BAB III RESERVOIR DESCRIPTION
3.3. Mekanisme Pendorong
29 3.1.3.6. Bubble Point Pressure (Pb, psi)
Komposisi fluida didapatkan dari kondisi inisial pada fluida reservoir.
Diketahui bubble point pressure pada lapangan Kompretulesyen adalah 308.7 psia.
30 Gambar 3.9. Ganesh Takur Plot
Dari plot Ganesh Takur dapat dianalisa bahwa jenis tenaga pendorong reservoir adalah Depletion Drive. Depletion drive ditandai dengan penurunan tekanan yang relatif cepat yang disertai dengan recovery efficiency yang rendah, yang mana sesuai dengan plot grafik di atas.
0 100 200 300 400 500 600
0 10 20 30 40 50 60
Pressure (psi)
Recovery Efficiency, %OOIP
Pressure vs time
31 Gambar 3.9. Campbell Plot Lapangan Kompretulesyen-19
Dari analisa drive mechanism menggunakan drive index, didapat bahwa pada awal periode terdapat tenaga pendorong air (water drive), maka dari itu dilakukan analisa tipe water drive menggunakan Campbell plot. Melalui plot tersebut, dapat dianalisa bahwa jenis water drive nya adalah moderate water drive. Hal tersebut dapat dilihat dari respon grafik yang sesuai dengan Campbell plot pada grafik berikut.
Gambar 3.9. Campbell Plot
1E+05 1E+06 1E+07 1E+08 1E+09
0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000
F/Et, STB
F, RB
Campbell Plot
32 BAB IV
RESERVE DAN PRODUCTION FORECAST
4.1. Klasifikasi Cadangan
Menurut aturan Pedoman Tata Kerja tentang Plan of Development yang telah ditetapkan oleh SKK Migas mengelompokkan bahwa, perhitungan cadangan reserves harus menjelaskan mengenai hydrocarbon in place, yaitu OOIP/OGIP dalam kategori yaitu P1 (Proven), P2 (Possible), P3 (Probable), dan reserves serta recovery factor.
4.1.1. Cadangan Terambil Hidrokarbon
Cadangan merupakan perkiraan jumlah hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir yang dapat diproduksikan ke permukaan secara komersial pada waktu mendatang dari akumulasi hidrokarbon yang telah diketahui. Perhitungan cadangan pada Lapangan “Kompretulesyen-19-” dilakukan sesuai kriteria klasifikasi cadangan yang digunakan oleh SKK Migas dan Ditjen Migas mengacu pada SPE 2001/AAPG/WPC/SPEE yang telah dimodifikasi berdasarkan karakteristik reservoir di Indonesia
33 Gambar 4.1. Klasifikasi cadangan berdasarkan PRMS 2007 (Dadang
Rukmana,2009) Cadangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Proved Reserves
Proved Reserves merupakan jumlah hidrokarbon, yang berdasarkan analisis data geologi dan atau keteknikan, dapat diperkirakan dengan tingkat kepastian tinggi yaitu mencapai ≥ 90 %, akan dapat diperoleh secara ekonomis pada waktu mendatang dengan kondisi ekonomi, metode operasi, maupun peraturan pemerintah yang ada. Untuk proved reserves telah memiliki data tes sumur (DST) dan/ atau data performance (perilaku) hasil produksi yang telah dikorelasikan dengan data log
2. Probable Reserves
Probable Reserves merupakan julah hidrokarbon (minyak dan atau gas) yang terdapat didalam reservoir yang mungkin dapat diproduksikan, yang memiliki tingkat kepastian minimal 50% dari jumlah cadangan terbukti + cadangan mungkin bisa diperoleh dipermukaan (bisa di produksian). Pada probable reserves ini hanya memiliki data sumur dan log tetapi belum pernah ada tes sumur (DST) dan/atau data performance hasil produksi.
