Bait IV Bait IV
D. Implikasinya terhadap pembelajaran sastra
Apa yang dapat kita simpulkan dan diambil hikmah sebagai contoh tauladan untuk kita semua adalah: Cheng Ho adalah Duta Perdamaian, Ahli Politik, Ahli dalam Managemen, Ahli dalam Pelayaran. Oleh sebab itu patut dihormati oleh segala bangsa, budaya, agama di seluruh dunia.
Selain Cheng Ho dimiliki oleh agama Islam, dia juga dimiliki segala agama dan dihormati oleh seluruh bangsa.16
Hal ini lah yang mendorong penulis mengangkat tema religiositas pada puisi ini, tujuannya adalah agar para siswa mampu mengambil pelajaran melalui nilai-nilai religius yang terkandung di dalamnya, selain itu Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho merupakan objek sejarah yang tidak biasa diangkat di literatur pendidikan Indonesia.
leluhur, (3) isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat- istiadat, dan peradaban bangsa, (4) pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, (5) proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis, (6) sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain, (7) proses penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, profesional, dan rendah hati, (8) pergelarannya memberikan teladan kerja sama yang kompak dan harmonis, (9) pengaruh asing yang ada di dalamnya memberi gambaran tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa sastra sangat relevan dengan pendidikan karakter atau ahlak. Karya sastra sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak seperti dikehendaki dalam pendidikan karakter. Sastra dapat dilihat dari berbagai aspek. Dari aspek isi, jelas bahwa karya sastra sebagai karya imajinatif tidak lepas dari realitas. Karya sastra merupakan cermin zaman. Berbagai hal yang terjadi pada suatu waktu, baik positif maupun negatif direspon oleh pengarang. Dalam proses penciptaannya, pengarang akan melihat fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat itu secara kritis, kemudian mereka mengungkapkannya dalam bentuk yang imajinatif. Fungsi sastra adalah dulce et utile, artinya indah dan bermanfaat. Dari aspek gubahan, sastra disusun dalam bentuk, yang apik dan menarik sehingga membuat orang senang membaca, mendengar, melihat, dan menikmatinya. 18
Sementara itu, dari aspek isi ternyata karya sastra sangat bermanfaat. Di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan moral yang berguna untuk menanamkan pendidikan karakter. Pembelajaran sastra diarahkan pada tumbuhnya sikap apresiatif terhadap karya sastra, yaitu sikap menghargai karya sastra.
18 Ibid
Dalam pembelajaran sastra ditanamkan tentang pengetahuan karya sastra (kognitif), ditumbuhkan kecintaan terhadap karya sastra (afektif), dan dilatih keterampilan menghasilkan karya sastra (psikomotor).
Kegiatan apresiatif sastra dilakukan melalui kegiatan (1) reseptif seperti membaca dan mendengarkan karya sastra, menonton pementasan karya sastra, (2) produktif, seperti mengarang, bercerita, dan mementaskan karya sastra, (3) dokumentatif, misalnya mengumpulkan puisi, cerpen, membuat kliping tentang infomasi kegiatan sastra. Pada kegiatan apresiasi sastra pikiran, perasaan, dan kemampuan motorik dilatih dan dikembangkan. Melalui kegiatan semacam itu pikiran menjadi kritis, perasaan menjadi peka dan halus, memampuan motorik terlatih. Semua itu merupakan modal dasar yang sangat berarti dalam pengembangan pendidikan karakter. Ketika seseorang membaca, mendengarkan, atau menonton pikiran dan perasaan diasah. Mereka harus memahami karya karya sastra secara kritis dan komprehensif, menangkap tema dan amanat yang terdapat di dalamnya dan memanfaatkannya.
Sastra secara etimologis berarti alat untuk mendidik, sehingga bersifat didaktis. Hal ini sesuai dengan fungsi sastra yaitu dulce et ulite (nikmat dan bermanfaat). Kebermanfaatannya diketahui karena sastra di dalamnya terkandung amanat yaitu nilai moral yang bersesuaian dengan pendidikan karakter. Banyak karya sastra lama dan modern yang mengandung pendidikan karakter, seperti kemanusiaan, harga diri, kritis, kerja keras, hemat. 19
Peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter.
Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan
19 Ibid
sehingga pembaca cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran.20
Selain itu pendidikan melalui karya sastra menjadi salah satu media belajar siswa yang fleksibel terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia, yang diharapakan dapat membangun berbagai aspek kompetensi dalam perkembangan peserta didik di dunia pendidikan.
