• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fisiografi, Tektonik, dan Stratigrafi

N/A
N/A
I2II5OO2O @Firdan Azmi

Academic year: 2024

Membagikan " Fisiografi, Tektonik, dan Stratigrafi"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/368788999

FDP Cekungan Sumatera Tengah

Conference Paper · February 2023

CITATIONS

0

READS

4,411

6 authors, including:

Faskanata Tampubolon

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta 2PUBLICATIONS   0CITATIONS   

SEE PROFILE

Adam Rakha

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta 1PUBLICATION   0CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Faskanata Tampubolon on 25 February 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

1

(3)

1 Daftar Isi

BAB I EXECUTIVE SUMMARY ... 1

2.1. Fisiografi Cekungan Sumatera Tengah ... 1

2.2. Tatanan Tektonik Regional Cekungan Sumatera Tengah ... 3

2.3. Tatanan Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah ... 5

2.3.1. Batuan Dasar (Basement) ... 5

2.3.2. Kelompok Pematang ... 6

2.3.3. Kelompok Sihapas ... 6

2.3.4. Formasi Telisa ... 7

2.3.5. Formasi Petani ... 7

2.3.6. Formasi Minas ... 8

2.4. Petroleum System Cekungan Sumatera Tengah... 8

2.4.1. Batuan Sumber Hidrokarbon (Source Rock) ... 8

2.4.2. Batuan Reservoir (Reservoir Rock) ... 8

2.4.3. Batuan Penyekat (Cap Rock) ... 9

2.4.4. Perangkap (Trap) ... 9

2.4.5. Migrasi ... 9

2.5. Data Geofisika Cekungan Sumatera Tengah ... 11

2.6. Data Petrofisika Cekungan Sumatera Tengah ... 13

BAB III RESERVOIR DESCRIPTION ... 14

3.1. Initial Condition ... 14

3.2. Rock Characteristic ... 15

3.2.1. Analisa Petrofisika Batuan ... 15

3.2.2. Analisa Routine Core ... 15

3.2.3. Rock Region ... 16

3.2.4. SCAL (Special Core Analysis)... 17

3.2.5. Fluid Properties ... 24

3.3. Mekanisme Pendorong ... 29

BAB IV RESERVE DAN PRODUCTION FORECAST ... 32

4.1. Klasifikasi Cadangan ... 32

4.1.1. Cadangan Terambil Hidrokarbon ... 32

4.1.2. Perhitungan Original Oil In-Place dengan Metode Volumetrik ... 33

4.2. Reservoir Simulation ... 34

(4)

2

4.2.1. Reservoir Simulation Model ... 35

4.2.2. Inisialisasi ... 37

4.2.3. History Matching ... 37

4.2.4. Productivity Index (PI) Matching ... 40

4.3. Inflow Performance Relationship (IPR) ... 41

BAB V DRILLING AND COMPLETION... 46

5.1. Target, Jadwal, dan Jumlah Sumur Pengeboran ... 46

5.2. Geological Prognosis ... 46

5.3. Well Drilling Planning ... 46

5.4. Drilling Operation ... 47

5.5. Pore Pressure and Fracture Gradient Modelling (PPFG) ... 48

5.6. Mud Design ... 50

5.7. Drill String and BHA Program ... 51

5.8. Casing Program ... 52

5.9. Cement Design ... 54

5.10. Rig Specification ... 55

5.11. Well Completion ... 56

BAB VI PRODUCTION FACILITIES ... 57

6.1. Production Facilities Location ... 57

6.2. Design of Processing Facility ... 61

6.3. Production Facility Capacity ... 61

BAB VII FIELD DEVELOPMENT SCENARIO ... 63

7.1. Perhitungan Estimated Ultimate Recovery Factor ... 63

7.2. Perhitungan Estimated Ultimate Recovery ... 63

7.3. Perhitungan Remaining Reserve ... 64

7.4. Tahapan Pengembangan Lapangan ... 64

7.4.1. Basecase ... 65

7.4.2. Skenario I ... 67

7.4.3. Skenario II ... 68

7.4.4. Skenario III ... 71

7.4.5. Skenario IV ... 73

7.4.6. Skenario V ... 75

(5)

3 BAB VIII HEALTH SAFETY AND ENVIRONTMENT (HSE) &

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)... 78

8.1. HSE ... 78

8.1.1. Commitment & Policy ... 79

8.1.2. Golden Rules ... 80

8.1.3. Penerapan Safety Training Observation Program (STOP)... 80

8.1.4. Environment ... 82

8.1.5. Penanganan Limbah... 83

8.2. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 85

BAB IX ABANDONMENT SITE & RESTORATION ... 89

9.1. Penutupan Sumur Secara Permanen ... 89

BAB X PROJECT SCHEDULE & ORGANIZATION... 92

10.1. Project Schedule ... 92

10.2. Organization... 93

BAB XI LOCAL CONTENT ... 96

11.1. Daftar Kebutuhan Operasional KKS terdiri dari: ... 96

11.2. Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa... 96

11.3. Klasifikasi Barang dan Layanan ... 97

BAB XII ECONOMICS & COMMERCIAL ... 98

12.1. Pendahuluan ... 98

12.2. Syarat dan Ketentuan PSC Cost Rescovery... 98

12.1.1. Landasan Hukum ... 99

12.3. Model dan Variabel Ekonomi ... 100

12.4. PSC Cost Recovery ... 100

12.5. Cost Estimation Mecmata Energy ... 100

12.6. Project Economic ... 100

12.5.1. Profil NCF dan POT ... 102

BAB XIII ... 103

CONCLUSION ... 103

(6)

1 BAB I

EXECUTIVE SUMMARY

Lapangan “kompretulesyen19” berada pada Cekungan Sumatera Tengah dimana cekungan ini memiliki sejarah tektonik yang cukup kompleks dan merupakan salah satu penghasil hidrokarbon terbesar. Cekungan Sumatera Tengah merupakan salah satu cekungan penyumbang migas terbesar bagi Indonesia.

Produksi melimpah tersebut berasal dari batuan sedimen Tersier. Lapangan ini dimiliki oleh PT Mecmata Energy dan tengah dalam studi untuk melakukan eksplotasi, wilayah lapangan ini meliputi wilayah seluas 133.55 acre, Cekungan Sumatera Tengah berbentuk asimetri yang berarah Barat laut-Tenggara. Secara geografis, cekungan ini terletak pada 99,50o – 103,250o dan 2,50N - 60S dan memiliki luas sekitar 137.700km2 (katz).