3. Possible Reserves
Possible Reserves merupakan jumlah hidrokarbon (minyak danatau gas) yang terdapat didalam reservoir yang diharapkan dapat diproduksikan dimana minimal 10% dari jumlah cadangan terbukti + cadangan mungkin + cadangan harapan bisa diperoleh di permukaan (bisa diproduksikan). Pada possible reserves zona reservoirnya merupakan penghasil hidrokarbon yang diperoleh dari korelasi geologi dan geofisika dan atau di luar daerah investigasi uji sumur (DST = drillstem test).
4.1.2. Perhitungan Original Oil In-Place dengan Metode Volumetrik
Ada tiga klasifikasi cadangan yang diperhitungkan yaitu P1 (proved), P2 (Probable), P3 (Possible). Batas P1 (Proven) secara lateral adalah reservoir
34 boundary yang didapat dari uji alir produksi dan didukung oleh interpretasi geologi dan geofisika. Jika data yang didapat tidak konklusif, maka dapat menggunakan analog yang memperhatikan good engineering practices dengan tetap melakukan analisis risiko sebagaimana disampaikan.
Ada tiga klasifikasi cadangan yang diperhitungkan yaitu P1 (proved), P2 (Probable), P3 (Possible). Batas P1 (Proven) secara lateral adalah reservoir boundary yang didapat dari uji alir produksi dan didukung oleh interpretasi geologi dan geofisika. Jika data yang didapat tidak konklusif, maka dapat menggunakan analog yang memperhatikan good engineering practices dengan tetap melakukan analisis risiko sebagaimana disampaikan
Dalam hal tidak ditemukan analog yang memadai, maka perkiraan batas P1 adalah maksimum radius 250 (dua ratus lima puluh) meter untuk reservoir minyak. Sementara nilai OOIP volumetri yang digunakan dalam proses inisilisasi nantinya ada nilai 2P risked sesuai dengan ketentuan PTK POD.
Tabel IV-1. Estimasi OOIP melalui 2P Risked
Kategori Nilai Unit
P1 (Proven) 7860366,439 STB P2 (Possible) 11790549,66 STB
2P RISKED 12969604,62 STB
4.2. Reservoir Simulation
Simulasi reservoir merupakan proses memodelkan kondisi reservoir secara matematik dengan mengintegrasikan berbagai data yang ada (geologi, geofisik, petropisik, reservoir, produksi dan sebagainya) untuk memperoleh kinerja reservoir dengan teliti pada berbagai kondisi sumur dan skenario produksi sehingga akan diperoleh perkiraan yang baik terhadap rencana/tahapan pengembangan suatu lapangan selanjutnya.
Simulasi Reservoir memiliki tujuan untuk memprediksikan kinerja reservoir di masa yang akan datang serta mencari strategi pengembangan lapangan sehingga diperoleh peningkatan perolehan minyak dari reservoir. Secara keseluruhan tahapan simulasi memiliki lima tahap yaitu : persiapan data,
35 inisialisasi, history matching, peramalan dan analisis.
Setelah tahapan simulasi dilakukan maka dilakukan startegi pengembangan Lapangan “Kompretulesyen-19” yang optimum dan ekonomis berdasarkan kajian keekonomian.
4.2.1. Reservoir Simulation Model
Untuk pembuatan model geologi dalam simulasi, data yang dibutuhkan yaitu Isoporosity map, Isopermeability map, Saturation region map. Berdasarkan pada data properties yang tersedia untuk proses input di dalam model simulasi diperoleh hasil modelling geologi. Lalu untuk pemodelan reservoir berdasarkan pemodelan geologi kondisi statis dihubungkan data reservoir pada kondisi dinamis.
