• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi - Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Skripsi - Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Dede Sunarya NIM: 1110013000096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYTULLAH JAKARTA

2017

(2)

KARYA TAUFIQ ISMAIL DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DISEKOLAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Uhtuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar SaIjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh:

Dede Sunarya NIM: 11lOOl~000096

RosidaE owati M.Hom NIP. 1977 0302008012009

PROGRAMSTUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULT AS II jVIU T ARBIY AH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAI-I

JAKARTA 2016

(3)

Tanggal Tanda Tangan Ketua Sidang (Ketua JurusanlProdi PBSI)

Dr. Makyun Subuki, M.Hum

>/B /20'T J;J#!)ti:)~~

NIP. 19800305 2009011 015

Sekretaris Sidang (Sekretaris Jurusan PBSI) Toto Edidarmo, MA

NIP. 19760225 2008011 020 Dosen Penguji 1

Novi Diah Haryanti, M. Hum

2<2/ 7 /2

0

1'1

NIP. 19841126201503 2 007

Mahasiswa 111013000096, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pad a tanggal 13 Juni 2017 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (Sl) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, 13 Juni 2017 Panitia Ujian Munaqosah

Dosen Penguji 2

Ahmad Bahtiar, M. Hum

-;;D /

T /WI'h

NIP. 19760118200912 1 002

Dekan Fakultas UIN Syari

(4)

Nama : Dede Sunarya NIM : 111O0 13000096

Jurusun : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Religiusitas Pada Dua Puisi Sajadah Panjang dan Sembi/an Bait Nyanyian untuk ChengHo Karya Taufik Ismail dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra di SMA.

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketntuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

~. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang b.erlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta .

16 Juli 2016

W

(5)

i

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Puisi merupakan salah satu produk sastra, yang merupakan hasil penggambaran tentang suatu konteks yang diungkapkan melalui bahasa dan ekspresi yang mewakili perasaan sang penyair, hal ini diperlukan agar para pembaca bisa masuk dan memahami dan merasakan kekuatan jiwa penulis yang akan disampaikan melalui puisi tersebut.

Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho merupakan puisi yang kental dengan nilai religius, dengan membaca puisi ini kita dapat menangkap nilai-nilai religiusitas yang digambarkan penyair melalui ungkapan-ungkapan simbolik. Relegiositas menjadi pokok bahasan dalam penulisan ini karena kurangnya kesadaran dan melencengnya masyarakat religi dalam memahami nilai-nilai spiritualitasnya, yakni orang beragama tapi sifat dan sikapnya masih belum menunjukan mereka beragama. Melalui puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho, Taufiq Ismail menjadikan kedua puisi tersebut sebagai media dakwah untuk pembacanya.

Penelitian ini mengangkat judul “Religiositas pada Dua Puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho Karya Taufiq Ismail dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif, bertujuan untuk mengaplikasikan kedua puisi ini sebagai media edukasi khususnya dari segi religiusitasnya.

Dengan pendekatan analisis objektif, penelitian ini bertujuan mengetahui lebih jauh tentang relegiositas yang terdapat pada dua puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho. Di samping itu penlitian ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data atau dokumen untuk memperkuat informasi seperti terdapat dalam bacaan maupun internet, lalu dilanjutkan dengan menganalisis data sejarah yakni pada dua puisi tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Kata kunci: Religiositas, Puisi, Spiritualitas, dan Taufiq Ismail.

(6)

ii

Language and Litterature Education in Senior High School. Thesis. Jakarta:

Indonesian Language and Litterature Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2013.

Poetry is the which one literature product, who result of the context depiction and disclosed with language and expression who representation the soul of poet, it is necessary that the reader can enter, understand, and feel the mental strength of writer who can be delivered with that poem.

Long Sajadah and Nine Stanzas Chant for Cheng Ho is a poem that thick of religion value. By reading this a poem we can catch relegion values that design by the poet throw expressions of symbol. Religion become main explanation in this writing because less of consciourness and unrole the relegion humanity in understanding values of religion, that is religion people but their characteristic and attitude don‟t show that they have religion. Throw poem Long Sajadah and Nine Stanzas Chant for Cheng Ho, Taufiq Ismail created both of poems as a lecture tool.

This research takes a theme “Religiousity in Two Poetry Long Sajadah and Nine Stanzas Chant for Cheng Ho by Taufiq Ismail and the Implicated for Indonesian Language and Litterature Education in Senior High School. In this research the writer used qualitative research by objetive analysis, this research aim to know further about religion that is in the two poem of Long Sajadah and Nine Stanzas Chant for Cheng Ho. Beside it this research using documentation method, it is data collection method or documentationto strength the information like in book or internet, then by doing analysis history data, they are on two poems, then take conclution.

Key word: Religiosity, Poetry, Spituality, and Taufiq Ismail.

(7)

iii Bismillahirahmannirrahiim

Alhamdulillahi Rabbil‟alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala taufiq dan hidyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat-Nya, dan para pengikut- Nya sampai akhir zaman.

Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan kepada semua pihak, khususnya kepada:

1. Teristimewa untuk kedua orang tua yang paling kusayangi ibu Siti Aminah dan ayah Saming Aman yang telah bersabar hati menunggu penulis menyelesaikan studi, meski agak lama, tetapi akhirnya mau mengerti juga, demikian pula untuk semua saudara yakni kakak Suherman, Dedi Irawan dan adik Muhammad Fikri. Terimakasih atas doa, semangat, dan pengertiannya semoga Allah SWT membalas segala ketulusan kalian.

2. Makyun Subuki, M.Hum., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu mengarahkan dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Rosida Erowati, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang telah sangat sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini yang memakan waktu cukup lama dan menjemukan. Tiada kata lagi yang bisa penulis ucapkan kepada beliau selain terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala ilmu yang telah diberikan, dukungan, dan motivasinya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, karunia, dan keberkahan kepadanya.

(8)

iv

5. Terimakasih untuk semua sahabat baik: Fikranaya Salim, Kharis Albar, Pinctada Putri, Ival, Sigit, Ihda (Da‟ung) yang telah memberikan energi dan membakar semangat penulis dalam menyelesaikan studi. untuk segenap anggota Majelis Kantiniyah, serta kawan-kawan lainnya yang tidak dapat satu persatu. Penulis banyak mengucapkan terima kasih atas jabat tangan, ketulusan, dan kebaikan kalian.

Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri, semoga yang kita amalkan selalu mendapat ridho-Nya. Amin ya Robbal „alamiin. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca, semua pihak yang memerlukan, dan khususnya kepada penulis sebagai calon pendidik.

