• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik-Teknik Penentuan Jumlah Sampel

Bab 3 Populasi dan Sampel

D. Teknik-Teknik Penentuan Jumlah Sampel

konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bias mengatakan bahwa sebagian besar konsumen the botol merasa kurang puas terhadap teh botol.

Satu nasihat yang perlu diingat, bahwa penetapan jumlah sampel yang terlau banyak selalu lebih baik daripada sampel kecil (oversampling is always better than understanding). Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil, berikut beberapa formula yang ditawarkan oleh para ahli.

1. Penentuan jumlah sampel menurut pendapat Hadari Nawawi (Margono, 2004). Untuk memperoleh jumlah sampel minimal yang harus diselidiki dengan menggunakan rumus:

n pq Z

≥  b









α2 2

Keterangan:

n = Jumlah sampel

≥ = Sama dengan atau lebih besar

p = Proporsi populasi persentase kelompok pertama q = Proporsi sisa di dalam populasi

Zα2 = Derajat koefisien konfidensi pada 99% dan 95%

b = Persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam menentukan ukuran sampel

Contoh:

Jika diketahui jumlah populasi guru SMA lulusan D3 di Jateng adalah 400.000 orang. Di antara mereka yang tinggal di daerah pedesaan (luar kota) sebanyak 50.000 orang. Berapa sampel yang perlu diselidiki dalam rangka mengungkapkan hambatan penamaan disiplin sekolah di wilayah masing- masing.

Perhitungan:

F P

q Z

= × = =

= − =

50 000

400 000 100 12 5 0 125

1 00 0 125 0 875 .

. % , % ,

, , .

atau

α22=1 96

=

, (pada derajat konfidensi 99% atau 0,05) b 5 % atau 0,,05

Dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut:

n n

≥ × 

 



0 125 0 875 1 96 0 05 1 740 21

2

, , ,

,

. , dibulatkan menjaddi 1.740 orang.

Apabila proporsi di dalam populasi yang tersedia tidak diketahui maka variasi p dan q dapat mengganti dengan harga maksimum, yakni (0,50 x 0,50 = 0,25).

Ukuran sampel yang harus diselidiki:

n n

≥ 

 



0 025 1 96 0 05 3 84

2

, .

, ,

2. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan Rumus Slovin. Jumlah sampel penelitian berdasarkan rumus slovin dinyatakan sebagai:

n N

=Nd2+1 n = sampel;

N = populasi;

d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah:

= 125/125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95

3. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Taro Yamane. Untuk jumlah populasi yang telah diketahui dapat digunakan rumus Taro Yamane (Taro Yamane, 1967) untuk menghitung jumlah sampel yang diperlukan:

n N

=Nd

2+1 n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = level signifikansi yang diinginkan (umumnya 0,05 untuk bidang non-eksak dan 0,01 untuk bidang eksakta).

4. Penghitungan jumlah sampel dengan rumus

Bila ukuran sampel lebih dari 100.000, maka peneliti tidak bisa melihat tabel lagi, oleh karena itu, peneliti harus dapat menghitung sendiri. Ada dua rumus yang dikemukakan oleh Sugiyono (2001: 66-68) yaitu yang tidak diketahui simpangan bakunya dan yang kedua yang diketahui simpangan bakunya.

Contoh 1:

Misal seorang peneliti ingin mengetahui produktivitas kerja pegawai dilembaga A. Peneliti berhipotesis bahwa produktivitas kerja pegawai dilembaga A paling sedikit 70% dari tolok ukur ideal yang ditetapkan. Untuk itu diperlukan ukuran sampel sebagai sumber datanya.

Untuk menghitungkan ukuran sampel diperlukan rumus sebagai berikut:

n pq

p

σ 2 Keterangan:

n = Ukuran sampel yang diperlukan

p = Prosentase hipotesis (Ho) dinyatakan dalam peluang yang besarnya

= 0,50

q = 1 – 0,50 = 0,50

σp = Perbedaan antara yang ditaksir pada hipotesis kerja (Ha) dengan hipotesis nol (Ho), dibagi dengan Z pada tingkat kepercayaan tertentu.

Misalnya diketahui kepercayaan 68%, Z = 1; 95%, Z =1,96; 99%, Z = 2,58.

