BAB IV RESERVE DAN PRODUCTION FORECAST
4.3. Inflow Performance Relationship (IPR)
Kurva Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan grafik yang mengambarkan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi yang dinyatakan dalam bentuk hubungan antara laju produksi (q) terhadap tekanan alir dasar sumur (Pwf).
Kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida dari bawah sumur harus dikombinasikan dengan kinerja vertical lift performance (VLP), yaitu kurva yang
42 menggambarkan kemampuan suatu sumur untuk mengalirkan fluida dari dasar sumur ke permukaan melalui media pipa.
Pada pengerjaan minggu ini menggunakan software Prosper, dimana dilakukan dengan memasukan data-data reservoir, PVT, sumur, dan trajektori. Setelah semua data di masukan kedalam software Prosper maka nanti akan muncul grafik IPR dan VLP. Kemudian dari hasil plot grafik IPR dan VLP ini nantinya dapat diketahui apakah sumur dapat berproduksi secara natural flow atau memerlukan artificial lift.
Tabel IV-4. Data yang di Asumsikan berdasarkan Data Produksi
Sumur
STJ-1 STJ-2 STJ-3
Water Cut (%) 54.0593 99.76557589 55.57344496
Test Rate (STB/day) 475.94 93.79 186.33 Test Bottom-hole Pressure
(psig) 355.3 355.3 355.3
Gambar 4.10. Inflow Performance Relationship STJ-1
43 Gambar 4.11. Inflow Performance Relationship STJ-2
Gambar 4.12. Inflow Performance Relationship STJ-3
44 Tabel IV-5. AOF Summary Sumur Existing
Sumur
AOF (STB/day)
STJ-1 1043.2 STJ-2 258.9 STJ-3 409.0
Gambar 4.13. IPR vs VLP STJ-1
45 Gambar 4.14. IPR vs VLP STJ-2
Gambar 4.15. IPR vs VLP STJ-3
46 BAB V
DRILLING AND COMPLETION
5.1. Target, Jadwal, dan Jumlah Sumur Pengeboran
Pemboran dilakukan pada lapangan “Kompretuleysen-19” yang direncakanan akan melakukan pemboran 3 sumur STJ pada Formasi Lakat (FL) sebagai reservoir. Pengeboran direncanakan akan dilakukan pada tahun 2022.
5.2. Geological Prognosis
Pada lapangan “Kompretuleysen-19” akan dilakukan pemboran secara vertikal. Kolom Stratigrafi Lapangan Kompretulesyen-19 yang terletak pada cekungan Sumatera Tengah memperlihatkan litologi dari masing-masing formasi yang akan dilalui saat pemboran dilakukan. Kolom Stratigrafi Lapangan Kompretulesyen-19 serta kedalaman tiap formasi ditunjukkan pada berikut.
Tabel V-1. Geological Prognosis
5.3. Well Drilling Planning
Perencanaan sumur perlu dilakukan untuk dapat mengetahui desain sumur yang tepat dengan kondisi dan litologi dari sumur yang ditembus. Oleh karena itu, desain sumur dilakukan agar lintasan lubang bor yang akan digunakan dalam suatu operasi pemboran,dapat berjalan dengan lancar.
47 Well Classification Completion Perforation Drilling
Plan STJ-1 Existing Well Cased Hole,
Double
1260,89-1268 1277,15-1287,82
September 2022
STJ-2 Existing Well Cased Hole, Single
1288,88-1299,41 October 2022 STJ-3 Existing Well Cased Hole,
Single
1222,45-1248,73 November 2022
Gambar 5.1. Well Planning 5.4. Drilling Operation
Operasi pemboran meliputi skema pemboran serta penentuan waktu pemboran yang ditentukan dari waktu yang dibutuhkan untuk persiapan, rig up, pemboran, running casing, sirkulasi semen dan rig down. Perhitungan ROP pada bit untuk setiap trayek diperlukan untuk dapat mengetahui waktu pemboran yang dilakukan.
Tabel V-2. Waktu Tiap Kegiatan Pemboran
48 Gambar 5.2. Grafik Kedalaman vs Hari
5.5. Pore Pressure and Fracture Gradient Modelling (PPFG)
Keberhasilan dari suatu pemboran diperhitungkan oleh beberapa parameter salah satunya yang harus diperhatikan adalah tekanan-tekanan yang terjadi pada lubang bor. Tekanan-tekanan seperti formation pressure (Pf), Tekanan rekah formasi (Prf), Tekanan overburden (OBP), dan Tekanan dari kolom lumpur (Ph).