(7)

1 BAB II

GEOLOGICAL FINDING AND REVIEW

2.1. Fisiografi Cekungan Sumatera Tengah

Lapangan “Kompretulesyen-19” Secara geologi terletak di Cekungan Sumatera Tengah. Cekungan Sumatera Tengah adalah cekungan balik busur (back arc basin) yang tumbuh sepanjang tepi paparan sunda di Barat daya Asia Tenggara (Heidrick serta Aulia, 1993). Cekungan Sumatera Tengah merupakan salah satu cekungan penyumbang migas terbesar bagi Indonesia. Produksi melimpah tersebut berasal dari batuan sedimen Tersier. Cekungan ini merupakan salah satu cekungan yang terletak di busur belakang Pulau Sumatera. Cekungan Sumatera Tengah pada bagian barat dan barat daya dibatasi oleh Bukit Barisan, di bagian timur dibatasi oleh Semenanjung Malaysia, di bagian utara dibatasi oleh Busur Asahan, di bagian tenggara oleh Dataran Tinggi Tigapuluh, di bagian timur laut oleh paparan Sunda, dan di bagian selatan belum diketahui secara jelas batasnya (Heidrick dan Aulia, 1993). Cekungan Sumatera Tengah tercipta akibat terdapatnya proses subduksi Lempeng Samudra Hindia yang menyusup ke dasar Lempeng Daratan Asia (Mertosono serta Nayoan, 1974). Wilayah lapangan ini meliputi wilayah seluas 133.55 acre, Cekungan Sumatera Tengah berbentuk asimetri yang berarah Barat laut-Tenggara. Secara geografis, ini cekungan terletak pada 99,50o – 103,250o dan 2,50N - 60S dan memiliki luas sekitar 137.700km2 (katz).

(8)

2 Gambar 1.1. Lokasi Lapangan “Kompretulesyen - 19”

Gambar 1.2. Lapangan “Kompretulesyen19” Terletak di Cekungan Sumatera Tengah(dimodifikasi, Heidrick dan Aulia, 1993)

‘Kompretulesyen19’

Field

Longitude 0°39’39.07”N Latitude 101°0’ 51.93”E

(9)

3 2.2. Tatanan Tektonik Regional Cekungan Sumatera Tengah

Tektonik Cekungan Sumatera tengah dicirikan oleh blok- blok patahan serta transcurrent faulting, semacam pengangkatan, gravity tectonic, gliding serta lipatan kompresi. Sistem blok- blok patahan memiliki orientasi penjajaran Utara- Selatan membentuk rangkaian hors serta graben. Terdapat 2 pola struktur utama di cekungan ini, adalah pola- pola yang lebih tua cendrung berarah Utara- Selatan serta pola yang lebih muda yang berarah Barat laut- Tenggara. (Mertosono serta Nayoan,1974). Heidrick dan Aulia (1993) menyatakan bahwa perkembangan struktur di Sumatera Tengah secara geometri dan kinematika dibagi menjadi 4 fase tektonik utama yang dinotasikan sebagai F0, F1, F2 dan F3.

Gambar 1.2. Empat fase tektonik Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick & Aulia, 1993)

(10)

4

Fase Tektonik F0 (fase deformasi pada zaman pre Eosen 345 – 65jt tahun lalu)

Batuan dasar Pra-Tersier di Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari lempeng samudera dan lempeng benua. Cekungan Sumatera Tengah memiliki batuan dasar Pra-Tersier yang dangkal. Sehingga sedimen yang menutupinya akan sangat mudah berubah oleh gerakan tektonik. Fase ini merupakan pembentukan batuan dasar yang berarah utara - selatan, barat laut - tenggara, dan timur laut – barat daya (Heidrick & Aulia, 1993). Pembentukan tersebut terjadi ketika lempeng benua Sunda terbentuk dari lempeng- lempeng kecil Mergui, Malaka dan Mutus.

Fase Tektonik F1 (fase rifting pada zaman Eo-Oligosen 50 – 26jt tahun lalu) Fase ini terjadi pada eosen awal sampai oligosen akhir mengawali perkembangan kerangka tektonik tersier yang disebut juga fase riftting.

Berdasarkan konsep tektonik lempeng regional, aktifitas tektonik pada fase ini ditandai dengan adanya tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia yang menjadi tempat diendapkannya formasi Pematang.

Fase Tektonik F2 (fase sagging dan transtensi pada zaman Miosen awal – Miosen tengah 26 – 13jt tahun lalu)

Fase ini berlangsung antara Akhir Oligosen- Miosen Tengah, fase ini disebut juga fase saging. Secara umum pada periode ini terjadi penurunan cekungan secara menyeluruh (trangresif) pengendapan sedimen trangesif Kelompok Sihapas. Dilihat dari aktifitas tektonik, fase ini diawali dengan berhentinya aktivitas pembentukan struktur riftting, ditandai dengan mulainya diendapkan endapan sedimen Kelompok Sihapas. Aktifitas tektonik pada fase ini ditandai oleh munculnya sesar-sesar mendatar sepanjang sesar-sesar yang berarah Utara- Selatan yang terbentuk sebelumnya.

Fase Tektonik F3 (fase kompresi pada zaman Miosen Akhir 13jt tahun lalu sampai sekarang)

Fase ini terjadi pada Akhir Miosen-Resen. Fase ini disebut juga fase kompresi. Beberapa peristiwa tektonik yang terjadi secara regional pada periode ini diantaranya merupakan awal subduksi sepanjang Palung Sunda. Munculnya

(11)

5 busur vulkanisme tipe Andean di sepanjang batas SW Sundaland, Awal sea floor spreading di laut Andaman.

2.3. Tatanan Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah

Stratigrafi regional pada Cekungan Sumatera Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan kelompok batuan dari yang tua ke muda.

2.3.1. Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar yang berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga kelompok batuan (Eubank dan Makki 1981 dalam Heidrick, dkk., 1993), yaitu:

Mallaca Terrane disebut juga Quartzite Terrane, litologinya terdiri dari kuarsit, argilit, batu gamping kristalin serta intrusi pluton granodioritik dan granitik yang berumur Jura. Kelompok ini dijumpai pada coastal plain, yaitu pada bagian timur dan timur laut Cekungan Sumatera Tengah.

Mutus Assemblage (Kelompok Mutus) merupakan zona sutura yang memisahkan antara Mallaca Terrane dan Greywacke Terrane. Kelompok Mutus ini terletak di sebelah barat daya coastal plain. Litologinya terdiri dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis batu gamping dan batuan beku basalt serta sedimen laut dalam lainnya.

Greywacke Terrane disebut juga Deep Water Mutus Assemblage. Kelompok ini tersusun oleh litologi greywacke, pebbly mudstone dan kuarsit. Kelompok ini terletak di bagian barat dan barat daya Kelompok Mutus yang dapat dikorelasikan dengan pebbly mudstone Formasi Bahorok (Kelompok Tapanuli) yang berumur Perm - Karbon. Secara tidakselaras di atas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatera Tengah dari yang tua hingga paling muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Besakap dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.

(12)

6 Gambar 2.3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah (Eubank & Makki,

1981 dalam Heidrick & Aulia, 1993) 2.3.2. Kelompok Pematang

Kelompok Pematang merupakan batuan induk sumber hidrokarbon utama bagi perangkap-perangkap minyak bumi yang ada di Cekungan Sumatera Tengah.

Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua berumur Peleogen. Kelompok Pematang terdiri dari lapisan silisiklastik non-marine yang terendapkan dalam suasana lembab dan tropis. Batuan yang mendominasi adalah konglomerat, batupasir, batulanau, batulumpur, batulempung dan serpih yang terendapkan pada lingkungan alluvial, fluvial, dataran banjir, delta dan danau. Pada kelompok Pematang sedimen ini berasal dari tinggian disekelilingnya.

2.3.3. Kelompok Sihapas

Kelompok Sihapas diendapkan secara tidakselaras di atas Kelompok Pematang. Unit-unit sedimen merupakan sekuen transgresif yang menyebabkan penenggelaman lingkungan pengendapan darat menjadi fluvial-deltaic. Kelompok

(13)

7 Sihapas terbagi menjadi empat formasi yaitu: Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri.

Formasi Menggala, merupakan formasi paling tua di Kelompok Sihapas, diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya atas batupasir halus sampai kasar yang bersifat konglomeratan.

Formasi Bangko, berumur sekitar Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Menggala. Litologinya berupa serpih abu-abu yang bersifat gampingan berselingan dengan batupasir halus sampai sedang.

Formasi Bekasap, mempunyai kisaran umur Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Bangko. Litologi penyusunnya berupa batupasir dengan kandungan glaukonit pada bagian atasnya serta sisipan serpih, batugamping tipis dan lapisan tipis batubara.

Formasi Duri, merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas. Formasi Duri diendapkan secara selaras diatas Formasi Bekasap dan diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya berupa batupasir berukuran halus sampai medium diselingi serpih dan sedikit batugamping.

2.3.4. Formasi Telisa

Formasi Telisa diendapkan secara selaras di atas Formasi Sihapas. Formasi ini didominasi oleh batu lempung dan diselingi oleh lapisan batulanau, batu gamping serta batupasir. Formasi Telisa berumur Miosen diendapkan pada lingkungan pengendapan marine.

2.3.5. Formasi Petani

Formasi Petani diendapkan secara selaras diatas Formasi Intra Petani.

Formasi ini didominasi oleh lapisan-lapisan batulempung terkadang ditemukan perselingan batupasir dan batulanau. Lapisan-lapisan batupasir umumnya tidak terkonsolodasi. Formasi Petani berumur Miosen diendapkan pada lingkungan marine

(14)

8 2.3.6. Formasi Minas

Formasi minas diendapkan secara selaras diatas Formasi Petani. Formasi ini terdiri dari lapisan yang di dominasi oleh batupasir dan terkadang muncul lapisan tipis batulempung. Dijumpai butiran sekunder terdiri dari vulkanik, karbonatan dan fragmen litik, glaukonit serta terkadang mineral mafik. Formasi Minas berumur Miosen hingga Pliosen dan diendapkan pada lingkungan deltaic.

2.4. Petroleum System Cekungan Sumatera Tengah 2.4.1. Batuan Sumber Hidrokarbon (Source Rock)

Batuan induk pada Cekungan Sumatera Tengah berada pada Formasi Brown Shale. Batuan induk pada formasi ini terbagi menjadi dua fasies, yaitu fasies batuan induk dominan alga dan fasies batuan induk karbonan (Heidrick dan Aulia 1993),.

di Cekungan Sumatera Tengah. Distribusi lapisan batuan sumber sampai graben ini sangat dipengaruhi oleh morfologi struktur, gelombang sedimen, posisi graben dan lakustrin yang terhubung dengan variasi fasies. Meskipun batuan sumber paling baik berasosiasi dengan fasies lakustrin energi rendah, unit sumber lakustrin dangkal juga terbentuk.

2.4.2. Batuan Reservoir (Reservoir Rock)

Pada cekungan Sumatera Tengah, reservoir terdapat pada Kelompok Sihapas, batupasir bagian bawah Formasi Sihapas cukup tebal dan diperkirakan memiliki berkelanjutan untuk menyediakan aspek komersil. Kelompok ini terdiri dari 5 formasi yaitu Manggala, Bangko, Bekasap, Duri dan Telisa. (Heidrick dan Aulia, 1993), meringkas karakter dari formasi-formasi tersebut seperti dijelaskan dibagian bawah ini.

Formasi Bekasap di Cekungan bagian tengah serta utara dan Formasi Lakat di bagian Selatan serta Tenggara memiliki usia Miosen Dasar dengan satuan batuan batupasir yang memiliki dimensi butir menengah sampai kasar. Ketebalan rata- rata formasi ini merupakan 35 feet. Dimana sekuen pengendapan memiliki karakter system track pada LowStand System Tract (LST).

Formasi Menggala mempunyai umur Miosen Bawah pada bagian atas dengan satuan batuan batupasir yang mempunyai ukuran butir menengah hingga

(15)

9 halus. Ketebalan rata-rata formasi ini adalah 10 - 25 feet. Dimana sekuen pengendapan mempunyai karakter system track yaitu High-Stand System Tract (HST).

Formasi Duri mempunyai umur Miocene Bawah dengan satuan batuan batupsir yang mempunyai ukuran butir menengah hingga halus. Ketebalan ratarata formasi ini adalah 10 - 40 feet. Dimana sekuen pengendapan mempunyai karakter system track Incised Valley.

Formasi Telisa mempunyai umur Miocene Tengah dengan satuan batuan lempung gampingan yang mempunyai ukuran butir halus hingga sangat halus.

Ketebalan rata-rata formasi ini adalah 60 - 100 feet. Dimana sekuen pengendapan mempunyai karakter system track Transgressive.

2.4.3. Batuan Penyekat (Cap Rock)

Formasi yang merupakan lapisan tudung utama di Cekungan Sumatera Tengah adalah Formasi Telisa. Formasi ini terendapkan sejak Awal Miosen. Selain itu Formasi Petani Bagian Bawah yang terendapkan diatas Formasi Telisa juga merupakan formasi tudung. Selain itu juga terdapat lapisan penyekat yang baik untuk reservoir pada Formasi Pematang. Lapisan ini mengandung batulempung merah yang merupakan endapan tanah purba.

2.4.4. Perangkap (Trap)

Menurut Heidrick dan Aulia (1993) sesar mendatar dekstral berarah Utara - Selatan di Cekungan Sumatera Tengah dapat membentuk struktur antiklin pada sesar-sesar yang membelok ke kiri. Struktur antiklin tersebut berperan sebagai jebakan hidrokarbon. Perangkap terbentuk pada fase tektonik kompresional pada Miosen-Pliosen bersamaan dengan terbentuknya Bukit Barisan.

2.4.5. Migrasi

Migrasi adalah perpindahan minyak dari source rock ke reservoir rock (migrasi) yang mana mengakibatkan hidrokarbon mencapai reservoir pada Formasi yang letaknya lebih tinggi yaitu Formasi Menggala dan Formasi Bekasap. Migrasi

(16)

10 yang terjadi adalah hidrokarbon keluar dari sumber ke arah flexural hinge graben sepanjang garis tepi batas sesar.