Gambar 4.2. Isoporosity Map Lapangan “Kompretulesyen-19”
36 Gambar 4.3. Isopermeability Map Lapangan “Kompretulesyen-19”
Gambar 4.3. Saturation Region Map Lapangan “Kompretulesyen-19”
● Data Reservoir
Data input Reservoir yang digunakan yaitu Initial Reservoir condition, PVT (fluid properties), SCAL dan RCAL
37
● Data Produksi
Data produksi yang diinput yaitu data histori produksi (.fhf) sebagai acuan konstrain simulasi pada sumur Stj-1, Stj-2, Stj-3
● Data Tekanan
Data tekanan yang di input kedalam simulator meliputi tekanan awal reservoir dan tekanan saturasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya 4.2.2. Inisialisasi
Dalam tahap inisialisasi dapat dilihat kondisi awal model reservoir seperti saturation region, isopermeability, isoporosity, dan tekanan reservoir awal. Dari model simulasi, didapatkan hasil inisialisasi OOIP matching dengan persentase (%) error seperti pada tabel berikut
Tabel IV-2. Hasil inisialisasi dan %Error
4.2.3. History Matching
Setelah menyamakan kondisi inisial reservoir, kemudian melakukan history matching. History matching adalah proses memodifikasi parameter yang digunakan pada pembuatan model reservoir dengan maksud untuk menyelaraskan antara model dengan kondisi actual, yang didasarkan pada data parameter terukur selama periode waktu tertentu. Tahap ini sangat menentukan dalam melakukan simulasi reservoir. Tujuan dari proses history matching ini adalah untuk melakukan validasi terhadap model simulasi reservoir dengan kondisi actualnya. Penyelarasan
38 dilakukan dengan menyesuaikan konstrain berdasarkan acuan data history production dan mengubah parameter permeabilitas relatif
Tabel IV-3. Hasil History Matching
Gambar 4.4. Cummulative Water Production Lapangan “Kompretulesyen-19”
39 Gambar 4.5. Cummulative Oil Production Lapangan “Kompretulesyen-19”
Gambar 4.6. Cummulative Liquid Production Lapangan “Kompretulesyen- 19”
40 Gambar 4.7. Cummulative Gas Production Lapangan “Kompretulesyen-19”
4.2.4. Productivity Index (PI) Matching
Setelah melakukan history matching dan sebelum melakukan prediksi langkah selanjutnya yaitu melakukan PI matching (khusus lapangan minyak). PI matching ini bertujuan agar prediksi yang dihasilkan tidak terlalu optimis (garis putus-putus warna merah) maupun pesimis (garis putus-putus warna biru), tetapi realistik (garis tegas warna hijau), seperti contoh yang terlihat pada Gambar 4.8 di bawah.
Gambar 4.8. Inflow Performance Relationship STJ-1
41 Dari hasil PI Matching yang dilakukan pada Lapangan Kompretulesyen-19, didapat hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel IV-4. PI Matching PI Match
STJ-1 Oil
Rate, stb/day
Oil Rate
(H), stb/day
Water Rate, stb/day
Water Rate
(H), stb/day 33,08841 32,18 227,3816 229,29
%error 2,823% %error 0,832%
Gambar 4.9. PI Matching Lapangan “Kompretulesyen-19”
4.3. Inflow Performance Relationship (IPR)
Kurva Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan grafik yang mengambarkan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi yang dinyatakan dalam bentuk hubungan antara laju produksi (q) terhadap tekanan alir dasar sumur (Pwf).
Kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida dari bawah sumur harus dikombinasikan dengan kinerja vertical lift performance (VLP), yaitu kurva yang
42 menggambarkan kemampuan suatu sumur untuk mengalirkan fluida dari dasar sumur ke permukaan melalui media pipa.
Pada pengerjaan minggu ini menggunakan software Prosper, dimana dilakukan dengan memasukan data-data reservoir, PVT, sumur, dan trajektori. Setelah semua data di masukan kedalam software Prosper maka nanti akan muncul grafik IPR dan VLP. Kemudian dari hasil plot grafik IPR dan VLP ini nantinya dapat diketahui apakah sumur dapat berproduksi secara natural flow atau memerlukan artificial lift.