(9)

LEMBAR UJI REFERENSI ……….... ii

ABTRAK ……… v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Pembatasan Masalah ……….... 7

C. Perumusan Masalah ………. 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 7

E. Manfaat Penelitian ………... 8

F. Metodologi Penelitian ……….. 9

G. Tinjauan Pustaka ……….. 12

BAB II ACUAN TEORETIS A. Religiusitas 1. Pengertian Relegiusitas ……….. 14

2. Relegiusitas dalam Karya Sastra ………... 16

3. Jenis dan Wujud Relegiusitas ……… 17

4. Pengalaman Religius ……….. 20

B. Puisi 1. Pengertian Puisi ……….. 23

2. Puisi Sebagai Genre Sastra ………. 24

3. Ciri Puisi ……….. 24

4. Hakikat Puisi ………... 25

5. Unsur-unsur Puisi ………... 27

6. Struktur Fisik Puisi ……….. 27

7. Struktur Batin Puisi ………. 30

8. Fungsi Puisi ………. 31

9. Implikasi Puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ………. 32

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Analisis Unsur Intrinsik Puisi Sajadah Panjang ……….. 50

B. Analisi Unsur Intrinsik Puisi Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho ……….. 58

C. Religiusitas Dalam Puisi Sajadah Panjang ………... 74

D. Religiusitas Dalam Puisi Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho ………. 77

E. Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ……… 81

BAB V KESIMPULAN A. Simpulan ……… 87

B. Impilkasinya Terhadap Pembelajaran Sastra ……….. 88

C. Saran ……….. 90

DAFTAR PUSTAKA ……….. 91 LAMPIRAN

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Karya sastra selain sebagai media pendidikan, kontrol sosial, dan pemberontakan, juga berfungsi sebagai penyampai pesan kepada masyarakat atas segala polemik persoalan yang ada. Meskipun bersifat fiktif. Diakui atau tidak, karya sastra sangatlah berpengaruh dalam kehidupan kita. Dilihat dari sejarahnya, mulai dari angkatan Pujangga Baru sampai sekarang, puisi telah banyak mengalami perubahan baik dalam cara penyampaiannya, tema yang diangkat, penggunaan diksi, maupun perubahan yang disebabkan karya itu dalam masyarakat.

Karya sastra merupakan hasil rekaan yang diciptakan sastrawan melalui imajinasinya, walaupun demikian karyanya tetap bersumber pada kehidupan. Sastrawan merupakan anggota masyarakat yang terikat oleh status sosial, oleh karena itu karya yang dihasilkan juga menggambarkan kehidupan masyarakat di lingkungannya. Aristoteles dalam Burhan Nurgiyantoro berpendapat bahwa sastra merupakan perpaduan antara mimetik dan kreasi, khayalan dan realitas. Mimetik memberikan pemaknaan bahwa karya sastra merupakan wujud peniruan atau pencerminan terhadap realitas kehidupan. Sebagai hasil dari proses kreativitas, karya sastra merupakan hasil renungan dari objek realitas yang diangkat menjadi karya sastra.1

Sesuai konsep Horace dulce dan utile: puisi itu indah dan berguna.2 Sastra selalu berangkat dari lingkungan sosial masyarakat sehingga tak dapat dipungkiri sastra berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.

Sastra menjadi media untuk menyampaikan pesan dan memberikan

1 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2005), cet. V, h.3.

2 Rene Wellek dan Austin Warren , Teori Kesusastraan, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995), cet IV, h. 25.

(12)

hiburan dari para sastrawan kepada masyarakat. Dengan keindahan yang tertuang dalam karya sastra membuat pembaca menjadi terhibur dan ikut merasakan apa yang terjadi pada karya sastra tersebut.

Dalam proses kreatif penciptaan karya sastra, ada hal-hal yang mendorong pengarang dalam proses kreatifnya. Menurut Koentjaningrat ada tujuh macam dorongan naluri. Ketujuh dorongan itu adalah dorongan:

(1) untuk mempertahankan hidup, (2) seksual, (3) untuk mencari makan, (4) untuk bergaul, (5) untuk meniru tingkah laku, (6) untuk berbakti, dan (7) akan keindahan. Bagi masyarakat religius, ada satu dorongan lagi yang penting, yakni dorongan akan rasa ketuhanan. Dilihat dari sudut ini, karya sastra bagi sastrawan juga berfungsi untuk memenuhi dorongan-dorongan tersebut dengan berbagai tingkatannya. 3

Pada hakikatnya manusia memerlukan hiburan untuk pencerahan, motivasi, dan pembelajaran hidup dalam memecahkan berbagai permasalahan yang kompleks. Manusia terkadang ada dalam situasi kekosongan jiwa, kekosongan batin, dan bahkan stress, akibat tidak mampu mengatasi masalah yang dialaminya. Dalam hal ini karya sastra berperan sebagai sebuah pencerahan dan motivasi, serta sebagai sarana pembelajaran hidup yang dapat diambil manfaat dan pelajaran dalam kehidupan. Oleh karenanya karya sastra berperan aktif sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut, khususnya dari segi religius, yang menjadi dasar kehidupan manusia.

Religius diartikan lebih luas daripada agama. Konon kata religi menurut asal kata berarti ikatan atau pengikatan diri. Pengertian tersebut mengandung makna lebih dari masalah personalitas, hal yang pribadi.

Oleh karena itu, ia lebih dinamis karena lebih menonjolkan eksistensinya sebagai manusia.4 Religiositas lebih kepada sikap dan sifat manusia tersebut dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya,

3Koentjaningrat, dalam Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), cet. I, h. 26-27.

4Drijarkara, dalam Subijantoro, Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra, (Bandung: sinar baru, 1989), cet I, h.123.

(13)

dengan sifat dan sikap yang religius tersebut manusia yakin dengan imannya akan ada bantuan Tuhan yang dipercayainya untuk memecahkan setiap masalahnya. dengan iman tersebutlah manusia bisa selamat dan mampu mengakhiri permasalahannya dengan baik. Oleh karena itu pengangkatan tema religiositas dalam sebuah karya sastra baik dalam bentuk prosa maupun puisi, menjadi hal yang menarik. Dengan karya sastra hal-hal positif dalam ajaran agama dapat tersampaikan dengan baik.

Adapun sikap religiositas yang sesungguhnya merupakan suatu sikap atau tindakan manusia yang dilakukan secara terus menerus dalam upaya mencari jawaban atas sejumlah pertanyaan itu tidak pernah dapat diperoleh karena ia hanya bayangan berkelebat saja di batin manusia.

Dengan demikian, religiositas lebih menunjuk ke suatu pengalaman, yaitu pengalaman religius, sehingga yang muncul adalah rasa rindu, rasa ingin bersatu, dan rasa ingin bersama dengan sesuatu yang abstrak 5

Pada mulanya karya sastra adalah religius, bahkan setiap karya sastra yang berkualitas selalu berjiwa religius. Pernyataan berikut menegaskan bahwa dalam karya sastra terkandung nilai, norma, dan ajaran agama. Hal itu muncul karena penulis karya sastra adalah makhluk sosial sekaligus makhluk religius, yang tidak dapat dipungkiri pengalaman religiusnya akan mempengaruhi sastra yang dihasilkan.6 Dalam perkembangannya sastra religius terkait dengan kualitas estetika dan pemahaman pada masalah religiositasnya. Pandangan umum menangkap bahwa yang dinamakan sastra religius adalah sastra atau karya sastra yang mengusung lambang-lambang agama, baik itu Islam, Kristen, dan lainnya.

