• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran umum biodiversitas flora dan fauna di bentuklahan vulkanik

Dalam dokumen Bentanglahan Vulkanik Indonesia (Halaman 170-175)

BIOGEOMORFOLOGI KAWASAN VULKANIK INDONESIA

A. Berbagai Jenis Flora dan Fauna pada Bentuklahan Vulkanik 1. Perhatian dan studi terdahulu tentang keanekaragaman flora di

2. Gambaran umum biodiversitas flora dan fauna di bentuklahan vulkanik

Vulkan di Indonesia, terutama stratovolkano memiliki morfologi yang menjulang tinggi dengan relief kasar dan perbedaan elevasi cukup signifikan antara bagian puncak dengan kakinya. Verstappen (2013) men- jelaskan bahwa di Indonesia terdapat empat belas vulkan yang memiliki ketinggian lebih dari 3.000 meter. Diantara keempatbelas vulkan tersebut, dua diantaranya berada di Pulau Sumatra yaitu Vulkan Kerinci dan Dempo, satu di Pulau Lombok yaitu Vulkan Rinjani, satu di Pulau Bali yaitu Vulkan Agung, dan sepuluh vulkan lainnya berada di Pulau Jawa. Keting- gian morfologi vulkan ini menyebabkan morfologi vulkan zonasi elevasi yang beragam.

Berbagai level ketinggian tersebut akan berpengaruh terhadap variasi kondisi iklim. Perlu kita pahami bahwa ketinggian tempat (altitude) juga merupakan kendali iklim (climatic control) yang menentukan perbe- daan elemen iklim (climatic element) terutama temperatur udara, sama seperti letak lintang (latitude). Ketinggian tempat yang semakin ber- tambah akan berpengaruh terhadap penurunan suhu udara.

BENTANGLAHAN VULKANIK INDONESIA : ASPEK FISIKAL DAN KULTURAL-161 Di Pulau Jawa, Cornelis Braak telah melakukan studi untuk men- gidentifikasi fenomena ini pada periode 1920-an dan memperoleh hasil bahwa setiap penambahan ketinggian 100 meter terjadi penurunan tem- peratur udara sebesar 0,60°C dan 0,55°C, masing-masing untuk daerah di bawah dan di atas 1500 dpl. Sekalipun teori ini telah banyak dikoreksi akurasinya berdasarkan kondisi saat ini (Purwantara, 2015), namun penurunan suhu udara terhadap ketinggian tempat tetap ada sebagai gejala alami yang juga berlaku di wilayah Kepulauan Indonesia.

Variasi temperatur udara yang terbentuk mengikuti perubahan ketinggian tempat berpengaruh terhadap jenis vegetasi yang tumbuh pada berbagai ketinggian tempat tersebut. Di permukaan bumi terdapat zonasi iklim menurut letak lintang dan ketinggian tempat, yang ternyata linier dengan keberadaan zonasi vegetasi. Ketinggian tempat antara nol hingga 1.000 meter merupakan zona iklim tropis. Vegetasi yang tumbuh di area ini merupakan anggota dari ekologi megaterm yang hanya mampu berkembang di daerah panas dan terkumpul di zona khatulistiwa. Ketingi- an tempat antara 1.000 hingga 1.500 meter merupakan zona iklim sub- tropik dan ketinggian 1.500 hingga 2.500 meter merupakan zona iklim se- dang-hangat. Vegetasi yang tumbuh di zona subtropik dan sedang-hangat merupakan anggota dari ekologi mesoterm yang tumbuh baik di daerah iklim sejuk, biasanya terdapat di lintang menengah. Selanjutnya pada ketinggian tempat antara 2.500 meter merupakan zona iklim sedang dan ketinggian tempat antara 4.000 meter hingga 6.000 meter merupakan zona iklim dingin. Vegetasi yang tumbuh di zona iklim sedang dan dingin merupakan anggota ekologi mikroterm yang terdapat di daerah lintang tinggi (Van Steenis, 2010).

162-BAB VI: BIOGEOMORFOLOGI KAWASAN VULKANIK INDONESIA Perhatikan Gambar 6.1. berikut ini.