Tabel IV-4. Data yang di Asumsikan berdasarkan Data Produksi
Sumur
STJ-1 STJ-2 STJ-3
Water Cut (%) 54.0593 99.76557589 55.57344496
Test Rate (STB/day) 475.94 93.79 186.33 Test Bottom-hole Pressure
(psig) 355.3 355.3 355.3
Gambar 4.10. Inflow Performance Relationship STJ-1
43 Gambar 4.11. Inflow Performance Relationship STJ-2
Gambar 4.12. Inflow Performance Relationship STJ-3
44 Tabel IV-5. AOF Summary Sumur Existing
Sumur
AOF (STB/day)
STJ-1 1043.2 STJ-2 258.9 STJ-3 409.0
Gambar 4.13. IPR vs VLP STJ-1
45 Gambar 4.14. IPR vs VLP STJ-2
Gambar 4.15. IPR vs VLP STJ-3
46 BAB V
DRILLING AND COMPLETION
5.1. Target, Jadwal, dan Jumlah Sumur Pengeboran
Pemboran dilakukan pada lapangan “Kompretuleysen-19” yang direncakanan akan melakukan pemboran 3 sumur STJ pada Formasi Lakat (FL) sebagai reservoir. Pengeboran direncanakan akan dilakukan pada tahun 2022.
5.2. Geological Prognosis
Pada lapangan “Kompretuleysen-19” akan dilakukan pemboran secara vertikal. Kolom Stratigrafi Lapangan Kompretulesyen-19 yang terletak pada cekungan Sumatera Tengah memperlihatkan litologi dari masing-masing formasi yang akan dilalui saat pemboran dilakukan. Kolom Stratigrafi Lapangan Kompretulesyen-19 serta kedalaman tiap formasi ditunjukkan pada berikut.
Tabel V-1. Geological Prognosis
5.3. Well Drilling Planning
Perencanaan sumur perlu dilakukan untuk dapat mengetahui desain sumur yang tepat dengan kondisi dan litologi dari sumur yang ditembus. Oleh karena itu, desain sumur dilakukan agar lintasan lubang bor yang akan digunakan dalam suatu operasi pemboran,dapat berjalan dengan lancar.
47 Well Classification Completion Perforation Drilling
Plan STJ-1 Existing Well Cased Hole,
Double
1260,89-1268 1277,15-1287,82
September 2022
STJ-2 Existing Well Cased Hole, Single
1288,88-1299,41 October 2022 STJ-3 Existing Well Cased Hole,
Single
1222,45-1248,73 November 2022
Gambar 5.1. Well Planning 5.4. Drilling Operation
Operasi pemboran meliputi skema pemboran serta penentuan waktu pemboran yang ditentukan dari waktu yang dibutuhkan untuk persiapan, rig up, pemboran, running casing, sirkulasi semen dan rig down. Perhitungan ROP pada bit untuk setiap trayek diperlukan untuk dapat mengetahui waktu pemboran yang dilakukan.
Tabel V-2. Waktu Tiap Kegiatan Pemboran
48 Gambar 5.2. Grafik Kedalaman vs Hari
5.5. Pore Pressure and Fracture Gradient Modelling (PPFG)
Keberhasilan dari suatu pemboran diperhitungkan oleh beberapa parameter salah satunya yang harus diperhatikan adalah tekanan-tekanan yang terjadi pada lubang bor. Tekanan-tekanan seperti formation pressure (Pf), Tekanan rekah formasi (Prf), Tekanan overburden (OBP), dan Tekanan dari kolom lumpur (Ph).
Tekanan dari kolom lumpur harus diperhitungkan untuk menghindari problem pemboran. Dimana untuk tekanan kolom lumpur (Ph) sendiri memiliki rule of thumb lebih besar 100 – 200 psi dari formation pressure. Tekanan-tekanan ini akan di plot membentuk suatu grafik yang disebut dengan pressure window, sedangkan untuk densitas lumpur akan di plot ke dalam mud window.