Dengan begitu, penyebutan beberapa metafor dalam karya itu mengacu pada kekhasan dari sebuah agama. Dan yang paling sering keliru adalah dalam hal menafsirkan pengertian religiositas dalam hal kajian tentang religiositas itu sendiri.

5Rina Ratih Sri Sudaryani, Religiusitas dalam Beberapa Prosa Indonesia

(http://www.geocities.com), diakses pada minggu, tanggal 9 januari, 2011, pukul 10:40 WIB.

6Sitanggang, Religiusitas Dalam Tiga Novel Modern, (Jakarta: pusat Bahasa, 2003), h.1.

(14)

Agama biasanya terbatas pada ajaran-ajaran (doctrines), peraturan- peraturan (law), jika pengertian ini diterapkan, religiositas yang dibicarakan dapat menjurus ke arah penyebaran agama (mission), jelaslah bukan itu yang dimaksudkan. Yang dimaksudkan dengan perasaan keagamaan adalah segala perasaan batin yang ada hubungannya dengan Tuhan. Perasaan dosa (guilt feeling), perasaan takut (fear to God), kebesaran Tuhan (God‟s glory) adalah beberapa contoh saja.7

Dalam hal ini persoalan agama dan sastra yakni ada dua masalah pokok, yaitu hubungan antara kritikus dengan sastra dan hubungan antara sastra dengan realitas pribadi, kebudayaan, atau kerohanian yang diungkapkan dalam karya tersebut8. Pokok permasalahannya adalah bagaimana karya sastra menjadi pendongkrak atas merosotnya kualitas penghayatan orang dalam beragama, atau berkaitan dengan hilangnya dimensi kedalaman dan hakikat dasar yang universal dari religi. Jadi, religiositas merupakan kritik terhadap kualitas keberagamaan seseorang di samping terhadap agama sebagai lembaga dan ajarannya.

Dari pendapat di atas, religiositas sama pentingnya dengan ajaran agama, bahkan religiositas lebih dari sekedar memeluk ajaran agama tertentu, religiositas mencakup seluruh hubungan dan konsekuensi, yaitu antara manusia dengan penciptanya dan dengan sesamanya di dalam kehidupan sehari hari. Pada masa ini, banyak muncul penyair yang menulis puisi yang berkaitan dengan religiusitas dalam karyanya, semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.9 Untuk mengapreasiasikan sebuah puisi langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembacaan teks sastra (puisi) itu

7Subijantoro, Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas dalam Sastra, (Bandung:

Sinar Baru 1989), cet. I, h. 123-124.

8Andre, Harjana, Kritik Sastra Sebuah Pengantar, (Jakarta: Gramedia, 1985), cet III, h.

81

9Rahmat, Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universitypress, 2000), cet VII, h. 7.

(15)

sendiri, karena bahasa puisi bersifat sugestif (perayaan), asosiatif (pertalian), dan imajis (pembayangan) sehingga pembaca dapat menafsirkan makna dalam puisi tersebut.10 Pengalaman religi seorang penyair didasarkan atas pengalaman hidupnya secara konkret. Jika seorang penyair bukan seorang religius yang khusyuk, maka sulit diharapkan ia akan menghasilkan puisi bertema ketuhanan atapun keagamaan yang mendalam.11

Skripsi ini akan membahas puisi karya Taufiq Ismail, yang melalui puisi-puisi tersebut dapat dirasakan aspek religiositas pada tiap larik pada puisi tersebut sehingga kita dapat menafsirkan makna yang ingin disampaikan dalam puisi tersebut. Melalui karya sastra pembaca tidak hanya diajak untuk menikmati dan memahami ekspresi jiwa pengarang tetapi juga menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Nilai moral, didaktis, sosial, dan religius yang terdapat dalam sebuah karya sastra diharapkan akan memberikan masukan, contoh dan teladan bagi pembaca yang dapat diadaptasi dalam kehidupan sesuai dengan kondisi dan keadaan masing-masing. Karena itulah, menjadi penting unuk meneliti bagaimana sebuah karya sastra memberikan gambaran tenang nilai-nilai kepada para pembaca serta bagaimana pembaca dapat menarik pelajaran dari karya yang dibacanya.

Membicarakan sastra dengan tema ketuhanan atau keagamaan biasanya akan menunjukkan pengalaman keberagamaan (Religious Experience) seorang sastrawan. Pengalaman religi didasarkan atas tingkat kedalaman iman seorang terhadap agamanya atau yang lebih luas lagi terhadap Tuhan atau kekuasaan gaib. Banyak karya sastra khususnya puisi yang menunjukkan pengalaman religi yang cukup meskipun itu tidak menunjukkan identitas agama tertentu. Dalam suasana demikian, manusia sastra termasuk penyair dapat mewakili semua manusia dalam mengatasi

10Maman, S. Mahyana, 9 Jawaban Sastra Indonesia Sebuah Orientasi Kriktik, (Jakarta:

Bening Publishing, 2005), cet I, h.264.

11Akhmad, Muzakki, Kesusasteraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Jogjakarta:

Ar-Ruzz media, 2006), cet. I, h. 99.

(16)

perbedaan agama, bangsa, suku atau warna kulit. Sastra pada akhirnya bersifat universal.

Dalam hal ini Taufiq Ismail merupakan seorang penyair yang religius dalam perpuisian Indonesia yang mampu mengangkat tema-tema ketuhanan. Melalui karya-karyanya, beliau telah memberi warna baru dalam dunia perpuisian religius Indonesia selain karyanya seperti Sajadah Panjang, Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho. Puisi religiusnya yang terkenal antara lain Mencari Sebuah Masjid, Rindu Rasul, Doa, dan lain sebagainya. Puisi-puisi tersebut telah banyak mengajarkan bahwa betapa pentingnya hidup di dunia dengan berasaskan pada ketuhanan.

Selain sebagai penyair yang religius, Taufiq Ismail merupakan pelopor puisi-puisi demonstrasi. Puisi-puisi Taufiq Ismail menjadi ciri bagi apa yang disebut angkatan 66 oleh H.B. Jassin. Puisi-puisinya adalah puisi demonstrasi yang mengungkapkan tuntutan membela keadilan dan kebenaran. Puisinya adalah protes sosial menentang tirani.12

Adapun sebagian orang beranggapan bahwa puisi sulit dipahami, dan jika dibacakan oleh seseorang sering dengan nada yang berlebihan sehingga berkesan mengada-ada. Anggapan itu tidak dapat disalahkan begitu saja. Memang pada dasarnya puisi tidak mudah dipahami dalam sekali baca. Hal itu terjadi karena puisi mengandung berbagai kata bermakna konotatif, intensitas kata yang padat. Namun, jika pembaca telah berhasil menangkap makna puisi tersebut, akan terasa betapa menariknya sebuah puisi dan banyak manfaat yang dapat diperoleh dari membaca puisi.

