• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penghambat dan Pendukung Bagi Kepala Sekolah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Faktor Penghambat dan Pendukung Bagi Kepala Sekolah

masalah yang menyangkut pribadi tenaga kependidikan. Meskipun demikian, pembicaraan individual ini kadang-kadang dipandang negatif oleh sebagaian guru, yang merasa terusik privasinya.

Simulasi pembelajaran. Simulasi pembelajaran merupakan suatu teknik supervisi terbentuk demonstrasi pembelajaran yang dilakukan oleh kepala sekolah, sehingga guru dapat menganalisa penampilan yang diamatinya sebagai instropeksi diri, walaupun sebenarnya tidak ada cara mengajar yang paling baik. Kegiatan ini dapat dilakukan kepala sekolah secara terprogram, misalnya sebulan sekali mengajar dikelas-kelas tertentuuntuk mengadakan simulasi pembelajaran.

Pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan (guru) harus disupervisi secara periodic dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk membantu mengembangkan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat diajukan oleh (1) meningkatnya kesadaran tenaga kependidikan (guru) untuk meningkatkan kinerja, dan (2) meningkatnya keterampilan tenaga kependidikan (guru) dan melaksanakan tugasnya.

D. Faktor Penghambat dan Pendukung Bagi Kepala Sekolah Dalam

harus dipilih untuk dilakukan. Misalnya, konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bisa diibaratkan seperti makan buah simalakama, dimakan salah tidak juga salah, dan kedua pilihan yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal disebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan.

b. Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antarindividu. Konflik interpersonal terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan. Misalnya konflik antartenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah.

c. Konflik Intragroup

Konflik intragroup, yaitu konflik antaranggota dalam satu kelompok.

Setiap kelompok dapat mengalami konflik substansif atau efektif. Konflik subtansif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragroup, misalnya konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

d. Konflik Intergroup

Konflik intergroup, yaitu konflik yang terjadi antarkelompok. Konflik intergroup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan

persepsi, perbadaan tujuan, dan meningkatnya tuntutan akan keahlian.

Misalnya konflik antara kelompok guru kesenian dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk mempelajari lagu tertentu dan melatih pernapasan perlu disuarakan dengan keras, sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para peserta didiknya tidak konsentrasi belajar.

e. Konflik Intraorganisasi

Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antarbagian dalam suatu organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan. Konflik intarorganisasi meliputi empat subjenis.

1) Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu.

Misalnya, konflik antara kepala sekolah dengan tenaga kependidikan.

2) Konflik horizontal, yang terjadi antarkaryawan atau departemen yang memiliki hierarki yang sama dalam organisasi. Misalnya konflik antartenaga kependidikan.

3) Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatn staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi.

4) Konflik peran, yang terjadi karena seseorang memiliki dari s atu peran. Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan.

5) Konflik interorganisasi, yang terjadi antara antarorganisasi. Konflik interorganisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat.

Konflik akan terjadi disekolah sejalan dengan meningkatnya kompleksitas kehidupan dan tuntutan pekerjaan, sehingga kepala sekolah harus mampu mengendalikannya, karena dapat menurunkan prestasi dan kinerja. Kemampuan mengendalikan konflik yang terjadi di sekolah menuntut keterampilan manajemen tertentu, yang disebut manajemen konflik.

2. Stres yang Terlalu Berat dan Berkelanjutan

Stres akan terjadi sejalan dengan meningkatnya kompleksitas kehidupan dan tuntutan pekerjaan, sehingga setiap induvidu harus mampu mengendalikannya, karena dapat menurunkan prestasi dan kinerja. Kemampuan mengendalikan stres menuntut keterampilan manajemen tertentu, yang disebut manajemen stres.

Stres yang terlalu berat dan berkelanjutan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dan

bagi organisasi, lembaga, atau perusahaan dapat menghambat tercapainya tujuan, karena dapat menimbulkan gangguan fisik maupun mental. Orang yang mengalami stres dapat menjadi rendah diri dan merasakan suatu kekhawatiran yang serius, mudah marah, agresif, tidak rileks, dan menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Lebih dari itu, stres dapat mengakibatkan seseorang lari kepada sikap atau kebiasaan yang kurang/tidak baik; seperti merokok yang berlebihan, atau minum minuman keras, bahkan tidak jarang yang menyalahgunakan narkoba. Selanjutnya, kerena kehidupan yang tidak teratur, dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti gangguan pencernaan (maag), sulit tidur, dan tekanan darah tinggi. Stres dapat disebabkan oleh dua hal, yakni dari lingkungan organisasi dan dari luar organisasi.

