• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII FIELD DEVELOPMENT SCENARIO

8.1. HSE

78 BAB VIII

HEALTH SAFETY AND ENVIRONTMENT (HSE) & CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

79 bagi perusahaan, salah satunya dapat meningkatkan loyalitas konsumen atau masyarakat tersehadap perusahaan. Dalam perkembangannya, CSR telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan secara bersama sama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha berdasarkan prinsip saling menguntungkan (kemitraan).

8.1.1. Commitment & Policy

Peraturan yang berlaku di daerah tempat beroperasi dan komitmen perusahaan sebagai acuan perusahaan dalam membuat suatu kebijakan HSE.

a) Planning (perencanaan)

o Identifikasi kecelakaan, penilaian resiko, menentukan solusinya o Membuat standart operasional dan kebutuhan lainnya

o Penentuan sasaran dan program yang akan dijalankan b) Implementation (implementasi)

o Pengadaan sumber daya manusia, pembagian peran dan tanggung jawab, memberi kejelasan otoritas masing-masing peran.

o Peningkatan kompetensi sumber daya dengan meningkatkan pelatihan dan kepedulian sumber daya pada pentingnya K3.

o Menjalin komunikasi, partisipasi, dan konsultasi antar pekerja o Kontrol dokumen, arsip dan operasi

o Membuat first hand emergency response

o Checking and Corrective Action ( Pemantauan dan Koreksi) c) Pengukuran dan Pemantauan

o Evaluasi o Identifikasi o Penanganan o Koreksi

o Kebijakan upaya preventif o Audit internal

d) Management Review

o Melihat hasil dari program yang telah dijalanan kemudian

80 menentukan kebijakan manajemen selanjutnya.

8.1.2. Golden Rules

Mecmata Energy memiliki komitmen bahwa “MATA” dalam rangka memenuhi Health, Safety, and Environment (HSE) sebagai bagian yang sangat penting dalam pencapaian efisiensi dan keberhasilan usaha perusahaan melalui upaya secara terus menerus dalam menyempurnakan standar-standar yang ada dengan penyediaan program-program HSE dalam menunjang kegiatan perusahaan.

Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

o Mematuhi peraturan perundang-undangan terkait dan atau standar industri yang berlaku.

o Andil menjadikan aspek HSSE sebagai prioritas pertama pada seluruh kegiatan dalam usaha untuk mencegah terjadinya kerugian akibat insiden, penyakit akibat kerja, kegagalan proses, dan gangguan keamanan serta melaksanakan kegiatan operasional yang berwawasan lingkungan.

o Terampil bahwa mecmata energy memastikan standar yang tinggi tentang setiap pekerja dan mitra kerja memiliki keterampilan dan kompetensi terkait aspek HSSE dan operasional.

o Aktif memantau dan mengingatkan dalam setiap kegiatan dan tindakan yang dilakukan dalam aktivitas kerja selalu dalam lingkup HSSE

8.1.3. Penerapan Safety Training Observation Program (STOP)

Program ini bertujuan untuk membuktikan keperdulian perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Program ini dilakukan dengan pendekatan seperti mengamati ataupun diskusi mengenai permasalahan yang dihadapi. Didasari atas tanggungjawab terhadap semua orang sehingga membantu para pekerja melihat keselamatan kerja dari sudut pandang yang baik untuk saling membangun sistem keselamatan yang baik.

a. Maksud dan Tujuan STOP

81 1) Memastikan semua pekerja mendefinisikan bahaya dan

meningkatkan keterampilan dalam pengenalan dan penanganan bahaya.

2) Menghilangkan kejadian dengan menangani perilaku karyawan yang aman dan tidak aman di lingkungan kerja.

3) Merubah perilaku dengan memngamati orang dan memberikan umpan balik untuk mendorong praktek kerja yang aman dan menghilangkan perilaku yang beresiko.

b. Siklus Observasi

1) Memutuskan untuk melakukan observasi keselamatan kerja.

2) Berhenti didekat pekerja untuk melihat pekerjaan yang dilakukan.

3) Mengamati pekerja dengan tenang dan fokus pada perilaku aman dan tidak aman.

