Bab 2 Sistem Manajemen Biorisiko
2.14 Kaji Ulang Sistem Manajemen Biorisiko
Manajemen puncak wajib mengkaji sistem manajemen biorisiko institusi guna memastikan kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas sistem yang berkelanjutan.
Kajian ulang manajemen harus dilakukan secara teratur, pada frekuensi yang ditentukan berdasarkan kebutuhan institusi atau setidaknya setiap tahun. Pengkajian meliputi beberapa informasi terkait
1. Hasil audit;
2. Kepatuhan akan SOP dan perintah kerja;
3. Status aktivitas penilaian risiko;
4. Status tindakan pencegahan dan korektif;
5. Tindakan selanjutnya terhadap kajian manajemen sebelumnya;
6. Perubahan yang dapat mempengaruhi sistem manajemen biorisiko;
7. Rekomendasi untuk pengembangan; dan 8. Hasil dari investigasi kecelakaan/kejadian.
Referensi
1. The European Committee for Standardization. 2008. Laboratory Biorisk Management Standard, CWA 15793:2008.
2. Badan Standarisasi Nasional. 2016. Sistem Manajemen Biorisiko Laboratorium, SNI 8340:2016.
3. Badan Standarisasi Nasional. 2017. Implementasi Sistem Manajemen Biorisiko Laboratorium, SNI 8434:2017.
4. Salerro RM and Gaudioso J. 2015. Laboratory Biorisk Management: Biosafety and Biosecurity. Florida, USA: CRC Press.
Bab 3
Penilaian Risiko
Di laboratorium perguruan tinggi, lembaga penelitian serta unit pelaksana teknis (UPT) kementerian dan lembaga, terdapat berbagai aktivitas pendidikan/pelatihan, serta penelitian dan pengujian untuk tujuan diagnostik yang berhubungan dengan sampel hewan dan manusia. Bahan biologis yang digunakan tersebut merupakan organisme atau bagian dari organisme. Beberapa di antaranya adalah mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, prion serta jaringan tubuh manusia atau hewan, kultur sel, DNA dan protein. Di antara materi-materi tersebut ada yang bersifat toksik atau patogen serta memiliki risiko yang cukup tinggi bagi personel, lingkungan dan masyarakat. Personel laboratorium bertanggung jawab untuk menjaga agar bahan biologis berbahaya tidak keluar dari laboratorium, baik tidak disengaja maupun disengaja dengan mengikuti cara kerja yang aman dan selamat (biosafety), menjaga keamanan pekerjaan dan bahan biologis berbahaya (biosecurity), serta mengikuti suatu kode etik dalam tindakannya (bioethic).
Penilaian risiko merupakan tahap awal dalam manajemen biorisiko. Pihak manajemen puncak dan personel laboratorium yang ditunjuk harus melakukan penilaian risiko dahulu sebelum melakukan eksperimen dan pekerjaan laboratorium. Penilaian risiko (risk assessment) merupakan komponen yang sangat penting dalam biosafety. Penilaian risiko sebaiknya dilakukan oleh personel yang paling familiar dengan karakteristik spesifik organisme yang akan digunakan, peralatan dan prosedur penelitian, hewan model yang akan digunakan, serta perlengkapan dan fasilitas laboratorium yang tersedia. Kepala laboratorium dan PI (principal investigator) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa penilaian risiko terhadap suatu pekerjaan laboratorium sudah dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan komite keamanan dan personel biosafety terkait. Hal ini untuk memastikan ketersediaan perlengkapan dan fasilitas yang memadai untuk mendukung kegiatan yang akan dilakukan. Penilaian risiko dilakukan di awal sebelum kegiatan penelitian dan uji dianostik, namun selama pelaksanaan kegiatan harus selalu ditinjau dan direvisi. Penilaian risiko didasarkan pada 3 komponen yakni Risiko, Kemungkinan (Likehood), dan Konsekuensi (Consequence), yaitu:
1. Risiko/Risk (R) adalah kemungkinan suatu kejadian berbahaya terjadi beserta konsekuensi yang diakibatkan.
2. Kemungkinan/Likelihood (L) adalah probabilitas/peluang suatu kejadian itu terjadi.
3. Konsekuensi/Consequence (C) adalah tingkat keparahan suatu kejadian.
Risiko yang timbul bergantung pada kemungkinan dan konsekuensi yang timbul dari suatu kejadian. Risiko dapat dirumuskan dalam persamaan dan grafik sebagai berikut:
R = f (L, C)
Gambar 3 Grafik risiko berdasarkan rumus faktor kemungkinan dan konsekuensi kejadian Keterangan : Garis putus-putus menunjukkan batas-batas golongan risiko dari tingkat sangat rendah
(very low) sampai dengan sangat tinggi (very high).
