• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melakukan “adu mulut” dengan petugas satpol pp

Dalam dokumen BAB 1 (Halaman 73-81)

73

lima melakukan aksi demonstrasi agar tetap dapat berjualan pada lokasi laman boenda.

bertindak sesuai dengan prosedur untuk melakukan secara terus- menerus penertiban terhadap pedagang kaki lima.

Adapun hasil wawancara peniliti dengan bapak Hasim yang merupakan salah satu petugas yang sering melakukan penertiban pedagang kaki lima, yaitu :

“kalau untuk perlawanan biasanya kalau pada saat ditertibkan paling sering yang kami dapatkan ya adu mulut lah sama mereka, kalau untuk sampai adu fisik dengan pedagang kaki lima itu nggak pernah ah juga mereka tak pernah juga melakukan adu fisik dengan kami”. (wawancara 10 November 2021)

Hal yang serupa juga informasi yang di dapatkan dengan bapak Ari wibawa, yaitu :

“perlawanan yang paling sering biasanya adu mulut, kalau untuk adu fisik dengan pedagang kaki lima itulah kami hindari beruntungnya mereka juga tidak pernah melakukan adu fisik saat ditertibkan”. (wawancara 10 November 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas satuan polisi pamong praja (satpol pp) kota Tanjungpinang, perlawanan dengan adu mulut pada saat penertiban sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dengan pedagang kaki lima yang berada di laman boenda.

Bentuk perlawanan pedagang kaki lima yang berada di lokasi taman laman boenda kota Tanjungpinang, ada dua yaitu perlawanan secara tersembunyi yakni perlawanan dengan menggunakan cara tanpa fisik atau tanpa kekerasan. Seperti hasil penelitian yang didapatkan, perlawanan tersembunyi yang dilakukan oleh pedagang

75

kaki lima yaitu dengan melakukan sembunyi-sembunyi terhadap petugas satuan polisi pamong praja, membayar mahar lapak jualan pada lokasi serta mencari dukungan terhadap lembaga.

Sedangkan perlawanan secara terbuka yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yakni dengan tetap berjualan, menolak untuk direlokasi melakukan demonstrasi, dan melakukan adu mulut dengan petugas satuan polisi pamong praja pada saat dilakukan penertiban.

Dengan demikian, bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima merupakan sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan isi peraturan daerah kota Tanjungpinang nomor 7 tahun 2018.

Munculnya pedagang kaki lima menjadi tantangan bagi proses pembangunan tatanan kota. Ini merupakan juga sebagai alternatif bagi masyarakat di tengah populasi yang semakin meningkat serta terbatasnya lapangan pekerjaan yang ada bagi suatu kota. Dengan modal yang relatif kecil, tidak jarang masyarakat menengah kebawah memilih untuk menjadi pedagang kaki lima.

Namun dalam proses pembangunan tatanan kota yang menjadi lebih baik juga memunculkan kebijakan yang tidak memuaskan serta tidak menjawab terhadap tantangan bagi proses pembangunan tatanan kota (Nugroho, 2014). Sehingga kerap memunculkan konflik dan perlawanan bagi masyarakat yang termarjinalkan seperti halnya

pada kasus pedagang kaki lima. Masyarakat yang bergerak secara dinamis tentu akan menolak setiap kebijakan yang dipandang memberi konsekuensi buruk, tidak menawarkan keuntungan,dan mengancam keberlangsungan hidup.

Secara teoritik dan legalitas peraturan yang ada sangatlah untuk dilakukan dalam praktiknya. Ini dibuktikan sebagaimana petugas satuan polisi pamong praja memiliki kekuasaan dan kebijakan dalam menertibkan pedagang kaki lima serta adanya rambu peraturan yang ditempelkan pada lokasi laman boenda.

Namun yang menarik perhatian peneliti, bahwa rambu peraturan yang ada di lokasi penelitian, apabila di cek melalui laman jdih.tanjungpinangkota.go.id peraturan tersebut tidak ada sehinggal apabila masyarakat serta lembaga lain menyadari hal tersebut bisa memberikan kebingunan tersendiri.

