• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI SOCIAL SUPPORT DAN HARDINESS TERHADAP ACADEMIC RESILIENCE PADA MAHASISWA YANG MENGERJAKAN SKRIPSI DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "KONTRIBUSI SOCIAL SUPPORT DAN HARDINESS TERHADAP ACADEMIC RESILIENCE PADA MAHASISWA YANG MENGERJAKAN SKRIPSI DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
245
0
0

Teks penuh

(1)

DIAJUKAN OLEH : A. KEMALA ANDINI

45 15 091 043

SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA

2019

(2)

ii

KONTRIBUSI SOCIAL SUPPORT DAN HARDINESS TERHADAP ACADEMIC RESILIENCE PADA MAHASISWA YANG MENGERJAKAN SKRIPSI DI KOTA

MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa sebagai Persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi).

Oleh :

A. KEMALA ANDINI 45 15 091 043

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA

2019

(3)
(4)
(5)

v

Support dan Hardiness terhadap Academic Resilience pada Mahasiswa yang Mengerjakan Skripsi di Kota Makassar” merupakan asli dibuat sendiri oleh peneliti yang bersangkutan, berdasarkan hasil penelitian dan bukan merupakan hasil plagiat dari hasil karya orang lain. Begitupun dengan data-data penelitian yang diambil merupakan data asli dari responden.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, saya bertanggung jawab secara moril sebagai insan akademik atas skripsi ini.

Makassar, 29 Agustus 2019

(6)

vi

I always be so hard to my self, thinking that everything I do in my life aren’t only for my self, but also for the

important people that I love.

Some people call it as ‘responsibility’.

-A. Kemala Andini-

(7)

vii Alhamdulillahi Robbil `Alamin…

Puji syukur kepada Allah SWT. karena atas segala rahmat dan ridho-Nya saya bisa menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Atas kehendak dan izin- Nya lah semua bisa terjadi. Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk seluruh keluarga, terkhusus kedua orangtua tercinta yang kebaikannya tidak akan pernah bisa terbalaskan, kepada seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Bosowa yang bukan hanya mengajarkan banyak ilmu pada peneliti tapi juga mengajarkan tentang bagaimana menjadi orang yang berilmu, serta teman-teman Fakultas Psikologi yang telah menemani dan menjadi bagian dari proses saya berkembang.

(8)

viii

peneliti bisa menyelesaikan proses perkuliahan dan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua saya yang kebaikannya tidak bisa terhitung, yang jasanya tidak bisa terbalaskan meski apapun pencapaian saya. Dua orang yang sangat berarti dalam hidup saya, bahkan merekalah hidup saya. Saya hanya ingin membangun rumah untuk mereka di surga-Nya sebelum mereka ataupun saya dipanggil kembali. Semoga mereka berdua senantiasa diberikan kesehatan dan umur yang panjang oleh Allah SWT.

2. A. Sendy Ramadhani, satu-satunya saudara perempuan saya yang selalu mendukung, mengajarkan bagaimana caranya berjuang, serta tempat bercerita dan berdiskusi ketika mendapat masalah.

3. Keempat saudara laki-laki, A. Satria Bhayangkara, A. Andhika Bhayangkara, A. Ambar Wira Bumi, dan A. Wira Tama, para bodyguard yang selalu melindungi saya dari kecil, team menjaga mama dan bapak yang sangat luar biasa, yang mengajarkan banyak hal-hal baik kepada saya dari semasa kecil hingga tua nanti.

4. Pak Arie Gunawan H.Z., M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing I.

Beliau selalu sabar mengajarkan hal-hal baik pada saya, mengajarkan untuk menjadi orang yang berilmu juga berakhlak yang baik, mengarahkan ketika salah. Tidak hanya mengingatkan tentang belajar ilmu psikologi, melainkan

(9)

ix

tutur katanya lembut, selalu mengajarkan kesabaran, dan memberi dukungan. Beliau mengajarkan saya untuk kuat meski apapun tantangannya, selalu mengarahkan saya untuk jadi yang lebih baik. Semoga ibu sekeluarga sehat selalu dan dilindungi Allah SWT.

6. Ibu Sulasmi Sudirman, S.Psi., M.A, dan Ibu Minarni, S.Psi., M.A, selaku penguji saya dalam seminar proposal hingga seminar hasil. Terima kasih banyak atas arahan dan saran untuk skripsi saya jadi lebih baik. Semoga ibu selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT.

7. Ibu Sitti Syawaliah, S.Psi., M.Psi., Psikolog, selaku pembimbing akademik yang selalu mendukung dan percaya pada kemampuan saya sejak semester satu hingga sekarang.

8. Ibu Sri Hayati, M.Psi., Psikolog., Ibu Hasniar AR., S.Psi., M.Si., Pak Andi Budhy Rakhmat, M.Psi., Psikolog., dan Pak Syahrul Alim S.Psi., M.A., semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Bosowa, yang telah membuat saya merasa seperti berkuliah di universitas negeri karena kualitas pembelajaran yang diberikan, yang mengajarkan bahwa proses lebih penting dibanding hasil, dan mengajarkan saya sebagai ilmuwan psikologi kelak harus menaati kode etik psikologi.

9. Kak Ramadhan, orang yang sangat baik dan pintar. Terima kasih karena selalu mendukung, membantu, dan menjadi pendengar & penasehat yang baik tiap kali saya menghadapi masalah. Saya belajar banyak kebaikan darimu. Saya yakin kelak kau akan menjadi orang yang sukses.

(10)

x dengan tulus.

11. Nurul Muhlisa, Nor Asikin, dan Reni. S. Tiga orang sahabat saya yang selalu bersama dalam suka dan duka sejak tahun 2011 hingga sekarang dan insyaaAllah seterusnya.

12. Yafiah Amaliah dan Dedi Nasruddin. Duo gendut teman seperjuangan sejak KKN, yang mengajarkan saya untuk lebih dekat dengan Allah SWT., banyak sekali membantu saya membagi skala penelitian, tempat mengeluh ketika menghadapi kesulitan, dan memberikan dukungan emosional ketika saya mulai pesimis. “Jangan lupakan ka nah wk”.

13. Citra, Ria, Mahatir, Iin, Ahyar, dan Lala. Teman-teman yang membantu dalam menganalisis data dan membagikan skala penelitian.

14. Andi Jumiati, Thalia Amazia, Lintang Andhani, Vita Ramadhani, Afriani Zainal, Meisyah, Desty Olivia, Nuris, Nisa, Abdul, Mart, Arfah, Athir, dan Firmandi. Semua anggota kelas “Berat” yang menjadi saksi perkembangan saya dari semester satu hingga lulus kuliah. Semoga kalian kelak menjadi orang-orang yang sukses.

15. Ekky, Riska, Piteng, Hasma, Yuni, Feren, Wasti, Ica, Kresna, Qq, Ana, Kakak Noy, Naicha, Febry, Dade, Alu, Aulia, Elva, Nabila, Kiki, dan Tasya.

Terima kasih untuk semua teman angkatan Wund’t15 yang menjadi teman seperjuangan dari semester satu. Kalian banyak memberikan berbagai macam rasa selama masa kuliah. Semoga kalian kelak menjadi orang yang sukses.

(11)

xi

(12)

xii

A. Kemala Andini 45 15 091 043

Fakultas Psikologi Universitas Bosowa [email protected]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah social support dan hardiness berkontribusi terhadap academic resilience pada mahasiswa yang mengerjakan skripsi di Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi mahasiswa semester akhir yang mengerjakan skripsi di Kota Makassar dan berusia 18-40 tahun. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 360 responden. Alat ukur yang digunakan yaitu skala social support yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan pada teori social support oleh Sarafino & Smith (2011), skala hardiness yang diadaptasi berdasarkan teori Benishek & Lopez (2001), dan skala academic resilience berdasarkan teori Martin & Marsh (2003) yang dimodifikasi oleh peneliti. Data dianalisis menggunakan teknik regresi berganda dengan bantuan aplikasi SPSS 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa social support dan hardiness berkontribusi terhadap academic resilience sebanyak 47%. Sedangkan secara terpisah, penelitian ini menunjukkan bahwa social support berkontribusi terhadap academic resilience sebanyak 33.7%, dan hardiness berkontribusi terhadap academic resilience sebanyak 13.2%. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian terdapat kontribusi social support dan hardiness terhadap academic resilience pada mahasiswa yang mengerjakan skripsi di Kota Makassar.