Berdasarkan rumus dan grafik risiko di atas, nilai suatu risiko dapat diukur berdasarkan besarnya kemungkinan suatu kejadian yang dapat terjadi dan besarnya konsekuensi dari kejadian tersebut. Jika kemungkinan suatu kejadian sangat rendah dan konsekuensi yang ditimbulkan rendah, maka risiko kejadian tersebut tergolong rendah (low). Semakin besar kemungkinan terjadi dan semakin besar konsekuensi yang ditimbulkan akan meningkatkan risiko.
Bab 3
Penilaian Risiko 17
3.1 Manajemen Biorisiko
Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan suatu hal tidak diinginkan (seperti kecelakaan, kehilangan, penyalahgunaan, pencurian, atau penyimpangan) yang menyebabkan bahaya. Penilaian risiko adalah proses untuk identifikasi risiko yang dapat diterima atau tidak serta konsekuensi yang dapat ditimbulkannya. Manajemen biorisiko adalah analisis cara dan pengembangan strategi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko terkait penanganan bahan biologis berbahaya.
Standar manajemen biorisiko laboratorium berdasarkan pendekatan sistem manajemen, meliputi identifikasi, pemahaman dan pengaturan sistem pada proses- proses yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi organisasi. Aplikasi prinsip pendekatan sistem manajemen tersebut termasuk dalam kegiatan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan sistem dengan mengidentifikasi atau mengembangkan proses yang mempengaruhi objek
2. Menata sistem untuk mencapai tujuan dengan cara yang paling efektif 3. Memahami saling ketergantungan proses satu dengan yang lain dalam sistem 4. Secara kontinu meningkatkan sistem melalui penilaian dan evaluasi, serta 5. Membuat batasan-batasan sebelum melakukan kegiatan.
Pendekatan sistem manajemen membantu suatu organisasi untuk dapat secara efektif mengidentifikasi, memonitor, dan mengontrol aspek biosafety dan biosecurity laboratorium dalam melakukan aktivitas di laboratorium. Konsep pendekatan manajemen ini dikenal dengan prinsip PDCA (Plan-Do-Check-Act):
Plan : Perencanaan, meliputi identifikasi bahaya (hazard) dan risiko serta membangun tujuan.
Do : Implementasi, meliputi pelatihan (training) dan masalah operasional.
Check : Pengecekan, meliputi monitoring dan koreksi terhadap tindakan.
Act : Pengkajian, meliputi proses inovasi dan tindakan untuk perubahan yang diperlukan dalam sistem manajemen.
Untuk meningkatkan manajemen biorisiko, organisasi harus fokus pada penyebab kejadian yang tidak diinginkan. Identifikasi sistematik dan koreksi kelemahan sistem akan meningkatkan pencapaian dan kontrol biorisiko. Oleh karena itu, terdapat tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam manajemen biorisiko, yaitu:
1. Assessment (Penilaian) 2. Mitigation (Mitigasi) 3. Performance (Pencapaian)
Kegiatan manajemen biorisiko secara keseluruhan terangkum pada Gambar di bawah ini.
Gambar 4 Alur kegiatan manajemen biorisiko (Diadaptasi dari CWA 15793)
Bab 3
Penilaian Risiko 19
Berdasarkan penilaian biorisiko, laboratorium yang memiliki (Valuable Biological Material, VBM) sebaiknya mengembangkan sistem dan kontrol untuk menjamin bahwa biorisiko dikelola dengan baik untuk mencegah konsekuensi rilisnya VBM dari laboratorium. Pengelolaan risiko ini adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi risiko pajanan bahan biologis berbahaya atau kemungkinan pelepasan tanpa disengaja (biosafety), dan mengurangi risiko akses tanpa izin, kehilangan, penyalahgunaan, pencurian, penyimpangan, atau pelepasan VBM dengan disengaja sampai tingkat yang dapat ditoleransi (biosecurity)
2. Menyediakan jaminan, internal dan eksternal (fasilitas, area lokal, pemerintah, komunitas global) yang dapat diadopsi dan diimplementasi secara efektif
