dan melihat pertengakaran itu.”132

2. Faktor Ekonomi

130 Ibu Jamilah (Tetangga Ibu Nju Yang Merupakan Ibu Kandung Dari Mia), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

131 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

132 Ibu Jamilah, Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

92

Setelah perceraian yang terjadi, ibu menjadi single parents yang harus banting tulang sendirian membiayai anaknya dikarenakan ayah mereka sudah tidak memberikan nafkah lagi bagi mereka (sudah melepas tanggung jawab sepenuhnya kepada ibu) hal ini kadang yang memicu suatu perselisihan.

Seperti yang disampaikan oleh Ibu Nju, beliau mengatakan bahwa:

Setelah bercerai saya sendirian yang membiayai ke- empat anak saya. Bapaknya sudah tidak pernah memberikan nafkah, hasil jualan keliling pun tidak seberapa. Terkadang saya bingung, lelah, capek harus mikir sendirian ditambah lagi pulang jualan harus urus anak, terus ibu saya yang terus menerus marah-marah karena selalu berkata saya tidak bisa mengurus Mia. Itu yang membuat saya tersinggung, iya jadinya bertengkar.133

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Niah, beliau mengungkapkan bahwa:

Tidak pernah dibiayai lagi sama bapaknya setelah bercerai. Ibu saya (nenek Mia) saja yang membiayai, merawat, serta bertanggung jawab atas Mia. Ibunya jarang memberikan uang sama anaknya pasti neneknya saja. Makanya itu, sering terjadi pertengakaran antara Nju (ibu Mia) dan neneknya hanya gara-gara uang. Ibu Nju ini orangnya pelit, perhitungan sama anaknya, selalu diungkit-ungkit kalau sudah ngasih anaknya uang. Itu yang terkadang membuat ibu saya (nenek Mia) marah, kalau mintain anaknya uang selalu bilang tidak ada, habis beli ini itu. Hal tersebut yang memicu terjadinya pertengkaran.134

133 Ibu Nju, Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 19 Desember 2022

134 Ibu Niah, Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

93

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti menemukan bahwa setelah bercerai, ibulah yang berperan menggantikan sosok ayah sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah untuk anak-anaknya.

Penghasilan/pendapatan yang rendah membuat ibu single parents stress, frustasi, bingung untuk membiayai kehidupan anak-anaknya agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak seperti anak yang lainnya.

Penghasilan yang tidak seberapa, kebutuhan yang semakin meningkat, tekanan yang diberikan secara terus menerus membuatnya menjadi emosional, cepat marah dan tersingung ketika ditanyakan hal yang sensitif, itulah yang memicu pertengakaran antara orang tua dan kerabat dekat (yang mengasuh anak) secara terus menerus dan menyebabkan anak yang menjadi korban dari pertengkaran tersebut.135

3. Faktor Pola Pengasuhan

Bukan hanya masalah ekonomi saja yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak, namun juga pola pengasuhan yang diberikan antara orang tua dan kerabat dekat (nenek) yang berbeda. Pola pengasuhan yang diterapkan oleh nenek terlalu mengekang (memberikan aturan-aturan), tidak memberikan kebebasan kepada anak untuk mengeksplor dunia luarnya, membuat anak sulit untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Nju, beliau menyampaikan bahwa:

“Mia ini kalau bermain di luar selalu dicari sama neneknya, padahal mainnya cuman di depan rumah.

Tidak dikasih kemana-mana, jikapun keluar rumah pasti selalu digendong.”136

135 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

136 Ibu Nju, Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 19 Desember 2022

94

Begitupula yang disampaikan oleh Ibu Niah, beliau mengungkapkan bahwa:

“Sering dicariin neneknya, main depan rumah saja kalau beliau tidak melihat cucunya berada dirumah muter nyariin, semua ditanyaian sampai ngamuk marah sama ibunya dibilang tidak mengawasi anaknya bermain.”137

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti bahwa pola pengasuhan yang diterapkan yaitu pola pengasuhan otoriter yang menerapkan aturan dan batasan yang harus ditaati oleh anak, tanpa memberi kesempatan kepada anak untuk berpendapat. Ini yang membuat anak tidak percaya diri, memicu stress, membuatnya menjadi penakut, tidak bisa berbaur dengan lingkungannya, sering merasa cemas, pemalu dan takut ketika berinteraksi dengan orang lain.138 Seperti yang disampaikan oleh Susi, Beliau menyampaikan bahwa:

“Tidak berani kemana-mana, suka takut, pendiem dan gampang nangis ketemu atau diajak ngobrol sama orang, jadinya main depan rumah saja sendirian.”139

Bukan hanya pola asuh otoriter, tetapi ada juga orang tua yang menerapkan pola pengasuhan yang terlalu memanjakan anak, memberikan apa saja yang anak minta dan tidak memberikan aturan apapun kepada anak. Orang tuanya merasa, ketika mereka berpisah anaknya harus merasakan kebahagiaan seperti anak yang lainnya, tidak boleh kekurangan apapun agar mereka tidak merasa sedih walaupun tidak punya orang tua yang utuh. Seperti yang

137 Ibu Niah, Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

138 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas, 20 Desember 2022

139 Susi (Kakak Mia), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 23 Desember 2022

95

disampaikan oleh Ibu Sahruni, beliau menyampaikan bahwa:

