BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.7. Histopatologis Saluran Pernafasan Mencit
49
Gambar 2.16. Gambaran fotomikrograf pulmo terlihat alveolus dengan dinding yang disusun oleh epitel (Junquiera dkk., 1997)
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa tipis dengan serat-serat kolagen, serat elastis dan sel-sel (terutama fibroblas dan makrofag), dilapisi oleh selapis sel mesotel.
Di dalam lapisan jaringan ikat terdapat banyak kapiler limfe dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura mengeluarkan sejumlah sekret berupa cairan yang selalu berada dalam keadaan lembab dan licin. Sekret digunakan untuk mempermudah gerakan antara lapisan parietal yang melapisi rongga dada dengan lapisan viseral yang membungkus permukaan paru-paru (Junquiera dkk., 1997).
50
jaringan interstitial alveolus, iritasi dan radang atau inflamasi jaringan alveolus.
Inflamasi jaringan alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah makrofag, peningkatan elastase meningkat yang menyebabkan rusaknya enzim 1-antitripsin sehingga terjadi defisiensi enzim 1-antitripsin, komposisi elastase dan antielastase tidak seimbang, degradasi jaringan elastin yang pada akhirnya menyebabkan pelebaran diameter alveolus.
Obat nyamuk bakar merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat menyebabkan menurunnya kesehatan masyarakat. Obat nyamuk biasanya terbuat dari bahan aktif yang termasuk golongan organofosfat. Bahan aktif ini adalah dichlorovynil edimethyl phosphate (DDVP), propoxur (Karbamat), diethyltoluamide dan piretrin yang merupakan jenis insektisida pembunuh serangga. Umumnya bahan aktif yang digunakan pada obat nyamuk adalah bahan yang cepat terurai dan berdaya racun tinggi, dalam arti mematikan nyamuk dengan cepat. Sehingga pemakaian obat nyamuk yang tidak benar, dapat membahayakan kesehatan. Dampak pemakaian obat nyamuk tergantung pada jenis obat nyamuk, jumlah obat nyamuk, lama pemakaian dan bahan campurannya (Kardinan, 2001).
Bahan aktif obat nyamuk akan masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan kulit kemudian akan beredar di dalam darah. Setelah itu menyebar ke dalam sel-sel tubuh. Ada yang menuju ke saluran pernafasan, ke encephalon (otak) dan lain-lain. Efek terbesar akan dialami oleh organ yang sensitif. Karena obat nyamuk lebih banyak terinhalasi pada saluran pernafasan, maka yang paling banyak mengalami gangguan adalah saluran pernafasan. Sementara efek samping pada kulit sangat tergantung pada kepekaan kulit (Tarumingkeng, 1992).
Gangguan-gangguan pada organ tubuh manusia akan terjadi jika penggunaan obat nyamuk tidak terkontrol atau berlebihan. Orang yang memiliki kepekaan akan lebih cepat menunjukkan reaksi. Alergi yang paling banyak muncul biasanya mengenai saluran pernafasannya sehingga menimbulkan batuk. Saluran pernafasan manusia dilengkapi suatu epitel atau pelapis saluran nafas. Epitel ini mempunyai silia seperti rambut getar yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing. Silia akan bereaksi terhadap sekret (cairan lendir) atau benda asing yang ada dalam saluran nafas. Jika epitel dan silia rusak, benda asing tersebut tidak dapat dihilangkan. Selain itu sel-sel di
51
bawah epitel juga akan terkena dampaknya. Akibatnya keluarlah lendir atau cairan kental (Nashibah, 2003).
Menurut Nashibah (2003) setiap jenis obat nyamuk mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gejala-gejala yang biasa terlihat jika seseorang mengalami keracunan obat nyamuk adalah keringat keluar berlebihan, salivasi (pengeluaran air liur), muntah, diare, sulit bernapas dan jika parah dapat mengalami pingsan. Risiko terbesar terdapat pada obat nyamuk bakar karena secara langsung mengeluarkan asap yang dapat terhirup.