Gambar 2.4 Petroleoum System Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)

Gambar 2.5 Ringkasan Play Concept pada beberapa formasi reservoir di Cekungan Sumatera Tengah (Beicip,1992)

(17)

11 2.5. Data Geofisika Cekungan Sumatera Tengah

Data seismik yang digunakan adalah data seismic 3 dimensi yang merupakan data Pre Stack Time Migration dan telah melalui proses NMO sehingga diasumsikan bahwa kualitas data seismik sudah cukup baik untuk dilakukan proses lebih lanjut. Kegiatan interpretasi seismik membutuhkan data seismic, data sumur dan studi geologi regional yang juga dibutuhkan. Peran data seismik dalam proses interpretasi adalah untuk memberikan resolusi lateral seluruh wilayah lapangan, sedangkan peran sumur adalah untuk memberikan resolusi vertikalnya. Kegiatan pengembangan lapangan migas masih digencarkan, oleh sebab itu kegiatan reinterpretasi seismik diperlukan untuk menemukan beberapa potensi migas baru.

Kegiatan reinterpretasi seismik meliputi beberapa pekerjaan, yaitu pengikatan data sumur terhadap data seismik, interpretasi patahan, interpretasi lapisan, pemetaan struktur domain waktu, konversi domain waktu ke kedalaman, dan analisis struktur pada peta struktur domain kedalaman.

Gambar 2.4 Penampang seismik NE-SW dan B-B’ pada cekungan Sumatera Tengah (Pertamina-BEICIP, 1992).

(18)

12 Gambar 2.5 Model 3D cekungan Sumatera Tengah

(19)

13 2.6. Data Petrofisika Cekungan Sumatera Tengah

Berbagai jenis data log yang didapatkan dalam penelitian digunakan untuk menghitung properti petrofisika reservoir yang meliputi volume serpih (Vsh), porositas (Phi), dan saturasi air (Sw) melalui determinasi properti petrofisika yang dilakukan menggunakan perangkat lunak. Data core dapat digunakan untuk melakukan validasi analisis petrofisik dari data log. Analisis data core dapat berupa Routine Core Analysis (Conventional dan Sidewall Core) yang hasilnya adalah nilai porositas, permeabilitas horizontal dan vertical, dan berat jenis batuan. Analisis yang lain adalah Special Core Analysis (SCAL) yang hasilnya adalah permeabilitas relatif, kompresibilitas formasi, faktor resistivitas formasi (F), faktor tortuosity (a), faktor sementasi (m), eksponen saturasi (n), indeks resistivitas (RI), saturasi air (Sw), dan tekanan kapiler (Pc). Dari data Petrophysics Properties yang didapatkan dilakukanlah perhitungan dan didapatkanlah nilai Volume Bulk batuan 12779.39 acre-ft dan Original Oil in place 21.59 MMSTB.

Tabel 1.1 Petrophysics Properties

(20)

14 BAB III

RESERVOIR DESCRIPTION

Pada bab reservoir description ini menjelaskan mengenai data-data kondisi dan karakteristik reservoir yang mencakup initial condition, fluid properties, rock physics dan drive mechanism. Pada deskripsi reservoir ini dilakukan berdasarkan studi sifat fisik batuan dan fluida reservoir. Studi sifat fisik fluida dilakukan berdasarkan data sampel fluida PVT dan pengolahan data laboratorium. Studi sifat fisik batuan didapatkan dari korelasi data logging dan core. Data-data hasil studi ini kemudian akan digunakan untuk menghitung jumlah cadangan dan memprediksikan profil produksi dari reservoir untuk menentukan metode pengembangan yang optimal dari reservoir ini.

3.1. Initial Condition

Perusahaan kami melakukan analisa terhadap sampel fluida reservoir yang diperoleh hasil test produksi pada kondisi awal (Initial Condition Reservoir) dari Lapangan Kompretulesyen-19. Data dari initial condition reservoir-nya itu sendiri meliputi data tekanan awal, temperature reservoir, kelarutan gas dalam minyak, factor volume formasi minyak, densitas, pressure bubble point, dan water oil contact.

Tabel II.1. Data Initial Condition Reservoir Initial Condition

Pressure 556,8 psig 571,5 psia

Temperature 204 F

GOR 81 scf/stb

Boi 1,1002 scf/stb

Density 52,4802 lb.ft3

Pressure Bubble Point 294 psig 308,7 psia

WOC 1348 ft

(21)

15 3.2. Rock Characteristic

Berdasarkan data-data log dan data pendukung dari hasil uji Laboratorium Routine Core Analysis (RCAL) dan Special Core Analysis (SCAL) diperoleh parameter – parameter petrofisik (Porositas, Net to Gross, permeabilitas, saturasi air) dan juga data SCAL (permeabilitas relative dan tekanan kapiler.

3.2.1. Analisa Petrofisika Batuan

Berdasarkan data log, data DST dan data core pada lapangan

“Kompretulesyen-19” didapatkan parameter-parameter petrofisik seperti pada Tabel III.2.

Tabel III.2. Hasil Analisa Petrofisika Rock Properties

Formasi / Layer / Zonasi A

Top Formation 1333,484 ft

Bottom Formation 1441 ft

Gross 107,516 ft

Porosity 0,32

Water Saturation 0,25

Net Sand 95.69 ft

N/G 0,89

Rock Compressibility 1.04071E-

06 psi-1 3.2.2. Analisa Routine Core

Dalam analisa routine core ini diperoleh nilai dari permeabilitas dan porositas dan juga hubungan diantara keduanya. Gambar 3.1. berikut menunjukkan korelasi antara permeabilitas dan porositas yang dapat diproyeksikan dengan rumus y = 0.0193e36.972x

(22)

16 Grafik 3.1. Korelasi Permeabilitas Vs Porositas

3.2.3. Rock Region

Rock Region diperoleh dari hasil plotting antara permeabilitas dan sampel, yang ditunjukkan pada Grafik 3.2.

Grafik 3.2. Distribusi Rock Region Lapangan “Kompretulesyen-19”

y = 0.0193e36.972x R² = 0.8677

1 10 100 1000 10000

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

Permebilitas (mD)

Porositas (fraksi)

Korelasi Porositas terhadap Permebilitas

1 10 100 1000 10000

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Permeabilitas

Sample

Penentuan Rock Region

(23)

17 Dari Gambar 3.2. dapat disimpulkan bahwa pada lapangan

“Kompretulesyen-19” memiliki 3 distribusi rock region yaitu:

Tabel III.2. Distribusi Rock Region Lapangan “Kompretulesyen-19”

Distribusi Rock Region

Rock Region Range k (mD)

1 k < 99

2 99 < k < 851

3 k > 851

3.2.4. SCAL (Special Core Analysis)

Pada analisa SCAL yang dilakukan pada Lapangan “Kompretulesyen-19”

dapat diperoleh nilai dari permeabilitas reservoir, data Krg dan Kro, data Krw dan Kro, serta hubungan dari Sw terhadap Kr, dan data tekanan kapiler (Pc).