Tekanan dari kolom lumpur harus diperhitungkan untuk menghindari problem pemboran. Dimana untuk tekanan kolom lumpur (Ph) sendiri memiliki rule of thumb lebih besar 100 – 200 psi dari formation pressure. Tekanan-tekanan ini akan di plot membentuk suatu grafik yang disebut dengan pressure window, sedangkan untuk densitas lumpur akan di plot ke dalam mud window.
A B
C D
E
F
G
H I J
K 0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
0 5 10 15 20 25
Kedalaman (ft)
Hari
Kedalaman Vs Hari
49 Gambar 5.3. Pressure Window
Gambar 5.4. PPFG
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
0 500 1000 1500 2000
Measured Depth (ft)
Pressure (psi)
Pressure Window
PF PRF PF Margin PRF Margin PH
50 5.6. Mud Design
Lumpur pemboran dirancang dengan sedemikan rupa mengikuti grafik PPFG agar memiliki tekanan hidrostatis lebih besar dari tekanan formasi, tetapi lebih rendah dari tekanan rekah formasi agar tidak menimbulkan masalah pemboran seperti kick dan lost circulation. Selain itu rheologi lumpur disesuaikan dengan formasi yang akan di lalui. Berikut komposisi lumpur yang digunakan pada pemboran STJ-1 pada setiap trayeknya. Lumpur digunakan pada setiap trayek kecuali conductor pipe dikarenakan conductor dipasang dengan cara di hammer.
Tabel V-3. Desain Lumpur Secara Keseluruhan
Drilling Trajectory Dept
h Lengt
h Apply Mud
Weight Bit
Size Type of Mud Name of Mud Volume Volume
ft ft ppg in ft3 bbl
Conductor (20") 0
200 N/A N/A
Polymer Mud
N/A N/A N/A
200
Surface (13 3/8") 0
880 10.5 17 1/2 KCL Polymer
Mud 2938.29861
1 523.760893
880 2 Production (9
5/8")
0 1500 12.5 12 1/4 Polymer Mud 2454.14713
5 437.459382
1500 4
● Surface Casing
Pada intermediete casing densitas dari lumpur yang digunakan adalah sebesar 10,5 ppg. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran surface casing sebesar 523,76 bbl.
Tabel V-4. Desain Lumpur Surface Casing
● Production Casing
51 Pada production casing densitas dari lumpur yang digunakan juga adalah sebesar 12,5 ppg karena Ph terlihat masih aman atau lebih dari tekanan formasi dan tidak melebihi tekanan rekah formasi. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran production casing sebesar 437,46 bbl.
Tabel V-4. Desain Lumpur Production Casing 5.7. Drill String and BHA Program
Drill string yang akan digunakan dalam menembus sumur STJ-1 diperhitungkan sedemikian rupa menyesuaikan dengan formasi yang akan ditembus. Adapun rancangan komponen drill string dan BHA dapat dilihat pada table berikut.
Tabel V-5. Rangkaian Drill String dan BHA Program
52 5.8. Casing Program
Setelah sumur selesai di bor maka rangkaian casing akan dimasukkan ke dalam lubang bor. Casing yang terdapat pada lubang bor memiliki banyak fungsi, seperti menjaga dinding lubang bor agar tidak runtuh, sebagai tempat untuk memasang BOP, mencegah tercemarnya freshwater formation oleh lumpur pemboran dan menghubungkan permukaan dengan lapisan-lapisan produktif.
Dalam menentukan desain casing diperhitungan burst, tension dan collapse pressure sebagai gaya yang bekerja terhadap casing. Hal ini penting untuk dilakukan, agar dapat diperoleh casing yang sesuai pada formasi yang akan ditembus dengan tetap memperhitungkan keekonomisan. Desain casing pada sumur STJ-1 dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.
