• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Desain Penelitian

Bab 2 Proses Penelitian dan Merancang

C. Desain untuk Penelitian

4. Jenis-Jenis Desain Penelitian

Dalam penelitian ilmu sosial terdapat banyak jenis desain penelitian.

Sedangkan dalam ilmu eksakta terutama yang menggunakan metode ekperimen,

lazimnya suatu desain penelitian bersifat sangat spesifik bergantung pada bidang dan konsentrasi peneliti. Seringkali desain penelitian yang digunakan oleh peneliti bidang eksakta merupakan suatu langkah atau tahapan eksperimental yang sekali lagi sangat spesifik bagi tiap-tiap bidang keahlian, sehingga jarang atau mungkin tidak pernah ditemui ada jenis atau sebutan khusus desain penelitian pada penelitian bidang eksakta, meskipun sebenarnya ketika seorang peneliti bidang eksakta melakukan pekerjaan dilaboraturium, peneliti tersebut juga sedang mengaplikasikan suatu jenis desain penelitian.

Dalam penelitian bidang sosial yang lazimnya melibatkan penelitian terhadap populasi atau masyarakat, Kumar (2005) menyebutkan terdapat berbagai desain penelitian yang digolongkan berdasar tiga macam perspektif, yaitu berdasarkan:

1. Jumlah kontak dengan populasi studi 2. Periode waktu rujukan studi

3. Cara penyelidikan

Jenis Desain Penelitian

Jumlah Kontak Periode Waktu

Rujukan Periode Waktu Rujukan

satu Eksperi-

mental

Coss- sectional

dua

Non- Eksperi-

mental

Sebelum dan sesudah

tiga atau lebih

Semi- Eksperi-

mental Restro-

pektif prospektif

Longitu- dinal

GAMBAR 2.1.

Menunjukan jenis-jenis desain penelitian yang sering digunakan dalam penelitian bidang sosial dan kemasyarakatan

Tiga macam perspektif diatas merupakan dasar penggolongan sebuah desain penelitian, sehingga terminotologi yang digunakan bukanlah bersifat universal.

Namun demikian, nama-nama pada jenis penelitian yang tergambar pada gambar 2.1 dalam tiap-tiap dasar penggolongan tersebut berlaku secara universal. Dan juga, setiap jenis desain yang berbeda pada golongan yang sama bersifat ekskusif atau terpisah satu dengan lainnya. Artinya, bila suatu desain penelitian digolongkan

dalam jenis cross-sectional, maka pada saat yang sama desain tersebut tidak bisa digolongkan pada jenis longitudinal, tetapi dapat digolongkan pada jenis non- eksperimental atau eksperimental, atau juga pada retrospektif atau prospektif.

1. Berdasarkan Jumlah Kontak

a. Desain penelitian cross-sectional

Studi cross-sectional yang juga dikenal sebagai studi one-shot atau studi kasus, adalah desain yang paling banyak dimanfaatkan dalam penelitian sosial. Desain ini sangat sesuai dengan studi atau penelitian yang bertujuan untuk menemukan suatu kejadian pada suatu fenomena, situasi, masalah, prilaku, atau isu melalui pengambilan cross-section (contoh yang representatif mewakili keseluruhan) dari suatu populasi.

Desain ini sangat berguna dalam memperoleh gambaran menyeluruh pada waktu saat melakukan studi atau penelitian.

Desain cross-sectional sangat sederhana. Seseorang cukup menetapkan apa yang hedak ditemukan jawabannya, identifikasi populasi, memilih sample dan memulai kontak dengan para responden untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Semua tahapan itu dilakukan hanya pada saat titik waktu tertentu saja.

Kelemahan desain cross-sectional adalah tidak mempunyai kemampuan dalam menjelaskan kemungkinan adanya perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diselidiki dalam periode waktu yang berbeda. Kelemahan yang lainnya adalah desain ini tidak mampu untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam obyek/variable yang diselidiki serta hubungan korelasinya. Desain cross-sectional mampu menjelaskan hubungan antara dua variabel, namun tidak mampu menunjukan arah hubungan kausal diantara kedua variabel tersebut (Shklovski, et al, 2004).