Kata Kunci : Social Support, Hardiness, Academic Resilience, dan Mahasiswa Skripsi

(13)

xiii

SAMPUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Resilience ... 13

1. Definisi Academic Resilience ... 13

2. Dimensi Academic Resilience ... 17

3. Faktor yang mempengaruhi Academic Resilience ... 20

(14)

xiv

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Social Support ... 26

4. Sumber social support menurut Sarafino ... 26

C. Hardiness ... 27

1. Definisi Hardiness ... 27

2. Dimensi Hardiness ... 31

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hardiness ... 38

D. Mahasiswa ... 40

1. Definisi Mahasiswa ... 40

2. Masa Dewasa Dini ... 40

3. Mahasiswa yang Mengerjakan Skripsi ... 43

E. Kontribusi Social Support dan Hardiness terhadap Academic Resilience pada Mahasiswa yang Mengerjakan Skripsi di Kota Makassar ... 45

F. Hipotesis ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 52

B. Variabel Penelitian ... 52

C. Definisi Variabel ... 53

1. Definisi Konseptual ... 53

2. Definisi Operasional ... 54

D. Populasi dan Sampel ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 56

F. Uji Coba Alat Ukur ... 62

(15)

xv

H. Analisis Data ... 76

1. Analisis Deskriptif ... 76

2. Uji Asumsi ... 77

3. Uji Hipotesis ... 79

I. Jadwal Penelitian ... 81

J. Prosedur Penelitian ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 88

1. Gambaran Umum Subjek berdasarkan Usia ... 88

2. Gambaran Umum Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 89

3. Gambaran Umum Subjek berdasarkan Suku ... 89

4. Gambaran Umum Subjek berdasarkan Semester ... 90

5. Gambaran Umum Subjek berdasarkan Fakultas ... 91

6. Gambaran Umum Subjek berdasarkan Perguruan Tinggi ... 92

B. Deskripsi Data ... 93

1. Gambaran Umum Social Support pada Mahasiswa yang mengerjakan Skripsi di Kota Makassar ... 93

2. Gambaran Umum Hardiness pada Mahasiswa yang mengerjakan Skripsi di Kota Makassar ... 95

3. Gambaran Umum Academic Resiliency pada Mahasiswa yang mengerjakan Skripsi di Kota Makassar ... 96

(16)

xvi

3. Social Support berdasarkan Suku ... 103

4. Social Support berdasarkan Semester ... 104

5. Social Support Subjek berdasarkan Fakultas ... 108

6. Social Support Subjek berdasarkan Perguruan Tinggi ... 109

7. Hardiness berdasarkan Usia ... 110

8. Hardiness berdasarkan Jenis Kelamin ... 114

9. Hardiness berdasarkan Suku ... 115

10. Hardiness berdasarkan Semester ... 116

11. Hardiness Subjek berdasarkan Fakultas ... 119

12. Hardiness Subjek berdasarkan Perguruan Tinggi ... 120

13. Academic Resilience berdasarkan Usia ... 122

14. Academic Resilience berdasarkan Jenis Kelamin ... 125

15. Academic Resilience berdasarkan Suku ... 127

16. Academic Resilience berdasarkan Semester ... 128

17. Academic Resilience Subjek berdasarkan Fakultas ... 131

18. Academic Resilience Subjek berdasarkan Perguruan Tinggi ... 132

D. Hasil Uji Asumsi ... 133

1. Uji Normalitas ... 133

2. Uji Linearitas ... 134

3. Uji Multikolinieritas ... 135

(17)

xvii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 148

B. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 157

(18)

xviii

Lampiran 1 : Contoh Skala Penelitian ... 157

Lampiran 2 : Hasil Uji Reliabilitas & Uji Validitas ... 160

Lampiran 3 : Output Analisis Deskriptif Demografi ... 182

Lampiran 4 : Output Analisis Deskriptif Variabel ... 185

Lampiran 5 : Output Analisis Deskriptif Variabel berdasarkan Demografi ... 188

Lampiran 6 : Output Uji Asumsi ... 195

Lampiran 7 : Output Uji Hipotesis... 196

Lampiran 8 : Output Kontribusi Dimensi Variabel X terhadap Y ... 200

Lampiran 9 : Tabulasi Data ... 204

Lampiran 10 : Ijazah Translator ... 219

(19)

xix

Tabel 3.1 Blueprint Skala Social Support ... 57

Tabel 3.2 Blueprint Skala Hardiness ... 59

Tabel 3.3 Blueprint Skala Academic Resilience ... 61

Tabel 3.4 Susunan Item Valid Skala Social Support ... 63

Tabel 3.5 Susunan Item Valid Skala Hardiness ... 64

Tabel 3.6 Susunan Aitem Valid Skala Academic Resilience ... 65

Tabel 3.7 Blueprint Skala Social Support Setelah Uji Coba ... 72

Tabel 3.8 Blueprint Skala Hardiness Setelah Uji Coba ... 73

Tabel 3.9 Blueprint Skala Academic Resilience Setelah Uji Coba ... 74

Tabel 3.10 Hasil Uji Reliabilitas Skala Penelitian ... 75

Tabel 3.11 Jadwal Penelitian ... 81

Tabel 4.1 Descriptive Statistic Social Support ... 93

Tabel 4.2 Kategorisasi Social Support ... 93

Tabel 4.3 Descriptive Statistic Hardiness ... 95

Tabel 4.4 Kategorisasi Hardiness ... 95

Tabel 4.5 Descriptive Statistic Academic Resilience ... 96

Tabel 4.6 Kategorisasi Academic Resilience ... 97

Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Uji Normalitas ... 134

Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Uji Linearitas ... 135

Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas ... 136

(20)

xx

Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi X2 terhadap Y ... 138 Tabel 4.13 Hasil Analisis Dimensi X2 terhadap Y ... 138

(21)

xxi

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 50

Gambar 3.1 Design Penelitian ... 52

Gambar 4.1 Demografi berdasarkan Usia ... 88

Gambar 4.2 Demografi berdasarkan Jenis Kelamin ... 89

Gambar 4.3 Demografi berdasarkan Suku ... 90

Gambar 4.4 Demografi berdasarkan Semester ... 91

Gambar 4.5 Demografi berdasarkan Fakultas ... 92

Gambar 4.6 Demografi berdasarkan Perguruan Tinggi ... 92

Gambar 4.7 Distribusi Skor Social Support ... 94

Gambar 4.8 Distribusi Skor Hardiness ... 96

Gambar 4.9 Distribusi Skor Academic Resilience ... 97

Gambar 4.10 Distribusi Skor Social Support berdasarkan Usia ... 98

Gambar 4.11 Distribusi Skor Social Support berdasarkan Jenis Kelamin ... 102

Gambar 4.12 Distribusi Skor Social Support berdasarkan Suku ... 104

Gambar 4.13 Distribusi Skor Social Support berdasarkan Semester .... 105

Gambar 4.14 Distribusi Skor Social Support berdasarkan Fakultas ... 108

Gambar 4.15 Distribusi Skor Social Support berdasarkan Perguruan Tinggi ... 109

Gambar 4.16 Distribusi Skor Hardiness berdasarkan Usia ... 110

Gambar 4.17 Distribusi Skor Hardiness berdasarkan Jenis Kelamin ... 114

(22)

xxii

Gambar 4.20 Distribusi Skor Hardiness berdasarkan Fakultas ... 120 Gambar 4.21 Distribusi Skor Hardiness berdasarkan Perguruan

Tinggi ... 121 Gambar 4.22 Distribusi Skor Academic Resilience berdasarkan

Usia ... 122 Gambar 4.23 Distribusi Skor Academic Resilience berdasarkan Jenis Kelamin ... 126 Gambar 4.24 Distribusi Skor Academic Resilience berdasarkan

Suku ... 127 Gambar 4.25 Distribusi Skor Academic Resilience berdasarkan

Semester ... 128 Gambar 4.26 Distribusi Skor Academic Resilience berdasarkan

Fakultas ... 132 Gambar 4.27 Distribusi Skor Academic Resilience berdasarkan Perguruan Tinggi ... 133

(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Resiliency sangat berperan bagi setiap individu yang mengalami tekanan atau menghadapi masalah. Bukan hanya masalah dari dalam diri sendiri, seringkali sumber stres atau masalah yang dihadapi berasal dari luar atau lingkungan sekitar. Peran resiliency sangat penting dalam membantu individu melalui, mengatasi, bahkan bangkit kembali dari semua hal negatif. Resiliency bukanlah suatu trait, akan tetapi bersifat kontinum, sehingga tiap individu dapat meningkatkan resiliency-nya (Reivich & Shatte, 2002).

