• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan Data

Dalam dokumen Disertasi Rina Priastini Susilowati (Halaman 87-91)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.8. Pengumpulan Data

64

serapan cahaya larutan pada masing-masing tabung diukur pada panjang gelombang 412 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Aktivitas asetilkolinesterase dinyatakan dalam molar substrat terhidrolisis per menit per mg protein. Laju hidrolisis substrat dihitung dengan menggunakan rumus Ellman dkk., (1961):

(mol/l/unit) =  absorban/menit 1,36 x 104

 absorban = serapan cahaya yangntelah dikurangi dengan serapan cahaya blanko.

Persentase hambatan aktivitas asetilkolinesterase oleh insektisida tertentu dihitung dengan rumus:

% Hambatan = A0 – A1 x 100%

A0

A0 : aktivitas enzim asetilkolinesterase (M substrat/menit/mg protein) kontrol (tanpa paparan obat nyamuk bakar)

A1: aktivitas enzim asetilkolinesterase pada perlakuan obat nyamuk bakar

65

manusia normal yang telah dimodifikasi. Pada saat pembakaran, obat nyamuk bakar menghasilkan asap yang nantinya akan masuk pada environmental chamber. Setelah itu, asap hasil pembakaran ditampung pada chamber yang kemudian diserap oleh Stargas dan dicacah nilai jumlah konsentrasi gasnya tiap coil obat nyamuk bakar. Penampilan data jumlah konsentrasi gas yang dihasilkan oleh layar di Stargas harus direkam dengan kamera, karena alat ini tidak bisa menyimpan data dan tidak dapat dihubungkan oleh komputer. Untuk setiap coil obat nyamuk bakar dibutuhkan waktu ± 10 menit.

Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali perulangan setiap 1 jenis obat nyamuk bakar yaitu 1 obat nyamuk bakar sintetis transflutrin 2500 ppm dan 5 jenis obat nyamuk bakar herbal MORIZENA berdasarkan dosis bertingkat (500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm dan 4000 ppm) untuk melihat nilai deviasi pada setiap coil obat nyamuk bakar tersebut.

Semua proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel 2010. Setelah itu menghitung total konsentrasi gas CO dengan software origin 8.1.

Setelah variabel telah didapatkan semua, langkah selanjutnya yaitu menghitung besarnya faktor emisi untuk masing-masing jenis obat nyamuk bakar (Utomo, 2011;

Utami dkk., 2010).

4.8.2. Data kematian A. aegypti

Persentase A. aegypti yang mati atau lumpuh (knockdown atau KdT50) dihitung pada saat menit ke 5, 10, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 300, 360, 420 dan 480. Persentase kematian ditentukan 24 jam setelah aplikasi. Analisis uji probit data pengamatan dilakukan untuk mengetahui KdT50 A. aegypti. Pembandingan toksisitas antar dosis dilakukan secara deskriptif terhadap persen kematian A. aegypti. Koreksi data (apabila persen angka kelumpuhan atau kematian) pada kontrol sebesar 5-20% dikoreksi menurut rumus Abbot (Komisi Pestisida, 1995), yaitu dimana A1 = (%) angka kematian setelah dikoreksi, A = (%) angka kematian nyamuk uji, B = (%) angka kematian pada kontrol.

66

Kematian A. aegypti pada kelompok kontrol lebih dari 20% penelitian dinyatakan gagal dan harus diulang. Efikasi dinyatakan baik apabila kematian A.

aegypti sebesar 90% sampai dengan 100%. Kurang dari nilai tersebut dinyatakan tidak baik. Untuk mengetahui adanya pola hubungan antara peningkatan konsentrasi obat nyamuk bakar herbal MORIZENA dengan peningkatan jumlah kematian A. aegypti maka analisis dilakukan dengan menggunakan analisis trend regresi.

4.8.3. Data berat badan mencit

Penimbangan berat badan mencit dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di awal penelitian dan setelah penelitian berakhir. Hal ini dilakukan untuk mengetahui uji toksisitas paparan asap obat nyamuk bakar herbal MORIZENA selama 12 minggu pada mencit jantan. Seperti yang dinyatakan oleh Siburian dan Marlinza (2009), bahwa berat badan dapat memberikan gambaran kesehatan hewan coba dan merupakan salah satu parameter untuk menentukan efek toksik suatu senyawa.

4.8.4. Data berat paru mencit

Penimbangan berat paru mencit dilakukan setelah penelitian berakhir. Hal ini dilakukan untuk mengetahui uji toksisitas paparan asap obat nyamuk bakar herbal MORIZENA dosis bertingkat dan Transflutrin 2500 ppm selama 12 minggu pada mencit.