Sedangkan obat nyamuk semprot berbentuk cair memiliki konsentrasi bahan aktif yang berbeda karena cairan yang dikeluarkan ini akan diubah menjadi gas. Artinya dosisnya lebih kecil. Sementara obat nyamuk elektrik lebih kecil lagi karena bekerja dengan cara mengeluarkan asap tetapi dengan daya elektrik.
Untuk mengetahui gejala terjadinya metaplasia pada sel epitel trakea yang akan mengakibatkan penyempitan jalan udara maka diamati di bawah mikroskop dalam setiap slide dengan 3 bidang pandang untuk setiap irisan. Kemudian diamati perubahan epitel trakea dan diukur diameter trakea, tinggi epitel serta perbandingan diameter trakea dengan tinggi epitel(Nashibah, 2003).
Paru-paru merupakan alat tubuh yang sering mengalami kelainan patologi.
Pemaparan partikel yang terkonsentrasi di udara dalam jangka pendek dapat menginduksi terjadinya inflamasi paru-paru tikus. Salah satu kelainan pada paru-paru adalah emfisema yang didefinisikan sebagai suatu pelebaran alveoli, duktus alveoli serta hilangnya dinding batas antara alveoli dengan duktus alveoli (Wahyono, 2005). Adanya pemaparan asap terhadap binatang dapat menyebabkan emfisema meskipun tidak terlalu meluas seperti pada manusia dapat juga meningkatkan sekresi sel mukosa dan perubahan vaskuler yang mengakibatkan hipertensi. Emfisema dapat terjadi karena adanya pertumbuhan jaringan fibrosa sehingga mengganggu serat-serat elastin yang menyokong alveoli (Wright dan Chung, 2002; Mahadeva dan Shapiro, 2002).
Dalam penelitian Sanjoto dkk (2001)dalam Anindyajati (2007) diameter alveoli paru-paru tikus yang terpapar asap rokok ternyata 15 µm lebih besar dibanding rata-rata diameter alveoli kelompok kontrol. Paparan asap rokok dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas elastin yang berdampak pada menurunnya elastisitas jaringan paru-paru padahal serat-serat elastin yang merupakan komponen penting dari matriks ekstraseluler paru-paru yang dibentuk oleh komponen elastin yang
52
bertanggungjawab terhadap sifat elastis jaringan paru-paru termasuk alveolus, sakus alveolaris, duktus alveolaris serta bronkiolus respiratorius dan elastisitas sangat berpengaruh terhadap fungsi pernafasan serta emfisema.
Menurut Scott (2004)dalam Anindyajati (2007) area permukaan dari jaringan paru-paru kira-kira 120 m2 yang diperlukan sebagai area permukaan terluas dari tubuh yang terpapar lingkungan. Sel-sel dari jaringan pernafasan dan surfaktan paru-paru merupakan jaringan tubuh yang pertama terpapar secara langsung beribu-ribu bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam asap pembakaran tembakau.Berdasarkan berbagai sumber referensi seperti Sanjoto dkk (2001)dalam Anindyajati (2007), Wright dan Chung (2002) dapat diringkas mekanisme pengaruh asap pada saluran pernafasan seperti pada Gambar 2.17.
Asap
Inhalasi
Intersepsi Impaksi Sedimentasi Difusi
Penyaringan oleh hidung
Partikel > 30 µm kemudian dikeluarkan
Saluran pernafasan tidak lurus
Partikel 5 – 30 µm
Mengendap di trakea
Aktifitas epitel bersilia berkurang, sel goblet
semakin banyak aktivitasnya
Pergerakan lapisan mukosa berkurang
Metaplasia
Partikel 1 – 5 µm
Mengendap di bronkiolus
Partikel 1 µm
Terjerat dalam alveoli
Partikel dalam jumlah berlebihan
Pertumbuhan jaringan fibrosa
dalam septum alveolus
Menurunkan kualitas dan kuantitas elastin
Gangguan fungsi pernafasan
53
Gambar 2.17. Skema mekanisme pengaruh asap pada saluran pernafasan (Anindyajati, 2007).
Jalan udara menyempit
53