• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesopanan dan keramahan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Teknik pengabsahan data

6. Kesopanan dan keramahan

dan menghormati, baik kepada pasien, keluarga pasien maupun sesama petugas.

Perbedaan dengan pelayanan lain seperti yang terdapat pada keputusan menteri negara pemberdayaan aparatur negara/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan Pelayanan Publik dengan yang dikemukakan oleh Vincent gaspersz yaitu perbedaanya yang dikemukakan menurut KEPMENPAN lebih kepada mementingkan hak-hak pasien seperti

tidak membeda-bedakan pasien Bpjs atau Umum. Sedangkan yang dikemukakan oleh Vincent gaspersz yaitu lebih kepada mementingkan kecepatan respon dari pelayanannya. Seperti perbedaannya kepastian waktu menurut KEPMENPAN waktu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan yang berarti pelayanan publiknya ada batasan waktu yang sudah ditetapkan. Sedangkan menurut Vincent gaspersz ketepatan waktu pelayanan atau yang sering dikatakan respone timenya adalah bagaimana kecepatan dalam melayani dan menangani yang dihitung sejak pasien datang sampai pasien mendapatkan tindakan awal akibat masalah kesehatan yang dialami, berarti ketepatan waktunya bergantung dari masalah kesehatan yang dialami pasien, tidak ada pelayanan sampai pasien sembuh total. Begitupun dengan tanggung jawab menurut kepmenpan disitu menjelaskan pimpinan penyelenggara publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan dalam pelayanan publik. Artinya disini ada memang khusus pejabat yang bertanggung jawab menyelesaikan persoalan semua keluhan pelanggang (tidak cuma 1 pelanggang saja). Sedangkan menurut Vincent gaspersz tanggung jawab yaitu berkaitan dengan kejelasan wewenang dan tanggung jawab para rekam medik dalam menindak lanjuti sesegera mungkin terhadap keluhan pasien sesuai pada bidangnya masing- masing. Artinya disini para petugas rekam medik yang mendapatkan keluhan pasien dia yang bertanggung jawab untuk menindak lanjuti keluhan pasien tersebut.

3. Pelayanan Kesehatan Rumah sakit

Rumah sakit adalah sebuah intitusi perawatan kesehatan professional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan).

Rumah sakit merupakan komponen sistem pelayanan kesehatan yang paling menarik perhatian. Pada umumnya rumah sakit berusaha untuk melaksanakan empat pelayanan utama yaitu, pelayanan kepada pasien, pendidikan para pemberi jasa, riset dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan Rumah sakit menurut American Hospital Association yang dikutip Azwar adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien. Menurut Dalmy Iskandar (2006:6) Rumah sakit adalah suatu lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan nasional yang mengembang tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dan mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada perawatan di luar rumah sakit, Azwar dalam Prama yuda marpaung (2019).

Berdasarkan pengertian rumah sakit diatas adalah menunjukkan bahwa fungsi kegiatan rumah sakit sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit, tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan

dan penelitian sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam upaya pelayanan dirumah sakit, maka pasienlah yang memperoleh jasa pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu. Dalam upaya pelayanan dirumah sakit, maka pasienlah yang memperoleh jasa pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu

pelayanan kesehatan adalah upaya baik individu maupun melalui institusi dalam rangka untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang ada dimasyarakat melalui pemberian bantuan dalam rangka untuk meningkatkan mutu kesehatan yang ada di masyarakat baik dalam bidang preventif (upaya pencegahan), kuratif (pengobatan) maupun rehabilitasi (pemulihan kesehatan) ialah agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik jasmani, rohani maupun sosialnya serta diharapkan berumur panjang.

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat menurut Depkes dalam Rosie fitria widianti dkk (2017).

Di Indonesia telah banyak dilakukan perbaikan pelayanan kesehatan misalnya saja adanya subsidi kesehatan untuk masyarakat yang kurang mampu sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan dengan murah, pelayanan kesehatan di puskesmas/ rumah sakit, serta program pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan lansia. Namun demikian sedikit pelayanan kesehatan yang dilakukan pemerintah pada IGD. Selama ini masih banyak ditemui kasus gawat darurat yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat. Rumah Sakit adalah pelayanan gawat darurat yang terdapat pada Instalasi Gawat Darurat (IGD). IGD merupakan pertolongan pertama pasien yang mengalami kondisi gawat darurat pada rumah sakit. Pada IGD, waktu pelayanan harus diperhatikan karena setiap keterlambatan dapat mengakibatkan konsekuensi serius dan berkaitan kehilangan nyawa. Oleh karena itu, pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik khususnya bidang kesehatan harus mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.