Kembali pada fungsi sastra sebagai sarana untuk mendidik dan menghibur, menjadikannya media yang ampuh untuk mendidik dan memberikan efek yang signifikan dalam pendidikan sekolah khususnya.

Dimana di dalam karya sastra puisi misalnya dapat memuat berbagai macam aspek pendidikan, yakni untuk membangun karakter siswa dari sisi religiusitas khususnya. Melalui puisi religius seperti Sajadah Panjang dan

12 Herman, J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1987), Cet I, h. 264.

(17)

Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya Taufiq Ismail, siswa diajarkan tentang pentingnya ibadah, dan meneladani sikap orang-orang shaleh. Tujuannya adalah untuk mengembalikan dan memperbaiki kualitas nilai religius (keagamaan) siswa yang telah merosot, dengan berlandaskan pada relegiositas dalam karya sastra.

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada masalah nilai religiusitas pada puisi Karya Taufiq Ismail, yaitu Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho. karena kedua puisi tersebut mampu mensingkronkan pengalaman hidup manusia dari sisi religiusnya yang dapat dijadikan media untuk pembelajaran sastra di sekolah.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Taufiq Ismail menampilkan struktur fisik dan struktur batin pada puisi “Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho”?

2. Bagaimanakah religiositas dalam puisi “Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho” karya Taufiq Ismail?

3. Bagaimanakah implikasi dari pemahaman religiositas tersebut, dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai religiusitas dalam puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho karya Taufiq Ismail dan impilaksinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Untuk menambah keilmuan Bahasa dan sastra Indonesia, khususnya dalam hal kajian puisi dan nilai-nilai religiusitas.

(18)

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan memperkaya referensi keilmuan Bahasa dan Sastra Indonesia di Sivitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Pembaca dapat memperoleh gambaran tentang religiusitas dalam sebuah karya, mengapreasiasi sebuah karya sastra serta selalu tertarik untuk meneliti dan menelaah karya tersebut dengan memandangnya melalui sudut pandang yang segar dan orisinil, bagi mahasiswa yang kelak akan menjadi calon pendidik.

c. Bagi calon pendidik, agar memperoleh pemahaman tentang puisi secara terstruktur dan mendalam.

Dalam upaya mengungkapkan permasalahan yang ada maka penelitian menggunakan pendekatan secara kualitatif, Bogdan dan Taylor dalam Lexy J Moleong mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilakunya yang diamati.13 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diselidiki (seseorang), lembaga, masyarakat, dan lain-lain, sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta aktual pada saat sekarang.14

Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research). Artinya, permasalahan dan pengumpulan data berasal dari tulisan-tulisan sebagai data utama (primer) dan sumber- sumber lainnya yang relevan dengan pembahasan sebagai data sekunder,

13Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), Cet 26, h. 4.

14Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1992,), h. 67.

(19)

baik itu berupa buku, majalah, hasil-hasil penelitian ataupun buletin yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini.

F. Metodologi Penelitan

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung mulai dari April 2015 sampai dengan April 2016. Penelitian ini tidak terikat pada tempat tertentu karena bersifat penelitian kepustakaan.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Penelitian kulitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.

Para peneliti yang menggunakan pendekatan ini harus mampu menginterpretasikan segala fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti.

Tujuan pokoknya adalah menggambarkan, mempelajari, dan mejelaskan fenomena itu. Pemahaman fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi.15

Dalam rangka penelitian sastra, baik fiksi maupun puisi, ada beberapa model pendekatan (teori kritik tertentu) yang dapat diterapkan, dan penerapan model itu sesuai dengan konsep serta tata kerjanya masing- masing. Abrams dalam Jabrohim, misalnya, telah membagi model

15Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet II, h. 73-74.

(20)

pendekatan itu ke dalam empat kelompok besar, empat kelompok itu dapat dipandang sebagai model yang telah mencakupi keseluruhan situasi dan orientasi karya sastra.

Diuraikan oleh Abrams bahwa model yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra disebut ekspresif, yang menitikberatkan sorotannya terhadap peran pembaca sebagai penyambut dan penghayat sastra disebut pragmatik, yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata disebut mimetik, sedangkan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai sturktur yang otonom dengan koherensi intrinsik disebut pendekatan objektif. 16

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan pendekatan objektif. Seperti yang telah dikemukakan di atas pendekatan objektif adalah pendektan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho yang dimuat dalam Antologi puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (MAJOI) karya Taufiq Ismail, diterbitkan oleh Yayasan Ananda tahun 1998 . Dan objek penelitian ini adalah aspek religiositas yang terdapat dalam puisi “Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho”. Penulis membatasi objek penelitian pada dua buah puisi, karena dua puisi ini dianggap paling relevan untuk merujuk ke subjek penelitian tentang aspek religositas.

16Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, (jogjakarta: PT Hanindita Graha Widya, 2002), Cet II, h. 53

(21)

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Teknik dokumentasi bisa disebut sebagai strategi yang digunakan dengan mengumpulkan data- data dari buku, majalah, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. Penulis, dalam penelitian ini, meneliti segala buku dan sumber lainnya (seperti internet, artikel, buku dan sebagainya) yang berkaitan dengan nilai religiositas dalam puisi karya Taufiq Ismail. Data utama dalam penelitian ini berupa kata /frasa/klausa yang terdapat dalam puisi Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho

5. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

Setelah mengumpulkan data-data dari hasil dokumentasi kemudian hasilnya diuraikan dan dijelaskan dalam deskripsi hasil penelitian. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan pola pendekatan analisis deskriptif maka data-data yang terkumpul dari hasil dokumentasi dijabarkan dengan memberikan analisis-analisis kemudian diambil kesimpulan akhir.

Menurut Nyoman Kutha Ratna, metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis, deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein („ana‟ = atas, „lyein‟ = lepas, urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan penjelasan secukupnya.17

17 Nyoman Kutha Ratna , Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka pelajar, 2007), Cet III, h. 53.

(22)

G. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang aspek religiositas pada karya sastra telah banyak dilakukan baik dalam bentuk puisi maupun prosa. namun, penelitian yang khusus dan serius masih terlalu sedikit, dan bisa dikatakan jarang dilakukan. Dengan kata lain penelitian tentang mengangkat tema religiusitas dalam perpuisian indonesia sebetulnya masih terbuka lebar.