Untuk contoh di atas missal taraf kepercayaan 95% berarti Z = 1,96 maka:

σp2

2

2

2

70 50

1 96 1 20 1 96 0 1020 1

= −

 



=

 



=( )

=

% %

, , , , ,,0104

Dengan demikian maka besarnya ukuran sampel yang diperlukan sebagai sumber data pada taraf kepercayaan 95% adalah:

n(0 50 0 50)( )= = 0 0104

0 25

0 0104 24 0282

. .

.

.

. .

Atau 25 orang. Jadi paling sedikit 25 orang sebagai sumber data.

Misalkan taraf kepercayaan yang dikehendaki 99% maka harga Z = 2.58 maka ukuran sampel yang diperlukan adalah:

n( )( )

 −

 

 = = 0 50 0 50

0 7 0 5 2 58

0 25

0 006 41 60

2

, ,

, ,

,

,

, ,

Jadi ukuran sampel yang diperlukan adalah 42 orang.

Ketika peneliti menggunakan beberapa rumus, maka akan mendapatkan hasil yang berbeda. Jika demikian maka sebaiknya yang dipakai jumlah ukuran sampel terbesar.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel

BaB 4

A. PENGERTIAN VARIABEL

Secara teoritis variabel dapat didefenisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan Farhady, 1981). Suryabrata (2010) mengatakan Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.

Sementara itu sugiyono menjelaskan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Pengertian yang dapat diambil dari definisi tersebut ialah bahwa dalam penelitian terdapat sesuatu yang menjadi sasaran, yaitu variabel, sehingga variabel merupakan fenomena yang menjadi pusat perhatian penelitian untuk diobservasi atau diukur. Menurut Suharsimi Arikunto (1998), pengertian variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi perhatian suatu titik perhatian suatu penelitian. Menurut Sugiyono (2009), pengertian variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut

Kerlinger (2006), pengertian variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari yang mempunyai nilai yang bervariasi. Variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita letakkan sembarang nilai atau bilangan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

B. MACAM-MACAM VARIABEL

1. Variabel Kuantitatif, variabel ini terdiri dari:

a. Variabel diskrit (nominal,kategorik) yaitu variabael 2 kutub berlawanan.

Contoh: 1) Kehadiran: hadir, tidak hadir 2) Jenis kelamin: laki-laki, perempuan.

b. Variabel kontinum terdiri dari 1) Variabel Ordinal: variabel tingkatan.

Contoh: Satria terpandai, Raka pandai, Yudit tidak pandai. 2) Variabel Interval: variabel jarak. Contoh: jarak rumah Anto kesekolah 10 km, sedangkan Yuli 5 km maka vr intervalnya adalah 5 km. 3) Variabel Ratio:

variabel perbandingan (sekian kali). Contoh: berat badan Heri 80 kg, sedangkan berat badan Upi 40 kg, maka berat badan Heri 2 kali lipat Upi.

2. Variabel Kualitatif adalah variabel yang menunjukkan suatu intensitas yang sulit diukur dengan angka. Contoh: kedisiplinan, kemakmuran dan kepandaian.

3. Variabel Independen (Pengaruh, Bebas, Stimulus, Prediktor).

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

4. Variabel Dependen (Dipengaruhi, Terikat, Output, Kriteria, Konsekuen).

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya variabel bebas.Contoh: Pengaruh Iklan Terhadap Motivasi Pembelian. Iklan = Variabel Independen Motivasi Pembelian = Variabel Dependen.

5. Variabel Moderator. Merupakan variabel yang mepengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen.

Variabel ini sering disebut sebagai variabel independen kedua. Contoh: Anak adalah variabel yang memperkuat hubungan suami isteri. Pihak ketiga adalah variabel yang memperlemah hubungan suami isteri.

6. Variabel Intervening (Antara). Merupakan variabel yang menghubungkan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dapat

memperkuat atau memperlemah hubungan namun tidak dapat diamati atau diukur. Contoh: Hubungan antara Kualitas Pelayanan (Independent) dengan Kepuasan Konsumen (Intervening) dan Loyalitas (Dependen).

7. Variabel Kontrol. Merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.

Contoh: Apakah ada perbedaan antara tenaga penjual (sales force) yang lulus D3 dan S1 maka harus ditetapkan variable control berupa gaji yang sama, peralatan yang sama, iklim kerja yang sama, dan lain-lain. Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan karena faktor pendidikan.