Resiliency dipandang dari berbagai konteks dalam psikologi, salah satunya konteks pendidikan, yang disebut sebagai academic resilience.

Academic resilience merupakan kemampuan untuk menghadapi kejatuhan (setback) juga stres atau tekanan secara efektif dalam konteks akademik (Martin & Marsh, 2003). Academic resilience dianggap penting terutama pada perguruan tinggi karena proses pembelajaran dalam perguruan tinggi lebih kompleks dibanding tingkatan pembelajaran sebelum-sebelumnya, perguruan tinggi menerapkan proses pembelajaran andragogi (adult learning).

Pembelajaran andragogi memandang orang dewasa sebagai orang yang memiliki kemampuan dan aktif dalam merencanakan arah belajar, memiliki bahan belajar, memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu mengambil manfaat dari

(24)

belajar atau dari sebuah proses pendidikan, sehingga fungsi pengajar hanya sebagai fasilitator dan bukan menggurui. Oleh karena itu, relasi antara guru dan peserta didik lebih bersifat multicommunication (Knowles, 1950). Pembelajaran andragogi yang diterapkan di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk mandiri dalam proses belajarnya, termasuk ketika mahasiswa menghadapi masalah, kesulitan, maupun tantangan- tantangan.

Academic resilience membantu mahasiswa dalam beradaptasi positif pada hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama selama proses mengerjakan skripsi. Sebagaimana yang dituliskan oleh Masten (2014) bahwa resiliency meliputi kapasitas sistem yang dinamis untuk berhasil beradaptasi terhadap gangguan yang mengancam fungsi sistem, kelangsungan hidup, ataupun pengembangan diri. Academic resilience yang tinggi pada seorang mahasiswa akan membantunya dalam menghadapi berbagai kesulitan yang dihadapi untuk tetap mengerjakan skripsi.

Banyaknya kondisi yang tidak menyenangkan dalam penyusunan skripsi, maka dianggap perlu bagi mahasiswa membangun academic resilience. Academic resilience juga dipandang penting untuk dimiliki bagi mahasiswa karena dapat membantu mengatasi berbagai pengalaman negatif yang menekan dan menghambat selama proses belajar, sehingga berhasil memenuhi setiap tuntutan akademik dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap dimensi academic resilience dapat menurunkan stres pada mahasiswa sekolah tinggi kedinasan (Septiani &

(25)

Fitria, 2016). Hal ini mengimplikasikan pentingnya academic resilience pada mahasiswa.

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pencapaian academic resilience terjadi dengan adanya adaptasi positif yang mampu dimunculkan oleh mahasiswa setiap kali berhadapan dengan kesulitan (Hendriani, 2017). Academic resilience berperan dalam membantu mahasiswa mengatasi tantangan selama proses menyusun skripsi, hambatan-hambatan yang dihadapi, hingga mereka mampu beradaptasi dan melaksanakan setiap prosesnya dengan baik (Hendriani, 2018).

Mahasiswa strata satu harus menyelesaikan masa studinya maksimal dalam tujuh tahun sebagaimana yang dijelaskan dalam peraturan Menteri Ristek dan Dikti no.44 Tahun 2015 pada bagian standar nasional pendidikan, bahwa untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan program maka mahasiswa wajib menempuh beban belajar maksimum dalam masa studi tujuh tahun. Selain itu, mahasiswa strata satu juga dituntut untuk menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan dan keterampilan tersebut secara mendalam.

Penjelasan di atas mewakili bahwa menjadi lulusan strata satu tidak mudah karena selain harus menguasai konsep teoritis sesuai jurusan yang diambil, lulusan strata satu juga dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu. Selain itu, aturan mengenai lama belajar di perguruan tinggi untuk program S-1 dan D-IV adalah antara 8 semester (empat tahun) hingga 14 semester (tujuh tahun) dengan beban studi 144-160 sks.

(Permendikbud No.49, 2014). Hal ini sejalan dengan hasil wawancara

(26)

peneliti dengan salah satu dosen pembimbing di salah satu universitas di Kota Makassar.

Sebagai dosen pembimbing, beliau berharap agar para mahasiswa skripsi cepat lulus karena selain ada aturan dari Permendikbud, hal itu juga akan menjadi catatan buruk di Dinas Pendidikan untuk akreditasi bagi fakultas yang bersangkutan ketika banyak mahasiswa dari fakultasnya yang lama lulus, sehingga dibutuhkan perbandingan yang sehat antara mahasiswa yang lulus dengan mahasiswa yang masuk (mahasiswa baru).

Aturan dan tuntutan di atas menjadi beban tersendiri bagi para mahasiswa strata satu karena pada kenyataannya mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan dan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir. Banyak kasus yang mengindikasikan mahasiswa tingkat akhir dengan academic resilience yang rendah. Salah satunya, pada 27 Januari 2012, Dikti mengeluarkan surat edaran yang mengatakan bahwa karya ilmiah dari Perguruan Tinggi Indonesia secara total masih rendah dibandingkan dengan Malaysia, yaitu hanya sekitar sepertujuh. Sehingga didapat pula indikasi bahwa lulusan mahasiswa strata satu di Perguruan Tinggi Indonesia masih sedikit.

Selain itu, pada 26 Desember 2018, dua mahasiswa Universitas Padjadjaran, RWP (24) dan MB (23), ditemukan tak bernyawa di tempat tinggal masing-masing di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Keduanya tercatat sebagai mahasiswa semester 13 yang harus segera lulus.

Menyikapi kasus ini, psikolog Veronica Andesla mengatakan skripsi bisa menjadi beban bagi mahasiswa. Beban diperkuat tekanan untuk segera

(27)

lulus, jika tak mau menyandang beban mahasiswa drop out (Rosmha Widiyani, detikHealth, 2018).

Tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam menyusun skripsi merupakan suatu permasalahan yang tidak dapat dihindari sehingga tidak jarang mahasiswa lebih memilih menghindar dibanding menghadapinya.

Sebagaimana hasil penelitian dari Wulandari, Hadiati, & AS (2012) yang mengatakan bahwa tidak sedikit mahasiswa yang merasa terbebani dan mengalami berbagai kesulitan dalam mengerjakan skripsi. Kesulitan- kesulitan tersebut, seperti kesulitan dalam hal mencari tema, judul, sampel, alat ukur yang digunakan, kesulitan mendapatkan referensi, keterbatasan waktu penelitian, proses revisi yang berulang-ulang, dosen pembimbing yang sibuk dan sulit ditemui, lamanya umpan balik dari dosen pembimbing ketika menyelesaikan skripsi, dan lain-lain.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azzahra (2017) menunjukkan bahwa tingkat academic resilience pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi tergolong rendah dan mahasiswa pada semester awal memiliki academic resilience yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa semester lanjut, dalam artian sedang menyusun skripsi. Oleh karena itu mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi membutuhkan academic resilience yang tinggi dalam dirinya agar mampu bertahan menghadapi kondisi sulit dan berusaha menyelesaiakan tugas akhir. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

Hasil dari wawancara peneliti dengan beberapa mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dari beberapa universitas di Kota Makassar, bahwa mereka merasa tertekan karena kedua orangtua terus

(28)

menanyakan dan menututnya untuk sarjana sesegera mungkin, teman- teman yang selalu bertanya kapan selesai yang kemudian seringkali membuat mereka down. Selain itu mereka juga merasakan kesulitan- kesulitan lain seperti mencari variabel yang tepat untuk dipasangkan dengan variabel utama dan sulitnya merangkai kata-kata (paraphrasing).