A B
C D
E
F
G
H I J
K 0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
0 5 10 15 20 25
Kedalaman (ft)
Hari
Kedalaman Vs Hari
49 Gambar 5.3. Pressure Window
Gambar 5.4. PPFG
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
0 500 1000 1500 2000
Measured Depth (ft)
Pressure (psi)
Pressure Window
PF PRF PF Margin PRF Margin PH
50 5.6. Mud Design
Lumpur pemboran dirancang dengan sedemikan rupa mengikuti grafik PPFG agar memiliki tekanan hidrostatis lebih besar dari tekanan formasi, tetapi lebih rendah dari tekanan rekah formasi agar tidak menimbulkan masalah pemboran seperti kick dan lost circulation. Selain itu rheologi lumpur disesuaikan dengan formasi yang akan di lalui. Berikut komposisi lumpur yang digunakan pada pemboran STJ-1 pada setiap trayeknya. Lumpur digunakan pada setiap trayek kecuali conductor pipe dikarenakan conductor dipasang dengan cara di hammer.
Tabel V-3. Desain Lumpur Secara Keseluruhan
Drilling Trajectory Dept
h Lengt
h Apply Mud
Weight Bit
Size Type of Mud Name of Mud Volume Volume
ft ft ppg in ft3 bbl
Conductor (20") 0
200 N/A N/A
Polymer Mud
N/A N/A N/A
200
Surface (13 3/8") 0
880 10.5 17 1/2 KCL Polymer
Mud 2938.29861
1 523.760893
880 2 Production (9
5/8")
0 1500 12.5 12 1/4 Polymer Mud 2454.14713
5 437.459382
1500 4
● Surface Casing
Pada intermediete casing densitas dari lumpur yang digunakan adalah sebesar 10,5 ppg. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran surface casing sebesar 523,76 bbl.
Tabel V-4. Desain Lumpur Surface Casing
● Production Casing
51 Pada production casing densitas dari lumpur yang digunakan juga adalah sebesar 12,5 ppg karena Ph terlihat masih aman atau lebih dari tekanan formasi dan tidak melebihi tekanan rekah formasi. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran production casing sebesar 437,46 bbl.
Tabel V-4. Desain Lumpur Production Casing 5.7. Drill String and BHA Program
Drill string yang akan digunakan dalam menembus sumur STJ-1 diperhitungkan sedemikian rupa menyesuaikan dengan formasi yang akan ditembus. Adapun rancangan komponen drill string dan BHA dapat dilihat pada table berikut.
Tabel V-5. Rangkaian Drill String dan BHA Program
52 5.8. Casing Program
Setelah sumur selesai di bor maka rangkaian casing akan dimasukkan ke dalam lubang bor. Casing yang terdapat pada lubang bor memiliki banyak fungsi, seperti menjaga dinding lubang bor agar tidak runtuh, sebagai tempat untuk memasang BOP, mencegah tercemarnya freshwater formation oleh lumpur pemboran dan menghubungkan permukaan dengan lapisan-lapisan produktif.
Dalam menentukan desain casing diperhitungan burst, tension dan collapse pressure sebagai gaya yang bekerja terhadap casing. Hal ini penting untuk dilakukan, agar dapat diperoleh casing yang sesuai pada formasi yang akan ditembus dengan tetap memperhitungkan keekonomisan. Desain casing pada sumur STJ-1 dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.
Gambar 5.5. Conductor Design
53 Gambar 5.6. Surface Casing Design
Gambar 5.7. Production Casing Design
54 Gambar 5.8. Casing Design and Well Schematic
5.9. Cement Design
Desain semen pemboran dilakukan agar dapat memberikan pertahanan casing saat sudah dipasang dalam lubang bor, dimana desain tekanan hidrostatis harus lebih besar dari tekanan formasi, tetapi lebih rendah dari tekanan rekah formasi. Berikut komposisi semen yang digunakan pada pemboran STJ-1 pada tiap trayeknya.