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Setiap variabel yang telah ditetapkan harus diberi defenisi operasionalnya.

Defenisi operasioanl variabel penting bagi peneliti lain yang ingin mengulangi penelitian tersebut. Selain itu definisi operasional dipergunakan untuk menentukan instrumen alat-alat ukur apa saja yang dipergunakan dalam penelitian. Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel. Variabel yang dimasukkan dalam operasioanal adalah variabel kunci/penting yang dapat diukur secara operasional dan dapat dipertanggung jawabkan (referensi harus jelas).

Defenisi operasional adalah definisi yang dirumuskan oleh peneliti tentang istilah-istilah yang ada pada masalah peneliti dengan maksud untuk menyamakan persepsi antara peneliti dengan orang-orang yang terkait denga penelitian (Sanjaya:2013). Dalam merumuskan definisi operasional, kita boleh saja mengutip pendapat ahli, tetapi kita perlu memilih pendapat mana yang lebih mendekati pada pendapat kita sendiri, dengan kata lain tidak asal dalam mengutip.

Kerlinger (2006) dalam bukunya asas-asas penelitian behavioral menyebutkan bahwa definisi operasional melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel itu. Konstruk adalah sifat-sifat yangmelekat pada suatu variabel. Sementara, Sumanto (2014:71) mendefinisikan konstruk sebagai konsep- konsep yang sangat abstrak dari suatu variabel.

Kemungkinan lainnya, suatu definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Suatu

definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti.

Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi atau petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

Informasi ilmiah yang dijelaskan dalam definisi operasional sangat membantu peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang sama, karena berdasarkan informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya melakukan pengukuran terhadap variabel yang dibangun berdasarkan konsep yang sama. Dengan demikian, ia dapat menentukan apakah tetap menggunakan prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.

Setelah variabel-variabel penelitian didefinisikan secara teoritis dan secara operasional, setiap variabel dapat dijabarkan dalam beberapa deskriptor dan masing- masing deskriptor dioperasionalkan dengan beberapa indikator. Dibawah ini adalah contoh operasionalisasi untuk mendapatkan deskriptor dan indikator variabel

‘Motivasi’, yang sering dipakai oleh para pakar dibidang psikologi dan pendidikan sebagai faktor prediksi terhadap berbagai keberhasilan (Misal dalam Penelitian

“Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru di SMA X). Moh As’ad (1991) mendefinisikan ‘Motivasi’ sebagai suatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut Martin Handoko (1992), motivasi adalah tenaga atau faktor yang gerdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan, da mengorganisasikan tingkah lakunya. Sedangkan Winkel (1983) membagi motivasi menjadi dua, yaitu Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari individu itu sendiri; merupakan kemauan yang kuat yang tidak perlu disertai perangsang dari luar untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi Ekstrinsik merupakan bentuk motivasi yang aktivitasnya dimulai dan dilakukan terus berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan, misalnya mau melakukan untuk memenuhi kewajiban, memperoleh hadiah, meningkatkan gengsi. Menurut Sri Mulyani Martaniah (Motif Sosial Remaja SMA Jawa dan Keturunan Cina, disertasi Fakultas Psikologi UGM, 1982) motivasi adalah keadaan yang timbul dalam diri subjek akibat interaksi antara motif dan aspek-aspek situasi yang diamati, yang relevandengan motif tersebut serta mengaktifkan perilaku. Menurutnya Motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman, yang secara relatif dapat bertahan menggerakkan dan mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat diperoleh pengertian umum mengenai ‘Motivasi Kerja’ antara lain, yaitu: pengalaman, pengharapan, dan kemauan. Ketiga deskriptor tersebut dioperasionalkan dalam indikator-

indikatornya sehingga dapat disusun kisi-kisi instrumen untuk variabel “Motivasi Kerja Guru”, sebagai berikut: Setelah konsep variabel-variabel didefinisikan melalui deskriptor dan indikator-indikatornya, peneliti harus segera memikirkan tindak lanjut terhadap variabel-variabel penelitiannya dengan mencari informasi sebanyak mungkin yang mendukung semua konsep variabel-variabel dan hubungan antar variabel sesuai dengan tujuan dan desain penelitiannya. Dari hasil pengukuran diharapkan teori dari hipotesis-hipotesis dapat diuji dengan sebaik-baiknya, dapat menghubungkan konsep-konsep yang abstrak menjadi realitas dan operasional.

