perlakukan peserta didik sebagai subjek didik, bukan sebagai orang dewasa kecil.
Dengan demikian, maka diharapkan pe- mahaman guru terhadap media menjadi jelas, sehingga guru dapat memanfaatkan atau menggunakan media secara tepat.
diproyeksikan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar atau simbol yang tidak bergerak seperti film rangkai, foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun.
Ada beberapa karakteristik media visual menurut Hasnida (2015), yaitu.
a. Gambar diam atau gambar mati adalah gambar- gambar yang disajikan secara fotografik, misalnya gambar manusia, binatang, tempat, atau objek lain yang ada kaitannya dengan bahan atau isi tema yang diajarkan.
b. Media grafis adalah media dua dimensi (bukan fotografik) yang dirancang secara khusus untuk mengomunisasikan pesan-pesan pembelajaran. Unsur- unsur yang terdapat dalam media grafis adalah gambar dan tulisan.
c. Media model merupakan tiruan dari beberapa objek nyata, seperti objek yang terlalu besar, objek yang terlalu jauh, objek yang terlalu kecil, objek yang terlalu mahal, objek yang jarang ditemui, atau objek yang terlalu rumit untuk dibawa kedalam kelas dan sulit dipelajari wujud aslinya.
d. Media realita merupakan alat bantu visual dalam pembelajaran yang berfungsi untuk memberikan pengalaman langsung (direct experience) kepada anak.
Realita ini merupakan benda yang sesungguhnya, seperti mata, uang, tumbuhan, dan binatang yang tidak berbahaya.
3. Media Audio Visual
Sedangkan media audio visual merupakan media yang pemanfaatannya mengandalkan indera pengelihatan dan pendengaran. Media audio visual mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua.
Untuk diketahui bahwa secara umum penggunaan media tidak dilihat atau dinilai dari segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah fungsinya dalam membantu mempertinggi proses pembelajaran. Dari penjelasan sebagaimana diuraikan tersebut, kiranya patut menjadi perhatian dan pertimbangan agar dapat memilih media yang dianggap tepat untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
B. Prinsip-prinsip Pemilihan Media Pembelajaran Ketepatan dalam penggunaan media berkaitan dengan pertanyaan, apakah dalam penggunaan media tersebut materi pembelajaran dapat diserap oleh peserta didik secara optimal dengan memperhitungkan resiko biaya dan tenaga seefisien mungkin. Boleh jadi ada media yang dipandang sangat efektif untuk mencapai suatu tujuan, namun proses pencapaiannya tidak efisien, baik dalam pengadaannya maupun dengan peng- gunaannya atau sebaliknya. Dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran, hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media dapat mencapai hasil yang baik.
Prinsip-prinsip dimaksud sebagaimana yang di- kemukakan oleh Nana Sudjana (1991), berikut ini:
1. Menentukan jenis media dengan tepat. Artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan materi pembelajaran.
2. Menetapkan atau mempertimbangkan subyek dengan tepat.
Artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematang- an/kemampuan peserta didik.
3. Menyajikan media dengan tepat. Artinya teknik dan metode penggunaan media dalam proses pem- belajaran harus disesuaikan dengan tujuan, bahan atau materi, metode, waktu, dan sarana.
4. Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana media digunakan.
Di sisi lain Musfikon (2012) menjelaskan tiga prinsip utama yang dijadikan rujukan bagi guru dalam memilih media pembelajaran, (1) yaitu prinsip efektifitas dan efisien, (2) prinsip relevansi dan (3) prinsip produktifitas. Adapun penjelasannya berikut ini.
1. Prinsip efektifitas dan efisiensi
Dalam konsep pembelajaran, efektifitas adalah keberhasilan pembelajaran yang diukur dari tingkat ketercapaian tujuan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Jika semua tujuan pembelajaran telah tercapai maka pembelajaran disebut efektif. Sedangkan efisiensi adalah pencapaian tujuan pembelajaran dengan
menggunakan biaya, waktu dan sumber daya lain seminimal mungkin.
Dalam memilih media pembelajaran seorang guru juga dituntut bisa memperhatikan aspek efektifitas dan efisiensi tersebut. Media yang akan digunakan dalam pembelajaran seharusnya bisa mendukung dan mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran. Jangan sampai media yang digunakan tidak mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
2. Prinsip relevansi
Pertimbangan kesesuaian media dengan materi yang akan disampaikan juga perlu menjadi per- timbangan guru dalam memilih media pembelajaran.