Kesulitan lain yang dirasakan seperti mengambil data awal, menulis latar belakang, kesulitan dalam menentukan jumlah populasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, sulitnya mendapatkan referensi-referensi yang mewakili dan kesulitan dalam me-review jurnal-jurnal internasional setelah mereka mencari di berbagai situs ebook dan menanyakan pada beberapa temannya di kampus dan kota yang berbeda. Proses revisi yang terus-menerus, dan ada dosen yang memberikan feedback dalam beberapa bulan sehingga mereka sudah kurang motivasi untuk menyelesaikannya karena terlambat menerima feedback dari dosen yang bersangkutan.

Kebanyakan dari mereka juga mengatakan bahwa seringkali mereka menghindar dari jadwal bimbingan karena belum menyelesaikan tugas yang diperintahkan oleh dosen pembimbing pada saat bimbingan sebelumnya, judul yang ditolak berulang-ulang kali juga menjadi salah satu faktor yang membuat mereka lebih memilih untuk menghindarinya.

Beberapa orang juga mengatakan bahwa kesulitan mengontrol diri untuk tetap mengerjakan skripsi karena tidak suka ketika mereka merasakan pusing untuk memikirkan konsep dan sebagainya.

Ketika semua masalah di atas tidak segera diatasi maka akan memberikan dampak negatif yang berkepanjangan, bukan hanya bagi

(29)

mahasiswa itu sendiri, melainkan juga bagi mahasiswa lain, bahkan dosen pembimbing yang bersangkutan. Hal ini akan membuat perbandingan jumlah mahasiswa skripsi dengan dosen pembimbing tidak seimbang sehingga akan berdampak pada proses bimbingan yang menjadi kurang atau bahkan menjadi tidak efektif. Selain itu, dosen pembimbing juga akan kesulitan dalam membaca semua proposal/skripsi dari mahasiswa-mahasiswa bimbingannya.

Semua kesulitan ini seharusnya dijadikan sebagai sebuah tantangan untuk menjadikan pribadi lebih tangguh secara akademik. Ada dua faktor yang dapat meningkatkan resilience pada individu, yaitu faktor resiko dan faktor protektif (Mansfield, Beltman, Price, & McConney, 2012). Faktor resiko adalah semua faktor yang berhubungan negatif dengan kesehatan mental seperti stres. Sedangkan faktor protektif merupakan kebalikan dari faktor resiko, yang berhubungan positif dengan kesehatan mental seperti optimisme. Faktor protektif terbagi menjadi tiga yaitu faktor protektif individu, faktor protektif keluarga, dan faktor protektif sosial.

Salah satu faktor protektif sosial academic resilience adalah dukungan sosial atau social support. Social support menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya (Mansfield, Beltman, Price, &

McConney, 2012). Hubungan ini melibatkan berbagai aspek dukungan yang diterima individu atau komunitas dari orang lain dan lingkungan sosial yang lebih luas. Seseorang yang memiliki social support tinggi akan membantunya dalam menghadapi berbagai keadaan sulit karena hal itu akan membuat dirinya merasa tidak sendirian, selain itu kesulitan yang sedang dihadapi akan jauh lebih ringan. Salah satunya dengan

(30)

memberikan dukungan informatif berupa nasehat, petunjuk, saran ataupun umpan balik dari orang-orang terdekat bisa menguatkan diri dalam mencapai sesuatu (King, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan Hartuti dan Mangunsong (2009), bahwa faktor protektif eksternal resiliency yang mempunyai pengaruh signifikan adalah pengharapan yang tinggi dari lingkungan. Pengharapan yang tinggi dari lingkungan didapatkan mahasiswa dari orang-orang yang berada di sekitarnya.

Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa mahasiswa yang mengerjakan skripsi di Kota Makassar.

Mereka mengatakan bahwa dukungan dari orang-orang terdekat penting untuk meningkatkan semangat dalam mengerjakan skripsi. beberapa dari mereka mengatakan butuh orang-orang dekat yang bahkan bisa menjadi alarm untuk selalu mengerjakan skripsi. Selain itu, dukungan dari orang terdekat juga dapat berupa bantuan seperti saling berbagi referensi, bertukar pikiran dan diskusi mengenai masalah penelitian, dapat juga berupa material, dan sebagainya

Social support berpengaruh dalam meningkatkan academic resilience karena dalam social support melibatkan orang lain dan lingkungan sekitar sebagaimana Holaday & McPhearson (1997) menyatakan beberapa cara efektif untuk mengembangkan resiliency, antara lain adalah dengan social support yang termasuk pengaruh budaya, dukungan komunitas dan dukungan personal. Selain itu, social support umumnya digunakan untuk merujuk pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang diterima seseorang dari orang atau kelompok lain.

(31)

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa social support berkorelasi positif dengan academic resilience, semakin tinggi social support yang diterima seseorang maka semakin tinggi pula academic resilience dalam diri seseorang (Mufidah, 2017). Penelitian lain menunjukkan bahwa semakin banyak social support teman sebaya yang dirasakan akan meningkatkan kemampuan academic resilience pada mahasiswa tingkat akhir Jurusan X Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang dimiliki sehingga dapat mengatasi tantangan akademik walaupun sedang berada dalam situasi yang sulit (Sari & Indrawati, 2016).

Selain social support salah satu karakteristik kepribadian yang juga berpengaruh dalam meningkatkan academic resilience yaitu hardiness.

Hardiness dianggap sebagai jalan menuju resilience di bawah tekanan (Maddi, 2005). Hardiness menurut Kobasa (dalam Smith, 1993) merupakan suatu konsep kepribadian yang khas dan unik yang didasarkan pada daya tahan atau ketabahan seseorang terhadap masalah-masalah yang dialaminya. Hasil penelitian menunjukkan sikap hardiness yaitu kontrol, komitmen, dan tantangan dapat membantu meningkatkan academic resilience (Puri, 2016).

Beberapa hasil penilitian juga menunjukkan pengaruh hardiness pada academic resilience. Bonanno (2004) berpendapat bahwa ada beberapa jalur menuju Academic resilience di bawah tekanan, dan dia mengidentifikasi kepribadian hardiness sebagai salah satunya.

Presentasinya tentang hardiness secara akurat menekankan sikap komitmennya yang saling terkait, kontrol, dan tantangan. Menyimpulkan dari berbagai teori, penelitian, dan praktik selama periode waktu ini,

(32)

Maddi (2002) mengatakan bahwa hardiness sama dengan keberanian dan motivasi untuk menghadapi stressor secara dengan baik. Keberanian dan motivasi ini mengarah kepada mengatasi dan memecahkan masalah, berinteraksi dengan orang lain, mendapat bantuan dan dorongan daripada menghindari dan menyerang.

Mohatashami, Tajari, & Rad (2015) melakukan penelitian pada Mahasiswa Universitas Kashan pada tahun 2014 yang hasilnya menunjukkan bahwa sifat hardiness mampu memprediksi resiliency secara positif dan signifikan dan hardiness meningkatkan resiliency dalam menanggapi tuntutan dan tekanan kehidupan sehari-hari yang sedang berlangsung. Hasil penelitian lain menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara academic resilience dan hardiness dalam prestasi akademik, dan dengan prestasi akademik (Jufri, 2018).

Berdasarkan uraian fenomena dan masalah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai apakah ada kontribusi social support dan hardiness terhadap academic resilience pada mahasiswa yang mengerjakan skripsi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat disusun rumusan masalah yaitu apakah ada kontribusi social support dan hardiness terhadap academic resilience pada mahasiswa yang mengerjakan skripsi di Kota Makassar ?