Terkait penelitian sastra tentang objek yang sama dengan penulis pernah dilakukan oleh Elviana mahasiswa dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Haluoleo (UNHALU) Kendari Sulawesi Tenggara. yang meneleti tentang “Menentukan Bahasa Bermajas Dalam Puisi Karya Taufiq Ismail”. Menurut Elviana, Taufiq Ismail adalah seorang sastrawan indonesia yang telah banyak menyumbangkan pikiranya lewat karya sastra khususnya puisi, karya puisi yang di kajinya antara lain: Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf, Adakah Suara Cemara, Api Menyiram Hutan, Menunggu Itu, dan Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam. dari kelima puisi tersebut, Elviana bermaksud menggali apa saja majas yang terkandung di dalamnya yang membuat suasana khusus, sehingga menarik perhatiannya untuk mengetahui gambaran angan yang dihadirkan pengarang lewat karya tersebut. Di samping itu pula diharapkan dapat memberi kemudahan, bagi muatan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan indikator siswa mampu menangkap isi puisi seperti gambaran pengindraan, perasaan, dan pendapat.18

Penelitian dengan objek yang sama pernah dilakukan juga oleh Sri Widia Astuti mahasiswa Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. yang berjudul “Pemikiran Taufiq Ismail Tentang Kebebasan Kreativitas, Moralitas Pemimpin dan Sikap Kecendikiawanan”

penelitiannya yang mengkaji pemikiran Taufiq Ismail dalam empat

18 Elviana, “Menentukan Bahasa Bermajas Dalam Puisi Karya Taufiq Ismail”, Skripsi, Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Haluoleo (UNHALU) Kendari Sulawesi Tenggara, 2011, hlm.5.

(23)

konsentrasi, yaitu pemikiran tentang moralitas pemimpin, tentang hubungan kreativitas dengan politik, perjuangan moral KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), sikap dan peran kecendikiawanan seperti yang dituangkan dalam kumpulan puisinya Tirani dan Benteng, kolom Seni dan Budaya (Sinar Harapan) dan kolom Renungan Hari Ini (Harian KAMI) yang ditulis dalam periode 1963-1970. Menurutnya Taufiq Ismail adalah seorang sastrawan yang mengalami konteks kehidupan seni dan budaya pada masa Demokrasi terpimpin. Taufiq mengalami pergulatan batin dan melihat kehidupan kesejahteraan rakyat menurun, tertutupnya ruang kebebasan individu untuk menuangkan gagasan kreatif, sendi-sendi kehidupan masyarakat dipenuhi oleh doktrin-doktrin politik dan ideologis serta kemandulan kehidupan seni dan budaya.19

Penelitian terkait tentang objek sama pernah dilakukan juga oleh Novita Arfiana Putri mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarkarta. Dalam skripsinya yang berjudul

“Majas dan Citraan pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail: Kajian Stilistika dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA”, yang meneliti tentang gaya bahasa, dari segi bahasa figuratif dan citraan pada kumpulan puisi Malu (Aku ) Jadi Orang Indonesia (MAJOI) karya Taufiq Ismail. Alasan pemilihan objek penelitian tentang karya Taufiq ismail karena menurut peneliti puisi Taufiq memiliki keunikan dari diksinya.20

19 Sri Widia Astuti, “Pemikiran Taufiq Ismail Tentang Kebebasan Kreativitas, Moralitas Pemimpin dan Sikap Kecendikiawanan”, Skripsi, Fakultas Sastra Universitas indonesia. 2001, hlm. 1.

20 Novita Arfiana Putri “Majas dan Citraan pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail: Kajian Stilistika dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA”, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan universitas Muhammadiyah Surakarta. 2013, hlm1-2.

(24)

Sementara penulis sendiri meneliti puisi “Sajadah Panjang dan Sembilan Bait Nyanyian untuk Cheng Ho” karya Taufiq Ismail dari antologi Majoi. Secara objektif penggunan referensi antara Elviana, Sri Widia Astuti, dan Novita maupun penulis terbilang sama, karena sama- sama mengangkat karya Taufiq Ismail. yang membedakan penelitian ini dengan ketiga penelitian di atas adalah subjek penelitiannya, kebanyakan peneliti membahas tentang puisi-puisi protes dan bahasa kiasan karya Taufiq. Sehingga penulis di sini membatasi pada dua buah penelitian saja, karena dianggap relevan dengan penelitian ini terkait dengan objeknya.

Penelitian ini membahas tentang kualitas beragama seseorang karena merosotnya nilai religius orang beragama, juga mengambil hikmah dari muhibah tokoh Cheng Ho dalam puisi ini. Interpretasi dalam penelitian ini juga akan diberikan lebih jelas dan spesifik.

(25)

18 BAB II ACUAN TEORETIS

A. Religiositas

1. Pengertian religiositas

Menurut KBBI (kamus besar bahasa indonesia) kata re-li-gi-o-si-tas/

religiositas adalah pengabdian terhadap agama, kesalehan orang (kuat) mungkin tidak begitu (kuat), tetapi kadarnya amat tinggi.1 Kata religiositas sebenarnya berbeda dengan kata religi yang maknanya lebih menitikberatkan kepada kata benda yakni kepercayaan terhadap Tuhan, sementara kata religiusitas lebih condong sebagai kata sifat yang dimaknai bahwa religiusitas merupakan kata sifat berupa pengalaman atau perasaan terhadap agama yang kita anut.

Religi diartikan kepercayaan kepada Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan adikorati di atas manusia; kepercayaan (animisme, dinamisme);

agama.2 Dari sini pengertiannya lebih dari masalah personalitas, hal yang pribadi. Oleh karena itu, ia lebih dinamis karena lebih menonjolkan eksistensinya sebagai manusia, jika sesuatu ada ikatan atau pengikatan diri, kemudian kata bereligi berarti menyerahkan diri, tunduk, taat.

Konon kata religi menurut asal kata berarti ikatan atau pengikatan diri.

Namun pengertiannya adalah positif karena penyerahan diri atau ketaatan dikaitkan dengan kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan itu berupa diri seseorang yang melihat seakan-akan ia memasuki dunia baru yang penuh dengan kemuliaan. Sedang agama biasanya terbatas pada ajaran-ajaran (doctrines), peraturan-peraturan (laws). Dalam agama Kristen misalnya

1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Gramedia, 2008), edisi keempat, h.

1159.

2 Ibid,.

(26)

peraturan itu menjurus ke dogma (kata jamaknya dalam bahasa Yunani dogmata) dan ini bukanlah yang dipakai dalam penulisan skripsi ini. Yang dimaksudkan dengan perasaan keagamaan ialah segala perasaan batin yang ada hubungannya dengan Tuhan. Perasaan dosa (Guilt feeling), perasaan takut (fear to god), kebesaran Tuhan (God’s glory) ialah beberapa contoh untuk menyebutkan sedikit saja.3

Sementara Mangunwijaya mengatakan religiositas adalah konsep keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap religius. Religius merupakan wujud seseorang berdoa untuk yakin dan percaya kepada Tuhan sehingga keadaan emosi mengalami ketenangan dan kedamaian. Keterkaitan manusia sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan dengan melakukan tindakan sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama dalam argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang kebesaran Tuhan dalam arti mutlak, dan kebesaran manusia dalam arti relatif selaku makhluk.