Guru dituntut bisa memilih media yang sesuai dengan tujuan, isi, strategi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
3. Prinsip produktifitas
Dalam memilih media pembelajaran, guru dituntut untuk bisa menganalisis apakah media yang akan digunakan bisa meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran atau tidak. Jika media yang digunakan bisa menghasilkan dan mencapai target dan tujuan pembelajaran lebih bagus dan banyak maka media tersebut dikategorikan media produktif.
Wina Sanjaya (2013) menjelaskan lima prinsif penggunaan media pembelajaran, yaitu:
1. Media yang akan digunaka oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Media tidak digunakan sebagai alat hiburan, atau tidak semata-mata dimanfaatkan untuk mem- permudah guru menyampaikan materi, kan tetapi benar-benar untuk membantu peserta didik belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi pembelajaran memiliki kekhaan dan kekompleksan. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan kompleksitas materi pembelajaran.
3. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan, dan kondisi peserta didik. Peserta didik yang memiliki kemampuan mendengar kurang baik, akan sulit memahami pelajaran manakala digunakan media yang bersifat auditif. Demikian sebaliknya, peserta didik yag memiliki kemampuan penglihatan yang krang, akan sulit menangkap bahan pembelajaran yang disajikan melalui media visual.
4. Media yang akan digunakan harus memperhatikan efetivitas dan efisien. Media yang memerlukan peralatan mahal belum tentu efektif untuk mencapai tujuan ertentu, Demikian juga media yang sangat sederhana belum tentu tidak memiliki nilai.
5. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoprasikannya.
Prinsif utama yang menjadi rujukan dalam pemilihan media pembelajaran adalah bahwa media pembelajaran digunakan untuk mempermudah peserta
didik dalam belajar. Oleh sebab itu, agar media bisa mempermudah peserta didik dalam belajar maka harus memenuhi paling tidak 6 prinsif, yaitu:
1. Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran;
2. Menetapkan atau mempertimbangkan subyek dengan tepat;
3. Menyajikan media dengan tepat;
4. Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat;
5. Efektif dan efisien;
6. Kemampuan guru.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pemilihan Media Pembelajaran
Pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional.
Karena itu diperlukan kemampuan. Kemampuan itu dapat dilihat dari kesanggupan dan kemampuannya dalam menjalankan perannya sebagai guru. Salah satu kemampuannya itu adalah penguasaan materi pem- belajaran dan ilmu mendidik. Penguasaan ilmu men- didik, di antaranya adalah kemampuan/penguasaan media pembelajaran. Agar media pembelajaran yang dipilih itu tepat dan sesuai prinsip-prinsip pemilihan, perlu juga memperhatikan faktor-faktor, berikut ini:
1. Pertama, objektivitas. Media dipilih bukan atas kesenangan atau kebutuhan guru, melainkan keperluan sistem belajar.
2. Kedua, program pembelajaran. Program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kurikulum yang sedang berlaku, baik
menyangkut isi, struktur maupun kedalaman kurikulum tersebut.
3. Ketiga, sasaran program. Media yang akan digunakan dalam proses pembelajarana harus dilihat ke- sesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta didik, baik dari simbol-simbol yang digunakan, segi bahasa, cara dan kecepatan penyajian maupun waktu penerapannya.
4. Keempat, situasi dan kondisi. Yakni situasi dan kondisi sekolah/kampus atau tempat dan ruangan yang akan dipergunakan, baik ukuran, perlengkapan maupun ventilasinya, situasi serta kondisi peserta didik yang akan mengikuti pelajaran baik jumlah, motivasi dan kegairahannya.
5. Kelima, kualitas teknik. Mungkin ada rekaman suara atau gambar-gambar dan alat-alat lainnya yang perlu penyempurnaan sebelum digunakan. Misalnya suara atau gambar yang kurang jelas, keadaannya telah rusak, ketidaksesuaian dengan alat yang lainnya.
Keadaan-keadaan tersebut bisa diperbaiki sebelum proses pembelajaran berlangsung.
D. Kriteria-kriteria Pemilihan Media yang Baik
Dalam proses pembelajaran, media yang digunakan guru harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga mampu menyemangati dan menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar. Dengan demikian akan tumbuh interaksi antara media pembelajaran dan peserta didik dalam belajar. Adanya interaksi positif antara media
pembelajaran dan peserta didik pada akhirnya akan mampu mempercepat proses pemahaman peserta didik terhadap isi pembelajaran. Itulah sebabnya komponen ini lebih menaruh perhatian pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan siswa dan bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan-kegiatan belajar tersebut (Degeng, 1989).