Dengan mengkaji karya sastra dari salah satu aspek misal religius seperti yang telah penulis sampaikan di atas, siswa diharapkan tidak lagi bosan dengan proses belajar yang monoton dalam mengajarkan aspek keagamaan yang dinilai masih kurang efektif. dengan bersastra target pendidik untuk menyampaikan aspek religiositas menjadi lebih efektif dan relevan, karena cara belajar yang semakin inovatif dan berkembang. Untuk itu peran serta guru dan metode yang fleksibel juga harus diperhatikan.
Dalam hal ini penulis telah melampirkan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang penggunaan karya sastra melalui dua puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya Taufiq Ismail, yang telah dianalisis sebagai media penyampaian materi agar lebih efektif. yang disertai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa, diantaranya siswa harus mampu memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan menganalisis keterkaitan unsur intrinsik dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan begitu siswa diharapkan lebih kreatif, komunikatif, gemar membaca, tekun, mempunyai rasa tanggung jawab, dan rasa hormat serta perhatian. Untuk membangun karakternya dalam penerapan di kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan pembelajaran yang dimuat adalah siswa diharapkan mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik (tema, perasaan, nada dan suasana,amanat) dari puisi yang telah dibaca. Mampu mengaitkan unsur
20 Ibid
intrinsik (tema, perasaan, nada dan suasana, amanat) dengan kehidupan sehari-hari. Dan materi pokok pembelajarannya adalah pengertian puisi Unsur-unsur intrinsik dalam puisi dan cara menentukan unsur-unsur intrinsik (tema, gaya bahasa, amanat) serta implementasinya dengan kehidupan sehari-hari. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, diskusi kelompok, tanya jawab, CTL (contextual teaching and learning), penugasan dan resitasi. Sumber belajar yang digunakan merupakan pustaka rujukan wajib antara lain Bahasa dan Sastra Indonesia Untuk SMA/MA kelasX karya Sri Utami, dkk., terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008 halaman 51-56. Dua Puisi Sajadah Panjang dan Sembilan bait Nyanyian untuk Cheng Ho dari Antologi puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia karya Taufiq Ismail.
Wahyudi, Siswanto, Pengantar Teori Sastra, terbitan Grasindo tahun 2008. Herman J.Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, terbitan Erlangga tahun 1987.
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain tahap pertama pembukaan kegiatan guru lakukan adalah Guru memberikan informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sementara siswa diharapkan menyimak apa yang disampaikan guru terkait informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tahap kedua yakni inti atau eksplorasi, guru membuka schemata peserta didik mengenai materi puisi yang akan menjadi fokus pembahasan, Peserta didik mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru mengenai pengertian puisi, beberapa unsur intrinsik yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, dan amanat puisi yang akan menjadi fokus pembahasan.
Tahap ke tiga elaborasi, Guru membantu peserta didik untuk mengelaborasi informasi yang didapat dengan memberi tugas secara berkelompok, dan siswa diharapkan mengidentifikasi keterkaitan antar unsur intrinsik (tema, gaya bahasa, amanat) pada dua puisi religius
Sajadah Panjang yang telah dibaca. Tiap kelompok dapat mengatur proses penyelesaian tugas dengan tepat waktu. Tahap ke empat kofirmasi, Guru menanyakan kepada tiap kelompok kendala apa saja yang didapat saat proses penyelesaian tugas. Tahap ke lima penutup, Guru menyimpulkan hasil pembelajaran dan mengingatkan tugas untuk pertemuan selanjutnya yakni mempresentasikan hasil diskusi. Peserta didik diharapkan menyimak apa yang disampaikan guru terkait simpulan hasil pembelajaran dan informasi tugas untuk pertemuan selanjutnya.
Sementara penilaian teknik dan bentuknya adalah Peserta didik diminta membaca puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya Taufiq Ismail dua minggu sebelum materi pembelajaran. Peserta didik diminta berdiskusi untuk memahami unsur intrinsik (tema, perasaan, nada dan suasana, amanat) pada puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya Taufiq Ismail secara kelompok peserta didik diminta untuk mengidentifikasi dan menganalisis keterkaitan unsur intrinsik (tema, perasaan, nada dan suasana, amanat) pada puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya Taufiq Ismail serta implementasinya dengan kehidupan sehari-hari. Melalui pendidikan karya sastra dan metode yang fleksibel dan relevan, diharapkan materi pokok bisa tersampaikan secara efektif, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang wajib dicapai pendidik.
91 A. Simpulan
1. Struktur fisik
Struktur fisik pada kedua puisi ini tidak terlepas dari penggunaan dan permainan bahasa yang digunakan penyair dalam karya-karyanya yang cenderung bersifat naratif seperti bahasa koran, mudah untuk dipahami dan sedikit kata-kata yang mengandung ambiguitas. Akan tetapi, sangat cermat dalam memilih diksi untuk kepentingan unsur musikalitasnya, tak sedikit kata yang saling berkait untuk mendukung keselarasan dalam ritme dan iramanya sehingga menimbulkan efek ritmis saat puisinya dimusikalisasikan. karena hal tersebut menjadi ciri puisinya.