4) Bertindak melibatkan pekerja dalam pembicaraan untuk membina tata kerja dan perilaku yang berisiko.

5) Melapor observasi dan tindakan menggunakan kartu observasi keselamatan.

c. Teknik Observasi STOP

1) Bicaralah dengan orang yang bersangkutan untuk memahami alasan atas tindakannya yang tidak aman.

2) Gunakan sikap bertanya : o Cedera apa yang terjadi.

o Bagaimana pekerjaan ini dapat dilakukan dengan cara yang lebih aman.

o Menggunakan pikiran yang jernih dan akal sehat untuk mencegah terulangnya kejadian yang tidak aman.

3) Gunakan observasi total :

o Melihat ABBI (above, below, behind, inside)

o Mendengarkan adanya getaran atau suara yang tidak biasa o Mencium adanya bau yang tidak biasa.

82 o Merasakan adanya suhu dan getaran yang tidak biasa.

4) Gunakan siklus observasi keselamatan kerja.

8.1.4. Environment

Mecmata Energy memperhatikan secara teliti dan masif pada penanggulangan dampak lingkungan kegiatan operasi pada lapangan Kompretulesyen. Dengan tugas melakukan koordinasi, pengawasan serta memimpin jalannya pemantauan/pengelolaan limbah baik non-B3 maupun limbah B3, penjagaan fungsi lingkungan selama jalannya operasi, dan penghijauan lingkungan.

Tujuan dan manfaat melakukan Environmental Baseline Assessment (EBA), adalah :

a) Tujuan:

o Mengetahui pengelolaan lingkungan yang seharusnya dilakukan untuk proyek pengembangan Lapangan Kompretulesyen.

o Mengetahui kondisi karakteristik rona lingkungan awal dari Lapangan Kompretulesyen baik itu penggunaan lahan serta kawasan sensitif disekitar lokasi operasi.

o Mengetahui penilaian yang menggambarkan apa yang bisa terjadi pada dasar yang merupakan hasil proyek pembangunan dan pengembangan Lapangan Kompretulesyen dengan memprediksi besarnya dampak. Istilah besarnya digunakan sebagai singkatan untuk mencakup semua aspek b) Manfaat

o Sebagai bahan pertimbangan SKK Migas serta Pemda dalam memberikan izin pengembangan Lapangan Kompretulesyen, Sumatera Utara.

o Sebagai media informasi bagi masyarakat yang berbeda di wilayah sekitar lokasi operasi mengenai dampak lingkungan serta tindakan peminimalisirkan dampak oleh pihak Kontrak Karya Kerjasama (KKKS).

8.1.5.1. Environmet Commitment

83 Perusahaan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan di setiap lokasi usaha dan lingkungan sekitar Perusahaan dengan cara:

o Menjaga kelestarian lingkungan.

o Mentaati peraturan perundang-undangan dan standar pengelolaan lingkungan.

o Menyediakan dan menjamin semua perlengkapan dan peralatan yang mendukung pengelolaan lingkungan.

o Melakukan tindakan yang bersifat promotif dan preventif untuk mengantisipasi keadaan darurat lingkungan.

o Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pencemaran lingkungan yang terjadi.

o Membuat laporan atas setiap pencemaran lingkungan yang terjadi.

o Melakukan pemeriksaan, inspeksi dan evaluasi secara berkala terhadap semua sarana lindungan lingkungan.

o Melakukan pelatihan penanggulangan pencemaran lingkungan.

8.1.5. Penanganan Limbah

8.1.5.1 Penanganan Limbah Hasil Bor

Limbah sering dinilai sebagai hal yang buruk dalam industri. Langkah- langkah yang diberlakukan pemerintah terkait limbah sudah jelas yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Artinya, limbah tersebut harus diperlakukan sedemikian rupa terlebih dulu baru dapat dibuang ke tempat yang aman. Pada aturan tersebut, pemerintah menetapkan kategori limbah B3 yaitu kategori 1 dan 2. Limbah B3 kategori 1 merupakan limbah B3 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Sedangkan limbah B3 kategori 2 adalah limbah B3 yang mengandung B3, memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.