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1991) mengemukakan rumusan pemilihan media dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran, artinya, media pembelajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan-tujaun pembelajaran yang berisikan unsur-unsur pe- mahaman, aplikasi, analisis, sistesis, biasanya lebih mungkin menggunakan media pembelajaran.
2. Dukungan terhadap isi materi pembelajaran, artinya materi pembelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami peserta didik.
3. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu membelajarkan. Media grafis umumnya mudah dibuat oleh guru tanpa biaya yang mahal, disamping sederhana dan praktis penggunaannya.
4. Keterampilan guru dalam menggunakan apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran.
Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada
medianya, tetapi dampak dari penggunaanya dalam interaksi bagi peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
5. Sesuai dengan taraf berfikir peserta didik, memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir peserta didik. Menyajikan grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk gambar atau poster. Demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa dilakukan bagi peserta didik yang telah memiliki kadar berfikir yang tinggi.
BAGIAN 11
EVALUASI PEMBELAJARAN A. Pengertian Evaluasi
Secara umum evaluasi sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, maka perlu dilakukan usaha atau tindakan penilaian/evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan membandingkan hasilnya dengan tolok ukur untuk memperoleh simpulan. Nana Sudjana (1998) menjelaskan bahwa evaluasi pada dasarnya memberikan per- timbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Tahap evaluasi ini dilakukan untuk menilai pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diberikan.
B. Kegunaan Evaluasi
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Lebih rinci, di antara kegunaan evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu;
2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang peserta didik dalam kelompok kelasnya;
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka me- lakukan perbaikan proses pembelajaran;
4. Bahan pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik;
5. Membuat diagnosis mengenai kelemahan-kelemahan dan kemampuan peserta didik;
6. Bahan pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum;
7. Mengetahui efisiensi metode pembelajaran yang digunakan;
8. Memberikan laporan kepada peserta didik dan orang tua;
9. Memotivasi peserta didik dalam belajar;
10. Merupakan bahan feed back bagi peserta didik, guru dan program pembelajaran.
C. Syarat-syarat Umum Evaluasi
Ada 5 syarat umum evaluasi, yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas, efisiensi, dan kegunaan atau kepraktisan. Penjelasan dari kelima syarat tersebut, berikut ini:
1. Validitas. Dalam hal ini penilaian harus benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya, barometer adalah alat pengukur tekanan udara dan tidak tepat bila digunakan untuk mengukur temperatur udara. Demikian pula suatu tes memiliki suatu validitas bila tes itu benar-benar mengukur hal yang hendak dicapai. Misalnya, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah bisa berwudhu dengan baik dan benar, maka evaluasi yang paling tepat adalah dengan melakukan penilaian praktek.
2. Reliabilitas. Penjelasan dari reliabilitas di sini merupakan bahwa suatu alat evaluasi memiliki reliabilitas bila menunjukkan ketetapan hasilnya.
Dengan kata lain, orang yang akan dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan alat uji yang sama.
3. Objektivitas. Objektivitas merupakan lawan dari subyektivitas. Guru yang melakukan evaluasi atau penilaian, harus benar-benar obyektif, sebab sungguh sia-sia upaya penilaian kalau toh akhirnya hasil dari penilaian tidak obyektif.
4. Efisiensi. Suatu alat evaluasi sedapat mungkin dipergunakan tanpa membuang waktu dan biaya yang mahal.
5. Kegunaan. Evaluasi harus berguna. Untuk mem- peroleh keterangan tentang peserta didik, sehingga guru dapat memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi para peserta didiknya.
D. Petunjuk dalam Menyusun Tes/Alat Evaluasi
Dalam menyusun tes/alat evaluasi, ada beberapa syarat dan petunjuk yang perlu diperhatikan, berikut ini:
1. Pendidik harus menetapkan terlebih dulu materi apa apa yang akan dinilai sehingga betul-betul terbatas serta dapat memberi petunjuk bagaimana dan dengan alat apa hal tersebut bisa kita nilai.
2. Pendidik harus menetapkan alat evaluasi yang betul- betul valid dan reliabel yang berarti tarap ketepatan dan ketetapan tes dengan aspek yang akan dinilai.
3. Penilaian harus obyektif yang artinya menilai prestasi peserta didik sebagaimana adanya. Penilaian tidak didasari pada kedekatan atau hal-hal lain yang bersifat subyektif.
4. Hasil penilaian tersebut harus betul-betul diolah dengan teliti sehingga dapat ditafsirkan berdasarkan kriteria yang berlaku.