Gambar 6.1. Skema konsep termo-ekologi yang menunjukkan hubungan pengaruh variasi iklim menurut letak lintang dan ketinggian tempat terhadap sebaran berbagai kelompok ekologi (Van Steenis, 2010)

Deskripsi diatas menunjukkan bahwa morfologi stratovolkano yang tinggi, yang berada di daerah tropis seperti di Indonesia memiliki karakteristik vegetasi yang unik. Keunikan ini terbentuk karena keberagaman vegetasi sebagaimana yang dijumpai pada berbagai letak lintang mulai dari khatulistiwa hingga ke lintang tinggi, juga dijumpai pa- da satu morfologi vulkan ini. Pada area yang sempit seperti struktur kerucut vulkan namun memiliki rentang/julat (range) elevasi yang signif- ikan, akan terbentuk variasi temperatur udara yang memicu berkem- bangnya berbagai jenis vegetasi yang beragam. Van Steenis (2010) juga menyatakan bahwa kawasan tropik memberikan wawasan yang unik mengenai variasi vegetasi ini, karena kerap mewakili semua zona di per- mukaan bumi mulai dari yang tropik hingga yang beku. Bahkan, di Pegunungan Papua yang tinggi, vegetasi dapat dipelajari mulai dari pantai tropik hingga puncak tinggi yang berselimut gletser.

Selain jenis flora, di lingkungan vulkan juga terdapat berbagai jenis fauna. Van Steenis (2010) menjelaskan bahwa di hutan lereng bawah vulkan kebanyakan ditemukan lutung (Presbytis pyrrhus) berbulu hitam

BENTANGLAHAN VULKANIK INDONESIA : ASPEK FISIKAL DAN KULTURAL-163 panjang dalam kelompok kecil. Penulis juga menjumpai lutung berbulu hitam di lereng Gunung Arjuno-Welirang pada ketinggian sekitar 1.500 meter. Pada usia muda, lutung ini berbulu coklat seperti karat. Pada area yang lebih tinggi di Jawa Barat terdapat P. aygula yang bulunya berwarna lebih keperakan. Kedua jenis kera ini merupakan pemakan tumbuhan termasuk pucuk Schefflera aromatica. Dengan perilaku semacam ini, kera berperan dalam penyebaran tumbuhan, walaupun peranannya masih di bawah musang luwak (Paradoxurus hermaproditus). Musang merupakan he- wan yang pandai memanjat dan banyak beraktivitas di malam hari. Ciri khas musang adalah ekor panjang kira-kira 1 meter, hampir setengah dari panjang badannya. Selain beraktivitas di hutan, musang juga sering ditemukan dekat kampung dan memakan biji kopi dan unggas.

Pada puncak vulkan Pulau Jawa banyak dijumpai di tikus gunung yang gemuk (Rattus bukit). Ciri fisik dari tikus ini adalah berbulu lebat, ba- gian perut berwarna putih, berekor panjang yang ujungnya putih, dan ser- ing memakan buah dari semak cantigi (Vaccinium varingiaefolium) dengan cara memanjat. Hewan lain yang memiliki habitat terbatas di sekitar pun- cak gunung adalah burung murai gunung yang juga memakan buah Vac- cinium. Penulis pernah menjumpai burung ini di sekitar puncak Vulkan Lawu, Merbabu, Sundoro, Slamet, dan Pangrango (Gambar 6.2). Burung ini yang tidak merasa terganggu oleh kehadiran manusia. Burung ini membu- at sarang dari lumut di rumpun Edelweiss (Anaphalis) dan jenis semak lainnya yang lebih rendah. Burung-burung yang lebih beragam terdapat di hutan lereng vulkan. Spesies burung banyak dijumpai, sebagian besar khas pada zonasi elevasi tertentu sehingga membentuk zonasi tumbuhan dan hewan yang khas. Burung-burung ini umumnya bertelur pada musim penghujan sehingga telurnya menetas pada musim kemarau ketika banyak tumbuhan berbunga. Pola penyebaran burung pegunungan yang menetap ini ternyata sama dengan pola penyebaran tumbuhan di pegunungan. Bu- rung murai (Turdus) dan sejenis kutilang (Carduelis estherae) hidup di wila- yah vulkan tinggi yang memberikan biji-bijian sebagai sumber pangan, baik dari cemara maupun pohon lain (Van Steenis, 2010).