(33)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat kontribusi social support dan hardiness terhadap academic resilience pada mahasiswa yang mengerjakan skripsi di Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah yang bermanfaat dan memperkaya karya ilmiah dalam bidang ilmu psikologi pendidikan dan sosial. Khususnya terkait academic resilience pada mahasiswa yang mengerjakan skripsi, sehingga dapat pula dijadikan sebagai bahan literatur untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis a) Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pemahaman bagi mahasiswa mengenai pentingnya memiliki academic resilience yang tinggi dalam diri agar mampu menghadapi berbagai jenis tantangan terutama dalam proses penyusunan skripsi.

b) Tenaga Pengajar

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pemahaman bagi tenaga pengajar, terkhusus para dosen agar lebih memperhatikan academic resilience

(34)

para mahasiswanya, terutama mahasiswa tingkat akhir yang mengerjakan skripsi.

c) Fakultas

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pemahaman bagi setiap fakultas agar lebih memperhatikan academic resilience para mahasiswanya, terutama mahasiswa tingkat akhir yang mengerjakan skripsi.

d) Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pemahaman bagi para peneliti selanjutnya, terutama yang tertarik meneliti tentang academic resilience.

(35)

13 A. Academic Resilience

1. Definisi Academic Resilience

Kata resilience pertama kali digunakan oleh Werner pada tahun 1955-1985 pada salah satu penelitian longitudinalnya pada anak- anak suku Kauai di Hawai, inilah yang menjadi stimulus bagi ilmuwan-ilmuwan lainnya untuk melakukan penelitian-penelitian resiliency berikutnya. Kata “resilience” dan “resiliency” memiliki perbedaan makna. Resiliency digunakan untuk menjelaskan peran dari berbagai kualitas internal individu dalam memunculkan adaptasi positif terhadap kesulitan yang dihadapi sedangkan resilience digunakan untuk menjelaskan fenomena bertahan atau survive (Hendriani, 2018). Resiliency didefinisikan sebagai proses, kapasitas, atau hasil dari adaptasi yang sukses keadaan yang menantang (Howard & Johnson, 2000).

Reciliency merupakan hasil dari interaksi antara kekuatan dari lingkungan atau dari luar diri individu dengan kekuatan dari dalam diri individu. Selain itu, reciliency dipandang sebagai sebuah proses yang berkembang sepanjang waktu secara dinamis (Everal, Altrows, &

Paulson, 2006). Proses tersebut mencakup adatasi positif dalam konteks situasi sulit, hambatan, bahkan bahaya, yang berubah sejalan dengan perbedaan waktu dan lingkungan.

(36)

Secara umum, Grotberg (1999) mendefinisikan reciliency sebagai kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika menghadapi rintangan dan hambatan. Reciliency ditandai oleh sejumlah karakteristik, yaitu: adanya kemampuan dalam menghadapi kesulitan, ketangguhan dalam menghadapi stres ataupun bangkit dari tekanan emosi (Kalil, 2003). Meski demikian, resiliency dipandang dari berbagai perspektif dalam ilmu psikologi. Dalam konteks pendidikan, resiliency disebut sebagai academic resilience, yaitu resiliency atau kemampuan individu dalam dalam proses belajar.

Academic resilience merupakan proses dinamis yang mencerminkan kekuatan dan ketangguhan seseorang untuk bangkit dari pengalaman emosional negatif, saat menghadapi situasi sulit yang menekan atau mengandung hambatan signifikan dalam aktivitas akademik yang dilakukan. Academic resilience memfokuskan kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran atau penggapaian tujuan dalam konteks belajar (Henderson &

Milstein, 2003).

Academic resilience menggambarkan sebuah proses dinamis kekuatan dan ketangguhan individu untuk bangkit dari pengalaman emosional yang negatif ketika menghadapi situasi sulit yang menekan dalam aktivitas belajar yang dilakukan. Academic resilience merupakan kemampuan untuk menghadapi kejatuhan (setback) juga stres atau tekanan secara efektif dalam konteks akademik (Martin &

Marsh, 2003). Tidak berbeda jauh dari pengertian resiliency secara umum, academic resilience adalah kapasitas individu untuk bangkit,

(37)

pulih, dan berhasil beradaptasi dalam kesulitan, dan mengembangkan kompetensi sosial, akademik, dan keterampilan untuk terlepas dari stres yang dihadapinya.

Academic resilience merupakan istilah yang merepresentasikan ketangguhan seseorang dalam menghadapi berbagai tugas akademik dalam lingkungan sekolah (Corsini, 2002). Academic resilience menggambarkan bagaimana siswa, pelajar, atau mahasiswa mengatasi pengalaman-pengalaman negatifnya atau tantangan yang mereka hadapi selama berstatus siswa, pelajar, atau mahasiswa yang dapat menekan bahkan menghambat, academic resilience berperan agar mereka bisa beradaptasi terhadap situasi seperti itu dan melanjutkan tuntutan akademiknya dengan baik (Hendriani, 2018).

Mahasiswa yang resilience secara akademik tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan akademik. Individu akan merasa optimis dan berpikir positif meski sedang menghadapi kesulitan akademik karena ia percaya bahwa pasti ada jalan keluar atas kesulitan yang dihadapi (Chermes, Hu, & Garcia, 2001). Dengan adanya kesulitan-kesulitan itu, individu yang resilience justru memandangnya sebagai tantangan untuk segera menyelesaikannya.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi berperan sebagai pendorong individu untuk mengerahkan segenap potensi agar kompetensinya semakin berkembang.

(38)

Academic resilience terjadi ketika mahasiswa menggunakan kekuatan internal maupun eksternalnya untuk mengatasi berbagai pengalaman negatif, menekan dan menghambat selama proses belajar sehingga mereka mampu beradaptasi dan melaksanakan setiap tuntutan akademik dengan baik. Mahasiswa yang resilience adalah mereka yang berhasil mengatasi berbagai macam resiko selama proses belajar dengan cara-cara yang adaptif, selain itu individu yang resilience secara akademik juga tidak hanya berhasil atau mampu dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi selama proses belajar namun juga mampu memenuhi tuntutan sosial lainnya (Boatman, 2014).

Karakter individu yang resilience secara akademik adalah memiliki kompetensi sosial, memiliki life skill seperti mampu memecahkan masalah, mampu berpikir kritis dan mampu untuk mengambil inisiatif selama proses belajar. Mereka memiliki ketertarikan khusus, tujuan hidup, dan motivasi untuk meraih yang terbaik dalam menempuh pendidikan (Benard, 2003). Dalam penelitian Wilks (2008) menjelaskan bahwa siswa yang resilience akan memiliki performa akademik yang baik.

Masten (2001) memandang resiliency sebagai "proses dinamis"

bahwa ketahanan individu dapat bervariasi di berbagai konteks dan seiring waktu. Menekankan interaksi antara individu dan lingkungannya menyoroti fakta bahwa faktor perlindungan tidak hanya mencakup karakteristik individu tetapi juga sosial lingkungan, seperti dukungan keluarga, teman sebaya atau komunitas.

(39)

Academic resilience dapat dimiliki oleh siswa yang berada pada ragam jenjang pendidikan dan academic resilience berkaitan dengan besarnya tantangan yang dihadapi pada setiap jenjang pendidikan.

2. Dimensi Academic Resilience

Dimensi academic resilience pertama kali dikemukakan oleh Martin & Marsh (2003) dalam hasil penelitiannya, antara lain;

a. Confidence (Self-Belief)

Self-belief adalah keyakinan dan kepercayaan individu pada kemampuan mereka. Keyakinan ini mengarahkan individu untuk memahami atau untuk melakukan pekerjaan sekolah dengan baik, menemui tantangan yang harus mereka hadapi, dan melakukan yang terbaik dengan kemampuan mereka.

Pengalaman keberhasilan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Secara khusus, mengembangkan kepercayaan diri melibatkan restrukturisasi pembelajaran sehingga memaksimalkan peluang untuk sukses (Martin & Marsh, 2003).