5. Alat evaluasi yang dibuat hendaknya mengandung unsur diagnosis yang artinya dapat dijadikan bahan untuk mencari kelemahan peserta didik belajar dan guru membelajarkan. Mencari kelemahan peserta didik dalam rangka untuk memperbaiki melalui kegiatan pembelajaran remedial, dan bagi guru bisa menjadi bahan masukan sehingga dapat memilih
strategi yang lebih baik dalam membelajarkan peserta didik.
E. Sistem Evaluasi/Penilaian Hasil Belajar
Untuk mempermudah dalam menentukan posisi peserta didik dalam hubungannya dengan penguasaan materi pelajaran, maka ada dua sistem penilaian hasil belajar yang bisa dipakai oleh guru, yaitu kriteria penilaian acuan normative (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1. Kriteria Penilaian Acuan Normatif (PAN)
Penilaian acuan normatif (PAN) digunakan apabila penilaian hasil belajar peserta didik ditujukan untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelompoknya. Apakah ia termasuk peserta didik yang tergolong pandai, sedang atau kurang setelah hasilnya dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya. Jadi patokan yang digunakan dalam menilai prestasi peserta didik selalu dibandingkan dengan prestasi ke- lompoknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok, tingkat kemampuan mulai dari terendah sampai pada tingkat tertinggi. PAN ini cocok digunakan untuk keperluan seleksi, untuk penempatan peserta didik, dan untuk tes sumatif.
2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan (PAP) didasarkan pada adanya tujuan pembelajaran yang dapat diukur. Apa
yang direncanakan, maka dilaksanakan dalam proses pembelajaran dan diukur untuk menentukan apakah proses pembelajaran sudah mencapai tujuan atau belum.
Dalam hal ini penilaian acuan patokan (PAP) lebih dtujukan kepada penguasaan materi pelajaran, bukan pada kedudukan peserta didik di dalam kelas. PAP berusaha mengukur tingkat pencapaian tujuan pem- belajaran. Peserta didik yang tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan berarti gagal, atau materi pelajaran yang diberikan belum berhasil dikuasainya. Dengan sistem penilaian PAP, guru dapat mengambil keputusan tindakan pelajaran, apakah harus diulang kembali atau diteruskan. Kalo harus mengulang, bagian mana yang harus diulang, kalau sudah berhasil maka harus diteruskan pada pelajaran selanjutnya.
Jadi, PAP merupakan penilaian yang ditujukan untuk mengetahui sudah atau belumnya peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kemampuan apa yang sudah dan kemampuan apa yang belum dikuasai peserta didik setelah mereka me- nyelesaikan materi pelajaran. PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).
BAGIAN 12 VARIASI
PROSES PEMBELAJARAN A. Pengertian Variasi
Apa sesungguhnya pengertian variasi? Menurut kamus ilmiah popular, variasi adalah selingan atau pergantian. Udin S. Winataputra (2004) mengartikan variasi sebagai keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Variasi dapat berwujud perubahan-perubahan atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan atau dibuat untuk memberikan kesan yang unik.
B. Tujuan Variasi dalam Proses Pembelajaran
Menurut Julaiha (dalam Abdul Majid, 2013) tujuan dari mengadakan variasi dalam proses pembelajaran adalah: (1) menghilangkan kebosanan peserta didik dalam belajar, (2) meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (3) mengembangkan keingintahuan
peserta didik terhadap hal-hal terbaru, (4) melayani gaya belajar peserta didik yang beraneka ragam, dan (5) meningkatkan keaktifan/keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Selain pendapat tersebut, Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno (2007) menjelasakan bahwa dalam konteks pembelajaran, variasi diperlukan dengan tujuan:
(1) agar perhatian peserta didik meningkat, (2) memotivasi peserta didik, (3) menjaga wibawa guru, dan (4) mendorong kelengkapan fasilitas pembelajaran.
Adapun penjelasannya berikut ini.
1. Agar perhatian peserta didik meningkat
Variasi guru dalam membelajarkan sangat diperlukan karna dapat meingkatkan perhatian peserta didik dalam belajar. Ada banyak faktor yang ber- pengaruh terhadap perhatian peserta didik pada materi pelajaran, contohnya dalam menjelaskan materi pelajaran pendidik kurang mampu, jumlah peserta didik dalam kelas terlalu banyak, lingkungan sekolah kurang kondusif, dekat dengan sumber keramaian, dll. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran akan tercapai manakala kendala-kendala di atas dapat teratasi, di samping peserta didik mau serta mampu mencerna pelajaran yang diberikan pendidik dengan penuh perhatian. Dengan perhatian penuh tersebut diharapkan peserta didik akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan pendidik.