Tabel III.3. Krw dan Kro Region 1-3 Lapangan “Kompretulesyen-19”

Region 1 Region 2 Region 3

Sw Krw Kro Sw Krw Kro Sw Krw Kro

0.18

9 0.0036

0.99 9

0.19

9 0.00331

0.99 9

0.17

0 0.00448

0.99 9 0.21

4 0.01856

0.76 1

0.22

5 0.0171

0.76 1

0.19

4 0.02309

0.76 1 0.23

8 0.03342

0.58 2

0.25

0 0.03078

0.58 2

0.21

9 0.04157

0.58 2 0.26

2 0.04819

0.44 7

0.27

6 0.04438

0.44 7

0.24

3 0.05993

0.44 7 0.28

6 0.06287

0.34 5

0.30

1 0.0579

0.34 5

0.26

8 0.07819

0.34 5 0.31

1 0.07748

0.26 9

0.32

7 0.07135

0.26 9

0.29

2 0.09636

0.26 9 0.33

5 0.09202

0.21 1

0.35

2 0.08475

0.21 1

0.31

7 0.11445

0.21 1 0.35

9 0.10652

0.16 7

0.37

8 0.0981

0.16 7

0.34

1 0.13248

0.16 7 0.38

3 0.12097

0.13 1

0.40

4 0.11141

0.13 1

0.36

6 0.15046

0.13 1 0.40

8 0.1354

0.10 2

0.42

9 0.1247

0.10 2

0.39

0 0.1684

0.10 2 0.43

2 0.1498

0.07 8

0.45

5 0.13796

0.07 8

0.41

5 0.18632

0.07 8

(24)

18 0.45

6 0.1642

0.05 8

0.48

0 0.15123

0.05 8

0.44

0 0.20422

0.05 8 0.48

0 0.1786

0.04 1

0.50

6 0.16449

0.04 1

0.46

4 0.22213

0.04 1 0.50

5 0.19302

0.02 8

0.53

1 0.17776

0.02 8

0.48

9 0.24006

0.02 8 0.52

9 0.20746

0.01 8

0.55

7 0.19106

0.01 8

0.51

3 0.25802

0.01 8 0.55

3 0.22193

0.01 1

0.58

2 0.20439

0.01 1

0.53

8 0.27602

0.01 1 0.57

7 0.23646

0.00 8

0.60

8 0.21777

0.00 8

0.56

2 0.29408

0.00 8 0.60

2 0.25103

0.00 7

0.63

3 0.23119

0.00 7

0.58

7 0.31222

0.00 7 0.62

6 0.26568

0.00 6

0.65

9 0.24468

0.00 6

0.61

1 0.33043

0.00 6 0.65

0 0.2804

0.00 4

0.68

4 0.25824

0.00 4

0.63

6 0.34874

0.00 4 0.67

4 0.29495

0.00 0

0.71

0 0.27164

0.00 0

0.66

0 0.36683

0.00 0

Grafik 3.3. Grafik Kro Krw vs Sw Region 1

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kro, Krw

Sw Region 1

K…K…

(25)

19 Grafik 3.4. Grafik Kro Krw vs Sw Region 2

Grafik 3.5. Grafik Kro Krw vs Sw Region 3

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kro, Krw

Sw Region 2

Krw Kro

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Kro, Krw

Sw Region 3

Krw Kro

(26)

20 Tabel III.4. Krg dan Kro Region 1-3 Lapangan “Kompretulesyen-19”

Region 1 Region 2 Region 3

Sg* Kro Krg Sg* Kro Krg Sg* Kro Krg 0.06 0.78

0.0 0

0.0 6

0.7 7

0.0 0

0.0 6

0.7

8 0.00 0.09 0.68

0.0 0

0.1 0

0.6 6

0.0 0

0.0 9

0.6

8 0.00 0.12 0.60

0.0 0

0.1 3

0.5 7

0.0 0

0.1 3

0.5

8 0.00 0.15 0.53

0.0 1

0.1 7

0.4 8

0.0 1

0.1 6

0.5

0 0.01 0.18 0.46

0.0 1

0.2 0

0.4 1

0.0 1

0.1 9

0.4

2 0.01 0.20 0.40

0.0 2

0.2 4

0.3 4

0.0 2

0.2 3

0.3

6 0.02 0.23 0.34

0.0 2

0.2 7

0.2 8

0.0 3

0.2 6

0.3

0 0.03 0.26 0.30

0.0 3

0.3 1

0.2 3

0.0 5

0.2 9

0.2

5 0.04 0.29 0.25

0.0 4

0.3 4

0.1 9

0.0 7

0.3 3

0.2

1 0.06 0.32 0.21

0.0 5

0.3 8

0.1 5

0.0 9

0.3 6

0.1

7 0.08 0.35 0.18

0.0 7

0.4 1

0.1 2

0.1 1

0.3 9

0.1

4 0.10 0.38 0.15

0.0 9

0.4 5

0.0 9

0.1 4

0.4 3

0.1

1 0.12 0.41 0.12

0.1 1

0.4 8

0.0 7

0.1 7

0.4 6

0.0

9 0.15 0.43 0.10

0.1 3

0.5 2

0.0 6

0.2 0

0.4 9

0.0

7 0.18 0.46 0.08

0.1 5

0.5 5

0.0 4

0.2 4

0.5 3

0.0

5 0.21 0.49 0.07

0.1 8

0.5 9

0.0 3

0.2 8

0.5 6

0.0

4 0.25 0.52 0.05

0.2 1

0.6 2

0.0 2

0.3 3

0.5 9

0.0

3 0.29 0.55 0.04

0.2 4

0.6 5

0.0 1

0.3 8

0.6 3

0.0

2 0.34 0.58 0.03

0.2 7

0.6 9

0.0 1

0.4 3

0.6 6

0.0

1 0.38 0.61 0.02

0.3 1

0.7 2

0.0 1

0.4 9

0.6 9

0.0

1 0.43 0.63 0.02

0.3 5

0.7 6

0.0 0

0.5 4

0.7 3

0.0

1 0.49

0.7

9 0.0

0 0.6

0

Grafik 3.6. Grafik Krg Kro vs Sg Region 1

(27)

21 Grafik 3.7. Grafik Krg Kro vs SG* Region 2

Grafik 3.8. Grafik Kro Krg vs Sg* Region 3

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Kr

Sg*

Region 1

Sg vs Kro Sg vs Krg

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Kr

Sg*

Region 2

Sg vs Kro Sg vs Krg

(28)

22 Berdasarkan grafik Krw vs Kro dapat dilihat pada trendline garis kro dan krw pada region 1, region 2 dan region 3 berturut turut berpotongan di nilai 0.25, 0.42 dan 0,367. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada reservoir pada “Lapangan Kompretulesyen-19” merupakan reservoir oil wet.