Cara untuk menyusun pembelajaran ini dengan memecah tugas- tugas selama proses pembelajaran menjadi beberapa bagian sehingga dapat mengalami keberhasilan di sepanjang proses penyelesaiannya dan mungkin tugas individual. Untuk membangun kepercayaan diri, penting juga untuk menantang pemikiran negatif. Hal ini melibatkan dorongan untuk menantang pemikiran negatif melalui (a) mengamati pemikiran otomatis ketika menerima nilai atau tugas selama proses pembelajaran,

(40)

(b) mencari bukti yang menantang kebiasaan berpikir negatif, dan (c) menantang pemikiran itu dengan bukti.

b. Control (A Sense of Control)

Control adalah kemampuan siswa saat mereka yakin mengenai cara melakukan pekerjaan dengan baik. Control menggambarkan sejauh mana kemampuan siswa dalam mengelola dan mengendalikan berbagai tuntutan atau tantangan yang datang selama aktivitas belajarnya. A sense of control atau merasakan kontrol merupakan kebutuhan individu yang paling dalam yang menekan dan mengendalikan berbagai dorongan yang muncul dari dalam diri individu. Kontrol membantu individu untuk berpikir positif terhadap situasi yang dihadapi, memahami bagaimana segala sesuatu bekerja, mampu memprediksikan apa yang akan terjadi dan mendorong individu untuk mencari jalan keluar masalah.

Membangun kontrol termasuk menunjukkan bagaimana kerja keras dan strategi belajar yang efektif berdampak pada prestasi, meninjau keterampilan belajar di kelas, dan memberikan beberapa pilihan daripada tujuan pelajaran, tugas penilaian, kriteria untuk penilaian, dan tanggal jatuh tempo untuk tugas.

Untuk membangun kontrol perlu memberikan umpan balik yang sangat jelas yang dapat membantu individu meningkatkan kontrol dalam diri mereka, seperti memberikan reward atau compliment (Martin, Marsh, & Debus, 2001).

(41)

c. Composure (Low-Anxiety)

Composure terdiri dari dua bagian yaitu perasaan cemas dan khawatir. Cemas yaitu perasaan tidak mudah (uneasy or sick) yang dialami siswa ketika mereka memikirkan mengenai tugas sekolah, pekerjaan rumah, atau ujian sekolah. Sedangkan khawatir adalah perasaan takut siswa ketika mereka tidak melakukan tugas sekolah mereka atau ujian sekolah dengan baik. Seseorang yang memiliki low-anxiety mampu mengontrol perasaan negatifnya, bekerja dengan tenang dan nyaman, dan tidak mudah terpengaruh oleh keadaan yang menekan.

Seringkali kasus takut gagal mendasari kecemasan pelajar.

Cara untuk mengurangi rasa takut akan kegagalan menunjukkan bahwa kesalahan dapat menjadi batu loncatan untuk sukses dan tidak mencerminkan pada siswa layak sebagai pribadi, dan menempatkan kesuksesan dalam hal kemajuan dan peningkatan pribadi dan bukannya lebih fokus untuk mengungguli orang lain.

Cara khusus untuk mengurangi kecemasan termasuk ketika ada ujian yang dipraktikkan, mendorong pembelajaran dan perencanaan yang efektif, mengembangkan keterampilan yang hendak diujiankan, mendorong strategi pemeriksaan / pemantauan sebelum dilaksanakan ujian, dan teknik relaksasi menjelang hari ujian (Qin, Johnson, & Johnson, 1995).

(42)

d. Commitment (Persistence)

Commitment yaitu kemampuan siswa untuk terus berusaha menyelesaikan jawaban untuk memahami masalah yang mudah, sulit, bahkan keadaan yang penuh tantangan. Commitment atau persistence adalah kemampuan siswa untuk memahami sebuah masalah meskipun masalah tersebut sangat sulit dan penuh tantangan. Seseorang dengan komitmen tinggi tidak akan mudah menyerah ketika dihadapkan dengan kegagalan, berusaha melakukan yang terbaik, dan mengoreksi setiap kegagalan dan keberhasilan yang diraih.

Sebagian besar meningkatkan persistence dicapai dengan menunjukkan kepada siswa bagaimana upaya dan strategi merupakan cara penting untuk meningkatkan (Craven, Marsh, &

Debus, 1991), mendorong siswa untuk menetapkan tujuan dan menunjukkan kepada mereka cara untuk mencapainya, menjelaskan bagaimana membagi tugas menjadi komponen- komponen dan merencanakan setiap penyelesaiannya, dan mengatasi hambatan yang mungkin dialami dalam mencapai tujuan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Academic Resilience

Kalil (2003) mengungkapkan bahwa academic resilience merupakan hasil dari upaya pengelolaan berbagai macam resiko atau hal yang bepotensi memunculkan krisis dengan cara yang positif dibandingkan menghindari resiko tersebut. Academic resilience

(43)

terbentuk dari interaksi yang signifikan antara faktor risiko dan faktor protektif.

a. Faktor risiko

Faktor risiko dianggap sebagai prediktor awal dari sesuatu yang tidak diinginkan. Faktor ini mengarah langsung pada kondisi patologis dan pada akibat yang bersifat problematik.

Faktor ini memfasilitasi munculnya problem prilaku sebagai respon lebih lanjut dari stres. Pada dasarnya, faktor risiko berbeda dengan stresor. Stresor merupakan segala sesuatu yang menyebabkan munculnya stres, sedangkan faktor risiko adalah segala sesuatu yang berpengaruh yang turut menentukan kerentanan seseorang terhadap stres ketika berhadapan dengan stresor.

Berbagai macam situasi dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko yang muncul pada level individu, keluarga, komunitas, maupun lingkungan yang lebih luas. Dalam konteks academic resilience, faktor risiko harus mempertimbangkan besarnya bahaya, hambatan, atau tekanan yang timbul dan dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Faktor risiko dipandang sebagai hal- hal yang bersifat memperlemah dan membuat individu menjadi rentan untuk mengalami stres.

b. Faktor protektif

Faktor protektif merupakan hal potensial yang digunakan sebagai alat untuk mencegah dan menanggulangi hambatan, persoalan, dan kesulitan dengan cara-cara yang efektif. Faktor

(44)

ini terdiri dari beberapa kategori antara lain kualitas atribut individu seperti temperamen yang baik, kualitas keluarga seperti kehangatan dan harapan keluarga, dan keberadaan dan pemanfaatan sistem pendukung eksternal selain keluarga.

Mekanisme faktor risiko dan protektif bervariasi berdasarkan karakteristik kesulitan atau hambatan yang dihadapi serta tahap perkembangan individu. Untuk menjadi individu yang resilien seseorang harus berani menerima keberadaan serta berinteraksi secara positif dengan faktor tersebut dan bukannya menghindarinya. Faktor ini dipandang sebagai faktor yang memperkuat, memberikan pengaruh positif untuk mampu memunculkan strategi koping yang efektif terhadap stres yang dihadapi. Kedua faktor risiko maupun protektif dapat berasal dari diri individu, keluarga, maupun lingkungan sosial.

Beberapa penelitian juga menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi academic resilience. Karimi, Abedi, & Farahbakhsh (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa strategi regulasi diri dapat mempengaruhi kognitif dan motivasi siswa sehingga akan berefek pada keterampilan belajar di kelas dan meningkatkan academic resilience siswa. Selain pembelajaran regulasi diri, dukungan sosial berupa dukungan keluarga memiliki kontribusi besar yang memperkuat academic resilience para siswa. Terakhir, faktor individu seperti karakteristik optimisme, ketekunan, dan motivasi, sangat mempengaruhi dan memberi kontribusi bagi pencapaian academic resilience.

(45)

Rojas (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi academic resilience dalam diri individu yaitu faktor risiko dan faktor protektif (faktor pelindung).

Faktor risiko berkaitan dengan kemiskinan dan status ekonomi yang rendah, disfungsi keluarga, konflik keluarga, kurangnya dukungan sosial, tingkat kedisiplinan serta kurangnya keterampilan orang tua dalam pola asuh anak. Sedangkan pada faktor protektif berkaitan dengan tingkat stress keluarga yang rendah, attachment individu, harapan yg tinggi, tingkat intelegensi, lingkungan yang aman,dan memiliki komunikasi yang baik.