164-BAB VI: BIOGEOMORFOLOGI KAWASAN VULKANIK INDONESIA

Di puncak vulkan yang tinggi dan gersang seringkali dijumpai tupai terbang (Petaurista) yang mati dekat kawah. Tupai terbang ini menghadapi risiko kematian di puncak vulkan akibat dari kebiasaannya sendiri yang suka memanjat pohon atau obyek lain yang tinggi kemudian meluncur terjun. Pada area puncak vulkan yang tidak ada pepohonan, he- wan ini akan terus memanjat bebatuan. Babi hutan atau celeng (Sus vita- tus) banyak dijumpai di dalam hutan. Hewan ini memiliki kebiasaan berkubang dalam lumpur kemudian menggosokkan badannya ke batang pohon. Babi hutan dapat memakan rimpang berumbi dari perilakunya yang suka menggali tanah. Pada masa lampau, ketika Junghuhn berkun- jung ke dataran tinggi Iyang tahun 1844, masih banyak terdapat rusa di lereng pegunungan. Rusa dijumpai dalam kawanan yang beranggotakan ratusan bahkan ribuan ekor. Keberadaan rusa ini berdampak terhadap pohon cemara dan rerumputan yang tetap pendek akibat aktivitas me- makan maupun kotorannya. Sebagaimana rusa yang banyak dijumpai pada masa lampau, badak (Rhinoceros sundaicus) juga dijumpai di lereng vulkan.

Junghuhn menjumpai dua ekor badak di puncak Gunung Pangrango dalam pendakiannya di tahun 1839 (Van Steenis, 2010). Sampai saat ini di titik pertemuan antara Vulkan Gede dengan Pangrango terdapat toponim kan- dang badak yang diduga berkaitan dengan aktivitas hewan ini pada masa lampau.

Lebah banyak dijumpai di bentuklahan vulkanik karena kondisi cuacanya yang sesuai untuk kehidupan lebah. Jenis lebah yang hidup berkelompok (Vespa velutina) banyak membuat sarang di bagian terbuka kawah, yaitu pada bebatuan dan permukaan tanah. Van Steenis (2010) menjelaskan bahwa kawanan lebah antara lain pernah dijumpai di Kan- dang Badak, Gunung Gede-Pangrango, Gunung Salak, dan Gunung Patuha.

Selain lebah, di dalam hutan lereng vulkan juga banyak dijumpai nyamuk.

Sementara itu pada tumbuhan bawah, daun, dan ranting banyak terdapat lintah.

Wilayah vulkanik pada dasarnya merupakan ekosistem yang kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. Dalam laman resmi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dijelaskan bahwa di wilayah vulkan ini

BENTANGLAHAN VULKANIK INDONESIA : ASPEK FISIKAL DAN KULTURAL-165 terdapat pohon Rasamala yang dijuluki sebagai pohon raksasa serta kan- tong semar (Nephentes spp) yang disebut sebagai pemburu serangga.

Berbagai jenis fauna juga dijumpai di wilayah ini antara lain kepik raksasa, sejenis kumbang, serta 100 jenis mamalia seperti kijang, pelanduk, anjing hutan, macan tutul, owa jawa, lutung, dan macan tutul. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), sebagaimana diinformasikan dalam laman resminya, terdapat 38 jenis satwa liar yang dilindungi menurut PP Nomor 7 Tahun 1999, termasuk diantaranya adalah macan tutul jawa (Pan- thera pardus), lutung jawa (Trachypithecus auratus), serta 11 jenis reptil dan 14 jenis insecta.

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), sebagai area vulkan tertinggi di Indonesia, dalam laman resminya melaporkan keberadaan berbagai jenis fauna antara lain monyet (Macaca fascicularis), harimau su- matra (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatra (Elephas maximus sumatren- sis). Selain itu juga terdapat berbagai jenis flora seperti padma raksasa (Rafflesia Arnoldi) dan cemara sumatra (Taxus sumatrana). Bahkan dalam laman kementerian lingkungan hidup dan kehutanan dijelaskan bahwa taman nasional ini merupakan bagian dari warisan alam dunia (World Her- itage Site). Taman Nasional Gunung Rinjani yang mencakup wilayah vulkan tertinggi kedua di Indonesia memiliki berbagai jenis fauna antara lain monyet dan elang flores.

B. Pengaruh Vulkanisme Terhadap Persebaran Berbagai Jenis Flora

Dalam dokumen Bentanglahan Vulkanik Indonesia (Halaman 170-175)