Gambar 5.5. Conductor Design
53 Gambar 5.6. Surface Casing Design
Gambar 5.7. Production Casing Design
54 Gambar 5.8. Casing Design and Well Schematic
5.9. Cement Design
Desain semen pemboran dilakukan agar dapat memberikan pertahanan casing saat sudah dipasang dalam lubang bor, dimana desain tekanan hidrostatis harus lebih besar dari tekanan formasi, tetapi lebih rendah dari tekanan rekah formasi. Berikut komposisi semen yang digunakan pada pemboran STJ-1 pada tiap trayeknya.
● Surface Casing
Pada surface casing densitas dari lumpur yang digunakan adalah sebesar 11,9 ppg. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran surface casing sebesar 214 bbl.
55 Tabel V-8. Desain Semen Surface Casing
● Production Casing
Pada production casing densitas dari lumpur yang digunakan juga adalah sebesar 12,1 ppg. Dengan volume lumpur yang dibutuhkan untuk melakukan pengeboran production casing sebesar 83,6 bbl.
Tabel V-9. Desain Semen Production Casing
5.10. Rig Specification
Dalam melakukan pengeboran yang berhasil diperlukan juga rig yang sesuai dapat mencukupi tenaga atau horsepower yang dibutuhkan untuk kelima sistem pemboran dan tetap ekonomis. Berdasarkan hasil perhitungan horse power untuk kelima sistem pemboran dalam pengeboran ini didapatkan HP sebesar 1234.35 HP sehingga rig yang digunakan merupakan rig PDSI#04.3/N110-M yang memiliki tenaga sebesar 1500 HP. Dimana hal ini mencukupi kebutuhan pengeboran yang akan dilakukan pada lapangan Kompretulesyen-19.
56 Gambar 5.9. Rig Specification
5.11. Well Completion
Setelah sumur selesai dilakukan pemboran, maka sumur perlu dilakukan penyempurnaan untuk dapat memproduksikan fluida ke permukaan secara optimal.
Kegiatan penyempurnaan sumur pemboran ke sumur produksi disebut dengan well completions. Dimana setelah dilakukan perhitungan penentuan jenis komplesi didapati pada sumur STJ-1 dipilih cased hole formation completion berdasarkan penentuan kekuatan formasi yang tergolong kedalam formasi Tidak Kompak.
Digunakan juga tubing completion untuk sumur STJ-1 yang merupakan single tubing completion. Hal ini dikarenakan pada lapangan ST hanya memproduksikan 1 lapisan produktif.
57 BAB VI
PRODUCTION FACILITIES
6.1. Production Facilities Location
Fasilitas produksi di permukaan perlu direncanakan agar bisa memproduksi fluida hidrokarbon secara maksimum dan dapat mentransmisikannya ke tangki penambung (storage tank) tanpa hambatan. Direncanakan akan dilakukan produksi dari 3 (Tiga) Sumur; STJ1, STJ 2,STJ-3 disertakan dengan 2 sumur infill; INF-1, INF-2, 3 sumur Pressure Maintenance; PM-1, PM-2, PM-3, dan 1 sumur waterflooding WF-1. Pada lapangan kompretulesyen-19. Lokasi Peralatan produksi dipermukaan direncanakan dipasang di daratan semuanya (onshore).
Gambar 6.1. Well Location (Basecase) (Google Earth Pro)
58 Gambar 6.2. Well Location (Scenario 1)
(Google Earth Pro)
Gambar 6.3. Well Location (Scenario 2) (Google Earth Pro)
59 Gambar 6.4. Well Location (Scenario 3)
(Google Earth Pro)
Gambar 6.5. Overall Field Layout (Basecase) (Pipesim GIS Modelling)
60 Gambar 6.6. Overall Field Layout (Scenario 1)
(Pipesim GIS Modelling)
Gambar 6.7. Overall Field Layout (Scenario 2) (Pipesim GIS Modelling)
61 Gambar 6.8. Overall Field Layout (Scenario 3)
(Pipesim GIS Modelling) 6.2. Design of Processing Facility
Fasilitas produksi di lapangan Kompretulesyen direncanakan melalui flowline, heat exchanger, manifold, pump, Separator 3 fasa. Lalu gas dialirkan ke gas scrubber hingga di flare, oil dialirkan ke FWKO hingga ke storage tank, dan water dialirkan ke oil skimmer. Gambar 6.9 memperlihatkan rancangan surface facility Kompretulesyen-19.