Beberapa limbah B3 yang dihasilkan dari industri hulu migas seperti lumpur minyak bumi (oil sludge). Ini adalah limbah pada pengolahan, penyaluran, dan

84 penampungan minyak bumi. Lumpur ini seperti pasta berwarna hitam, kadang tercampur tanah, kerikil, air, dan bahan lainnya. Umumnya lumpur ini terjadi karena pengendapan partikel halus dari minyak bumi. Endapan tersebut makin lama makin menumpuk pada bagian bawah tangki penyimpanan atau pada pipa-pipa penyaluran minyak bumi. Limbah lain yang kerap ditemui adalah serbuk bor, tanah terkontaminasi minyak (oil contaminated soil), oli bekas, bahan-bahan kimia bekas, hingga majun atau kain bekas dan bahan habis pakai terkontaminasi.

Ekstraksi fisika atau kimia melalui gaya sentrifugal untuk memisahkan limbah lumpur minyak adalah cara paling umum selain menggunakan metode bio- remediasi dan co-processing. Prinsip dari co-processing adalah pembakaran dengan memanfaatkan panas untuk menghilangkan limbah. Aplikasi ini hanya dapat mencapai temperatur 800 derajat Celcius dan mesti sesuai dengan regulasi yang ada karena tetap ada limbah debu dan partikel. Sedangkan proses bio-remediasi adalah proses pembersihan secara biologis menggunakan mikroba khusus, sehingga bisa mengurangi kadar polusi limbah.. Tetapi untuk mengaplikasikan metode ini butuh TPH (total petroleum hydrocarbon) di lumpur minyak bumi sebesar 15 persen.

Riset menunjukkan bahwa kombinasi mikroba dan biosurfactant di hamparan tanah berlapis geo-membran berhasil menghilangkan 46 gram TPH tiap kilogram tanah di area dengan volume 4.883 m3 lumpur minyak bumi (sludge oil) yang mencemari tanah dengan pengolahan selama enam bulan.

8.1.6.2. Penanganan Limbah Air

Pengolahan limbah lainnya adalah produksi air. Produksi air ini semakin meningkat bila lapangan migas makin berumur. Karena itu produksi air untuk menggenjot produksi minyak harus efisien. Masalahnya, produksi air tersebut kadang terkontaminasi racun, sehingga tidak ramah lingkungan, serta harus diolah terlebih dulu bila akan dimanfaatkan atau dibuang. Salah satu penerapan produced water yang besar adalah metode EOR (enhanced oil recovery) menggunakan well injection. Pengolahan limbah air ini biasanya menggunakan kombinasi antara pemisahan fisik dan proses biologis untuk mendapatkan air yang tidak lagi mencemari lingkungan.

85 8.1.6.3. Pengelolaan Emisi Udara

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP No. 41 Tahun 1999, Sekertaris Negara PROF. DR. H.

Muladi S.H.). Sumber utama emisi:

a. Kompresor turbin b. Generator turbine c. Boiler/heater d. Well Testing

e. Drilling dan peralatan atau transportasi yang berkaitan denganlogistik f. Venting

g. Oily Water Treatment Unit (OWTU) h. Figitve emission

i. Oil Spill incidents dan Bioremediasi

Gas H2S merupakan gas beracun yang berasal dari formasi bawah permukaan dan sering dijumpai pada lokasi pemboran. Gas ini sangat berbahaya karena sangat beracun dan sangat mudah terbakar. Gas ini dapat membunuh apabila dijumpai pada konsentrasi yang tinggi dan tidak melaksanakan SOP yang tepat. Gas CO2 juga berasal dari bawah permukaan dan sangat sensitif terhadap isu polusi udara secara global.

Walaupun tidak terlalu berbahaya, namun gas CO2 juga merupakan salah satu poin dari HSE yang paling penting. Flaring dapat dilakukan dengan mengacu pada PERMEN ESDM Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Pembakaran Gas Suara Bakar (Flaring) Pada Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi.

Dalam dokumen Fisiografi, Tektonik, dan Stratigrafi (Halaman 84-91)

Dokumen terkait