2. Struktur batin
Struktur batin yang ditampilkan Taufiq pada kedua puisi ini terkait religiusitas pada puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya, yang pada dasarnya mencakup permasalahan kritik tentang aspek religiusitas masyarakat yang hanya terpatok dalam pemikiran saja, namun tidak dalam hal penerapannya. Dengan kata lain religiositas tidak bekerja dalam pengertian-pengertian (otak) tetapi dalam pengalaman, penghayatan (totalitas diri) yang mendahului analisis atau konseptualisasi. Karena banyak orang yang dikatakan religius tapi sikap dan sifatnya tidak menunujukan bahwa dia merupakan manusia yang religius. Pada puisi Sajadah Panjang misalnya Taufiq mengingatkan bahwa kehidupan manusia sepenuhnya hanya untuk beribadah walaupun hal yang dimetaforkan dalam puisi tersebut hanya bentuk ibadah Sholat saja, namun sejatinya ibadah itu bermakna luas, banyak sekali ibadah-ibadah yang perlu dilakukan
manusia. Taufiq menganggap kehidupan duniawi hanya sebagai bentuk interupsi saja. Karena manusia perlu Tuhan, perlu beribadah sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhannya. sementara pada puisi Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho merupakan puisi balada yang berisi tentang kekaguman penyair pada tokoh pujaannya Cheng Ho, puisi ini mengajarkan pembacanya tentang budi pekerti dari seorang pelaut muslim Tiong Hoa sebagai sumber syuri tauladan dan mengambil hikmah atas muhibahnya ke berbagai negeri. Hal tersebut melatar belakangi penyair menciptakan puisi ini. Sesuai penciptaannya pada tahun1994 puisi ini tidak dapat dijadikan bukti otentik walapun relevansi religiusitas puisi ini merupakan kenyataan sejarah yang benar-benar terjadi pada masa berabad-abad silam di Nusantara, sebab puisi ini hanya merekam dari berbagai referensi yang didapatkan seperti surat kabar, buku non fiksi maupun wawancara langsung pada keturunan Cheng Ho. Dan penyair memuatnya ke dalam sebuah karya sastra berupa puisi balada, dengan puisi ini penyair mencoba mengangkat kembali sejarah sebagai bahan pelajaran dan renungan untuk generasi yang akan datang.
3. Implikasinya terhadap pembelajaran sastra
Pembelajaran sastra di sekolah dapat digunakan sebagai media atau wadah untuk membangun karakter atau kepribadian siswa, di dalamnya pendidik dapat memuat aspek religiusitas untuk membangun karakter peserta didik itu sendiri. Dalam pengertiannya karakter adalah potret diri seseorang yang sesungguhnya, setiap orang memiliki karakter dan itu bisa menggambarkan diri seseorang yang sebenarnya apakah baik atau buruk. Karakter merupakan apa yang dilakukan seseorang ketika tidak ada yang memperhatikan orang tersebut. 1
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
1 Haryadi. “Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa”.
http://www.infodiknas.com/html. Diakses tanggal 17 April 2016, pukul 11:38 WIB.
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter religius sendiri termasuk dalam 18 karakter bangsa yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Kemendiknas mengartikan karakter religius sebagai sebuah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan agama lain. Dalam pandangan Islam karakter itu sama dengan akhlak. Akhlak dalam pandangan islam adalah kepribadian. Komponen kepribadian itu ada dua yaitu pengetahuan ( kognitif), sikap dan perilaku (afektif).
Dari kedua komponen tersebut, jika antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang sama maka orang tersebut berkepribadian utuh, akan tetapi jika antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang berbeda maka orang tersebut berkepribadian pecah (split personality).
Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran di sekolah menurut UU No.
2/1989 pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa : “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”2
Keimanan dan ketaqwaan siswa merupakan tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, lembaga pendidikan sekolah yang efektif dinilai merupakan salah satu wahana yang sangat efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan alasan karena melalui proses pendidikan di sekolah peserta didik akan memperoleh bukan saja aspek pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sikap.
2 Ibid
Oleh karenanya, maka di dalam sistem pembelajaran di sekolah, penanaman dan pengembangan nilai-nilai agama kepada siswa, tidak hanya sebatas pada materi pendidikan agama, tetapi dapat pula dilakukan melalui pengintegrasian materi pendidikan umum seperti sastra misalnya ke dalam pendidikan agama, dengan memberikan nilai- nilai spritual pada karya sastra religius di dalamnya.