Gambar 6.9. Processing Flow Diagram 6.3. Production Facility Capacity
Kapasitas fasilitas produksi dilihat dari jumlah liquid yang akan melalui fasilitas produksi atau ditampung pada storage tank. Kapasitas fasilitas produksi di dapat dari hasil running menggunakan software PIPESIM serta grafik production time vs rate. Gambar 6.7. memperlihatkan grafik hubungan time vs production rate.
62 Sedangkan Tabel VI-1 memperlihatkan kapasitas produksi masing-masing fasilitas produksi.
Gambar 6.7. Limit Diagram
Tabel VI-1. Production Capacity
Production Facilities
Uni
t Vol Total
Capacity
Pressur
e Retention Time (RT)
psi da
y
hou
r hour
Separator 1 250 bbl 250 150 0 1 1,250000
FWKO 1 250 bbl 250 60 0 1 1,398601
Storage Tank 1 250 bbl 250 14,7 2 19 66,666667
Water Tank 1 250 bbl 250 80 0 12 11,764706
Gas Scrubber 1 200
0 ft3 2000 120 0 10 10
63 BAB VII
FIELD DEVELOPMENT SCENARIO
7.1. Perhitungan Estimated Ultimate Recovery Factor
Menghitung Estimated Ultimate recovery factor pada tahap ini berfungsi untuk mengetahui berapakah RF maksimum yang bisa didapatkan pada tahap primary recovery. Estimated Ultimate recovery factor pada lapangan ini ditentukan dengan metode JJ.Arps dengan diketahui data sebagai berikut :
Diketahui data :
Data Value Unit
Sw 0,25 fraksi
Bob 1,116 bbl/stb
k
656,571
4 mD
visc oil @Pb 2,77 cp
Pb 308,7 psi
Pa 150 psi
2P Risked 12,9
MMST B
Por 0,32 fraksi
Dengan memasukkan data yang diperoleh kedalam persamaan diatas maka didapatkan,
EURF = 37,7465 %
7.2. Perhitungan Estimated Ultimate Recovery
Penentuan Estimated ultimate recovery bertujuan untuk mengetahui cadangan maksimum yang dapat diambil pada tahap primary recovery.
Estimated Ultimate recovery dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
64 Diketahui data :
EURF = 37,7465 % OOIP = 12,9 MMSTB EUR = EURF x OOIP = 4,869 MMSTB
7.3. Perhitungan Remaining Reserve
Remaining reserves merupakan cadangan sisa yang belum terproduksikan, RR pada lapangan “Kompretulesyen-19” dapat dihitung sebagai berikut :
Diketahui data :
EUR : 4,869 MMSTB NP : 393,134 MSTB RR : UR – NP RR : 4,475 MMSTB
7.4. Tahapan Pengembangan Lapangan
Setelah kita memvalidasi model yang dibahas pada Bab 4, barulah kita bisa lakukan perencanaan dan peramalan produksi dengan berbagai skenario. Peramalan produksi pada Lapangan “Kompretulesyen-19” dilakukan sampai kontrak berakhir (asumsi hingga tahun 2051) Peramalan direncanakan dengan beberapa kenario seperti yang ditunjukkan pada Tabel VII-1.
Tabel VII-1. Skenario Pengembangan Lapangan “Kompretulesyen-19”
No. Skenario Keterangan Sumur
1 Basecase STJ_1, STJ_2, STJ_3
2. Skenario 1 Basecase + Workover
STJ_1, STJ_2, STJ_3
65 2 Skenario 2 Skenario 1 +
3 Sumur PM
STJ_1, STJ_2, STJ_3, PM_1, PM_2, PM_3
3 Skenario 3 Skenario 2 + 2 Sumur
Infill
STJ_1, STJ_2, STJ_3, INF_1, INF_2, PM_1, PM_2, PM_3
4 Skenario 4 Skenario 3 + 2 Sumur WF (Convert to
Injection)
STJ_1, STJ_2, STJ_3, INF_1, INF_2, PM_1, PM_2, PM_3,
WF_1
5 Skenario 4 Cyclic Water Flooding
STJ_1, STJ_2, STJ_3, INF_1, INF_2, PM_1, PM_2, PM_3,
WF_1 7.4.1. Basecase
Basecase dilakukan mulai Januari 2021 sampai Januari 2051 dengan produksi sumur pada Lapangan “Kompretulesyen-19” sesuai dengan kondisi saat ini tanpa merubahnya metode produksi.