Menurut Mulyasa, (2012:275) Terdapat beberapa kondisi kerja yang sering menimbulkan stres. Seperti: Beban kerja yang terlalu berat, Tekanan atau desakan waktu, Perbedaan nilai atau persepsi anggota dan organisasi, lembaga atau perusahaan, Pemeriksaan atau supervisi yang berebihan, Umpan balik yang tidak memadai, Konflik antarpribadi anggota dan kelompok, Perubahan yang sulit dipahami, Wewenang tidak sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan, Peranan yang bertentangan (antagonis), atau mendua (ambiguity), Frustasi atau kecewa yang berat, Hukuman (punisment) dan penghargaan (reward) yang tidak memadai, Gambaran masa depan yang mengkhawatirkan.

3. Tips Untuk Kepala Sekolah Dalam Mengatasi Konflik dan Stres Tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan baik, bahkan tanpa pengalaman yang memadai bisa salah langkah, dan justru terlibat dalam konflik tersebut,

“kena getahnya.” Untuk menhindari hal tersebut, maka Kepala Sekolah

harus menangani problem tersebut dengan cara: mengelola waktu, mengembangkan energi, dan memecahkan masalah.

a. Mengelola Waktu

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Asr 103:1















Terjemahnya

1) Demi masa.

2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (Kemenag RI 2011).

Kepala sekolah harus berlatih dan membiasakan diri untuk menghargai waktu, karena sering terjadi banyak waktu yang tersisa hanya untuk beberapa kegiatan tertentu. Hal ini disebabkan oleh kegiatan administrative yang sulit diatur menurut jadwal, berbeda dengan kegiatan pembelajaran.

Waktu bagi kepala sekolah itu jarang dipakai untuknya sendiri, ia harus mampu berbagi waktu dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, toko masyarakat, dinas pendidikan, organisasi profesi, dan lembaga swadaya masyarakat, bahkan mingkin tamu tak diundang yang sering datang ke sekolah. Sebagai kepala sekolah yang profesional, anda harus berlatih dan membiasakan diri mengelola waktu sedekimian rupa, agar seluruh tugas dapat diselesaikan secara proporsional, tepat waktu, dan tepat sasaran; termasuk bagaimana berbagi rasa dengan para wakil di sekolah, dan dengan anggota keluarga

di rumah. Disiplinkan diri untuk beristirahat secara teratur, dan bersantailah dengan melakukan dengan aktivitas yang menyenangkan.

b. Mengembangkan Energi

Kepala sekolah harus tampil beda dan lebih energik dari para tenaga kependidikan lain. Meskipun mungkin kepala sekolah tidak melakukan kegiatan fisik seperti tenaga kependidikan lain, tetapi memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan, bahkan sering kali merasa bahwa tugasnya tidak pernah ada habis-habisnya. Di samping kesibukannya di sekolah, kepala sekolah juga sering terpilih menjadi pengurus organisasi kemasyarakatan, yang harus mencurahkan energi untuk memenuhi berbagai macam harapan, misalnya memberikan sambutan, mencari pemecahan masalah, merancang penelitian, bahkan melakukan ceramah keagamaan.

Kesibukan-kesibukan tersebut seringkali membosankan, karena secara ekonomis pun mungkin kurang menguntungkan. Meskipun demikian, kepala sekolah harus tetap menjaga wibawa, sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini, kepala sekolah profesional harus berlatih mengembangkan energi yang positif untuk menumbuhkan kreativitas diri, stabilitas emosi, dan keajengan spiritual. Mungkin niat ibadah, murah hati tanpa mengharap imbalan, dan bekerja karena Allah harus senantiasa tertanam dalam hati sanubari kepala sekolah profesional.

c. Memecahkan Masalah

Tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh kepala sekolah, apalagi kalau baru menduduki jabatan tersebut. Oleh karena, kepala sekolah harus, mampu berperan sebagai penyangga di sekolahnya, harus menyerap dan memahami penderitaan serta masalah yang dialami oleh tenaga kependidikan agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Banyak tenaga kependidikan yang enggan dan merasa takut untuk menyampaikan masalahnya kepada Kepala Sekolah, dan Kepala Sekolah harus memahaminya. Pada umunya, masalah tenaga kependidikan berkaitan dengan pembelajaran, disiplin peserta didik, beban mengajar terlalu berat, tidak ada kerja sama dengan sesama guru, dan masalah- masalah yang sifatnya pribadi. Masalah-masalah tersebut akan mengganggu konsentrasi kerja tenaga kependidikan, yang menuntut kepala sekolah memahami dan membantu memecahkannya, yang menuntut kepala sekolah memahami dan membantu memecahkannya.

Sikap empatik dan merasakan masalah yang sedang dihadapi oleh para tenaga kependidikan di sekolah, barangkali merupakan alternatif untuk memecahkan masalah, menjaga hubungan baik, dan memberi teladan kepada seluruh tenaga kependidikan dalam memecahkan masalah akan membantu meringankan beban mereka dan meningkatkan kinerjanya.

47

Dokumen terkait