• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Pedagang Kaki Lima Di Laman Boenda

Dalam dokumen BAB 1 (Halaman 44-48)

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Fenomena Pedagang Kaki Lima Di Laman Boenda

Taman laman boenda merupakan salah satu tempat destinasi wisata yang ada di Tanjungpinang yang diminati oleh masyarakat kota Tanjungpinang. Sejak dibukanya lokasi tersebut sebagai tempat wisata semakin banyak pula kehadiran para pedagang kaki lima berjualan di sekitaran pinggiran jalan dan bahu jalan. Hingga saat ini masih sering dijumpai pedagang kaki lima yang berjualan pada lokasi sebagai area larangan untuk melakukan kegiatan usaha.

Pedagang kaki lima sendiri merupakan aktivitas ekonomi sektor informal yang cukup menjanjikan dan diminati oleh masyarakat.

Namun menjadi pedagang kaki lima sering dipakai sebagai sektor ekonomi yang mengganggu dan dianggap pekerjaan yang tidak sesuai.

Langkahnya pekerjaan dan kesempatan kerja yang ada di kota menjadi pedagang kaki lima merupakan suatu pilihan terakhir bagi masyarakat untuk dapat bertahan hidup.

Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan bu Mahyar, yaitu:

“Kalau dihitung-hitung kakak jualan udah 6 tahun lah berada di sini. Kalau dibilang mau cari kerja lain udah susah, apalagi sama keadaan sekarang. Termasuk salah satu lagi di sini lapangan pekerjaannya dikit”. (wawancara 12 November 2021)

Sama seperti halnya yang disampaikan bu Mahyar, Pak Nashurl sebagai juga mengatakan:

“Kalau untuk jualan di sini ya udah lama nggak ada 5 tahun lebih dari dulu sampai sekarang. Cari pekerjaan lain juga udah susah

45

apalagi cuman tamatan SMP. Ini aja jadi pedangan juga udah makin banyak”. (wawancara 15 November 2021)

Informasi yang sama juga didapatkan dari pak Amir Mahmud, yaitu :

“Untuk jualan di sini juga sudah lama, udah ada 6 tahun. Milih jadi pedagang ya karena pekerjaan yang ada terbatas disini, satu juga bapak udah tua jugakan. Apalagi keadaan saat ini, adek lihat aja dari ujung keujung makin bertambah yang juala. Lagian mau bersaing sama yang muda-muda udah susah juga”. (wawancara 16 November 2021)

Berdasarkan hasil wawancara ini dapatkan dari informan penelitian. Menjadi pedagang kaki lima merupakan salah satu pilihan untuk dapat bertahan hidup di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan yang ada serta banyaknya persaingan dalam memperoleh pekerjaan yang lebih layak baik itu dalam sektor formal. Dalam artian lainnya, bahwa telah terjadi marginalisasi terhadap sektor informal. pedagang kaki lima akan menjadi marginal karena profesi menjadi pedagang kaki lima tidak terserap oleh sektor formal, serta dalam menjadi pedagang kaki lima tidak dibutuhkan syarat khusus layaknya sektor formal (Andreasmi, 2018; Imade, Anak agung, 2019; Ridwa, Heri kusmanto, 2020; Salma Nur Rahama, 2021).

Dengan memanfaatkan fasilitas publik yang ada, biasanya para pedagang kaki lima yang berjualan lokasi laman boenda berjualan mulai dari pukul 16.00 hingga tutup. Pada dasarnya keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi laman boenda merupakan

pedagang yang tidak memiliki izin untuk berjualan maupun perizinan atas lahan yang digunakan.

hal ini menjadi sejalan mengenai larangan berjualan pada lokasi laman boenda. Berdasarkan hasil wawancara dengan bu Sinarsih, yaitu :

“kalau untuk larangan jualan di sini kita udah tau jadi mau gimana lagi, toh saya juga sudah lama disini”. (wawancara 12 November 2021)

Informasi yang sama juga didapatkan dengan pak M. Soleh yaitu:

“kalau untuk informasi mengenai larangan jualan di sini ya kita udah tau, cuman mau gimana lagi keadaan sudah mendesak nggak mau ya jualan di sini. Toh juga sampai sekarang masih tetap jualan malahan saya sudah 5 tahun disini”. (wawancara 15 November 2021).

Berdasarkan hasil informasi yang diberikan dari kedua narasumber hal yang sama juga didapatkan melalui pak Amir Mahmud, yaitu:

“oh kalau untuk larangan jualan disini ya dari awal juga udah tahu”. (wawancara 16 November 2021)

Dapat disimpulkan dari hasil wawancara, bahwa pedagang kaki lima yang berjualan pada lokasi laman boenda telah mengetahui adanya larangan tersebut, namun para pedagang kaki lima tetap mengindahkan peraturan yang ada. sehingga dalam melakukan kegiatan ekonominya para pedagang kaki lima juga kerap terkena penertiban oleh satuan polisi pamong praja kota Tanjungpinang. sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan dengan bu Sumiati yaitu:

“kalau dihitung-hitung udah banyaklah kena usir sama dirazia satpol pp. Cuman mau gimana lagi, mau tak mau dihadapi”.

(wawancara 12 November 2021)

Begitu juga informasi yang didapatkan dari pak Nasrul yaitu:

47

“kalau kena usir ataupun dirazia ya udah sering sama satpol tapi kan namanya pekerjaan utama ya mau tak mau pandai-pandai kita lah

(wawancara 15 November 2021)

Informasi yang didapatkan dari pak Amir Mahmud yaitu:

“yang namanya udah lama ya udah sering kena razia kena usir sama satpol. Kalau berhenti yang tidak ada pekerjaan lagi makanya bertahan”. (wawancara 16 November 2021)

Melalui informasi yang didapatkan dari hasil wawancara, hal ini membuktikan bahwa pada kenyataannya pedagang kaki lima yang berjualan setiap harinya menjadi terbiasa berjualan di dalam tekanan yang diberikan melalui peraturan dan tindakan razia oleh satpol PP yang bertugas.

Untuk mengurangi semakin banyaknya para pedagang kaki lima yang berjualan serta dalam menjaga ketertiban umum terutama pada lokasi yang merupakan sebagai fasilitas umum dan ruang hijau terbuka.

Pemerintah kota Tanjungpinang melakukan upaya menerbitkan peraturan daerah dan memasang plang aturan, serta melaui aparat pemerintah kota yaitu satuan polisi pamong praja melakukan razia terhadap pedagang kaki lima yang berada di lokasi laman boenda.

Di samping itu dengan adanya aturan serta tindakan penertiban yang dilakukan secara terus-menerus oleh satpol PP. Memberikan bukti bahwa pedagang kaki lima pada kenyataannya masih tetap berjualan di lokasi laman boenda. Dan dan hal ini juga memunculkan bahwa adanya fenomena perlawanan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima.

Dalam dokumen BAB 1 (Halaman 44-48)

Dokumen terkait