66 Gambar 7.1. Lokasi Sumur Existing
Gambar 7.2. Cummulative Oil Production Basecase
67 Tabel VII-2. Cummulative Oil Production dan RF Basecase
Skenario After Before Incremental RF NP (MSTB) NP (MSTB)
Base case 356,394 - N/A 2,748 %
7.4.2. Skenario I
Skenario I dilakukan dengan melakukan workover pada sumur STJ-1 dan STJ-3. Dilakukan pemindahan zona perforasi pada lapisan target dikarenakan penurunan rate yang signifikan pada sumur tersebut.
Gambar 7.3. Cummulative Oil Production Skenario I Tabel VII-2. Cummulative Oil Production dan RF Skenario I Skenario After Before Incremental
(MSTB)
RF NP (MSTB) NP (MSTB)
Skenario I 436,99 356,394 80,60 3,37 %
68 7.4.3. Skenario II
Skenario II dilakukan dengan menambahkan tiga (3) sumur PM pada tahun 2023. Sumur PM yang ditambahkan yaitu PM_01, PM_02, PM_03.
Penambahan sumur PM dilakukan dengan tujuan untuk peningkatan tekanan dikarenakan sumur existing telah menghasilkan rate yang kecil karena drawdown yang kecil juga, sehingga diperlukan injeksi pulse tekanan untuk peningkatan kemampuan pengangkatan sumur existing. Dilakukan sensitivitas VRR untuk menentukan rate injeksi optimum, rate injeksi untuk 3 sumur PM yang didapatkan sebesar 1054,26575 stb/day
Gambar 7.4. Lokasi Sumur Pressure Maintanance
69 Gambar 7.5. Rate Injeksi vs Grafik Np skenario Pressure Maintenance Tabel VII-3. VRR Skenario PM
VRR Injected Volume Injection Rate Unit 1
1282690 1171,40
stb/d
0,9 1154421 1054,26
0,8 1026152 937,12
0,5
641345 585,70
0,4
513076 468,56
70 Gambar 7.6. Sensitivitas VRR Sumur Pressure Maintanance
Gambar 7.7. Cummulative Oil Production Skenario II Tabel VII-3. Cummulative Oil Production dan RF Skenario II
71
Skenario After Before Incremental
(MSTB)
RF NP (MMSTB) NP (MMSTB)
3 Sumur PM
1,23 0,35 878,66 9,52 %
7.4.4. Skenario III
Skenario III dilakukann dengan menambahkan tiga (4) sumur Infill. Sumur yang ditambahkan adalah sumur Infill_1, Infill_2, Infill_3. Penambahan sumur Infikk ini dilakukan karena masih banyak minyak yang tertinggal sehingga diharapkan mampu meningkatkan penyapuan minyak dan nantinya dapat meningkatkan produksi kumulatif minyak. Kami juga melakukan sensitivitas penambahan sumur terhadap peningkatan oil dengan output Creaming curve. Hal ini bertujuan untuk menentukan jumlah sumur yang efektif untuk menyapu minyak yang masih terdapat pada reservoir.