D. DEFINISI KONSEPTUAL VARIABEL

Definisi konseptual adalah pernyataan yang mengartikan atau memberi makna suatu konsep istilah tertentu. Definisi konseptual merupakan penggambaran secara umum dan menyeluruh yang menyiratkan maksud dan konsep atau istilah tersebut bersifat konstitutif (merupakan definisi yang tersepakati oleh banyak pihak dan telah dibakukan setidaknya dikamus bahasa), formal dan mempunyai pengertian yang abstrak (Hidayat dalam Yopi Sopiandi). Sedangkan menurut Imam Chourmain Definisi Konseptual Variabel adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu konsep secara singkat, jelas, dan tegas.

Secara sederhana, definisi konstitutif/konseptual ini adalah mendefinisikan suatu konsep dengan konstruk yang lainnya. Definisi konseptual ini lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Hal ini dikarenakan definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain.

Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika dalam proses perumusan.

Mochtar Mas’oed mensyaratkan sifat kondisi konseptual meliputi beberapa hal, di antaranya adalah definisi harus menggambarkan ciri-ciri khas dari fenomena yang hendak dideskripsikan; definisi juga harus berisi semua hal yang diliputinya dantidak memasukan hal-hal yang tidak diliputinya. Definisi itu tidak boleh bersifat sirkuler (definisi yang harus didefinisikan lagi) sehingga definisi yang diuraikan sudah benar-benar jelas, dan definisi harus dinyatakan dalam istilah yang jelas dan tidak memiliki arti lebih dari satu.

E. PENDEKATAN DALAM MENYUSUN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Sandjaja (2006) mengklasifikasi bahwa ada tiga cara untuk memberikan definisi operasional variabel antara lain:

a. Definisi operasional yang menjelaskan cara perlakuan untuk menimbulkan suatu gejala. Pada definisi in dijelaskan bagaimana cara memanipulasi variabel.

Definisi seperti ini sering dipergunakan pada penelitian eksperimental.

Contoh bagaimana mempergunakan pupuk X pada tanaman kacang, berapa banyak pupuk X yang dipergunakan, kapan mempergunakannya.

b. Definisi operasionasl yang mendeskripsikan suatu variabel baik mengenai ciricirinya maupun cara beroperasinya. Definisi ini sering dipergunakan dalam penelitian-penelitian pada umumnya. Contoh, tanaman kacang yang digunakan dalam penelitian pupuk X didefenisikan sebagai tanaman kacang dari spesies Arachis Hypogaea yang ditanam langsung dari biji kacang dan telah berumur satu minggu.

c. Definisi operasional yang mendeskripsikan ciri-ciri statis suatu obyek. Definisi ini sering digunakan pada penelitian pendidikan. Misalnya anak cerdas menurut definsi ini adalah anak yang memiliki perbendaharaan kata-kata yang banyak, memiliki daya ingat yang kuat, dan mampu bernalar dengan baik serta memiliki keterampilan berhitung yang baik dan seterusnya.

Ada tiga cara pendekatan dalam menyusun definisi operasional variabel, yaitu:

a. Definisi Operasional Tipe A, disusun berdasarkan pada operasi yang dilakukan, sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat terjadi.

b. Definisi Operasional Tipe B, disusun berdasarkan perumusan dalam bentuk deskripsi tentang bagaimana suatu objek (benda tertentu) beroperasi, yakni apa yang dilakukan atau terdiri dari apa ciri-ciri dinamis objek tersebut.

c. Definisi Operasional Tipe C, disusun berdasarkan pada penampakan seperti apa obyek atau gejala yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun karaktersitik-karaktersitik statisnya Contoh nya penelitian dengan judul “Pengaruh media flash dalam peningkatan hasil belajar Matematika di kelas X”, Definisi Operasioanal Tipe A. “Media Flash adalah media yang dibuat dari ….. Dengan demikian, media flash…Definisi Operasioanal Tipe B. “Penggunaan media flash dalam pembelajaran dapat berupa…. Dan mekanismenya seperti… Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran. Definisi Operasioanal Tipe C.” Yang dimaksud media flash dalam penelitian ini adalah …