Tabel III.5. Pc dan Sw Region 1-3 Lapangan “Kompretulesyen-19”

Region 1 Region 2 Region 3 Pc

Res Sw Pc

Res Sw Pc

Res Sw 5.47

0.1

9 8.21 0.2

0 4.68 0.1

7 2.66

0.2

1 3.99 0.2

2 2.27 0.1

9 1.74

0.2

4 2.61 0.2

5 1.49 0.2

2 1.29

0.2

6 1.94 0.2

8 1.11 0.2

4 1.02

0.2

9 1.54 0.3

0 0.88 0.2

7 0.85

0.3

1 1.27 0.3

3 0.72 0.2

9 0.72

0.3

3 1.08 0.3

5 0.62 0.3

2 0.63

0.3

6 0.94 0.3

8 0.54 0.3

4 0.56

0.3

8 0.83 0.4

0 0.48 0.3

7

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Kr

Sg*

Region 3

Sg vs Kro Sg vs Krg

(29)

23 0.50

0.4

1 0.75 0.4

3 0.43 0.3

9 0.45

0.4

3 0.68 0.4

5 0.39 0.4

1 0.41

0.4

6 0.62 0.4

8 0.35 0.4

4 0.38

0.4

8 0.57 0.5

1 0.32 0.4

6 0.35

0.5

0 0.53 0.5

3 0.30 0.4

9 0.33

0.5

3 0.49 0.5

6 0.28 0.5

1 0.31

0.5

5 0.46 0.5

8 0.26 0.5

4 0.29

0.5

8 0.43 0.6

1 0.25 0.5

6 0.27

0.6

0 0.40 0.6

3 0.23 0.5

9 0.26

0.6

3 0.38 0.6

6 0.22 0.6

1 0.24

0.6

5 0.36 0.6

8 0.21 0.6

4 0.00

0.6

7 0.00 0.7

1 0.00 0.6

6 Grafik 3.9. Grafik Pc vs Sw Region 1

Grafik 3.10. Grafik Pc vs Sw Region 2 0

1 2 3 4 5 6

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Pc

Sw

Pc vs Sw Region 1

(30)

24 Grafik 3.11. Grafik Pc vs Sw Region 3

3.2.5. Fluid Properties

3.2.5.1. Komposisi Fluida Hidrokarbon

Komposisi fluida didapatkan dari analisa hidrokarbon pada fluida reservoir.

Tabel III-5 memperlihatkan komposisi fluida hidrokarbon reservoir pada Lapangan Kompretulesyen-19.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Pc

Sw

Pc vs Sw Region 2

0 1 2 3 4 5

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Pc Res

Sw

Pc vs Sw Region 3

(31)

25 Tabel III.6

Komposisi Komponen Fluida Hidrokarbon Reservoir Lapangan Kompretulesyen-19

Component s

% Molar Fractio

n

1 CO2 4.93

2 C1 2.95

3 C2 1.88

4 C3 3.27

5 IC4 0.87

6 NC4 3.11

7 IC5 1.6

8 NC5 2.38

9 C6 4.3

10 C7 6.23

11 C8 6.46

12 C9 7.51

13 C10 6.25

14 C11 4.34

15 C12 3.82

16 C13 2.16

17 C14 4.38

18 C15 2.64

19 C16 3.34

20 C17 2.06

21 C18 3.58

22 C19 2.53

23 C20+ 18.69

24 N2 0.72

3.2.5.2. Oil Compressibility (Co)

Berdasarkan data dari differential vaporization, dapat dihitung Co menggunakan metode Vasquez and Beggs Pada Tabel III-6 dapat dilihat tabulasi Co pada setiap tekanan.

(32)

26 Tabel III-6

Oil Compressibility Pada Setiap Tekanan Pressure

Oil

FVF GOR Oil

Density Gas

SG Co

psia psig rb/stb

in

solution g/cc

308.7 294 1.116 81 0.7857

264.7 250 1.113 75 0.7861 1.123 0.00035811 7 214.7 200 1.11 66 0.7867 1.166 0.00044150

9 164.7 150 1.106 58 0.7875 1.244 0.00057554

6 114.7 100 1.099 47 0.7889 1.36 0.00082642

1 71.7 57 1.091 33 0.7908 1.537 0.00132204

2

14.7 0 1.067 0 0.796 1.823 0.00644660

4 3.2.5.3. Densitas Fluida

Gambar 3.5. memperlihatkan densitas oil pada berbagai tekanan dan pada Gambar 3.6. memperlihatkan densitas gas pada berbagai tekanan.

(33)

27 Gambar 3.5. Densitas Oil pada berbagai tekanan

Gambar 3.6. Densitas Gas pada berbagai tekanan 3.2.5.4. Solution Gas Oil Ratio (Rs, scf/stb)

Solution gas oil ratio (Rs) didapat dari data differential vaporization.

Gambar 3.7. memperlihatkan Rs pada berbagai tekanan.

49 49.1 49.2 49.3 49.4 49.5 49.6 49.7 49.8

0 50 100 150 200 250 300 350

Density (lb/ft3)

Pressure (psia)

Pressure vs Density

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

0 50 100 150 200 250 300 350

SG Gas

Pressure (Psia)

Pressure Vs Gas SG

(34)

28 Gambar 3.7. Rs Tekanan Reservoir dan Rs Tekanan Bubble Point 3.2.5.5. Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)

Faktor volume formasi Minyak (FVF oil) didapat dari data differential vaporization. Gambar 3.8. memperlihatkan FVF oil pada berbagai tekanan.

Gambar 3.8. FVF Oil pada berbagai tekanan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 100 200 300 400 500 600 700

Rs

Pressure (psia)

Pressure vs Rs

1.06 1.07 1.08 1.09 1.1 1.11 1.12

0 50 100 150 200 250 300 350

Oil FVF (RB/STB)

Pressure (psia)

Pressure vs Oil FVF

(35)

29 3.1.3.6. Bubble Point Pressure (Pb, psi)

Komposisi fluida didapatkan dari kondisi inisial pada fluida reservoir.

Diketahui bubble point pressure pada lapangan Kompretulesyen adalah 308.7 psia.

3.3. Mekanisme Pendorong

Melalui data produksi dari Lapangan Kompretulesyen-19, maka dilakukan perhitungan mekanisme pendorong melalui plot grafik drive index dan plot Ganesh Takur. Selain itu juga dilakukan analisa melalui Campbell plot untuk menganalisa tipe tenaga pendorong apabila terdapat water drive.

Gambar 3.9. Drive Index Plot

Dari plot drive index, dapat dianalisa bahwa jenis tenaga pendorong reservoir adalah combination drive. Pada awal periode, tenaga pendorong yang dominan adalah water drive, namun pada periode tertentu berubah menjadi depletion drive.