3. Menyediakan suatu kerangka untuk meningkatkan kewaspadaan secara kontinu terhadap biorisiko dan bioetik.
Step 1: Identifikasi risiko
Ketika bekerja di laboratorium, kadang terjadi kecelakaan ataupun kejadian tidak diinginkan yang dapat melukai personel laboratorium. Paling tidak ada tiga hal penyebab luka tersebut yaitu; (1) sesuatu yang dapat melukai, (2) interaksi, dan (3) praktik yang tidak aman. Tahap pertama dalam proses manajemen risiko adalah mengidentifikasi semua hazard yang berkaitan dengan biorisiko.
Hazard adalah bahaya atau sumber bahaya yang berpotensi menyebabkan luka.
Hazard bisa berupa situasi fisik (misalnya; kebakaran atau ledakan), aktivitas (misalnya; memipet) atau material (dalam kasus ini umumnya berupa bahan biologis berbahaya, bahan kimia serta gas penyebab sesak nafas seperti nitrogen). Beberapa bahaya terkait bahan biologis berbahaya, antara lain
1. Infeksi personel dan orang-orang yang berhubungan dengannya;
2. Infeksi komunitas;
3. Infeksi hewan;
4. Kontaminasi lingkungan;
5. Bioterorisme; dan 6. Kontaminasi produk.
Salah satu metode untuk membantu melakukan penilaian risiko, terutama untuk menilai mikroorganisme ditinjau dari tingkat keamanannya adalah dengan melihat daftar kelompok risiko yang telah dikompilasi oleh American Biosafety Association (ABSA). Namun, pengelompokan tersebut belum cukup untuk memutuskan tingkat risiko yang dihadapi oleh personil laboratorium dan lingkungannya. Beberapa faktor lain harus dipertimbangkan dalam menilai risiko agen, antara lain
1. Patogenisitas agen dan dosis infeksinya;
2. Kemungkinan cara pajanan;
3. Rute infeksi alami;
4. Rute infeksi lain yang disebabkan manipulasi laboratorium (parenteral, udara, ingesti);
5. Stabilitas agen di lingkungan;
6. Konsentrasi agen dan volume material yang terkonsentrasi untuk dimanipulasi;
7. Adanya inang yang sesuai (manusia atau hewan);
8. Informasi yang tersedia dari studi hewan dan laporan infeksi yang berasal dari laboratorium maupun laporan klinik;
9. Aktivitas laboratorium yang direncanakan (sonikasi, aerosolisasi, sentrifugasi);
10. Beberapa rekayasa genetik organisme yang kemungkinan memperluas jangkauan inang dari atau mengubah sensitivitas agen patogen terhadap pengobatan tertentu; dan
11. Ketersediaan profilaksis atau terapi.
Prosedur penilaian risiko di atas hanya sesuai jika informasi yang cukup tersedia.
Namun, terkadang ada situasi di mana informasi tidak cukup untuk menentukan penilaian risiko, contohnya dengan spesimen klinik atau koleksi sampel epidemiologi dari lapangan. Dalam kasus seperti itu, sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menangani spesimen.
1. Tindakan pencegahan standar sebaiknya harus diikuti dan perlindungan diri dilakukan (sarung tangan, baju laboratorium, dan perlindungan mata) setiap menerima sampel dari pasien.
2. Containment dasar - Biosafety level 2 (BSL-2), baik dalam praktik maupun prosedur dalam menangani spesimen.
3. Transpor spesimen sebaiknya mematuhi peraturan nasional dan internasional.
Bab 3
Penilaian Risiko 21
Beberapa informasi yang mungkin bisa membantu menentukan risiko untuk menangani spesimen tersebut, antara lain
1. Data medik pasien;
2. Data epidemiologi (morbiditas dan mortalitas data, kemungkinan rute transmisi, serta data investigasi kejadian luar biasa); dan
3. Informasi asal geografis spesimen.
Penilaian risiko untuk organisme hasil rekayasa genetik (Genetically Modified Organism, GMO) sebaiknya mempertimbangkan karakteristik organisme donor dan penerima/inangnya. Insert biasanya berupa gen. Karakteristik beberapa bahaya yang timbul secara langsung dari sisipan gen (gen insert) dari organisme donor adalah sebagai berikut:
1. Toksin
Sisipan gen pengkode toksin merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam penilaian risiko karena dapat menghasilkan toksin yang berbahaya. Dalam hal ini penilaian risiko terhadap toksin yang akan dihasilkan oleh gen pengkode harus dilakukan dengan cermat.