Sehingga pelayanan yang diperoleh dapat di apresiasikan menjadi pelayanan yang cepat dan tepat untuk menjamin keselamatan dan meminimalisir resiko hilangnya nyawa seseorang maupun kecacatan permanen.

Kualitas pelayanan adalah tingkat unggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi tingkat kebutuhan pelanggan. Kualitas pelayanan merupakan kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk berkualitas apabila dapat memberi kepuasan

sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk atau jasa.Rumah sakit merupakan pelayanan kebutuhan dasar dibidang kesehatan, karena kesehatan merupakan hal yang terpenting bagi warga masyarakat untuk tercapainya kesejahteraan.

Disamping itu juga rumah sakit termasuk klasifikasi pelayanan publik pada pelayanan umum dibidang jasa. Karena rumah sakit juga menyediakan pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik.Instalansi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang memberikan perawatan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang dokter jaga dengan tenaga dokter ahli dan berpengalaman dalam menangani PGD (Pelayanan Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter spesialis tertentu. Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalansi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 tahun 2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit, Yunita gobel dkk (2018).

Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, beberapa kewajiban Rumah Sakit sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 yakni memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit sebagai bagian dari

tata kelola klinis yang. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 disebutkan bahwa Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Tugas rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat terutama di wilayah cakupannya.

Sedangkan fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan spesialistik atau medik sekunder dan pelayanan subspesialistik atau medik tersier. Dengan demikian, produk utama rumah sakit adalah pelayanan medik.

Dalam kegiatannya, unit penghasil pelayanan dalam Rumah Sakit adalah instalasi. Sebagai unit penghasil pelayanan, maka instalasi di rumah sakit merupakan ujung tombak dalam operasional rumah sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir padapersepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta

kebutuhan mereka (Fandy Tjiptono, 2004).Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan, Fandy Tjiptono dalam Renata yulia prihantina alkano (2018).

Kualitas pelayanan kesehatan tidak dapat lepas dari kepuasan pasien.

Pelayanan kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan, selain itu kepuasan pasien dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan mutu pelayanan sebuah fasilitas pelayanan kesehatan.

Kepuasan pasien akan tercipta ketika apa yang didapat lebih besar dari yang diharapkan.

Sedangkan menurut kloter dalam Nurul hidayatul ulumiyah (2018) mengatakan kepuasan dan keselamatan pasien dengan tatakelola klinis serta efisiensi merupakan hal yang penting dalam menjamin kualitas pelayanan kesehatan, yaitu mutu sebuah pelayanan kesehatan dapat berdasarkan pada efeiensi, efetifitas, ketepatan waktu, keadilan, berorientasi pasien dan keselamatan pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan salah satu tolak ukur bagi penilaian kualitas sebuah pelayanan kesehatan termasuk puskesmas.

4. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan

Secara umum, jaminan mutu layanan kesehatan dapat diartikan sebagai keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan

kesehatan yang terbaik mutunya, yaitu suatu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. Menurut Imbalo S. Pohan dalam Prama yuda marpaung (2019). secara operasional jaminan mutu layanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan memukur mutu serta melakukan peningkatan mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. Dengan demikian dapat disimpulkan jaminan mutu kesehatan mencakup kegiatan:

a) Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal layanan kesehatan.

b) Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi layanan kesehatan.

c) Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan ataupun dugaan.

d) Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktivitas sehingga sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan dihargai.

e) Menghindarkan pemboroson setiap bagian organisasi layanan kesehatan, termasuk waktu, karena waktu adalah uang.

f) Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada saat yang sama harus mendorong orang inovatif dan kreatif.

5. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum public yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN). Mengingat pentingnya peranan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.

Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawab kinerja setiap ndividunya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan baik BPJS kesehatan maupun BPJS ketenagakerjaan.

Tujuan BPJS untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya, Prama yuda marpaung (2019).