Religiositas berbeda dengan keagamaan. Dalam pengertian di atas religiositas mencakup keagamaan. Keagamaan itu sendiri merupakan sesuatu yang berhubungan dengan agama. Sikap-sikap yang ada dalam agama, yaitu berdiri dengan khidmat, dan mencium tanah selaku ekspresi bakti kepada Tuhan, mengatupkan mata selaku konsentrasi diri pasrah sumarah dalam setiap mendengarkan sabda Illahi dalam hati. Semua itu seolah bahwa manusia itu religius yang otentik, baik dalam agama Islam, Kristen, Yahudi, dan agama-agama lainnya juga.4

3 Drijarkara, dalam Subijantoro, Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra, (Bandung: sinar baru, 1989), cet 1, hal 123-124

4 Y.B Mangun wijaya, Sastra dan Religiositas, (Jakarta, Sinar Harapan, 1982), cet 1, h. 54-55.

(27)

2. Religiositas dalam Sastra

Religiositas dalam sastra Indonesia selalu hadir dalam berbagai konteks dan bentuk karya sastra. Tujuannya adalah mencari dimensi yang hilang dari religi dan membangkitkan nilai spiritual makhluk pada Tuhannya, karena sekularisme dan materialisme menyebabkan manusia kehilangan nilai spiritualnya. Melalui aspek religiositas pengarang mengajak penikmat sastra untuk bersikap menerima atau menolak gagasan religi dalam karyanya.

Sastra Indonesia di sini dibatasi mulai zaman Balai Pustaka, yakni tahun 1917 dimana tahun tersebut merupakan berdirinya penerbit karya-karya sastra indonesia pada waktu itu. Sebelumnya Commisie Voor de Volkslectuur, merupakan realisasi pemerintah Hindia-belanda yang didirikan tahun 1908 sebagai akibat Ethische Politiek” pemerintah Negeri Belanda.

Agar tidak memberi kesan pengotakan agama pengarang, dijelaskan bahwa yang ditelaah adalah perasaan, keagamaan dalam karya sastra itu sendiri.

Untuk puisi religius, karangan Amir Hamzah merupakan karya sastra keagamaan paling berbobot dari pujangga baru.5

Dalam bentuk karya sastra berupa puisi, banyak aspek yang terkandung di dalamnya. Salah satunya aspek religiositas yang menjadi pokok bahasan penulis dalam skripsi ini. Aspek religi memberikan pengaruh besar dalam perkembangan sastra Indonesia. Karena sejatinya aspek ini selalu menjadi pokok permasalahan dalam hidup manusia dan kurang begitu diperhatikan dalam sebuah bentuk karya sastra yang umumnya mengangkat tema atau aspek sosial dan percintaan, sehingga pembahasan tentang aspek religius sangat dibutuhkan para pembaca untuk menambah pengetahuan dan membangkitkan nilai spiritual pembacanya.

Konsep dasar religius berbeda dengan agama. Bila agama lebih mengacu pada keterkaitan seseorang pada agama tertentu secara formalitas,

5 Subijantoro, Op. cit, h. 138-139

(28)

maka religius adalah ikatan seseorang terhadap suatu religi bisa juga agama tertentu dari sisi informalnya. Seorang bisa dikatakan tidak memiliki religiusitas yang tinggi apabila praktik batinnya kering terhadap suatu agama atau religi. Dalam hal ini religiositas dapat dilihat dari ungkapan batin yang kemudian direfleksikan dalam tindakan yang terkait dengan suatu religi.

3. Jenis dan Wujud Religiositas

Pada dasarnya tujuan mengapresiasikan puisi adalah untuk menemukan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Jika dalam suatu karya mengandung pesan religius, sebenarnya di situ terkandung lebih dari satu ajaran religius yang ingin disampaikan pengarang. Jenis dan wujud religiositas yang terdapat dalam karya sastra, bergantung pada keyakinan dan minat pengarang. Religiositas dapat menyangkut masalah yang luas, meliputi masalah hidup dan kehidupan, menyangkut masalah harkat dan martabat manusia, dan sebagainya.6

Masalah religius yang dikaji dalam penelitian ini meliputi berbagai macam hubungan. Hubungan-hubungan tersebut meliputi:

a. Hubungan Manusia dengan Tuhan

Manusia sebagai mahluk ciptaan, pastilah sangat erat kaitannya dengan penciptanya, wujud dari hubungan itu bisa berupa doa–doa ataupun upacara- upacara. Doa dan upacara tersebut dilakukan oleh manusia, karena suatu kesadaran atau rasa sadar bahwa semua yang ada di alam raya ini ada yang menciptakan.

b. Hubungan manusia dengan masyarakat

Manusia Nilai kehidupan dalam hubungan manusia dengan lingkungan dan masyarakatnya, menampilkan nilai nilai berikut 1).

Gotong royong 2) musyawarah 3) kepatuhan kepada adab dan

6 Muhammad Pujiono, Analisis Nilai-nilai Religius dalam Cerita Pendek Karya

MizawanKenziRepository.usu.ac.id/bitstream, diakses pada 28 Desember 2015, Pkl. 14.00 WIB.

(29)

kebiasaan 4) cinta tanah kelahiran atau lingkungan tempat menjalani kehidupan. Keempat nilai itu memperhatikan bagaimana individu mengikatkan diri Dalam kelompoknya.

Individu–individu akan selalu behubungan satu sama lainnya dalam suatu kelompok. Kelompok tersebut adalah masyarakat individu sebagai anggotanya akan selalu mematuhi dan mentaati segala peraturan yang berlaku didalamnya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk segala aturan yang berlaku di dalamnya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk segala bentuk pengikatan diri dan sebagai sarana pengikatan diri

c. Hubungan manusia dengan dirinya

Manusia adalah mahluk sosial. Kehidupan manuisa di muka bumi tidak akan pernah lepas dari manusia lainnya. Dalam hubungan sesame manusia, kedua belah pihak saling membutuhkan, saling berkerja sama, tolong–menolong, dan menghargai. Walaupun sesama manusia dapat terjadi karena adanya benturan kepentingan atau perbedaan kepentingan diantara mereka.7

4. Pengalaman Religius

Sebelum kita memahami apa yang dimaksud dengan pengalaman religius, lebih dulu kita memahami arti tentang pengalaman itu sendiri, pengalaman berarti pengetahuan yang diperoleh berdasarkan hubungan langsung antara kesadaran dan sesuatu yang nyata yang datang pada kesadaran, entah kejadian, keadaan, hal, atau orang. Dengan pengalaman, orang menyadari sesuatu, dan oleh pengalaman itu terjadi perubahan pada diri, hati,

7 Ibid

(30)

budi, dan tubuhnya. Di dalam pengalaman tercakup beberapa unsur.