Asap obat nyamuk bakar yang masuk ke dalam paru-paru akan menyebabkan gangguan pernapasan, dan kerusakan jaringan paru-paru, seperti alveolus yang melebar sehingga oksigen yang masuk ke alveolus menjadi banyak dan mengakibatkan organ paru-paru menjadi lebih ringan (terjadi perubahan berat paru-paru).

4.8.5. Data perubahan histopatologis trakea mencit

Setelah perlakuan, mencit dimatikan dengan cara disuntik pentobarbital.

Kemudian organ trakea diambil, difiksasi ke dalam larutan buffer formalin 10%.

Selanjutnya trakea diolah mengikuti metode baku histologis yaitu metode parafin.

Setelah trakea beku dalam parafin dilakukan pemotongan cross sectional dengan ukuran

 5 µm dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan dengan menggunakan HE. Setiap trakea dibuat menjadi 5 preparat yang terdiri dari berbagai sisi

67

potongan, kemudian masing-masing preparat diamati di bawah mikroskop dalam 3 lapangan pandang, yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 10x10, 40x10 dan 100x10.

Tabel 4.1. Skor derajat kerusakan jaringan trakea mencit antar kelompok perlakuan selama 12 minggu (Hsia dkk., 2010; Miller dkk., 2009)

Kriteria kerusakan jaringan trakea Skor Epitel berlapis semu silindris, bersilia, jumlah

sel Goblet normal, tidak ada lipatan mukosa

1 Epitel berlapis semu silindris, silia mereduksi,

jumlah sel Goblet meningkat, tidak ada lipatan mukosa

Epitel berlapis semu silindris, silia mereduksi, jumlah sel Goblet meningkat, ada lipatan mukosa

2

3

Epitel berlapis pipih, silia mereduksi, jumlah sel Goblet meningkat, ada lipatan mukosa

4

Potongan melintang dilakukan secara acak pada organ trakea bagian proksimal, tengah dan distal sebagai sampling trakea sepanjang aksis proksimal- distalnya. Gambaran digital yang memperlihatkan potongan melintang trakea difoto dan dianalisis. Analisis morfometrik dilakukan dengan menggunakan metode yang telah dilakukan oleh Hsia dkk. (2010) serta Miller dkk. (2009). Re-epitelisasi pada trakea diuji dengan skoring epitel yang terdapat di membran basal pada Tabel 4.1.

Informasi ini digunakan untuk menentukan persentase area permukaan membran basalis yang ditutupi oleh struktur epitel yang berbeda.

4.8.6. Data perubahan histopatologis paru-paru mencit

Setelah perlakuan, mencit dimatikan dengan cara disuntik pentobarbital.

Kemudian organ paru-paru diambil, ditimbang (diukur volumenya) dan difiksasi ke dalam larutan buffer formalin 10% selama 24 jam. Selanjutnya paru-paru diolah mengikuti metode baku histologis yaitu metode parafin. Setelah paru-paru beku dalam parafin dilakukan pemotongan cross sectional dengan ukuran  5 µm dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan dengan menggunakan HE. Setiap paru-paru dibuat menjadi 5 preparat yang terdiri dari berbagai sisi potongan, kemudian

68

masing-masing preparat diamati di bawah mikroskop dalam 3 lapangan pandang, yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 10x10, 40x10 dan 100x10.

Potongan histologi paru-paru digunakan untuk menentukan terjadinya inflamasi sel-sel paru-paru dan terwarnainya makrofag. Sasaran yang dibaca adalah persentase inflamasi sel-sel sekretori di dinding alveoli atau bronkiolus respiratorius yang diakibatkan karena reaksi oksidatif paparan asap obat nyamuk bakar herbal morizena yang dinyatakan dengan kriteria yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 (Braber dkk. 2010;

Tournoy dkk. 2000; Kwak dkk. 2003; Thurlbeck, 1967; Marianti, 2009).

Tabel 4.2. Skor derajat kerusakan jaringan paru-paru mencit antar kelompok perlakuan selama 12 minggu (Braber dkk. 2010; Tournoy dkk.

2000; Kwak dkk. 2003; Thurlbeck, 1967; Marianti, 2009) Gambaran

histologis

Skor

1 2 3

Membran alveolus (utuh, berinti dan lengkap dengan sel-sel

endotelium)

> 75% 25-75% Membran

alveolus < 25%

Lumen alveolus (Membulat ukuran proporsional)

> 75% 25%-75% < 25%

Hubungan antar alveolus (rapat)

> 75% 25%-75% < 25%

Septum interalveolaris (penebalan)

- + ++

Dalam dokumen Disertasi Rina Priastini Susilowati (Halaman 87-91)