2. Sitokin
Sisipan gen pengkode sitokin yang memproduksi sitokin perlu penilaian risiko karena gen ini dapat memproduksi sitokin yang berlebihan. Di dalam tubuh, sitokin yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan organ dan kematian.
3. Hormon
Sisipan gen pengkode hormon akan menyebabkan produksi hormon yang jika berlebihan akan mengganggu sistem tubuh.
4. Regulator ekspresi gen
Sisipan gen pengkode regulator ekspresi gen perlu penilaian risiko karena apabila itu merupakan gen patogen maka akan meningkatkan tingkat virulesi atau patogenisitasnya (Gain of function research).
5. Faktor virulensi atau enhancer
Sisipan gen pengkode ekspresi gen faktor virulensi atau enhancer perlu penilaian risiko dengan hati-hati karena apabila itu merupakan gen patogen maka akan meningkatkan tingkat virulesi atau patogenisitasnya (Gain of function research).
6. Sekuens gen onkogenik
Sisipan gen pengkode protein yang menyebabkan kanker harus dilakukan penilaian risiko karena protein yang dihasilkannya akan berbahaya di dalam tubuh ataupun di laboratorium.
7. Resistensi antibiotik
Meskipun penyisipan gen resistensi antibiotik banyak dilakukan dalam rekayasa genetika, prosedur ini tetap memerlukan penilaian risiko dengan hati-hati agar tidak terlepas dan berkembang ke lingkungan di luar laboratorium.
Beberapa modifikasi tidak termasuk gen yang produknya berbahaya, namun efek yang tidak diinginkan (adverse effect) mungkin muncul sebagai hasil perubahan jalur non-patogenik atau patogenik. Modifikasi gen normal mungkin dapat mengubah sifat patogenisitasnya. Dalam upaya untuk mengidentifikasi potensi bahaya, beberapa poin berikut perlu dipertimbangkan
a. Apakah ada peningkatan infektivitas atau patogenisitas?
b. Apakah beberapa mutasi dapat terjadi dalam inang yang disebabkan oleh masuknya gen asing?
c. Apakah gen asing tersebut mengkode penentu sifat patogen dari organisme lain?
d. Jika DNA asing tersebut mengandung penentu sifat patogen, apakah dapat diduga bahwa gen tersebut berperan dalam patogenisitas GMO?
e. Apakah terdapat cara penanganan yang tersedia?
f. Apakah kepekaan GMO terhadap antibiotik atau bentuk terapi lain akan mempengaruhi akibat rekayasa genetika?
g. Apakah eradikasi GMO dapat dicapai?
Step 2: Evaluasi aktivitas laboratorium yang dapat memodifikasi risiko
Penilaian risiko biologis menjadi langkah awal praktik biosafety. Aktivitas laboratorium juga perlu menyesuaikan hasil penilaian risiko dengan diikuti monitoring dan evaluasi pelaksanaan aktivitas tersebut. Dari hasil evaluasi, beberapa aktivitas perlu dilakukan modifikasi untuk lebih meminimalisasi risiko. Beberapa elemen yang dapat memodifikasi risiko adalah
Bab 3
Penilaian Risiko 23
1. Konsentrasi bahan biologis;
2. Volume;
3. SOP (standard operational procedure);
4. Lingkungan;
5. Kualitas bahan; dan
6. Kompleksitas dari prosedur.
Step 3: Menentukan tingkat biosafety dan mitigasi
Fasilitas laboratorium sebaiknya diperbaiki dan didesain berdasarkan penilaian risiko dan evaluasi aktivitas laboratorium. Terdapat empat tingkat komponen fasilitas laboratorium yaitu tingkat dasar – Biosafety Level 1 (BSL-1), tingkat menengah – Biosafety Level 2 (BSL-2), containment - Biosafety Level 3 (BSL-3), dan containment maksimum – Biosafety Level 4 (BSL-4). Desain tingkat biosafety tersebut disesuaikan dengan konstruksi laboratorium, fasilitas containment, peralatan, dan SOP yang diperlukan untuk bekerja dengan bahan biologis dengan memperhatikan kelompok risiko mikrobiologi. Persyaratan tingkat biosafety laboratorium dapat dilihat pada Bab 11.