Gambar 7.8. Lokasi Sumur Infill
72 Gambar 7.9. Cummulative Oil Production Skenario III
Gambar 7.10. Creaming Curve Mecmata Energy
1.62 1.63 1.64 1.65 1.66 1.67 1.68 1.69 1.7 1.71
0 1 2 3 4
Cummulative oil (MMSTB)
Number of Wells
Sensitivity INF Well
73 Tabel VII-4. Cummulative Oil Production dan RF Skenario III
Skenario After Before Incremental
(MSTB)
RF NP (MSTB) NP (MSTB)
Skenario 2 +2 INF
1,59 0,35 1236,15 12,28 %
7.4.5. Skenario IV
Skenario IV dilakukan dengan melakukan injeksi air (waterflooding) dengan pola two spot, yang terdiri dari 1 sumur injeksi dan 1 sumur produksi. Sumur Injeksi (WF_1) dengan target 1 sumur produksi (STJ_1) serta STJ-2 (CTI) dengan target INF_1. Pemasangan ini bertujuan untuk menyapu minyak yang masih tersisa agar memaksimalkan produksi fluida. Berdasarkan sensitivitas VRR, nilai rate optimum didapatkan sebesar 448,280 stb/day
Gambar 7.11. Lokasi Sumur Waterflood
74 Gambar 7.12. Sensitivity VRR Sumur Waterflood
Gambar 7.13. Np vs Rate Simulasi skenario Waterflood
75 Gambar 7.14. Cummulative Oil Production Skenario IV
Tabel VII-5. Cummulative Oil Production dan RF Skenario IV
Skenario After Before Incremental
(MSTB) RF
NP (MSTB) NP (MSTB) Skenario 3
+ WF 1,76 0,35 1405,22 13,58 %
7.4.6. Skenario V
Skenario V dilakukan dengan melakukan injeksi air (waterflooding) dengan pola two spot, yang terdiri dari 1 sumur injeksi dan 2 sumur produksi. Sama seperti skenario 3 yang terdiri dari sumur Injeksi (WF_1) dikelilingi oleh 2 sumur produksi (STJ_1, STJ_3), namun kali ini menggunakan teknik cyclic. Berdasarkan pertimbangan dari nilai heterogenitas model melalui data RCAL yang diolah menggunakan korelasi Dykstra-Parsons didapatkan nilai heterogenitas 0,721 (sangat heterogen) sehingga dapat dilakukan cyclic water flooding untuk optimasi pengembangan lapangan melalui masa injeksi-shut in. Teknik ini dilakukan dengan
76 penutupan dan pembukaan sumur injeksi pada periode tertentu yang bertujuan untuk penyapuan minyak yang lebih efektif dari injeksi air biasa.
Gambar 7.15. Cummulative Oil Production Skenario V Tabel VII-5. Cummulative Oil Production dan RF Skenario IV
Skenario After Before Incremental
(MSTB) RF
NP (MSTB) NP (MSTB) Skenario 3 +
WF Cyclic 1,75 0,36 1397,64 13,52 %
Dari setiap skenario diatas yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan hasil akhir sebagai berikut:
77 Gambar 7.16. Cummulative Oil Production Seluruh skenario
Tabel VII-7. Cummulative Oil Production dan RF Tiap Skenario
78 BAB VIII
HEALTH SAFETY AND ENVIRONTMENT (HSE) & CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
8.1. HSE
Health, safety, and environment (HSE) dan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap perusahaan yang bergerak di industri minyak dan gas bumi (migas). Industri migas merupakan industri yang tergolong memiliki high tecnology, high cost, dan high risk, dengan demikian aturan tentang Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan Hidup (HSE) di industri migas merupakan hal yang mutlak harus diberlakukan. Penerapan prinsip HSE sangat efektif apabila diberlakukan sejak dibangunnya suatu perusahaan atau dimulainya suatu kegiatan serta dalam pelaksanaannya dibutuhkan manajemen yang baik agar kegiatan industri tersebut tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan baik secara fisik maupun sosial dan juga untuk mencegah, mengurangi bahkan meminimalkan resiko kecelakaan kerja. Perusahaan memahami bahwa Health, Safety and Environment (HSE) atau kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pekerja sangat vital dalam mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Oleh karena itu kepatuhan pada pelaksanaannya menjadi tanggung jawab bersama manajemen dan setiap pekerja.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kewajiban perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab dalam bentuk moral sosial kepada pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar. Tanggung jawab sosial perusahaan selain merupakan suatu kewajiban hukum, sesungguhnya bagi perusahaan membawa dampak positif tersendiri yaitu dalam rangka membangun reputasi citra perusahaan. Kepedulian terhadap masalah-masalah sosial, baik dalam lingkup kegiatan yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat maupun kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan yang dilakukan perusahaan melalui aktivitas CSR pada gilirannya membawa reputasi baik serta berpengaruh
79 bagi perusahaan, salah satunya dapat meningkatkan loyalitas konsumen atau masyarakat tersehadap perusahaan. Dalam perkembangannya, CSR telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan secara bersama sama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha berdasarkan prinsip saling menguntungkan (kemitraan).