● Surface Casing
Pada surface casing densitas dari lumpur yang digunakan adalah sebesar 11,9 ppg. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran surface casing sebesar 214 bbl.
55 Tabel V-8. Desain Semen Surface Casing
● Production Casing
Pada production casing densitas dari lumpur yang digunakan juga adalah sebesar 12,1 ppg. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran production casing sebesar 83,6 bbl.
Tabel V-9. Desain Semen Production Casing
5.10. Rig Specification
Dalam melakukan pengeboran yang berhasil diperlukan juga rig yang sesuai dapat mencukupi tenaga atau horsepower yang dibutuhkan untuk kelima sistem pemboran dan tetap ekonomis. Berdasarkan hasil perhitungan horse power untuk kelima sistem pemboran dalam pengeboran ini didapatkan HP sebesar 1234.35 HP sehingga rig yang digunakan merupakan rig PDSI#04.3/N110-M yang memiliki tenaga sebesar 1500 HP. Dimana hal ini mencukupi kebutuhan pengeboran yang akan dilakukan pada lapangan Kompretulesyen-19.
56 Gambar 5.9. Rig Specification
5.11. Well Completion
Setelah sumur selesai dilakukan pemboran, maka sumur perlu dilakukan penyempurnaan untuk dapat memproduksikan fluida ke permukaan secara optimal.
Kegiatan penyempurnaan sumur pemboran ke sumur produksi disebut dengan well completions. Dimana setelah dilakukan perhitungan penentuan jenis komplesi didapati pada sumur STJ-1 dipilih cased hole formation completion berdasarkan penentuan kekuatan formasi yang tergolong kedalam formasi Tidak Kompak.
Digunakan juga tubing completion untuk sumur STJ-1 yang merupakan single tubing completion. Hal ini dikarenakan pada lapangan ST hanya memproduksikan 1 lapisan produktif.
57 BAB VI
PRODUCTION FACILITIES
6.1. Production Facilities Location
Fasilitas produksi di permukaan perlu direncanakan agar bisa memproduksi fluida hidrokarbon secara maksimum dan dapat mentransmisikannya ke tangki penambung (storage tank) tanpa hambatan. Direncanakan akan dilakukan produksi dari 3 (Tiga) Sumur; STJ1, STJ 2,STJ-3 disertakan dengan 2 sumur infill; INF-1, INF-2, 3 sumur Pressure Maintenance; PM-1, PM-2, PM-3, dan 1 sumur waterflooding WF-1. Pada lapangan kompretulesyen-19. Lokasi Peralatan produksi dipermukaan direncanakan dipasang di daratan semuanya (onshore).
Gambar 6.1. Well Location (Basecase) (Google Earth Pro)
58 Gambar 6.2. Well Location (Scenario 1)
(Google Earth Pro)
Gambar 6.3. Well Location (Scenario 2) (Google Earth Pro)
59 Gambar 6.4. Well Location (Scenario 3)
(Google Earth Pro)
Gambar 6.5. Overall Field Layout (Basecase) (Pipesim GIS Modelling)
60 Gambar 6.6. Overall Field Layout (Scenario 1)
(Pipesim GIS Modelling)
Gambar 6.7. Overall Field Layout (Scenario 2) (Pipesim GIS Modelling)
61 Gambar 6.8. Overall Field Layout (Scenario 3)
(Pipesim GIS Modelling) 6.2. Design of Processing Facility
Fasilitas produksi di lapangan Kompretulesyen direncanakan melalui flowline, heat exchanger, manifold, pump, Separator 3 fasa. Lalu gas dialirkan ke gas scrubber hingga di flare, oil dialirkan ke FWKO hingga ke storage tank, dan water dialirkan ke oil skimmer. Gambar 6.9 memperlihatkan rancangan surface facility Kompretulesyen-19.