Selain itu desain ini juga tidak bisa mengukur atau menjelaskan adanya perubahan. Untuk mengukur dan menjelaskannya, diperlukan paling tidak dua titk waktu, terhadap populasi yang sama.

b. Desain penelitian sebelum dan sesudah

Desain sebelum dan sesudah atau juga dikenal sebagai pre-test/post- test design dapat digambarkan sebagai pengumpulan data dari dua set penelitian cross sectional terhadap populasi yang sama untuk menemukan jawaban atau suatu perubahan dalam fenomena atau variabel diantara dua titik waktu tersebut. Perubahan ditentukan atau diukur dengan membandingkan perbedaan pada fenomena atau variabel sebelum dan sesudah perlakuan intervensi.

Kelebihan dari desain ini dapat mengukur perubahan situasi, fenomena, isu, prilaku dan permasalahan yang terjadi di suatu kelompok masyarakat pada dua titik waktu yang berbeda, lazimnya pada sebelum dan sesudah diberlakukannya suatu perlakuan. Desain ini seringkali digunakan dalam penelitian terkait dengan pengaruh atau efektifitas suatu program di masyarakat.

Kelemahan desain ini dapat terjadi bergantung pada kondisi pengamatan atau penyelidikan, populasi, dan metode pengumpulan data. Kumar (2005) menyebutkan beberapa kelemahan metode ini antara lain:

- Karena ada dua set data yang harus dikumpulkan, maka ada dua kontak dengan populasi. Hal ini menyebabkan dana penelitian membengkak dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

- Dalam beberapa kasus dapat terjadi kemungkinan adanya perubahan populasi sebelum dan sesudah perlakuan. Misalnya dengan alasan tertentu ada anggota populasi yang telah mengikuti pre-test terpaksa harus emnarik diri dari eksperimen

- Dalam beberapa kasus dijumpai suatu keadan bahwa populasi yang mengikuti pre-test berusia muda. Jika penelitian memerlukan waktu yang lama, maka populasi bisa menjadi lebih matang atau dewasa.

Hal ini dikenal sebagai efek kedewasaan atau kematangan (mature effect)

- Kadang-kadang instrumen yang digunakan peneliti juga mengedukasi responden, sehingga responden akan memberikan perhatian lebih saat post-test. Hal ini disebut efek reactif (reactive effect)

- Kadang responden yang pada saat pre-test memberikan respon yang sangat negatif terhadap pertanyaan kuisoner, karena beberapa alasan merubah menjadi cenderung positif ketika post-test. Bila ini terjadi akan memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian dan hal ini disebut sebagai efek regresi (regression effect).

c. Desain penelitian longitudinal

Desain sebelum dan sesudah menggunakan pendekatan untuk menentukan tingkat perubahan dalam fenomena, situasi, masalah, perilaku dan sebagainya, namun tidak mampu menjelaskan pola perubahan yang terjadi. Untuk menentukan pola perubahan terkait dengan waktu, dapat digunakan desain longitudinal.

Dalam studi longitudinal, studi populasi dilakukan secara berulang atau berkala dalam interval waktu tertentu, biasanya dalam jangka waktu yang diaplikasikan bervariasi bergantung pada informasi yang dibutuhkan dalam penelitian itu sendiri.

Desain longitudinal juga memiliki kelemahan, bahkan dalam beberapa kasus derajatnya bisa lebih tinggi. Selain itu juga ada kelemahan tambahan yaitu adanya kemungkinan terjadi efek pengkondisian. Efek tersebut menggambarkan situasi ketika responden yang sama dikontak atau disurvei berulang kali, sehingga responden mulai mengetahui apa yang diharapkan dari jawaban mereka, dan pada akhirnya responden merespon pertanyaan tanpa berpikir dan berpotensi memberikan jawaban yang selalu sama.