Skala Pengukuran

BaB 5

A. TUJUAN PENGUKURAN

Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke dalam bentuk yang dapat dianalisis oleh penliti. Dengan demikian, pengukuran selalu melibatkan penggunaan prosedur yang secara simbolik dapat merefleksikan dimensi realitas dalam dunia analitik si peneliti. Singkatnya, titik fokus pengukuran adalah pemberian “angka” terhadap data empiris berdasarkan sejumlah aturan/

prosedur tertentu. Prosedur ini dinamakan proses pengukuran, yaitu investigasi engenai cirri-ciri yang mendasari kejadian empiris dan member angka atas cirri- ciri tersebut. Kendati komponen pengukuran amat beragam, setidaknya ada tiga komponen yang dibutuhkan dalam setip pengukuran, yaitu: (1) kejadian empiris (empirical events) yang dapat diamati, (2) penggunaan angka (the use of numbers) untuk menggambarkan kejadian tersebut, (3) sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules).

Kejadian empiris mrupakan sejumlah cirri-ciri dari objek, individu atau kelompok yng diamati. Dapat diamati mengandung arti bahwa setiap orang dapat menngkap, tau setidaknya menyimpulkan, bahwa suatu objek, individu, atau kelompok mempunyai cirri-ciri tertentu. Sebagai contoh, bila kita ingin mempelajari

hubungan antara jenis kelamin administrator dan kepuasan kerja bawahan- bawahannya, maka langkah pertama yag harus dilakukan adalah engidentifikasi unit analisis, yaitu: objek, individu, atau kelompok yang kita amati. Dalam kasus ini, unit analisis adaah individu administrator dan bawahannya. Setelah objek empiris utama berhsil di pusat perhatian, yang dalam hal ini adalah jenis kelamin administrator dan tingkat kepuasan kerja bawahannya. Inilah konsep-konsep yang perlukita ukur.

Komponen pengukuran kedua adalah penggunaan angka untuk menggambarkan kejadian empiris, “angka” adalah numeric atau symbol-simbol lain yang digunakan untuk mengidentifikasi. Penggunaan angka adalah untuk memberi arti bagi cirri-ciri yang menjadi pusat perhatian peneliti. Spesifikasi tingkat pengukuran, kemudian, diberikan dengan member arti bagi angka tersebut.

Komponen terakhir yang penting dari setiap pengukuran adalah sejumlah aturan pemetaan, yaitu pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap kejadian empiris. Misalnya, dalam kasus diatas, aturan pemetaan mengenai jenis kelamin administrator memberikan angka 1 bila pria angka 2 bila wanita. Sementara untuk kepuasan kerja bawahan aturan pemetaan adalah -2 bila sangan tidak puas, -1 bila tidak puas, 0 bila netral (puas/tidak puas), 1 bila puas, dan 2 bila sangat puas.

Aturan-aturan ini menggambarkan dengan gamblang ciri-ciri apayang kita ukur.

Aturan-aturan pemetaan disusun oleh peneliti untuk tujuan studi.

Agar lebih jelas memahami tiga komponen yang diperlukan dalam pengukuran maka disajikan tabel berikut. Dalam contoh, diasumsikan hanya ada dua administrator (Sumi dan Soma), yang masing-sing mengawasi dua orang bawahan (Johan dan Rena, Andi dan Sekar). Kemudian kita menaksir kejadian empiris (jenis kelamin administrator dan kepuasan kerja bawahan) untuk masing- masing individu dan member angka menurutaturan pemetaan yang telah digariskan oleh peneliti.

Mengukur Jenis Kelamin dministrator Mengukur Kepuaan Kerja Bawahan Kejadian

Empiris Aturan

Pemetaan Angka Angka Aturan

Pemetaan Kejadian Empiris Jenis kelamin

administrator Angka 1 jika pria Angka 2 Jika wanita

1 atau 2 -2, -1, 0, 1, 2 -2 bila sangat tidak puas -1 bila tidak puas0 bila netral 1 bila puas 2 bila sangat Puas

Kepuasan kerja bawahan

B. PROSES PENGUKURAN

Proses pengkuran dapat digambarkan sebagai sederetan tahap yang saling berkaitan yang dimulai dari: (1) mengisolasi kejadian emipris, (2) mengembangkan konsep kepentingan (concept of interest), (3) mendefinisikan konsep secara konstitutif dan operasional, (4) mengemangkan skala pengukuran, (5) mengevaluasi skala berdasarkan realiabilitas dan validitasnya hingga (6) penggunaan skala.