Gambar 6.9. Processing Flow Diagram 6.3. Production Facility Capacity
Kapasitas fasilitas produksi dilihat dari jumlah liquid yang akan melalui fasilitas produksi atau ditampung pada storage tank. Kapasitas fasilitas produksi di dapat dari hasil running menggunakan software PIPESIM serta grafik production time vs rate. Gambar 6.7. memperlihatkan grafik hubungan time vs production rate.
62 Sedangkan Tabel VI-1 memperlihatkan kapasitas produksi masing-masing fasilitas produksi.
Gambar 6.7. Limit Diagram
Tabel VI-1. Production Capacity
Production Facilities
Uni
t Vol Total
Capacity
Pressur
e Retention Time (RT)
psi da
y
hou
r hour
Separator 1 250 bbl 250 150 0 1 1,250000
FWKO 1 250 bbl 250 60 0 1 1,398601
Storage Tank 1 250 bbl 250 14,7 2 19 66,666667
Water Tank 1 250 bbl 250 80 0 12 11,764706
Gas Scrubber 1 200
0 ft3 2000 120 0 10 10
63 BAB VII
FIELD DEVELOPMENT SCENARIO
7.1. Perhitungan Estimated Ultimate Recovery Factor
Menghitung Estimated Ultimate recovery factor pada tahap ini berfungsi untuk mengetahui berapakah RF maksimum yang bisa didapatkan pada tahap primary recovery. Estimated Ultimate recovery factor pada lapangan ini ditentukan dengan metode JJ.Arps dengan diketahui data sebagai berikut :
Diketahui data :
Data Value Unit
Sw 0,25 fraksi
Bob 1,116 bbl/stb
k
656,571
4 mD
visc oil @Pb 2,77 cp
Pb 308,7 psi
Pa 150 psi
2P Risked 12,9
MMST B
Por 0,32 fraksi
Dengan memasukkan data yang diperoleh kedalam persamaan diatas maka didapatkan,
EURF = 37,7465 %
7.2. Perhitungan Estimated Ultimate Recovery
Penentuan Estimated ultimate recovery bertujuan untuk mengetahui cadangan maksimum yang dapat diambil pada tahap primary recovery.
Estimated Ultimate recovery dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
64 Diketahui data :
EURF = 37,7465 % OOIP = 12,9 MMSTB EUR = EURF x OOIP = 4,869 MMSTB
7.3. Perhitungan Remaining Reserve
Remaining reserves merupakan cadangan sisa yang belum terproduksikan, RR pada lapangan “Kompretulesyen-19” dapat dihitung sebagai berikut :
Diketahui data :
EUR : 4,869 MMSTB NP : 393,134 MSTB RR : UR – NP RR : 4,475 MMSTB
7.4. Tahapan Pengembangan Lapangan
Setelah kita memvalidasi model yang dibahas pada Bab 4, barulah kita bisa lakukan perencanaan dan peramalan produksi dengan berbagai skenario. Peramalan produksi pada Lapangan “Kompretulesyen-19” dilakukan sampai kontrak berakhir (asumsi hingga tahun 2051) Peramalan direncanakan dengan beberapa kenario seperti yang ditunjukkan pada Tabel VII-1.