6. Teori Emergency saverity index

Emergency saverity index berasal dari kata perancis yang berarti

“menyeleksi”. Emergency saverity index adalah proses khusus memilah dan menyeleksi pasien berdasarkan berat ringannya penyakit, menentukan prioritas perawatan medis dan prioritas transportasi, artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman jiwa. ESI adalah sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa dan kemudian memberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas kesehatan (Fadhila, 2011) Dalam (Wydiawati & Achmad, 2021).

ESI adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Dalam suatu pelayanan kesehatan dan terutama pelayanan kegawatan yaitu di ruang IGD kita tidak akan tahu kapan pasien itu datang, berapa banyaknya dan bagaimana keadaanya. Dengan kondisi dan keadaan yang terjadi maka perlu penataan yang baik terutama dalam identifikasi pasien yang datang dengan secepat mungkin sehingga dapat dikelompokkan pasien berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan. Hal tersebut membutuhkan seorang petugas yang mempunyai tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup dan mampu melaksanakan kepatuhan terhadap aturan atau SOP yang dibuat sehingga pelayanan akan cepat, tepat dan optimal (Akmalia, 2017).

Instalasi Gawat Darurat merupakan instalasi dengan aktivitas tertinggi terutama dalam menangani pasien gawat darurat. Kegagalan penanganan kasus gawat darurat disebabkan oleh kegagalan mengenali risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya fasilitas yang memadai serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis. Pelayanan instalasi dilakukan secara darurat, tidak berdasarkan antrian untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pasien (Kumaat, 2019).

7. Konsep penerapan emergency saverity index

Pelayanan IGD mengacu pada konsep system memilih dimana pasien akan dilayani berdasarkan tingkat kegawat daruratannya. Secepat apapun pasien datang ke IGD, namun ada pasien lain yang kondisinya lebih parah, maka IGD akan memprioritaskan pasien yang kondisinya lebih parah dari pasien yang datang lebih dulu. Hal ini terkadang membuat pasien lain merasa ada ketidakadilan dalam pelayanan IGD rumah sakit.

Menurut Suprayantoro dalam (Wydiawati & Achmad, 2021), kematian dan kecacatan pasien dapat dicegah dengan berbagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan khususnya peningkatan pelayanan gawat darurat.

Kegagalan penanganan kasus kegawatdaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenali risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya fasilitas dan pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dan penderita yang memadai dalam mengenali kondisi berisiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan gawat darurat, dan kondisi ekonomi. Instalasi Gawat darurat merupakan salah satu instalasi yang paling tinggi aktivitasnya di rumah sakit

dan sebagai instalasi pertama yang akan menangani pasien dalam kondisi darurat, sehingga dituntut memberikan pelayanan pasien lebih ekstra demi keselamatan pasien yang membutuhkan perawatan akut dan mendesak serta menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam terus menerus.

Ketepatan dan kecepatan pelayanan gawat darurat sangat menentukan keberhasilan pelayanan selanjutnya, serta mempengaruhi angka mortalitas dan morbiditas pasien. IGD dipimpin oleh dokter yang telah mendapat pelatihan gawat darurat, dibantu oleh tenaga medis antara lain paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan tenaga non medis. Pelayanan pasien di IGD dilakukan berdasarkan kondisi kegawatdaruratan pasien dan tidak berdasarkan antrian. Kondisi pasien dikategorikan menjadi 4 pilihan yaitu ESI hijau untuk kasus pasien luka ringan, ESI kuning untuk kasus pasien mengalami pendarahan/patah tulang, ESI merah untuk kasus pasien yang diprioritaskan karena mengancam nyawa, dan ESI hitam untuk kasus pasien yang sudah meninggal dunia sebelum ditangani oleh staf ruang gawat darurat.

Dari kedua pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa Kemampuan dokter dalam melakukan penerapan system ESI yaitu mana yang lebih darurat itu yang di prioritaskan akan sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pertolongan pada pasien. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pelayanan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang di berikan pada pasien yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD) sangat diperlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuan

petugas kesehatan, sehingga dapat menjamin suatu penanganan kegawatdaruratan dengan respone time yang cepat dan penanganan yang tepat.

Karna ketepatan perawat dalam melaksanakan system ESI sangat berpengaruh bagi pasien.