Proses pengukuran dimulai dari mengisolasi kjadian empiris untuk kepentingan pengukuran. Aktivitas ini merupakan konsekuensi langsung dari masalah identifikasi dan masalah formulasi. Intinya, kejadian empiris dirangkum dalam bentuk konsep atau konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Konsep adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari faktor tertentu.

Tahap selanjutnya adalah mendefinisikan konsep yang telah diidentifikasi.

Dalam taraf ini dibedakan difinisi konstitutif (constitutive definitions) dalam definisi operasional (operational definitions). Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain sehingga melandasi konsep kepentingan. Jika suatu konsep telah didefinisikan secara konstitutif dan benar, berarti konsep tersebut telah siap untuk dibedakan dengan konsep lain. Begitu definisi konstitutif telah ditetapkan, maka definisi operasiona harus dinyatakan karena definisi operasional akan merefleksikan dengan tepat esensi definisi konstitutif. Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat dimana variable akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur yang harus diikuti oleh peneliti dalam memberikan angka terhadap konsep yang diukur.

Sampai taraf ini proses pengukuran nampaknya amat jelas. Namun dalam praktek bisanya peneliti akan berhadapan dengan berbagai teori yang mendasari definisi konstitutif dan operasional. Misalnya, tentang konsep kinerja pekerjaan (job performance). Konsep ini dapat diartikan sebagai hasil sukses atau sidak sukses dari suatu tugas; namun peneliti lain barangkali mengartikan kinerja pekerjaan sebagai reaksi karyawan terhadap konsekuensi menyelesaikan pekerjaan tertentu. Disini, peneliti dan manajer harus menyetujuai asensi konsep (definisi konstitutif) untuk meyakinkan bahwa kedua belah pihak mempunyai persepsi yang sama mengenai kinerja pekerjaan. Setalah tercapai kesepakatan mengenai defiisi konseptual dari suatu konsep, peneliti harus memilih beberapa alternatif definisi operasi. Sebagai contoh, bila definisi konstitutif dari kinerja pekerjaan adalah tingkat dimana seorang karyawan mampu enyelesaikan tugas-tugasnya pada jabatan tertentu, maka konsep ini dapat dioperasionalkan menjadi beberapaalternatif, seperti proporsi hari kerj

dimana si karyawan tidak absen, kuantitas produksi, kualitas produk yang diukur dengan tingkat kesalahan, atu bahkan tingkat keterlambatan atau kecerobohan.

Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan.

Tujuan utamanya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan (1) memahami betul hakikat kejadian empiris yang diukur (2) menerjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihn dan penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat yang sama. Skala pengukuran (measurement scale)dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk memberikan angka terhadap objek atau kejadian empiris.

Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan.

Tujuan utamnya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan: (1) memahami betul hakikat kejadian empiris yang diukur; (2)menerjemahkan pengetahuan ini dalam pengetahuan ini dalam pemilihan dan penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat sama. Sekala pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat untuk memberikan angka terhadap objek/kejadian empiris.

C. SKALA PENGUKURAN

Skala pengukuran amat bervariasi. Skala sederhana (simple scale) adalah suatu skala yang digunakan untuk mengukur beberapa karakterisitik. Misalnya “ apakah anda laki-laki atau perempuan?” skala yang kompleks adalah skala yang beragam. Yang digunakan untuk mengukur beberapa karaketristik. Misalnya, bagaimana tanggapan anda tentang pemberantasan penyakit AIDS di kompleks lokasi pelacuran: sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak peduli, setuju, sangat setuju.

Kendati kompleksitas dan variasi alat pengukuran amat beragam, setiap skala mempunyai ciri-ciri setidaknya satu dari empat tingkatan sekala dalam pengukuran dalam riset bisnis yaitu: nominal, ordinal, interval, rasio.

1. Skala Nominal

Adalah skala yang hanya digunakan untuk memeberikan kategori saja. Sifat kategori bersifat mutually exclusive. Artinya jika satu indicator sudah masuk pada satu kategori maka tidak mungkin masuk kedalam kategori lainnya. Sekala nominal merupakan sekala yang memiliki tingkat yang paling rendah dalam sebuah riset.