Step 4: Penilaian Personel
Suatu organisasi sebaiknya memastikan para personelnya bertanggung jawab dan melaksanakan tugasnya dengan meminimalkan efek biorisiko selama bekerja. Butir- butir yang dinilai pada tahapan ini adalah:
1. Personel, lihat pada pada Bab 5 dan Bab 15 2. APD, lihat pada Bab 7
3. Kesehatan Personel, lihat pada Bab 8
Step 5: Peninjauan (review) terhadap penilaian risiko
Peninjauan secara rutin dan berulang dilakukan oleh BSO, petugas K3, dan Komisi Biorisiko (jika ada).
Step 6: Mitigasi
Setelah melakukan peninjauan terhadap penilaian risiko maka beberapa pengendalian atau langkah mitigasi dilakukan untuk meminimalkan risiko, antara lain:
1. Eliminasi: menghentikan suatu aktivitas yang tidak dapat ditangani risikonya 2. Substitusi: mengganti prosedur atau fasilitas untuk mengurangi risiko suatu
kegiatan
3. Pengendalian teknik: laboratorium (BSL-1, BSL-2, BSL3, BSL4), Peralatan Biosafety (Sentrifus, otoklaf, Biological Safety Cabinet, dan lain-lain)
4. Pengendalian administrasi: Prosedur Operasional Baku, vaksinasi, signage laboratorium, training dan kompetensi personel, dan lain-lain
5. Alat pelindung diri (APD): Pengunaan APD (masker, respirator, sarung tangan, baju laboratoorium, coverall, sepatu laboratorium, goggles, faceshield, dan lain- lain) yang sesuai dan didasarkan pada penilaian risiko terhadap agen yang sedang dikerjakan.
3.2 Pencapaian (Performance)
Pencapaian adalah implementasi dari keseluruhan sistem manajemen biorisiko yang mencakup evaluasi dan terus-menerus meyakinkan bahwa sistem bekerja telah sesuai dengan yang diharapkan. Aspek lain dari performance adalah dengan terus-menerus melakukan perbaikan pada sistem.
3.3 Audit dan Inspeksi
Audit dan inspeksi adalah metode untuk mengukur pencapaian. Audit bersifat jarang dilakukan, lebih formal, ruang lingkup lebih luas, serta berbasis sistem dan program.
Adapun inspeksi lebih sering, periodik dan berulang, fokus/spesifik, dan berbasis pada peralatan atau area.
Bab 4
Penyimpanan dan Informasi Bahan Biologis Berharga
(Valuable Biological Materials, VBM)
Biosafety dan biosecurity di laboratorium yang bekerja dengan bahan biologis bukan hanya sekedar mengamankan bahan biologis berbahaya supaya tidak keluar dari fasilitas secara tidak sengaja atau disalahgunakan dengan sengaja. VBM juga harus dilindungi dengan mempertimbangkan nilai sejarah, medis, epidemiologi, komersial dan ilmiahnya. Institusi harus mempertimbangkan bahwa semua personel laboratorium hanya menjalankan tugasnya sebagai pengelola sementara dari VBM tersebut, yang nilainya di masa lalu dan sekarang dapat dipahami secara ilmiah, tetapi kegunaan di masa depan hanya dapat diperkirakan.
Penyimpanan dan informasi VBM merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan data, serta meninjau VBM yang disimpan, diterima, dan ditransfer dari suatu fasilitas. Tipe sistem yang digunakan tergantung pada VBM yang disimpan, dapat berupa daftar inventaris sederhana hingga penyimpanan berbasis data elektronik.
