• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Anak Hasil Zina

Dalam dokumen kedudukan anak hasil zina menurut fatwa mui (Halaman 30-33)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian Teori

2. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Anak Hasil Zina

MUI atau lembaga Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membingbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh dunia.

Majelis ulama Indonesia berdiri pada tanggal 7 Rajad 1395 hijriyah, bertepatan dengan Tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.33

MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari penjuru tanah air, antara lain dua puluh enamulama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur-unsur dari ormas-ormas Islam, 10 orang tingkat pusat, yaitu NU, Muhammadiyah,Syarikat Islam, Perti. Al-washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI, dan Al-Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan POLRI serta 13 orang tokoh cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI” yang ditanda tangani oleh seluruh peserta Musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun

32 Setneg RI, Inpres Nomor 1 Tahun 1991, pasal 80 ayat (4).

33 Sejarah MUI. Diakses pada tanggal 16 Juni, 2023, Sejarah MUI – Majelis Ulama Indonesia.

20

merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli, terhadap kesejahteraan rohani umat.34

Kemudian Majelis Ulama Indonesia membentuk wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim yang berusaha untuk:

a. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan bergama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT.

b. Memberikan nasehat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya keislaman dan kerukunan antar umat beragama dalam memantapkan perstuan bangsa dan kesatuan antar bangsa serta.

c. Menjadi penghubung antar ulama dan pemerintah serta penerjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional.

d. Meningkatkan hubungan serta kerja sama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslim dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik (MUI, 2016).35

Fatwa MUI secara umum adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum.36 Dalam tata urutan peraturan peruundangan-undangan di Indonesia, Fatwa MUI tidak ditempatkan sebagai bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, fatwa MUI dianggap sebagai instrumen hukum yang sifatnya tidak mengikat dan tidak ada paksaan secara hukum untuk mematuhinya. Namun demikian, dalam catatan sejarah Fatwa MUI banyak digunakan sebagai pedoman dan

34 Sejarah MUI.

35 Sejarah MUI.

36 Sekjend UI. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 1 Ayat (7).

prinsip-prinsip pengembangan hukum ketika proses pembentukan peraturan perundang-undangan.37

Secara formal, pada tataran praktis peradilan, Fatwa MUI ditetapkan untuk menjadi salah satu hukum materiil untuk digunakan oleh hakim di Pengadilan Agama. Selain itu, dinamika internal lingkungan peradilan agama saat ini berusaha mendorong lahirnya putusan-putusan hakim yang bermutu dengan ditandai antara lain bahwa putusan tersebut harus mengandung pembaruan hukum Islam.38

Melalui usaha pembaruan hukum Islam ini, maka putusan hakim harus berpijak pada prinsip-prinsip dasar syariah yang dikembangkan melalui asas- asas hukum Islam baik yang bersifat umum maupun khusus.39 Oleh karena itu, hakim didorong untuk menggali, memahami dan mengikuti nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat, termasuk di dalamnya menggunakan Fatwa MUI sebagai salah satu pedoman hukum Islam dalam masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa No 11 Tahun 2012. MUI mengingatkan antara lain bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. Tetapi MUI juga mengingatkan bahwa pemerintah wajib melindungi anak hasil zina dan mencegah terjadinya penelantaran. MUI menafsirkan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini maka tidak ada perbedaan status antara anak diluar kawin dengan anak yang dilahirkan melalui sebuah perkawinan secara resmi. Sebagaimana diberitakan, MUI Pusat telah mengeluarkan Fatwa No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakukan Terhadapnya. Bahkan MUI sampai mengeluarkan fatwa.

Fatwa MUI tersebut adalah: “Anak hasil zina tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.

37 Wahiduddin Adams, Pola Penyerapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Peraturan Perundang-undangan 1975-1997, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004), 590.

38 Mukti Arto, Pembaruan Hukum Islam melalui Putusan Hakim (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 3.

39 Mukti Arto, Pembaruan Hukum Islam melalui Putusan Hakim, 10.

22

Selain itu, anak hasil zina hanya mempunyai hubungan nasab, waris dan nafaqah dengan ibunya serta keluarga ibunya”.40

Sehubungan dengan penjelasan bahwa anak lahir karena perzinahan menurut fatwa MUI dinasabkan kepada ibu dan keluarga ibunya, serta dia tidak menanggung dosa zina yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahirannya. Meski nasab hanya dari pihak ibu, namun sesuai fatwa MUI, pemerintah memiliki kedudukan untuk melakukan hukuman ta'zir bagi laki – laki yang menyababkan kelahirannya ke dunia untuk memenuhi kebutuhannya dan memberikan harta melalui wasiat wajibah untuk melindungi anak tersebut.41

Menurut hukum Islam, penentuan nasab memiliki arti penting karena dalam penentuan tersebut dapat diketahui nasab anak. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dianggap sebagai anak zina, sedangkan perkawinan yang diakui di Indonesia adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 Undang – Undang Pernikahan.42 Untuk itu perlunya ditetapkan sebuah perlindungan bagi anak yang lahir di luar nikah oleh pemerintah. Sesuai dengan Qaidah Ushuliyyah yang mengatakan “Tidak ada ijtihad di hadapan nash.”

Dalam dokumen kedudukan anak hasil zina menurut fatwa mui (Halaman 30-33)