2. Memotivasi peserta didik
Sesungguhnya motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Peserta didik yang tidak memiliki motivasi belajar, kemungkinan tidak akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Selain peserta didik sendiri harus menjaga motivasinya, pendidik juga hendaklah membantu peserta didik untuk selalu menjaga dan meningkatkan motivasi belajarnya. Dalam konteks itulah variasi yang dilakukan oleh pendidik berkontribusi besar untuk membantu peserta didik agar lebih termotivasi dalam belajar. Secara umum pada setiap peserta didik sesungguhnya memiliki potensi yang sama terhadap motivasi, atau lazim disebut dengan "motivasi intrinsic/motivasi dari dalam". Peranan guru dalam hal ini ada dua. Pertama, mempertebal motivasi intrinsik (motivasi dari dalam diri) peserta didik. Kedua, guru merupakan faktor motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar) dalam rangka agar peserta didik termotivasi untuk belajar. Melalui proses pembelajaran bervariasi itulah berarti pendidik telah mampu menghadirkan motivasi ekstrinsik bagi peserta didik.
3. Menjaga Wibawa Guru
Faktor ketidaksenangan peserta didik terhadap pendidik umumnya terjadi sebagai reaksi terhadap perilaku pendidik saat membelajarakan. Umpamanya, ketika membelajarkan pendidik duduk saja. Cara ini mengundang gunjingan dari peserta didik, upamanya peserta didik menyebut "Pak Ambeyen". Atau guru hanya menggunakan ceramah saja sehingga tidak pernah
melakukan kegiatan tulis-menulis di papan tulis. Cara demikian juga dapat mengundang gunjingan seperti peserta didik menyebut pendidiknya dengan "Tukang Obat". Gunjingan tersebut dengan jelas merendahkan wibawa guru/ pendidik di mata peserta didik. Dengan memperhatikan penjelasan tersebut, maka untuk menghindari berbagai kejadian yang dapat merendahkan wibawa pendidik, salah satunya pendidik harus mampu membelajarkan dengan penuh percaya diri, memiliki kesiapan mental dan intelektual, memiliki kekayaan metode, keleluasan teknik, dan sebagainya. Dengan kata lain, pendidik harus memiliki bentuk dan model pembelajaran yang bervariasi.
4. Mendorong Kelengkapan Fasilitas Pembelajaran Pendidik yang memiliki kemampuan variasi mem-belajarkan, terlebih dahulu ditentukan oleh penguasaannya terhadap seluruh elemen-elemen pembelajaran seperti materi, metode, media, pendekatan dan strategi pembelajaran. Jika hal-hal itu kurang, apalagi tidak dikuasai, maka sangat sulit untuk mendambakan seorang pendidik yang memiliki variasi membelajarkan secara tepat dan yang dapat diterima oleh peserta didik. Aspek lain yang sangat penting bagi kemampuan pendidik memiliki variasi membelajarkan bergantung dari ketersediaan fasilitas yang ada di kelas/sekolah. Sebab, sangat disadari bahwa fasilitas merupakan kelengkapan belajar yang harus ada di sekolah. Fungsi fasilitas antara lain sebagai alat bantu, peraga dan sumber belajar (Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain, 1996). Jika pendidik mampu menghadirkan pembelajaran yang bervariasi maka dengan sendirinya akan memicu sekolah menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung bagi penggunaan pembelajaran yang bervariasi. Atau setidak-tidaknya peserta didik secara kreatif menyediakan berbagai fasilitas yang memungkin- kan ketika pendidik membelajarkan tersedia fasilitas yang memadai.
C. Prinsip-prinsip Penggunaan Variasi dalam Proses Pembelajaran
Ada tiga prinsip penerapan variasi dalam proses pembelajaran, berikut ini:
1. Penggunaan variasi hendaknya dengan tujuan tertentu, yaitu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan materi pembelajaran, dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
Penggunaan variasi sangat dianjurkan namun tidak boleh digunakan secara berlebihan. Misalnya, dari awal masuk kelas, sampai menutup kegiatan pembelajaran, pendidik hanya bergerak berputar- putar mengelilingi kelas tanpa ada tujuan atau arah yang jelas. Di samping itu, memilih metode yang terlalu banyak untuk masing-masing kegiatan pembelajaran juga akan bisa mengganggu proses pembelajaran.
2. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian peserta didik.