Rojas (2015) juga menjelaskan bahwa faktor-faktor individual yang mendorong individu untuk memiliki academic resilience adalah tingginya optimisme, memiliki empati, self-esteem, harga diri, kontrol diri memiliki tujuan dan misi yang jelas dalam penetapan akademik, motivasi dan kemampuan dalam problem-solving yang baik.

B. Social Support

1. Definisi Social Support

Social support merujuk pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan, atau bantuan yang tersedia untuk seseorang dari orang atau kelompok lain. Social support bisa saja berasal dari banyak sumber, seperti pasangan atau kekasih, orang lain, keluarga, teman, dokter, bahkan organisasi atau komunitas (Sarafino & Smith, 2011). Orang dengan social support yang tinggi percaya bahwa mereka dicintai, dihargai, dan bagian dari jejaring sosial, seperti

(46)

keluarga atau komunitas organisasi, yang dapat membantu ketika dibutuhkan. Jadi social support mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain, atau perasaan menerima dukungan.

Social support merupakan kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Orang- orang yang menerima social support memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolongnya ketika membutuhkan bantuan. Cohen & Wills (1985) yang menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain.

2. Dimensi Social Support

Berdasarkan definisi di atas maka Sarafino & Smith (2011) mengemukakan empat dimensi social support;

a. Dukungan Emosional (Emotional Support)

Dukungan emosional adalah suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui empati, perhatian, kasih sayang dan kepedulian terhadap individu lain. Bentuk dukungan ini dapat menimbulkan rasa nyaman, perasaan dilibatkan dan dicintai pada individu yang bersangkutan. Dukungan ini juga meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain.

(47)

b. Dukungan Penghargaan (Esteem Support)

Dukungan penghargaan adalah suatu bentuk dukungan yang terjadi melaui ekspresi seseorang dengan menunjukan suatu penghargaan positif terhadap individu, dukungan atau persetujuan tentang ide-ide atau perasaan dari individu tersebut dan perbandingan positif dari individu dengan orang lain yang keadannya lebih baik atau lebih buruk. Bentuk dukungan ini bertujuan untuk membangkitkan perasaan berharga atas diri sendiri, kompeten dan bermakna.

c. Dukungan Instrumental (Instrumental Support)

Dukungan instrumental adalah bentuk dukungan langsung yang diwujudkan dalam bentuk bantuan material atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang dari orang lain, penyediaan layanan penitipan anak, penjagaan dan pengawasan rumah yang ditinggal pergi pemiliknya dan lain sebagainya yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa.

d. Dukungan Informasi (Information Support)

Dukungan informasi adalah suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat/saran, penghargaan, bimbingan/ pemberian umpan balik, mengenai apa yang dilakukan individu, guna untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

(48)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Social support a. Kebutuhan Fisik

Jenis kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, dan papan.

Seseorang yang kebutuhan fisiknya tidak tercukupi maka dukungan sosialnya pun kurang.

b. Kebutuhan Sosial

Seseorang yang sudah mencapai aktualisasi diri akan lebih mudah dikenal dibandingkan dengan orang yang tidak pernah bersosialisasi dengan masyarakat. Orang yang memiliki aktualisasi diri baik, cenderung ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dalam bentuk pengakuan sangat penting untuk memberikan penghargaan.

c. Kebutuhan Psikis

Seseorang yang sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan lebih cenderung mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai.

4. Social support berdasarkan teori Sarafino (2011) dapat berasal dari berbagai sumber:

Sumber-sumber social support dapat berasal dari anggota keluarga (suami, istri, orangtua, kakak, adik, kerabat), teman dekat, tetangga, teman kerja, dan seorang ahli/profesional.

(49)

a. Orang-orang di sekitar individu yang termasuk kalangan non- profesional (significant other) seperti keluarga, pasangan, orangtua, teman sebaya, dan rekan. Hubungan dengan kalangan non-profesional merupakan hubungan yang menempati bagian terbesar dari kehidupan seorang individu dan menjadi sumber dukungan sosial yang sangat potensial.

b. Profesional, seperti psikolog dan dokter, yang berguna untuk menganalisis secara klinis maupun psikis.

c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support group) seperti teman sebaya atau teman yang bersama melewati tahap perkembangan yang sama.

C. Hardiness

1. Definisi Hardiness

Hardiness menurut Kobasa (dalam Smith, 1993) merupakan suatu konsep kepribadian yang khas dan unik yang didasarkan pada daya tahan atau ketabahan seseorang terhadap masalah-masalah yang dialaminya. Menurut Kobasa, Maddi, & Khan (1982) kepribadian tahan banting (hardiness) dinilai dapat mengontrol individu dalam mengatasi stres yang sedang dialami agar dapat tetap survive.

Individu yang memiliki hardiness dalam dirinya akan memiliki keyakinan bahwa ia dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi atas dirinya sehingga dapat merespon secara tepat suatu peristiwa yang dialami dan meminimalisir dampak stress yang ditimbulkan, melibatkan diri dalam aktivitas yang sedang dihadapi,

(50)

dan cenderung memandang suatu perubahan yang terjadi sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri dan bukannya sebagai ancaman terhadap rasa aman.

Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Maddi & Khoshaba (2005) bahwa individu dengan kepribadian tahan banting mempunyai kontrol diri, komitmen, dan mampu menghadapi tantangan sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan di dalam maupun di luar hidupnya akan dilihat sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan sebagi ancaman bagi dirinya. Hardiness merupakan suatu faktor yang mengurangi stres dengan mengubah cara stresor dipersepsikan (Ivanevich, 2007).

Individu yang memiliki hardiness tinggi memiliki rasa ingin tahu yang besar dan cenderung memandang kehidupannya itu menarik dan bermakna. Individu percaya bahwa dirinya mampu bertindak sesuai dengan apa yang dibayangkan, apa yang dikatakan dan apa yang ingin dilakukan. Dirinya juga menganggap bahwa perubahan yang terjadi memberikan makna dalam hidup, tantangan yang mereka hadapi adalah sebagai suatu yang menarik dan perubahan yang terjadi merupakan rencana kehidupan sehingga tidak mengalami stres dalam menghadapi semua peristiwa dalam hidup.

Kreitner & Kinicki (2005) menyebutkan bahwa hardiness melibatkan kemampuan secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah stresor yang negatif menjadi tantangan yang positif. Karakter kepribadian hardiness mempunyai pengaruh yang positif pada berbagai status individu dan berfungsi sebagai sumber

(51)

perlawanan pada saat individu menemui kejadian yang dapat menimbulkan stres. Hardiness adalah salah satu karakteristik kepribadian yang dimiliki individu dalam menghadapi situasi yang menekan.

Individu yang memiliki kepribadian hardiness akan cenderung memiliki kemampuan dalam melawan stress. Individu ini percaya bahwa mereka dapat mengontrol dan mempengaruhi kejadian- kejadian dalam hidupnya. Mereka akan berkomitmen secara mendalam terhadap pekerjaan yang mereka senangi dan memandang suatu perubahan sebagai suatu tantangan yang positif atau kesempatan untuk menuju suatu perkembangan dan pertumbuhan. Individu yang memiliki karakteristik kepribadian hardiness memiliki kemampuan dalam melawan stress dengan cara mengubah stressor yang bersifat negatif menjadi sebuah tantangan yang positif (Kreitner & Kinicki, 2005).

Konsep hardiness ini bisa juga disebut dengan kepribadian ketabahan, atau hardy personality. Kobasa (dalam Kreitner & Kinicki, 2005) mengidentifikasi sekumpulan ciri kepribadian yang menetralkan stres yang berkaitan dengan pekerjaan. Kumpulan ciri ini dikatakan sebagai keteguhan hati (hardiness), melibatkan kemampuan untuk secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah bentuk stresor yang negatif menjadi tantangan yang positif. Individu yang memilki kepribadian hardiness yang tinggi akan memiliki katahanan psikologis yang kuat, individu tersebut akan mampu menghadapi

(52)

suatu tekanan dengan cara mengubah stressor negatif menjadi suatu tantangan yang positif.