8.1.1. Commitment & Policy
Peraturan yang berlaku di daerah tempat beroperasi dan komitmen perusahaan sebagai acuan perusahaan dalam membuat suatu kebijakan HSE.
a) Planning (perencanaan)
o Identifikasi kecelakaan, penilaian resiko, menentukan solusinya o Membuat standart operasional dan kebutuhan lainnya
o Penentuan sasaran dan program yang akan dijalankan b) Implementation (implementasi)
o Pengadaan sumber daya manusia, pembagian peran dan tanggung jawab, memberi kejelasan otoritas masing-masing peran.
o Peningkatan kompetensi sumber daya dengan meningkatkan pelatihan dan kepedulian sumber daya pada pentingnya K3.
o Menjalin komunikasi, partisipasi, dan konsultasi antar pekerja o Kontrol dokumen, arsip dan operasi
o Membuat first hand emergency response
o Checking and Corrective Action ( Pemantauan dan Koreksi) c) Pengukuran dan Pemantauan
o Evaluasi o Identifikasi o Penanganan o Koreksi
o Kebijakan upaya preventif o Audit internal
d) Management Review
o Melihat hasil dari program yang telah dijalanan kemudian
80 menentukan kebijakan manajemen selanjutnya.
8.1.2. Golden Rules
Mecmata Energy memiliki komitmen bahwa “MATA” dalam rangka memenuhi Health, Safety, and Environment (HSE) sebagai bagian yang sangat penting dalam pencapaian efisiensi dan keberhasilan usaha perusahaan melalui upaya secara terus menerus dalam menyempurnakan standar-standar yang ada dengan penyediaan program-program HSE dalam menunjang kegiatan perusahaan.
Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
o Mematuhi peraturan perundang-undangan terkait dan atau standar industri yang berlaku.
o Andil menjadikan aspek HSSE sebagai prioritas pertama pada seluruh kegiatan dalam usaha untuk mencegah terjadinya kerugian akibat insiden, penyakit akibat kerja, kegagalan proses, dan gangguan keamanan serta melaksanakan kegiatan operasional yang berwawasan lingkungan.
o Terampil bahwa mecmata energy memastikan standar yang tinggi tentang setiap pekerja dan mitra kerja memiliki keterampilan dan kompetensi terkait aspek HSSE dan operasional.
o Aktif memantau dan mengingatkan dalam setiap kegiatan dan tindakan yang dilakukan dalam aktivitas kerja selalu dalam lingkup HSSE
8.1.3. Penerapan Safety Training Observation Program (STOP)
Program ini bertujuan untuk membuktikan keperdulian perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Program ini dilakukan dengan pendekatan seperti mengamati ataupun diskusi mengenai permasalahan yang dihadapi. Didasari atas tanggungjawab terhadap semua orang sehingga membantu para pekerja melihat keselamatan kerja dari sudut pandang yang baik untuk saling membangun sistem keselamatan yang baik.
a. Maksud dan Tujuan STOP
81 1) Memastikan semua pekerja mendefinisikan bahaya dan
meningkatkan keterampilan dalam pengenalan dan penanganan bahaya.
2) Menghilangkan kejadian dengan menangani perilaku karyawan yang aman dan tidak aman di lingkungan kerja.
3) Merubah perilaku dengan memngamati orang dan memberikan umpan balik untuk mendorong praktek kerja yang aman dan menghilangkan perilaku yang beresiko.
b. Siklus Observasi
1) Memutuskan untuk melakukan observasi keselamatan kerja.
2) Berhenti didekat pekerja untuk melihat pekerjaan yang dilakukan.
3) Mengamati pekerja dengan tenang dan fokus pada perilaku aman dan tidak aman.
4) Bertindak melibatkan pekerja dalam pembicaraan untuk membina tata kerja dan perilaku yang berisiko.
5) Melapor observasi dan tindakan menggunakan kartu observasi keselamatan.
c. Teknik Observasi STOP
1) Bicaralah dengan orang yang bersangkutan untuk memahami alasan atas tindakannya yang tidak aman.
2) Gunakan sikap bertanya : o Cedera apa yang terjadi.
o Bagaimana pekerjaan ini dapat dilakukan dengan cara yang lebih aman.
o Menggunakan pikiran yang jernih dan akal sehat untuk mencegah terulangnya kejadian yang tidak aman.
3) Gunakan observasi total :
o Melihat ABBI (above, below, behind, inside)
o Mendengarkan adanya getaran atau suara yang tidak biasa o Mencium adanya bau yang tidak biasa.