Kelebihan dari desain longitudinal adalah memungkinkan peneliti menentukan pola perubahan dan memperoleh informasi faktual secara berkesinambungan sehingga lebih aktual. Metode longitudinal juga lebih andal dalam mencari jawaban tentang dinamika perubahan dan berpotensi menyediakan informasi yang lebih lengkap, bergantung pada oprasional teori dan metodologi penelitiannya.

2. Berdasarkan Periode Waktu Rujukan a. Desain penelitian retrospektif

Studi retrospektif mengamati atau menyelidiki suatu fenomena, situasi masalah atau isu yang telah terjadi pada masa lamapu. Lazimnya jenis studi ini mengamati data yang tersedia pada masa lamapu atau didasarkan pada responden yang diminta untuk merespon terhadap pertanyaan yang dirancang untuk menggali kejadian, fenomena, situasi pada masa lampau. Penelitian yang banyak menggunakan desain ini lazimnya adalah penelitian yang terkait dengan sejarah atau yang terkait dengan sosiologi.

b. Desain penelitian prospektif

Studi prospektif merujuk pada kejadian suatu fenomena, situasi, masalah, prilaku atau dampak pada masa akan datang. Penelitian eksperimen biasanya digolongkan kedalam studi prospektif karena peneliti harus menunggu suatu intervensi atau perlakuan memberi dampak atau oengaruh terhadap suatu populasi.

c. Desain penelitian retrospektif-prospektif

Studi retrospektif-prospektif fokus pada kajian pola yang terjadi pada suatu fenomena pada masa lampau dan mengamati atau mempelajarinya untuk masa depan. Suatu penelitian dikatagorikan sebagai desain ini

ketika seseorang menentukan dampak suatu intervensi atau perlakuan tanpa adanya sebuah grup kontrol. Dengan pengertian ini, hampir semua studi sebelum-dan-sesudah, jika dijalankan tanpa adanya kontrol, yaitu ketika baselinenya dibangun dari populasi yang sama dengan sebelum ada perlakuan atau intervensi, dapat dikategorikan sebagai studi retrospektif- prospektif.

3. Berdasarkan Cara Penyelidikan

Berdasarkan kategori ini, desain penelitian dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) penelitian ekperimental, (2) penelitian non-ekperimental, (3) penelitian quasi atau semi-ekperimental.

Jika suatu hubungan dipelajari dengan cara mencari sebab untuk mengetahui atau menemukan efek, akibat dan dampaknya, penelitian tersebut dikenal sebagai penelitian eksperimen. Sedangkan jika studi menggunakan cara memulai dari efek, pengaruh atau dampak untuk menelusuri penyebabnya, maka studi tersebut dikenal sebagai penelitian non-eksperimental.

Pada studi ekperimental, variabel bebas dapat diobservasi, dikontrol atau bahkan dimanipulasi oleh peneliti untuk mengetahui dampaknya. Sedangkan pada kategori non-eksperimental, hal pada studi ekperimental tidak dapat dilakukan mengingat bahwa dampaknya telah terjadi. Sebagai gantinya, peneliti dapat menghubungkan dampak pada penyebab secara retrospektif.

Penelitian semi-ekperimental memiliki karakteristik baikeksperimental maupun non-eksperimental, sebagian studi dapat dilakukan secara non- eksperimental dan sebagian lain dapat dilakukan secara eksperimental.

Penelitian eksperimental masih terbagi lagi menjadi banyak jenis desain studi, antara lain:

1. Desain penelitian sesudah-saja

Dalam jenis studi ini, peneliti mengetahui bahwa populasi sedang dan telah mendapatkan intervensi dan peneliti hanya melakukan studi terhadap dampaknya pada populasi. Kelemahan utama dari desain ini adalah bahwa dua set data yang diperoleh sebenarnya sangat tidak dapat diperbandingkan, mengingat data awal bukanlah data yang tepat untuk diperbandingkan.