“Apapun maunya Putra ini saya dan ibunya selalu kasih, dia minta dibeliin hp saya belikan selagi saya mampu. Terkadang juga anaknya tidak mau pergi ke sekolah saya tidak pernah memaksa, intinya terserah dia nyamannya bagaimana.”140

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti bahwa orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak, tanpa memberikan aturan-aturan yang membuat anak merasa tidak nyaman. Orang tua selalu mengikuti keinginan anak (terlalu memanjakan), tanpa memikirkan dampak yang terjadi jika dibiarkan terus menerus. Anak akan menjadi pemalas, bertingkah manja kurang mandiri, kurang inisiatif, tidak pernah puas, gampang mengeluh, cengeng, tidak memiliki empati dan anak menjadi tidak disiplin. Anak hanya diberikan kebahagian berupa materi dan barang, tanpa orang tuanya sadari bahwa anak menginginkan lebih dari itu. Anak butuh pelukan, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari sosok yang membuatnya merasa aman yaitu ibu dan ayah mereka.141 Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Hapsah, beliau mengungkapkan bahwa:

Saya tidak pernah memaksa cucu saya mau melakukan apapun asal dia senang. Dia mau main hp, main game, mau minta uang saya berikan.

Sedari kecil saya dan ibunya selalu memberikan apapun yang dia minta (manjakan). Saya melakukan itu, biar dia tidak sedih karena tidak punya ibu dan bapak disisinya. Walaupun sekarang Ibunya telah menikah lagi, tetapi dia tetap memberikan nafkah

140 Ibu Sahruni (Nenek Putra), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 21 Desember 2022

141 Observasi & Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 20 Desember 2022

96

untuk anaknya dengan memberikan uang setiap minggunya.142

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Ratna, Beliau mengungkapkan bahwa:

“Saya berikan apapun yang dia mau (Jefri), soalnya kalau tidak diturutin kemaunya suka ngambek, nangis, harus dibelikan hari itu juga. Jadinya mau tidak mau iya harus saya belikan. Intinya anak saya bahagia, senang dan tidak sedih.”143

4. Kurangnya kasih sayang dan perhatian yang diterima oleh anak

Mendapatkan kasih sayang adalah hak yang dimiliki oleh masing-masing anak yang diterima dari kedua orang tuanya. Kasih sayang adalah suatu perasaan tulus yang lahir dari jiwa, tanpa ada motivasi atau keinginan yang menyangkut kepentingan diri. Setiap anak pasti menginginkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya, namun setelah perceraian kedua orang tuanya tak jarang hubungan dan komunikasi antara anak dan orangtua terputus karena kedua orang tuanya sudah sibuk dengan urusan masing-masing.

Seperti halnya yang disampaikan oleh ibu Niah, beliau mengungkapkan bahwa:

Mia itu tidak pernah dirawat oleh ibu bapaknya, neneknya saja yang merawat dia. Ibunya sibuk cari uang berjualan keliling, jarang ada waktu untuk memperhatikan anaknya. Sedangkan bapaknya hilang entah kemana tidak pernah sekalipun mencari anaknya dari lahir hingga saat ini. Bahkan yang lebih keterlaluannya bapaknya saja tidak mau mengakui Mia itu anaknya.

142 Ibu Hapsah, Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 18 Desember 2022

143 Ibu Hapsah (Nenek Anissa), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas, 18 Desember 2022

97

Jangankan di berikan kasih sayang, memberikan nafkah lahir dan batin saja tidak pernah. Itulah sebabnya dari baru lahir sampai sekarang hanya neneknya saja yang merawatnya bahkan memberikan nafkah untuk Mia.144

Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Hapsah, beliau mengungkapkan bahwa:

Dari masih kecil tidak pernah dicari oleh bapaknya. Jangankan dicari anaknya (Anissa), memberikan nafkah (uang) dan bertemu dengan anaknya saja tidak pernah. Jadinya, dari dia kecil saya dan suami yang merawatnya. Sedangkan dengan ibunya di perhatikan, cuman anaknya jarang mau dengan ibunya saya dan bapak saja yang dicari.

Setelah ibunya menikah lagi saja, anak ini tidak mau ikut dengan ibunya karena anak ini lebih nyaman dengan saya. 145

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa setelah perceraian orang tuanya, anak-anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya lagi terutama dari sosok atau figure seorang ayah, disebabkan sedari kecil sudah ditinggalkan oleh ayah mereka, sehingga tidak pernah terjalin komunikasi antar anak dan ayah. Peran ayah sangatlah besar untuk menunjang tumbuh kembang anak. Anak yang dekat dengan sang ayah dan mendapatkan kasih sayang penuh dari ayahnya sehingga menjadi pribadi yang lebih bahagia, rasa percaya dirinya baik dan jiwa sosialnya cukup tinggi.

Namun keadaan berbanding terbalik, setelah bercerai orang tuanya (ayah) meninggalkan mereka dan membangun

144 Ibu Niah (Bibi dari Mia), Wawancara, Lingkungan Karang Mas-Mas 20 Desember 2022

145 Ibu Hapsah (Nenek Anissa), Wawancara, Limgkungan Karang Mas-Mas, 18 Desember 2022

Dokumen terkait