Menurut Jan Kooiman dalam Governing As Governance (Susan, 2012) jika birokrasi pemerintahan cenderung menggunakan tindakan berlebihan legal tanpa kecerdasan sosiologis Maka akan muncul kontradiksi dalam implementasi kebijakan yaitu ketidak harmonian antara praktik pemerintah dan warga. Karena bentuk penegakkan aspek legal membuta bersifat menekan dan menyalahkan pihak publik sebagai pelanggar aturan semata.

77

Seperti halnya yang terjadi pada penelitian perlawanan pedagang kaki lima di lokasi laman boenda, penegakan aspek legal membuta cenderung mengabaikan kompleksitas permasalahan yang ada. Novri Susan dalam negara gagal mengelolah konflik (2012) melihat bahwa praktik legal yang membuta sesungguhnya berbeda dengan konsep penegakan hukum dalam sistem demokrasi, demokrasi berangkat dari konsep tindakan pencegahan pelanggaran dari pada pengumuman semata dan memberikan efek terciptanya kebaikan umum.

Adanya klaim baik itu dari pemerintah terhadap masyarakat yang melanggar peraturan sehingga berdampak pada rusaknya tatanan kota. Ini mengingat bahwa masyarakat sudah bersifat dinamis dengan adanya tekanan dalam bentuk legalitas aturan dan dipandang memberikan konsekuensi buruk. sama halnya yang terjadi pada pedagang kaki lima, maka perlawanan pedagang kaki lima hingga saat ini dan akan masih terus berlangsung.

Peneliti berpandangan bahwa fenomena peristiwa yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa perlawanan itu akan selalu ada.

Lahirnya perlawanan terhadap legalitas peraturan yang ada akibat dari terusiknya suatu kondisi sosial dan ekonomi dalam keluarga atau masyarakat kecil yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima terkhusus pada lokasi laman boenda. Oleh karena itu teori

perlawanan yang dikemukakan oleh Scott sangat cocok dalam analisis fenomena sosial yang terjadi pada perlawanan pedagang kaki lima laman boenda dan melahirkan bentuk dari perlawanan itu sendiri baik secara terbuka ataupun tersembunyi.

79 BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai perlawanan pedagang kaki lima di laman boenda kota Tanjungpinang berdasarkan data-data yang diperoleh dari beberapa informan yang merupakan aparat pemerintah kota itu petugas satuan polisi pamong praja kota Tanjungpinang serta pedagang kaki lima yang berjualan pada lokasi laman boenda. Maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

1. Terjadinya populasi meningkat dan didorong dengan arus urbanisasi yang terjadi maka memunculkan permasalahan minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga menurutnya pedagang kaki lima yang menjadi pilihan nasional bagi masyarakat untuk menyambung hidup.

2. Adanya peraturan daerah mengenai ketertiban umum yang harus di jalankan oleh petugas satuan polisi pamong praja kota Tanjungpinang yang bertanggung jawab langsung terhadap walikota, hal ini membuat pedagang kaki lima merasa disubordinasikan dengan kekuasaan dan kebijakan yang ada sehingga memunculkan perlawanan.

3. Perlawanan yang dilakukan pedagang kaki lima berdasarkan teori James Scott ada dua bentuk perlawanan yaitu bentuk perlawanan tersembunyi dan terbuka.

4. Bentuk perlawanan tersembunyi yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi laman boenda yaitu melakukan sembunyi-sembunyi dengan petugas satuan polisi pamong praja sebagai pemerintah, membayar mahar alat perjuangan kepada petugas parkir agar mendapatkan tempat jualan, mencari dukungan terhadap berbagai lembaga agar dapat memperkuat serta mempertahankan posisinya.

5. Bentuk perlawanan terbuka yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi laman boenda yaitu, memilih untuk tetap berjualan Hal ini dilakukan karena menjadi pedagang kaki lima merupakan pekerjaan utama, menolak relokasi dikarenakan lokasi yang disediakan dianggap sangat tidak menguntungkan bagi pedagang kaki lima, melakukan demonstrasi kepada dewan perwakilan rakyat daerah dan walikota Tanjungpinang agar para pedagang kaki lima dapat berjualan di lokasi laman boenda, dan melakukan adu mulut terhadap petugas satuan polisi pamong praja pada saat penertiban berlangsung.

Dalam dokumen BAB 1 (Halaman 73-81)

Dokumen terkait