Pelayanan pasien gawat darurat merupakan landasan utama menuju keselamatan pasien. Penerapan ini sejalan dengan Badan Keselamatan Pasien Nasional terhadap keselamatan pasien dan juga menekankan bahwa langkah awal menuju keselamatan pasien adalah dengan menerapkan budaya keselamatan pasien. Pentingnya budaya keselamatan dalam penerapan pelayanan sistem ESI juga digarisbawahi oleh Canadia yang menyatakan bahwa setiap penyedia layanan kesehatan penting untuk menerapkan budaya keselamatan pasien untuk mencapai kepuasan pasien. Hadi irwan (2017).

Adapun 6 indikator yang menjadi tolak ukur indeks kepuasan pasien menurut Vincent Gaspersz yaitu akurasi pelayanan, ketepatan waktu, tanggung jawab, kemudahan dalam pelayanan, kelengkapan, kesopanan dan keramahan.

a. Menurut Affrista frisky ayunda (2021) akurasi pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang dalam artian melakukan pelayanan sesuai dengan SOP IGD.

b. Sedangkan menurut Muwardi dalam arya vermasari dkk (2019) mengatakan salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu

bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau respone time sangat tergantung pada kecepatan penanganan yang diberikan oleh petugas IGD. Pelayanan gawat darurat dikatakan terlambat apabila pelayanan terhadap pasien gawat dan atau darurat dilayani oleh petugas IGD Rumah sakit > 5 menit. Waktu tunggu merupakan suatu hal yang sensitive dan bereiko menyebabkan turunnya mutu pelayanan, menurut standar mutu pelayanan apabila waktu tunggu semakin cepat maka kepuasan pasien semakin baik.

c. Yunita gobel (2018) mengatakan tanggung jawab yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan dan penyeleaian pelayanan dengan menindaklanjuti sesegera mungkin terhadap keluhan pasien. Dewi harmoni (2022) mengatakan Rumah sakit sebagai organisasi badan usaha dibidang kesehatan mempunyai peranan penting dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Oleh karna itu rumah sakit dituntut agar mengelola kegiatannya dengan mengutamakan pada tanggung jawab dibidang kesehatan, khususnya tenaga medis dan tenaga keperawatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya serta mempunyai keahlian atau kompetensi dalam hal penanganan gawat darurat baik itu dokter umum maupun dokter spesialis emergency dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan berdasarkan UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit, yang mentukan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugianyang ditimbulkan atas kelalaian tenaga kesehatan dirumah sakit apabila terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang menimbulkan kerugian terhadap pasien.

Penelitian tentang penerapan pelayanan emergency saverity index di IGD RSUD H.Padjonga Dg.Ngalle Kabupaten Takalar ini akan dianalisis berdasarkan indikator: (1) Akurasi pelayanan, (2) Ketepatan Waktu, (3) Tanggung Jawab, (4) Kemudahan dalam pelayanan, (5) Kelengkapan, (6) Kesopanan dan keramahan. Penerapan pelayanan ESI sangat cocok, karena perawat IGD lebih mudah melihat kondisi dan keparahannya. Penerapan

pelayanan IGD mengacu pada konsep ESI dimana pasien akan dilayani berdasarkan tingkat kegawat daruratannya. Secepat kapapun pasien datang ke IGD, namun masih ada kondisi pasien lain yang lebih gawat, maka pihak IGD akan memprioritaskan pasien yang kondisinya lebih gawat dari pada pasien yang datang dahulu.

Penerapan pelayanan emergency saverity index di IGD RSUD H.Padjonga Dg.Ngalle, terutama yang menyangkut pasien gawat darurat, pelayanannya masih belum seperti yang diharapkan. Masih terdapat keluhan dari masyarakat seperti prosedur pelayanan dan mekanisme kerja yang berbelit-belit, waktu respon yang lambat serta sarana dan prasarana pelayanan yang terbatas. Pelaksanaan layanan ESI yang terjadi di Indonesia merupakan masa krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi publik. Gejala tersebut mulai tampak dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik yang ditandai dengan protes dan demonstrasi oleh berbagai komponen masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Oleh karna itu untuk memberikan kepuasan penerapan pelayanan emergency saverity index (ESI) kepada pasien guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat dengan penerapan pelayanan yang adil sesuai sistem ESI dan respone time yang cepat yang memuaskan harapan (patient satisfaction), melalui pelayanan yang prima oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan (provider satisfaction) dan institusi pelayanan yang diselenggarakan (institutional satisfaction. Interaksi ketiga pilar utama penerapan pelayanan ESI

Dokumen terkait