4.1 Penyimpanan
Sistem penyimpanan VBM yang akurat dan terkini harus ditetapkan dan dikelola oleh institusi secara rutin. Proses penyimpanan VBM harus berdasarkan pada hasil penilaian risiko, termasuk di dalamnya adalah:
1. Mengidentifikasi semua jenis bahan biologis yang dimiliki
2. Memastikan bahwa tempat penyimpanan VBM ada di area laboratorium yang memiliki akses terbatas
3. Melakukan pemisahan terhadap masing-masing jenis VBM supaya tidak terjadi kontaminasi silang
4. Mengembangkan dan memelihara sistem identifikasi yang dapat diandalkan 5. Memastikan personel yang diberi akses terhadap VBM sudah melalui evaluasi
administrasi termasuk pengecekan latar belakang personel dan kompetensinya terkait dengan biosafety dan biosecurity
6. Memiliki sistem dekontaminasi dan tanggap darurat untuk area penyimpanan VBM.
4.2 Informasi dan Rekam Data
Informasi dan data terkait dengan penyimpanan VBM harus lengkap, selalu diperbaharui, serta disimpan pada lokasi yang aman dan hanya orang yang diberi akses khusus yang dapat melihat berkas ini. Beberapa informasi yang umumnya harus dicantumkan pada dokumen inventaris VBM adalah sebagai berikut:
1. Nama dan nomor kontak personel yang bertanggung jawab atas data inventaris VBM
2. Daftar personel yang diberi akses untuk mengambil VBM 3. Asal bahan VBM lokasi dan tanggal koleksi
4. Jumlah bahan yang disimpan (vial, tabung, botol dan lain-lain) 5. Rekap pengambilan atau penambahan VBM
6. Rekap penggunaan VBM diambil dari inventaris, termasuk yang diambil untuk pemusnahan (dekontaminasi).
4.3 Pemindahan (Transfer) VBM
Semua transfer VBM dari satu tempat ke tempat lainnya dalam satu atau antar institusi, kota/kabupaten, provinsi, pulau, negara harus tercatat dan terkendali berdasarkan risikonya. Institusi harus memastikan bahwa laboratorium/fasilitas/individu penerima memiliki kredibilitas yang terjamin dibuktikan dengan dokumentasi yang sah.
VBM hanya dapat dibawa ke fasilitas atau dikirim ke tempat lain jika diizinkan oleh manajemen puncak atau penanggung jawab fasilitas, atau BSO. Khusus materi yang dianggap berisiko tinggi, diperlukan pengendalian yang lebih ketat, termasuk pelacakan pengiriman dan verifikasi tanda terima.
Bab 4
Penyimpanan dan Informasi Bahan Biologis Berharga 27
4.4 Pengawasan dan Pengendalian VBM
Penyimpanan VBM sebaiknya ditinjau secara rutin pada interval yang sudah ditentukan berdasarkan penilaian risiko serta pada tingkat dan frekuensi di mana bahan dapat dipertanggungjawabkan dengan cara yang tepat. Mekanisme sistem penyimpanan dan kontrol terkait dengan VBM harus didasarkan pada jenis bahan, tingkat bahaya serta risiko kecelakaan dan kemungkinan pencurian/penyalahgunaan dari bahan.
Penyimpanan VBM harus dipantau sehingga bahan yang hilang, tidak terhitung atau bahan yang sudah tidak lagi dibutuhkan dapat diidentifikasi serta dikurangi dalam jumlah seminimal mungkin. Tinjauan terhadap penyimpanan VBM harus dilakukan setidaknya setiap tahun. Institusi diharapkan juga memiliki mekanisme investigasi untuk VBM yang hilang.
Referensi:
1. The European Committee for Standardization. 2008. Laboratory Biorisk Management Standard, CWA 15793:2008.
2. The World Health Organization. 2006. Laboratory Biosecurity Guidance.
3. The World Health Organization. 2004. Laboratory Biosafety Manual 3rd Edition.
4. The World Health Organization. 2019. Laboratory Biosafety Manual 4th Edition 5. Badan Standarisasi Nasional. 2016. Sistem Manajemen Biorisiko Laboratorium,
SNI 8340:2016.