(36)

30 Gambar 3.9. Ganesh Takur Plot

Dari plot Ganesh Takur dapat dianalisa bahwa jenis tenaga pendorong reservoir adalah Depletion Drive. Depletion drive ditandai dengan penurunan tekanan yang relatif cepat yang disertai dengan recovery efficiency yang rendah, yang mana sesuai dengan plot grafik di atas.

0 100 200 300 400 500 600

0 10 20 30 40 50 60

Pressure (psi)

Recovery Efficiency, %OOIP

Pressure vs time

(37)

31 Gambar 3.9. Campbell Plot Lapangan Kompretulesyen-19

Dari analisa drive mechanism menggunakan drive index, didapat bahwa pada awal periode terdapat tenaga pendorong air (water drive), maka dari itu dilakukan analisa tipe water drive menggunakan Campbell plot. Melalui plot tersebut, dapat dianalisa bahwa jenis water drive nya adalah moderate water drive. Hal tersebut dapat dilihat dari respon grafik yang sesuai dengan Campbell plot pada grafik berikut.

Gambar 3.9. Campbell Plot

1E+05 1E+06 1E+07 1E+08 1E+09

0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000

F/Et, STB

F, RB

Campbell Plot

(38)

32 BAB IV

RESERVE DAN PRODUCTION FORECAST

4.1. Klasifikasi Cadangan

Menurut aturan Pedoman Tata Kerja tentang Plan of Development yang telah ditetapkan oleh SKK Migas mengelompokkan bahwa, perhitungan cadangan reserves harus menjelaskan mengenai hydrocarbon in place, yaitu OOIP/OGIP dalam kategori yaitu P1 (Proven), P2 (Possible), P3 (Probable), dan reserves serta recovery factor.

4.1.1. Cadangan Terambil Hidrokarbon

Cadangan merupakan perkiraan jumlah hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir yang dapat diproduksikan ke permukaan secara komersial pada waktu mendatang dari akumulasi hidrokarbon yang telah diketahui. Perhitungan cadangan pada Lapangan “Kompretulesyen-19-” dilakukan sesuai kriteria klasifikasi cadangan yang digunakan oleh SKK Migas dan Ditjen Migas mengacu pada SPE 2001/AAPG/WPC/SPEE yang telah dimodifikasi berdasarkan karakteristik reservoir di Indonesia

(39)

33 Gambar 4.1. Klasifikasi cadangan berdasarkan PRMS 2007 (Dadang

Rukmana,2009) Cadangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Proved Reserves

Proved Reserves merupakan jumlah hidrokarbon, yang berdasarkan analisis data geologi dan atau keteknikan, dapat diperkirakan dengan tingkat kepastian tinggi yaitu mencapai ≥ 90 %, akan dapat diperoleh secara ekonomis pada waktu mendatang dengan kondisi ekonomi, metode operasi, maupun peraturan pemerintah yang ada. Untuk proved reserves telah memiliki data tes sumur (DST) dan/ atau data performance (perilaku) hasil produksi yang telah dikorelasikan dengan data log

2. Probable Reserves

Probable Reserves merupakan julah hidrokarbon (minyak dan atau gas) yang terdapat didalam reservoir yang mungkin dapat diproduksikan, yang memiliki tingkat kepastian minimal 50% dari jumlah cadangan terbukti + cadangan mungkin bisa diperoleh dipermukaan (bisa di produksian). Pada probable reserves ini hanya memiliki data sumur dan log tetapi belum pernah ada tes sumur (DST) dan/atau data performance hasil produksi.

3. Possible Reserves

Possible Reserves merupakan jumlah hidrokarbon (minyak danatau gas) yang terdapat didalam reservoir yang diharapkan dapat diproduksikan dimana minimal 10% dari jumlah cadangan terbukti + cadangan mungkin + cadangan harapan bisa diperoleh di permukaan (bisa diproduksikan). Pada possible reserves zona reservoirnya merupakan penghasil hidrokarbon yang diperoleh dari korelasi geologi dan geofisika dan atau di luar daerah investigasi uji sumur (DST = drillstem test).

4.1.2. Perhitungan Original Oil In-Place dengan Metode Volumetrik

Ada tiga klasifikasi cadangan yang diperhitungkan yaitu P1 (proved), P2 (Probable), P3 (Possible). Batas P1 (Proven) secara lateral adalah reservoir

(40)

34 boundary yang didapat dari uji alir produksi dan didukung oleh interpretasi geologi dan geofisika. Jika data yang didapat tidak konklusif, maka dapat menggunakan analog yang memperhatikan good engineering practices dengan tetap melakukan analisis risiko sebagaimana disampaikan.

Ada tiga klasifikasi cadangan yang diperhitungkan yaitu P1 (proved), P2 (Probable), P3 (Possible). Batas P1 (Proven) secara lateral adalah reservoir boundary yang didapat dari uji alir produksi dan didukung oleh interpretasi geologi dan geofisika. Jika data yang didapat tidak konklusif, maka dapat menggunakan analog yang memperhatikan good engineering practices dengan tetap melakukan analisis risiko sebagaimana disampaikan

Dalam hal tidak ditemukan analog yang memadai, maka perkiraan batas P1 adalah maksimum radius 250 (dua ratus lima puluh) meter untuk reservoir minyak. Sementara nilai OOIP volumetri yang digunakan dalam proses inisilisasi nantinya ada nilai 2P risked sesuai dengan ketentuan PTK POD.

Tabel IV-1. Estimasi OOIP melalui 2P Risked

Kategori Nilai Unit

P1 (Proven) 7860366,439 STB P2 (Possible) 11790549,66 STB

2P RISKED 12969604,62 STB

4.2. Reservoir Simulation

Simulasi reservoir merupakan proses memodelkan kondisi reservoir secara matematik dengan mengintegrasikan berbagai data yang ada (geologi, geofisik, petropisik, reservoir, produksi dan sebagainya) untuk memperoleh kinerja reservoir dengan teliti pada berbagai kondisi sumur dan skenario produksi sehingga akan diperoleh perkiraan yang baik terhadap rencana/tahapan pengembangan suatu lapangan selanjutnya.

Simulasi Reservoir memiliki tujuan untuk memprediksikan kinerja reservoir di masa yang akan datang serta mencari strategi pengembangan lapangan sehingga diperoleh peningkatan perolehan minyak dari reservoir. Secara keseluruhan tahapan simulasi memiliki lima tahap yaitu : persiapan data,

(41)

35 inisialisasi, history matching, peramalan dan analisis.

Setelah tahapan simulasi dilakukan maka dilakukan startegi pengembangan Lapangan “Kompretulesyen-19” yang optimum dan ekonomis berdasarkan kajian keekonomian.

4.2.1. Reservoir Simulation Model

Untuk pembuatan model geologi dalam simulasi, data yang dibutuhkan yaitu Isoporosity map, Isopermeability map, Saturation region map. Berdasarkan pada data properties yang tersedia untuk proses input di dalam model simulasi diperoleh hasil modelling geologi. Lalu untuk pemodelan reservoir berdasarkan pemodelan geologi kondisi statis dihubungkan data reservoir pada kondisi dinamis.