Tabel VII-1. Skenario Pengembangan Lapangan “Kompretulesyen-19”
No. Skenario Keterangan Sumur
1 Basecase STJ_1, STJ_2, STJ_3
2. Skenario 1 Basecase + Workover
STJ_1, STJ_2, STJ_3
65 2 Skenario 2 Skenario 1 +
3 Sumur PM
STJ_1, STJ_2, STJ_3, PM_1, PM_2, PM_3
3 Skenario 3 Skenario 2 + 2 Sumur
Infill
STJ_1, STJ_2, STJ_3, INF_1, INF_2, PM_1, PM_2, PM_3
4 Skenario 4 Skenario 3 + 2 Sumur WF (Convert to
Injection)
STJ_1, STJ_2, STJ_3, INF_1, INF_2, PM_1, PM_2, PM_3,
WF_1
5 Skenario 4 Cyclic Water Flooding
STJ_1, STJ_2, STJ_3, INF_1, INF_2, PM_1, PM_2, PM_3,
WF_1 7.4.1. Basecase
Basecase dilakukan mulai Januari 2021 sampai Januari 2051 dengan produksi sumur pada Lapangan “Kompretulesyen-19” sesuai dengan kondisi saat ini tanpa merubahnya metode produksi.
66 Gambar 7.1. Lokasi Sumur Existing
Gambar 7.2. Cummulative Oil Production Basecase
67 Tabel VII-2. Cummulative Oil Production dan RF Basecase
Skenario After Before Incremental RF NP (MSTB) NP (MSTB)
Base case 356,394 - N/A 2,748 %
7.4.2. Skenario I
Skenario I dilakukan dengan melakukan workover pada sumur STJ-1 dan STJ-3. Dilakukan pemindahan zona perforasi pada lapisan target dikarenakan penurunan rate yang signifikan pada sumur tersebut.
Gambar 7.3. Cummulative Oil Production Skenario I Tabel VII-2. Cummulative Oil Production dan RF Skenario I Skenario After Before Incremental
(MSTB)
RF NP (MSTB) NP (MSTB)
Skenario I 436,99 356,394 80,60 3,37 %
68 7.4.3. Skenario II
Skenario II dilakukan dengan menambahkan tiga (3) sumur PM pada tahun 2023. Sumur PM yang ditambahkan yaitu PM_01, PM_02, PM_03.
Penambahan sumur PM dilakukan dengan tujuan untuk peningkatan tekanan dikarenakan sumur existing telah menghasilkan rate yang kecil karena drawdown yang kecil juga, sehingga diperlukan injeksi pulse tekanan untuk peningkatan kemampuan pengangkatan sumur existing. Dilakukan sensitivitas VRR untuk menentukan rate injeksi optimum, rate injeksi untuk 3 sumur PM yang didapatkan sebesar 1054,26575 stb/day
Gambar 7.4. Lokasi Sumur Pressure Maintanance
69 Gambar 7.5. Rate Injeksi vs Grafik Np skenario Pressure Maintenance Tabel VII-3. VRR Skenario PM
VRR Injected Volume Injection Rate Unit 1
1282690 1171,40
stb/d
0,9 1154421 1054,26
0,8 1026152 937,12
0,5
641345 585,70
0,4
513076 468,56
70 Gambar 7.6. Sensitivitas VRR Sumur Pressure Maintanance
Gambar 7.7. Cummulative Oil Production Skenario II Tabel VII-3. Cummulative Oil Production dan RF Skenario II
71
Skenario After Before Incremental
(MSTB)
RF NP (MMSTB) NP (MMSTB)
3 Sumur PM
1,23 0,35 878,66 9,52 %
7.4.4. Skenario III
Skenario III dilakukann dengan menambahkan tiga (4) sumur Infill. Sumur yang ditambahkan adalah sumur Infill_1, Infill_2, Infill_3. Penambahan sumur Infikk ini dilakukan karena masih banyak minyak yang tertinggal sehingga diharapkan mampu meningkatkan penyapuan minyak dan nantinya dapat meningkatkan produksi kumulatif minyak. Kami juga melakukan sensitivitas penambahan sumur terhadap peningkatan oil dengan output Creaming curve. Hal ini bertujuan untuk menentukan jumlah sumur yang efektif untuk menyapu minyak yang masih terdapat pada reservoir.
Gambar 7.8. Lokasi Sumur Infill