BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Faktor yang mempengaruhi Academic Resilience
d. Commitment (Persistence)
Commitment yaitu kemampuan siswa untuk terus berusaha menyelesaikan jawaban untuk memahami masalah yang mudah, sulit, bahkan keadaan yang penuh tantangan. Commitment atau persistence adalah kemampuan siswa untuk memahami sebuah masalah meskipun masalah tersebut sangat sulit dan penuh tantangan. Seseorang dengan komitmen tinggi tidak akan mudah menyerah ketika dihadapkan dengan kegagalan, berusaha melakukan yang terbaik, dan mengoreksi setiap kegagalan dan keberhasilan yang diraih.
Sebagian besar meningkatkan persistence dicapai dengan menunjukkan kepada siswa bagaimana upaya dan strategi merupakan cara penting untuk meningkatkan (Craven, Marsh, &
Debus, 1991), mendorong siswa untuk menetapkan tujuan dan menunjukkan kepada mereka cara untuk mencapainya, menjelaskan bagaimana membagi tugas menjadi komponen- komponen dan merencanakan setiap penyelesaiannya, dan mengatasi hambatan yang mungkin dialami dalam mencapai tujuan.
terbentuk dari interaksi yang signifikan antara faktor risiko dan faktor protektif.
a. Faktor risiko
Faktor risiko dianggap sebagai prediktor awal dari sesuatu yang tidak diinginkan. Faktor ini mengarah langsung pada kondisi patologis dan pada akibat yang bersifat problematik.
Faktor ini memfasilitasi munculnya problem prilaku sebagai respon lebih lanjut dari stres. Pada dasarnya, faktor risiko berbeda dengan stresor. Stresor merupakan segala sesuatu yang menyebabkan munculnya stres, sedangkan faktor risiko adalah segala sesuatu yang berpengaruh yang turut menentukan kerentanan seseorang terhadap stres ketika berhadapan dengan stresor.
Berbagai macam situasi dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko yang muncul pada level individu, keluarga, komunitas, maupun lingkungan yang lebih luas. Dalam konteks academic resilience, faktor risiko harus mempertimbangkan besarnya bahaya, hambatan, atau tekanan yang timbul dan dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Faktor risiko dipandang sebagai hal- hal yang bersifat memperlemah dan membuat individu menjadi rentan untuk mengalami stres.
b. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan hal potensial yang digunakan sebagai alat untuk mencegah dan menanggulangi hambatan, persoalan, dan kesulitan dengan cara-cara yang efektif. Faktor
ini terdiri dari beberapa kategori antara lain kualitas atribut individu seperti temperamen yang baik, kualitas keluarga seperti kehangatan dan harapan keluarga, dan keberadaan dan pemanfaatan sistem pendukung eksternal selain keluarga.
Mekanisme faktor risiko dan protektif bervariasi berdasarkan karakteristik kesulitan atau hambatan yang dihadapi serta tahap perkembangan individu. Untuk menjadi individu yang resilien seseorang harus berani menerima keberadaan serta berinteraksi secara positif dengan faktor tersebut dan bukannya menghindarinya. Faktor ini dipandang sebagai faktor yang memperkuat, memberikan pengaruh positif untuk mampu memunculkan strategi koping yang efektif terhadap stres yang dihadapi. Kedua faktor risiko maupun protektif dapat berasal dari diri individu, keluarga, maupun lingkungan sosial.
Beberapa penelitian juga menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi academic resilience. Karimi, Abedi, & Farahbakhsh (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa strategi regulasi diri dapat mempengaruhi kognitif dan motivasi siswa sehingga akan berefek pada keterampilan belajar di kelas dan meningkatkan academic resilience siswa. Selain pembelajaran regulasi diri, dukungan sosial berupa dukungan keluarga memiliki kontribusi besar yang memperkuat academic resilience para siswa. Terakhir, faktor individu seperti karakteristik optimisme, ketekunan, dan motivasi, sangat mempengaruhi dan memberi kontribusi bagi pencapaian academic resilience.
Rojas (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi academic resilience dalam diri individu yaitu faktor risiko dan faktor protektif (faktor pelindung).
Faktor risiko berkaitan dengan kemiskinan dan status ekonomi yang rendah, disfungsi keluarga, konflik keluarga, kurangnya dukungan sosial, tingkat kedisiplinan serta kurangnya keterampilan orang tua dalam pola asuh anak. Sedangkan pada faktor protektif berkaitan dengan tingkat stress keluarga yang rendah, attachment individu, harapan yg tinggi, tingkat intelegensi, lingkungan yang aman,dan memiliki komunikasi yang baik.
Rojas (2015) juga menjelaskan bahwa faktor-faktor individual yang mendorong individu untuk memiliki academic resilience adalah tingginya optimisme, memiliki empati, self-esteem, harga diri, kontrol diri memiliki tujuan dan misi yang jelas dalam penetapan akademik, motivasi dan kemampuan dalam problem-solving yang baik.
B. Social Support
1. Definisi Social Support
Social support merujuk pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan, atau bantuan yang tersedia untuk seseorang dari orang atau kelompok lain. Social support bisa saja berasal dari banyak sumber, seperti pasangan atau kekasih, orang lain, keluarga, teman, dokter, bahkan organisasi atau komunitas (Sarafino & Smith, 2011). Orang dengan social support yang tinggi percaya bahwa mereka dicintai, dihargai, dan bagian dari jejaring sosial, seperti
keluarga atau komunitas organisasi, yang dapat membantu ketika dibutuhkan. Jadi social support mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain, atau perasaan menerima dukungan.
Social support merupakan kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Orang- orang yang menerima social support memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolongnya ketika membutuhkan bantuan. Cohen & Wills (1985) yang menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain.
2. Dimensi Social Support
Berdasarkan definisi di atas maka Sarafino & Smith (2011) mengemukakan empat dimensi social support;
a. Dukungan Emosional (Emotional Support)
Dukungan emosional adalah suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui empati, perhatian, kasih sayang dan kepedulian terhadap individu lain. Bentuk dukungan ini dapat menimbulkan rasa nyaman, perasaan dilibatkan dan dicintai pada individu yang bersangkutan. Dukungan ini juga meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain.
b. Dukungan Penghargaan (Esteem Support)
Dukungan penghargaan adalah suatu bentuk dukungan yang terjadi melaui ekspresi seseorang dengan menunjukan suatu penghargaan positif terhadap individu, dukungan atau persetujuan tentang ide-ide atau perasaan dari individu tersebut dan perbandingan positif dari individu dengan orang lain yang keadannya lebih baik atau lebih buruk. Bentuk dukungan ini bertujuan untuk membangkitkan perasaan berharga atas diri sendiri, kompeten dan bermakna.
c. Dukungan Instrumental (Instrumental Support)
Dukungan instrumental adalah bentuk dukungan langsung yang diwujudkan dalam bentuk bantuan material atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang dari orang lain, penyediaan layanan penitipan anak, penjagaan dan pengawasan rumah yang ditinggal pergi pemiliknya dan lain sebagainya yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa.
d. Dukungan Informasi (Information Support)
Dukungan informasi adalah suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat/saran, penghargaan, bimbingan/ pemberian umpan balik, mengenai apa yang dilakukan individu, guna untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Social support