Gambar 4.2. Isoporosity Map Lapangan “Kompretulesyen-19”

(42)

36 Gambar 4.3. Isopermeability Map Lapangan “Kompretulesyen-19”

Gambar 4.3. Saturation Region Map Lapangan “Kompretulesyen-19”

● Data Reservoir

Data input Reservoir yang digunakan yaitu Initial Reservoir condition, PVT (fluid properties), SCAL dan RCAL

(43)

37

● Data Produksi

Data produksi yang diinput yaitu data histori produksi (.fhf) sebagai acuan konstrain simulasi pada sumur Stj-1, Stj-2, Stj-3

● Data Tekanan

Data tekanan yang di input kedalam simulator meliputi tekanan awal reservoir dan tekanan saturasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya 4.2.2. Inisialisasi

Dalam tahap inisialisasi dapat dilihat kondisi awal model reservoir seperti saturation region, isopermeability, isoporosity, dan tekanan reservoir awal. Dari model simulasi, didapatkan hasil inisialisasi OOIP matching dengan persentase (%) error seperti pada tabel berikut

Tabel IV-2. Hasil inisialisasi dan %Error

4.2.3. History Matching

Setelah menyamakan kondisi inisial reservoir, kemudian melakukan history matching. History matching adalah proses memodifikasi parameter yang digunakan pada pembuatan model reservoir dengan maksud untuk menyelaraskan antara model dengan kondisi actual, yang didasarkan pada data parameter terukur selama periode waktu tertentu. Tahap ini sangat menentukan dalam melakukan simulasi reservoir. Tujuan dari proses history matching ini adalah untuk melakukan validasi terhadap model simulasi reservoir dengan kondisi actualnya. Penyelarasan

(44)

38 dilakukan dengan menyesuaikan konstrain berdasarkan acuan data history production dan mengubah parameter permeabilitas relatif

Tabel IV-3. Hasil History Matching

Gambar 4.4. Cummulative Water Production Lapangan “Kompretulesyen-19”

(45)

39 Gambar 4.5. Cummulative Oil Production Lapangan “Kompretulesyen-19”

Gambar 4.6. Cummulative Liquid Production Lapangan “Kompretulesyen- 19”

(46)

40 Gambar 4.7. Cummulative Gas Production Lapangan “Kompretulesyen-19”

4.2.4. Productivity Index (PI) Matching

Setelah melakukan history matching dan sebelum melakukan prediksi langkah selanjutnya yaitu melakukan PI matching (khusus lapangan minyak). PI matching ini bertujuan agar prediksi yang dihasilkan tidak terlalu optimis (garis putus-putus warna merah) maupun pesimis (garis putus-putus warna biru), tetapi realistik (garis tegas warna hijau), seperti contoh yang terlihat pada Gambar 4.8 di bawah.

Gambar 4.8. Inflow Performance Relationship STJ-1

(47)

41 Dari hasil PI Matching yang dilakukan pada Lapangan Kompretulesyen-19, didapat hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel IV-4. PI Matching PI Match

STJ-1 Oil

Rate, stb/day

Oil Rate

(H), stb/day

Water Rate, stb/day

Water Rate

(H), stb/day 33,08841 32,18 227,3816 229,29

%error 2,823% %error 0,832%

Gambar 4.9. PI Matching Lapangan “Kompretulesyen-19”

4.3. Inflow Performance Relationship (IPR)

Kurva Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan grafik yang mengambarkan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi yang dinyatakan dalam bentuk hubungan antara laju produksi (q) terhadap tekanan alir dasar sumur (Pwf).

Kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida dari bawah sumur harus dikombinasikan dengan kinerja vertical lift performance (VLP), yaitu kurva yang

(48)

42 menggambarkan kemampuan suatu sumur untuk mengalirkan fluida dari dasar sumur ke permukaan melalui media pipa.

Pada pengerjaan minggu ini menggunakan software Prosper, dimana dilakukan dengan memasukan data-data reservoir, PVT, sumur, dan trajektori. Setelah semua data di masukan kedalam software Prosper maka nanti akan muncul grafik IPR dan VLP. Kemudian dari hasil plot grafik IPR dan VLP ini nantinya dapat diketahui apakah sumur dapat berproduksi secara natural flow atau memerlukan artificial lift.

Tabel IV-4. Data yang di Asumsikan berdasarkan Data Produksi

Sumur

STJ-1 STJ-2 STJ-3

Water Cut (%) 54.0593 99.76557589 55.57344496

Test Rate (STB/day) 475.94 93.79 186.33 Test Bottom-hole Pressure

(psig) 355.3 355.3 355.3

Gambar 4.10. Inflow Performance Relationship STJ-1

(49)

43 Gambar 4.11. Inflow Performance Relationship STJ-2

Gambar 4.12. Inflow Performance Relationship STJ-3

(50)

44 Tabel IV-5. AOF Summary Sumur Existing

Sumur

AOF (STB/day)

STJ-1 1043.2 STJ-2 258.9 STJ-3 409.0

Gambar 4.13. IPR vs VLP STJ-1

(51)

45 Gambar 4.14. IPR vs VLP STJ-2

Gambar 4.15. IPR vs VLP STJ-3

Gambar

Gambar 2.4 Petroleoum System Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick  dan Aulia, 1993)
Gambar 2.4 Penampang seismik NE-SW dan B-B’ pada cekungan Sumatera  Tengah (Pertamina-BEICIP, 1992)
Grafik 3.5. Grafik Kro Krw vs Sw Region 3
Grafik 3.8. Grafik Kro Krg vs Sg* Region 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

gempabumi sesar mendatar mengiri dipengaruhi oleh adanya aktivitas tektonik sesar-sesar lokal yang berada di zona retakan yang teraktivasi cekungan Wharton terutama di

Secara umum, stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun atas beberapa unit formasi, mulai dari paling tua hingga yang paling muda adalah Batuan Dasar (Basement),

Struktur yang bekerja pada lokasi penelitian (Heidrick dan Aulia, 1993) Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah oleh Eubank dan Makki (1981) dan Heidrick dan Aulia (1993) membagi

Proses magmatisme di batas lempeng destruktif berbeda dengan magmatisme di tatanan tektonik lain karena adanya peran fluida pada kerak yang menunjam dan adanya

Membahas tentang kajian pustaka yang berhubungan dengan dasar-dasar teori metode geolistrik yang meliputi stratigrafi dan morfologi regional daerah penelitian,

Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Stratigrafi Formasi Steenkool Lintasan Bintuni-Manimeri, Cekungan Bintuni, Papua Barat”, diajukan guna memenuhi salah satu syarat

- Jebakan, jebakan hidrokarbon yang terdapat pada Cekungan Sumatera Tengah adalah jebakan struktur yang berasal dari sesar serta jebakan stratigrafi yang

Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135