Hardiness merupakan dasar seseorang untuk memandang dunia lebih positif, meningkatkan standar hidup, mengubah hambatan dan tekanan menjadi suatu hal yang membangun dan sumber pertumbuhan. Individu yang memiliki komitmen, kontrol dan tantangan lebih optimis dalam menghadapi permasalahan yang dapat menimbulkan stres sehingga individu tersebut tidak menyerah apabila berada di bawah tekanan dan memandang perubahan sebagai suatu kesempatan dan bukan ancaman (Kreitner dan Kinicki, 2005).

Schultz dan Schultz (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stres. Individu dengan hardy personality percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. Mereka secara mendalam berkomitmen terhadap pekerjaannya dan aktivitas- aktivitas yang mereka senangi, mereka memandang perubahan sebagai sesuatu yang menarik dan menantang lebih daripada sebagai sesuatu yang mengancam. Sebaliknya, kurangnya hardiness dalam diri individu dapat dihubungkan dengan tingkat stres yang tinggi.

Riggio & Porter (1990) juga menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai hardiness rendah kurang mampu dalam mengendalikan situasi dan memiliki ketidakyakinan dalam kemampuan yang dimiliki sehingga memandang kemampuannya rendah dan tidak berdaya.

(53)

Oleh sebab itu, individu yang memiliki hardiness yang rendah memiliki pengharapan yang rendah juga, membatasi usahanya dan mudah menyerah saat mengalami kesulitan sehingga mengakibatkan kegagalan.

Dari uraian mengenai definisi hardiness di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa hardiness ada dalam diri individu ketika ia memiliki kontrol, komitmen, dan menjadikan tantangan sebagai suatu hal yang memotivasi dirinya menjadi lebih baik. Serta dapat mengubah stimulus-stimulus aversif bukan sebagai ancaman melainkan sebagai suatu hal yang bersifat positif dan membangun.

Sehingga individu tersebut tidak mengalami kesulitan dalam menjalani hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.

2. Dimensi Hardiness

Menurut Maddi & Khoshaba (2005) hardiness mempunyai tiga aspek penting, yaitu:

a. Pengendalian (Control)

Control yaitu keyakinan individu bahwa dirinya dapat mempengaruhi peristiwa atau mengendalikan apa saja yang terjadi dalam hidupnya. Individu tersebut akan cenderung berhasil dalam menghadapi masalah. Individu yang memiliki kontrol yang kuat akan selalu optimis dalam menghadapi hal-hal diluar diri. Individu tersebut akan cenderung berhasil dalam menghadapi masalah. Control dalam hardiness meliputi kontrol pada keputusan yang diambil.

(54)

Individu memiliki control akan mampu secara mandiri dalam memilih cara untuk mengatasi stres. Selanjutnya kognitif individu untuk mampu menginterpretasi, meneliti dan dan menghubungkan berbagai peristiwa yang menimbulkan stres menjadi suatu rencana hidup yang terus berjalan, dan yang terakhir adalah kemampuan coping.

b. Komitmen (Commitment)

Komitmen yaitu keyakinan individu akan tujuan atau keterlibatannya dengan peristiwa, kegiatan, dan orang-orang yang ada di dalam kehidupan mereka. Individu yang memiliki komitmen tinggi mempunyai kebermaknaan dalam nilai, kepercayaan, identitas diri, perkerjaan, dan kehidupan keluarga mereka. Komitmen menggambarkan sejauh mana individu yakin dan bertahan terhadap sesuatu yang sedang dijalani.

c. Tantangan (Challenge)

Tantangan yaitu kecenderungan untuk memandang perubahan sebagai kesempatan untuk bertumbuh, dibanding memandangnya sebagai ancaman terhadap keamanan.

Tantangan tertuju pada individu yang memandang segala sesuatu secara positif dan optimis. Individu memiliki keyakinan bahwa perubahan merupakan suatu yang biasa terjadi dalam kehidupan sehingga perubahan ini dipandang bukan sebagai suatu ancaman pada keamanan melainkan suatu kesempatan untuk lebih berkembang dan tumbuh.

(55)

Hal ini senada dengan yang dikemukakan Kobasa (dalam Smith, 1993) bahwa hardiness merupakan satu tipe kepribadian yang dimiliki oleh individu yang memiliki ketangguhan dengan indikator sebagai berikut;

a. Control

Kontrol adalah keyakinan seseorang pada kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang ada dalam hidupnya. Kontrol diri dalam individu merupakan kemampuan untuk mengendalikan beragam tindakan yang diambil. Individu yang memiliki kontrol diri mampu mempengaruhi dan mengendalikan apapun yang terjadi dalam hidupnya. Individu tersebut percaya dirinya mampu menentukan terjadinya sesuatu dalam dirinya sehingga mereka tidak mudah menyerah saat menghadapi tekanan.

b. Commitment

Komitmen adalah pendekatan hidup yang ditandai dengan rasa ingin tahu dan perasaan bermakna. Memandang komitmen sebagai suatu pengabdian individu terhadap pekerjaan, keluarga, dan nilai-nilai penting lainnya. Individu yang memiliki komitmen tinggi akan selalu melibatkan diri dalam segala aspek kehidupan seperti hubungan interpersonal. Mereka juga meyakini bahwa perubahan yang terjadi dalam hidup dapat membantu mereka berkembang dan belajar dari pengalaman yang telah diperoleh.

(56)

c. Challenge

Tantangan adalah suatu harapan akan adanya perubahan yang normal dan dapat menstimulasi perkembangan. Individu yang mampu menghadapi tantangan mempunyai kemampuan melihat suatu perubahan yang terjadi sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri. Melalui pandangan yang terbuka dan fleksibel yang dimiliki, tantangan dipandang sebagai sesuatu yang harus dihadapai dan tidak dapat dipisahkan dari bagian kehidupan.

Berangkat dari teori hardinesss Kobasa (1982), penjelasan kepribadian hardiness dalam konteks akademik ditambahkan oleh Benishek & Lopez (2001) mengenai ketiga dimensi hardiness:

a. Pengendalian VS Ketidakberdayaan (Control VS Powerlessness) Control merupakan kecenderungan untuk menerima dan percaya bahwa individu dapat meramal, mengontrol, dan mempengaruhi suatu kejadian dengan pengalamannya apabila berhadapan dengan hal-hal yang tidak terduga. Individu akan aktif mempengaruhi lingkungannya dengan menanggapi dan mengambil manfaat sesuai dengan tujuan dan cita-cita hidupnya.

Individu dengan control yang lebih kuat akan selalu optimis dalam menghadapi hal-hal tak terduga.

Sedangkan powerlessness merupakan perasaan pasif yang dimiliki individu, di mana individu akan selalu merasa tersakiti atau tidak terima oleh hal-hal yang tidak dapat dikendalikan, kurang memiliki inisiatif dan kurang dapat mengetahui kemampuan-

Gambar

Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi X2 terhadap Y   .................................  138  Tabel 4.13 Hasil Analisis Dimensi X2 terhadap Y   ...............................
Gambar 4.20  Distribusi Skor Hardiness berdasarkan Fakultas  .............  120  Gambar 4.21 Distribusi Skor Hardiness berdasarkan Perguruan
Gambar 3.1 Design Penelitian
Tabel 3.1 Blue print Skala Social Support
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:(1) perbedaan perilaku penundaan penyusunan skripsi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi ditinjau dari jenis kelamin

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:(1) perbedaan perilaku penundaan penyusunan skripsi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi ditinjau dari jenis kelamin

pada mahasiswa dan self efficacy dalam diri mahasiswa yang sedang

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh karakter kerja keras terhadap academic burnout mahasiswa yang sedang menempuh skripsi pada Perguruan Tinggi Swasta

Berikut ini adalah kesimpulan terkait dari hasil penelitian dengan judul Hubungan Self efficacy dengan Problem focused coping pada Mahasiswa yang Sedang Menyusun

Data Penelitian Sense of Humor dan Stres Pada Mahasiswa Yang Sedang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kepada 123 mahasiswa yang sedang menyusun artikel angkatan 2017 di Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani, menunjukkan bahwa

ix ABSTRAK Peranan Optimisme Terhadap Kesejahteraan Subjektif pada Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan Skripsi Serta Tinjauannya dalam Islam Selama mengerjakan skripsi mahasiswa