Ada subjek manusia yang mengalami dan objek yang dialami, perjumpaan antara subjek yang mengalami dan objek yang dialami, dan interaksi antara subjek dan objek dimana subjek menanggapi objek yang dialami.

Kata religius konon berasal dari kata religi yang berarti lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada

“dunia atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir alkitab dan sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan (gessel schaft, bahasa jerman). Religiositas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati”, riak getaran hati nurani pribadi ; sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimasi jiwa,

doucer” dalam arti Pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman rasa pribadi manusia.

Dan karena itu, pada dasarnya religiositas mengatasi, atau lebih dalam dari agama yang tampak, formal, resmi. Religiositas lebih bergerak dalam tata paguyuban (gemeinschaft) yang cirinya lebih intim. Suatu lagu yang bersifat religius, seperti “Tuhan” ciptaan Trio Bimbo, dengan penuh haru dapat dinyanyikan, baik oleh orang-orang Muslim maupun Kristen. Begitu juga, sikap-sikap religius seperti berdiri khidmat, membungkuk dan mencium tanah, selaku ekspresi menghadap Tuhan, mengatupkan mata selaku konsentrasi diri pasrah sumarah dan siap mendengarkan sabda illahi dalam hati, semua itu seolah-bawa manusia religius yang otentik, baik dalam agama Islam, Kristen, Yahudi dan agama-agama lainnya juga.8

8Y.B Mangun wijaya, sastra dan religiositas, (Kanisus. 1988), cet 1, h. 12.

(31)

Religiositas tidak berkerja dalam pengertian-pengertian (otak) tetapi dalam pengalaman, penghayatan (totalitas diri) yang mendahului analisis atau konseptualisasi. “Tuhan tidak meminta manusia untuk menjadi kaum teolog, tetapi menjadi manusia yang beriman”, begitulah dalam sekian banyak varian dan nuansa yang kita dengar.

Bagi manusia religius, ada ”sesuatu” yang dihayatinya keramat, suci, kudus, adi-kodrati. “Yang kudus”, demikian menurut antropolog Mircea Eliade dalam Y.B Mangunwijaya, “adalah yang nyata dalam arti sejati, adalah kekuasaan, daya kekuatan, sumber hidup dan kesuburan. Dambaan manusia religius untuk hidup dalam kekudusan adalah hasrat untuk hidup dalam realitas obyektif, tidak cuma terkurung di dalam kejadian-kejadian subyektif, suatu kenisbian yang tiada hentinya; hasrat untuk hidup dalam dunia yang nyata dan berdaya, dan tidak di dalam suatu dunia khayalan”. 9

Demikianlah semua pengalaman religius selalu berkisar pada pertanyaan-pertanyaan dasar yang sama: dari mana datangku dan dunia semesta? Ke mana? Dan melalui jalan mana dan bagaimana?

Mana yang sejati dan yang palsu? jadi jauh sebelum orang berpikir tentang “mencari kebahagiaan” atau “bagaimana dakwah yang paling efisien”, dan sebagainya. Tema-tema sastra besar selalu menyentuh pertanyaan-pertanyaan dasar itu; dan dalam sekian banyak cara, variasi dan teknik, mencoba mengupas kehidupan nyata dan hiasanya bermuara pada pertanyaan pendek ini: “Manusia, siapakah Anda?”.

Menurut Rudolf Otto dalam Harjana, sewaktu mengalami yang Transenden, manusia mengalami dua perasaan yang bertentangan, di satu pihak manusia merasa tertarik karena yang Transenden, penuh daya pesona. Akan tetapi di lain pihak, manusia mengalami perasaan

9Ibid., h.17

(32)

takut-gemetar karena perasaan yang Trasenden itu, penuh daya memaksa orang menjadi takut.10

Manusia tidak hanya dapat mengetahui Allah, melainkan juga dapat mengalaminya dalam hidup yang nyata. Untuk itu, manusia perlu mengembangkan kepekaan terhadap kehadiran Allah dalam perisiwa-peristiwa hidup yang dialaminya. Dengan demikian, pengetahuan dan pengalaman akan Allah tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi perlu usaha. Usaha itu tidak mudah dan tidak ringan.

Tetapi hasilnya melimpah. Dari pengetahuan dan pengalaman akan Allah itu, manusia sampai pada keadaan di mana ia merasa dan sadar akan hubungan serta ikatannya kembali dengan Allah. Perasaan dan kesadaran perasan itu disebut religiositas, dan dari religiositas inilah lahir agama.

Dengan demikian, religiositas merupakan sumber, pangkal, jiwa, semangat dan roh agama. Dalam religiositas itu, agama mendapatkan semangat dan roh yang sebenarnya. Tanpa religiositas, agama menjadi kering kerontang seperti tanah tanpa air, sepi seperti rumah tanpa penghuni, kaku seperti batang pohon yang sudah mati, dan dingin seperti badan tanpa nyawa. 11

10 Agus M. Harjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas, (Yogyakarta: Kanisus, 2005), cet 1, h 29-30.

11Ibid, h. 47

(33)

B. Puisi

1. Pengertian puisi

Dalam kamus besar bahasa indonesia, puisi diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Luxemburg dalam Wahyudi Siswanto, menyebutkan, puisi adalah teks- teks monolog yang isinya bukan pertama-tama merupakan sebuah alur.12

Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif.

Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak digunakan makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan batin puisi juga padat. Keduanya bersenyawa secara padu bagaikan telur dalam adonan roti, menurut Reeves dalam Waluyo.13

2. Puisi Sebagai Genre Sastra

Slametmuljana dalam Waluyo menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya. pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas.

Batasan yang diberikan Slametmuljana tersebut berkaitan dengan strukutur fisiknya saja. Sementara menurut Rahmat Djoko Pradopo dalam Waluyo puisi merupakan salah satu genre sastra yang memiliki banyak bentuk yang khas, unik, dan lazim menggunakan bahasa yang relatif lebih padat dan subtil dibandingkan genre sastra lainnya, seperti cerpen, novel, maupun drama.14

12Wahyudi, Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), cet I, h.107.

13Herman J.Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1987), cet. I, h. 22.

14 Ibid, h. 23

(34)

Bahwa puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, yang digubah dalam wujud yang paling berkesan.

Sebagai karya sastra, puisi memiliki dua fungsi utama seperti yang dikemukakan Horatius dalam Teeuw tentang dulce et utile, bahwa sastra memiliki fungsi keindahan/kenikmatan dan kegunaan/bermanfaat bagi pembacanya. Sebuah puisi biasanya memiliki setidaknya satu dari dua fungsi tersebut.

3. Ciri puisi

Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari penggunaaan bahasa dan wujudnya.