2. Desain penelitian sebelum dan sesudah 3. Desain penelitian grup-kontrol

Peneliti memilih dua grup populasi, yaitu grup eksperimen dan grup kontrol. Kedua grup dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai kondisi yang semirip mungkin dan sebanding. Satu hal yang berbeda adalah adanya

intervensi disalah satu grup, yaitu grup eksperimen. Setelah beberapa waktu dilakukan observasi “sesudah” terhadap kedua grup. Setiap hasil yang menunjukan adanya perbedaan dari kedua grup dianggap sebagai akibat dari adanya intervensi pada grup eksperimen.

4. Desain penelitian kontrol-ganda

Meskipun pada desain grup kontrol dapat membantu peneliti menentukan secara kuantitas dampak yang dihasilkan oleh variabel tambahan, tetapi hal tersebut tidak dapat menentukan secara terpisah apakah dampak tersebut disebabkan oleh instrumen penelitian ataukah oleh responden. Untuk dapat mengetahui dampak secara terpisah, diperlukan desain kontrol ganda. Dalam desain ini peneliti membuat dua grup kontrol sehingga total grup yang diobservasi sebaanyak tiga grup.

5. Desain penelitian komparatif

Pada beberapa kasus, peneliti ingin membandingkan efektifitas dari metode perlakuan yang berbeda. Untuk mengetahui hal ini lazimnya digunakan desain penelitian komparatif. Dalam desain ini, peneliti membagi populasi menjadi beberapa grup sebanyak metode perlakuan yang hendak diperbandingkan.

Selanjutnya dilakukan observasi ‘sesudah’ untuk mengetahui tingkat perbedaan tersebut.

6. Desain penelitian matched-control

Dalam studi matched, perbandingan ditentukan pada tiap individu (individual by individual). Dua individual yang hampir mirip terhadap suatu kharakteristik, misalnya usia, gender, jenis penyakit, dalam suatu populasi dibagi dalam grup yang berbeda. Dalam kasus ini, begitu dua grup dibentuk, maka peneliti harus menentukan secara acak grup mana yang merupakan grup eksperimental dan mana yang merupakan grup kontrol. Studi matched sering digunakan pada uji aktifitas obat baru.

7. Desain penelitian placebo

Lazimnya digunakan di bidang kesehatan dan pengobatan. Seorang pasien biasanya mempunyai keyakinan bahwa ketika mendapatkan perawatan maka si pasien tersebut merasa pulih dan lebih baik dari sebelumnya, meskipun kenyataanya perawatan tersebut tidak efektif. Secara psikologis efek tersebut disebut efek placibo. Desain placibo melibatkan dua atau tiga grup, bergantung apakah mengikutkan grup kontrol atau tidak untuk mengetahui tingkat efek placibo tersebut. Jika peneliti menghendaki kontrol, maka ketiga grup tersebut adalah grup eksperimental yang mendapatkan perlakuan. Grup 1 diberi perlakuan mendapatkan perawatan dan obat yang menyembuhkan, grup 2

diberi obat kosong untuk mengetahui efek placibo dan grup kontrol yang tidak mendapat perlakuan. Setelah itu dalam jangka waktu tertentu dilakukan observasi ‘sesudah’.

PERNYATAAN MASALAH TUJUAN

STUDI JENIS INVESTIGASI TINGKAT INTERVENSI KONTEKS STUDI PENGUKURAN

METODE PENGUMPULAN DATA UNIT

ANALISIS DESAIN

SAMPLE HORIZON WAKTU

ANALISIS DATA

- Eksplorasi - Deskripsi - Pengujian Hipotesis

Membuktikan : 1. Hubungan kausal 2. Korelasional 3. Perbedaan kel.

peringkat

Minimal : Mempelajari peristiwa

sebagaimana adanya Manipulasi dan/atau kontrol dan/atau simulasi

- Direncanakan - Tidak

direncanakan

- Definisi oprasional - Item - Skala - Kategori

- Pengamatan - Wawancara - Kuesioner - Pengukuran Fisik - Unobtrusive - Individu

- Pasangan - Kelompok - Organisasi - Mesin - dsb.