Bahasa puisi mengandung rima, irama dan kiasan. Sedangkan dari wujud atau struktur fisik (tipografinya), puisi tidak mementingkan ejaan, dan menyimpang dari kaidah sistematika penulisan yang sebenarnya. Karena puisi lebih mementingkan aspek estetika dalam proses penciptaannya.

Tujuan puisi bukanlah untuk melukiskan kebenaran, melainkan memuja kebenaran dan memberi ruh pada setiap kata-katanya sehingga bahasa puisi terkesan hidup. Dalam puisi kita berhadapan dengan suatu cara pengungkapan yang menyirat. Ungkapan tersebut tidak dapat kita uraikan atau analisa secara tuntas, karena sifat bahasa puisi yang memiliki makna ganda.

5. Hakikat puisi

Hakikat puisi bukan terletak pada struktur fisik atau bentuk formalnya meskipun bentuk itu penting. Struktur fisik digunakan sebagai media yang hendak digunakan penulis untuk mengungkapkan makna. I.A. Richards (dalam Waluyo) menyebut makna atau struktur batin itulah yang disebut dengan istilah hakikat puisi.15

15 Ibid, h. 106

(35)

1) Tema

Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan antara penyair dengan Tuhan, maka puisinya bertema ketuhananan. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan . Oleh sebab itu, tema bersifat khusus (bagi penyair), tetapi obyektif (bagi semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat).

2) Perasaan (feeling)

Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakannya berbeda pula. Oleh sebab itu suasana perasaan penyair dan ekspresinya dalam proses penciptaan puisi berbeda-beda meskipun mengangkat tema yang sama.

3) Nada dan suasana

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca apakah dia ingin menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca ini disebut nada puisi. Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Jika kita bicara tentang sikap penyair, maka kita berbicara tentang nada, jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang suasana. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya.16

16 Ibid, h. 110

(36)

4) Amanat (pesan)

Amanat yang disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik kata kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih bayak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan.

Banyak penyair yang tidak menyadari apa amanat puisi yang ditulisnya. Mereka yang berada dalam situasi demikian biasanya merasa bahwa menulis puisi merupakan kebutuhan untuk berekspresi atau kebutuhan untuk berkomunikasi atau kebutuhan untuk aktualisasi diri.17

6. Unsur-unsur Puisi

Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.

a. Richards dalam tarigan dalam Waluyo mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipiuti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.

b. Waluyo mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang biasa disebut dengan struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.18

17 Ibid, h. 131.

18 Ibid, h. 27.

(37)

c. Dick Hartoko dalam Waluyo, menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menujuk ke arah struktur fisik puisi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwaunsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret ritme dan irama. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo, dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi, (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahsa figuratif, kata kongkret, ritme dan rima).19

7. Struktur Fisik Puisi

Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.

a. Perwajahan puisi (Tipografi)

Perwajahan puisi atau (tipografi), disebut juga ukiran bentuk dalam sebuah puisi diartikan sebagai tatanan larik, bait, larik, kalimat, frasa, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi rasa dan suasana. 20

b. Diksi

Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan penyair dalam puisinya. Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan sedikit kata-kata namun dpat mengungkapkan banyak hal, maka kta-katanya harus dipilih secara cermat mungkin. 21

19 Ibid, h. 27

20 M. Atar, semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1988), Cet. I, h. 135.

21 Waluyo, Op. Cit., h,68-69

(38)

Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geofrey dalam Waluyo menjelaskan bahwa puisi mengalami sembilan aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik).

c. Imaji

Imaji yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengangalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji penglihatan (visual), imaji pendengaran (auditif) dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. 22

d. Kata Konkret

Kata konkret adalah penyair ingin mengembangkan sesuatu secara lebih konkret. Oleh karena itu, kata-kata diperkonkret. Bagi penyair mungkin dirasa lebih jelas karena lebih konkret, namun bagi pembaca sering lebih sulit ditafsirkan maknanya.23

22 Waluyo. Op.Cit.,h. 10.

23 Waluyo. Op.Cit.,h. 9.

(39)

e. Bahasa Figuratif

Bahasa figuratif atau bisa disebut juga dengan bahasa kiasan, bahasa kiasan ini dapat menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain.24 f. Versifikasi

Versifikasi yaitu menyangkut rima, rime dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi baik di awal, tengah, atau di akhir baris puisi. Rima mencakup (1) Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutardji C.B), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya, (3) pengulangan kata atau ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.25

24 Rachmat Djoko, Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 2005). Cet . IX, h. 61-62.

25 Ibid, h. 62

(40)

8. Struktur Batin Puisi

Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut a. Tema atau Makna (sense)

Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna. Maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, bait, baris mapun makna keseluruhan.

b. Rasa (Felling)

Rasa yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin status sosial dalam masyarakat, usia pengalaman psikologis dan sosiologis, dan pengetahuan.

Kedalaman pengugkapan tema dan ketetapan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair dalam memilih diksi, rima, stilistika atau gaya bahasanya, dan bentuk puisinya saja, tetapi lebih bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadaian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.26

26 Waluyo, Op. Cit, h. 43.

(41)

c. Nada (Tone)

Nada atau Tone merupakan sikap penyair terhadap pembacanya, nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan permasalahan, menyerahkan begitu saja permasalahan kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain.

d. Amanat atau Tujuan atau Maksud (intention)

Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.27

27 Ibid, h. 43.

(42)

9. Fungsi Puisi

Fungsi puisi adalah fungsi spiritual yang sifatnya tidak langsung bagi kehidupan fisikal yang praktis. Hal ini sesuai dengan hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak langsung. Kegunaan puisi berhu

Gambar

Tabel IV
Tabel IV

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cakupan sistem otomasi yang diterapkan di Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, untuk mengetahui manfaat sistem

Yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana kualitas ilmiah skripsi mahasiswa jurusan/program studi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora

Ø Cetak untuk mencetak Kartu ujian, untuk mencetak kartu ujian anda akan dihadapkan pada notifikasi berikut :. Klik “YAKIN” jika anda

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar Formaldehida pada Ikan Kembung Banjar yang Dijual

Berdasarkan uraian di atas, kulit pisang diketahui berpotensi sebagai sumber pektin, maka dalam penelitian ini dilakukan pengembangan ekstraksi pektin dengan

Namun, selama implementasi sistem tidak dilakukan evaluasi apakah sesuai dengan ekspektasi pengguna dan intensitas penggunaan sistem masih belum mencapai hasil maksimum.Oleh karena

OUTCOMES PENELITIAN PTKIN 2021 Penelitian Pengembangan Kapasitas/Pemula Sinta 4-6, Sertifikat HAKI Penelitian Pengembangan Program Studi Sinta 4-6, Sertifikat HAKI Penelitian Dasar

Based on the above description, this article will explore the phenomena of the religious conversion among Indonesian celebrities and examine them from the perspective of the psychology