Probabilitas/

non propabilitas Ukuran sample

- Satu Kali (one shoot) - Lintas bagian

(cross sectional) - Longitudinal

- Feel for data- Goodness of Data- Pengujian Hipotesis

GAMBAR 2.2

Rincian studi dari desain penelitian

a. Tujuan Studi

1. Studi eksploratif

Dilakukan jika tidak banyak diketahui mengenai situasi yang dihadapi, atau tidak ada informasi yang tersedia mengenai bagaimana masalah atau isu penelitian yang mirip diselesaikan dimasa lalu. Intinya studi ekspolratif dilakukan untuk memahami dengan lebih baik sifat masalah karena mungkin baru sedikit studi yang telah dilakukan dalam bidang tersebut. Wawancara ekstensif dengan banyak orang mungkin harus dilakukan untuk menangani situasi dan memahami fenomena. Penelitian yang lebih ketat pun kemudian dapat dilaksanakan.

2. Studi Deskriptif

Dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi.

Misalnya, studi mengenai sebuah kelas dalamm hal presentase komposisi gender, kelompok usia, jumlah mata kuliah yang diambil dianggap bersikap deskriptif. Tujuan studi deskriptif karena itu adalah memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, atau lainnya. Studi deskriptif yang menampilkan data dalam bentuk yang bermakna, dengan demikian membantu untuk (1) memahami kharakteristik sebuah kelompok dalam situasi tertentu, (2) memikirkan secara sistematis mengenai berbagai aspek dalam situasi tertentu, (3) memberikan gagasan untuk penyelidikan dan penelitian lebih lanjut (4) membuat keputusan tertentu yang sederhana.

3. Pengujian Hipotesis

Studi yang termasuk dalam pengujian hipotesis biasanya menjelaskan sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antarkelompok atau kebebasan (indepedensi) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menelaah varians dalam variabel terikat atau untuk memperkirakan keluaran organisasi.

b. Jenis Investigasi: Kausal Versus Korelasional

Peneliti harus menentukan apakah yang diperlukan adalah studi kasual atau studi korelasional untuk menemukan jawaban atas persoalan persoalan yang dihadapi. Studi Kasual dilakukan untuk menentukan hubungan sebab-akibat yang definitif. Tetapi, jika yang diinginkan peneliti adalah sekedar identifikasi faktor-faktor penting yang “berkaitan dengan” masalah, maka studi korelasional dipilih. Studi di mana peneliti ingin menemukan penyebab dari satu atau lebih masalah disebut studi kausal. Jika peneliti berminat untuk menemukan variabel penting yang berkaitan dengan masalah, studi tersebut disebut studi korelasional.

c. Tingkat Intervensi Peneliti Terhadap Studi

1. Intervensi Minimal: hanya menyebarkan kuisoner, peneliti tidak mengintervensi aktivitas normal dalam sebuah fenomena.

2. Intervensi Sedang: Peneliti tidak hanya mengumpulkan data dari perawat mengenai steress yang mereka alami pada dua selang waktu berbeda, tetapi juga “bermain bersama” atau memanipulasi peristiwa normal dengan secara sengaja mengubah tingkat dukungan emosi yang diterima oleh perawat di dua bangsal, sementara membiarkan bangsal ketiga apa adanya.

3. Intervensi Berlebih: Tidak hanya dukungan dimanipulasi, tapi bahkan situasi dimana eksperimen diadakan adalah artifisial karena peneliti menarik subyek keluar dari lingkungan normalnya dan menempatkannya dalam keadaan yang benar-benar berbeda.

d. Horizon Waktu

1. Studi Cross-Sectional

Sebuah studi dapat dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan, mungkin selama periode harian, mingguan, atau bulanan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian.

2. Studi Longitudinal

Dalam sebuah kasus, peneliti mungkin ingin mempelajari orang atau fenomena pada lebih dari satu batas waktu dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian. Misalanya: peneliti ingin mempelajari perilaku karyawan sebelum dan sesudah pergantian manajet puncak.