6. Badan Standarisasi Nasional. 2017. Implementasi Sistem Manajemen Biorisiko Laboratorium, SNI 8434:2017.
Bab 5 Personel
5.1 Persyaratan
Suatu institusi harus menetapkan persyaratan standar yang harus dimiliki oleh personel. Proses rekrutmen diharapkan dapat memastikan bahwa kualifikasi, pengalaman dan bakat yang berkaitan dengan manajemen biorisiko menjadi bagian dari proses rekrutmen. Institusi sebaiknya merekrut personel yang memiliki keahlian secara teknik, memiliki kesadaran akan biorisiko serta dapat diandalkan untuk berkontribusi pada misi organisasi dalam mengurangi risiko melalui praktik kerja yang selamat dan aman. Faktor-faktor yang dipertimbangkan selama perekrutan adalah:
1. Kompetensi teknis dan pengalaman yang relevan
2. Kondisi kesehatan yang memberikan potensi risiko pada personel di laboratorium 3. Keandalan
4. Integritas dan
5. Kesediaan untuk mematuhi SOP laboratorium dan prosedur lainnya.
Suatu institusi sebaiknya memastikan bahwa
1. Semua personel sebaiknya tunduk pada proses seleksi formal, termasuk pemeriksaan latar belakang yang relevan berdasarkan risiko (misalnya referensi kerja, pemeriksaan keamanan);
2. Pemeriksaan yang sesuai dilaksanakan jika personel yang ada dipindahkan ke area yang mungkin terdapat profil risiko yang berbeda;
3. Penilaian dibuat sesuai kebutuhan termasuk kontrol bagi personel non-inti (misalnya kontraktor, pengunjung, siswa dan lain-lain), dan langkah-langkah pelaksaan untuk memastikan penerapan yang diperlukan; dan
4. Prosedur yang mencakup pemahaman biorisiko dan pelaksanaannya harus dikembangkan untuk perekrutan dan manajemen personalia.
Hukum setempat sebaiknya dipertimbangkan juga untuk menghindari praktik- praktik rekrutmen yang diskriminatif.
5.2 Pelatihan
Program pelatihan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada personel untuk dapat mengurangi risiko. Program pelatihan sebaiknya membekali personel dengan pengetahuan dan sarana untuk mengidentifikasi bahaya, mengelola risiko, dan melaksanakan pengukuran keberhasilan program pelatihan yang dapat dilaporkan dan digunakan oleh manajemen.
Perancangan program pelatihan organisasi mempertimbangkan hal sebagai berikut:
1. Definisi tugas personel dan pelatihan yang dibutuhkan berkaitan dengan biorisiko (misalnya analisis kinerja personel masa lalu)
2. Kebijakan dan tujuan biorisiko
3. Kompetensi di bidang biorisiko yang diperlukan pada berbagai tingkat yang berbeda dalam organisasi
4. Pelatihan biorisiko yang diperlukan 5. Frekuensi pelatihan
6. Program pengetahuan untuk kontraktor, personel sementara, dan pengunjung 7. Penentuan efektivitas pelatihan biorisiko
8. Pilihan metode yang tepat untuk melakukan pelatihan (misalnya berbasis website, dipandu oleh instruktur, pelatihan praktik)
9. Pembatasan kinerja personel untuk memastikan personel tidak melakukan tugas- tugas yang belum dilatih, dan
10. Dokumentasi dan pemeliharaan catatan yang memadai terkait pelatihan yang meliputi kehadiran dan materi pelatihan.
Gambar 5 Proses pelatihan
Bab 5
Personel 31
5.3 Kompetensi
Institusi harus dapat memastikan adanya pengawasan terhadap personel dalam melakukan kegiatan sampai kompetensi telah dibuktikan. Sistem pemantauan harus ada untuk memastikan personel kompeten untuk melaksanakan tugasnya dengan selamat dan aman. Pemantauan ini dilakukan untuk
1. Semua personel baru;
2. Personel yang belum berpengalaman;
3. Personel tamu; dan
4. Personel yang belum menunjukkan kompetensi penuh dalam lingkungan kerja yang baru.
Semua personel sebaiknya dinilai kembali secara berkala untuk kompetensi pada jadwal yang telah ditentukan oleh institusi. Dalam prosedur penilaian kompetensi sebaiknya berisi
1. Definisi kompetensi kebutuhan;
2. Menunjukkan keberhasilan dalam menyelesaikan pelatihan yang dibutuhkan;
3. Menunjukkan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas di bawah pengawasan maupun tanpa pengawasan;
4. Terdapat pembatasan personel yang belum menunjukkan kompetensi untuk memastikan mereka tidak melakukan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan kompetensinya; dan
5. Pemeliharaan catatan pelatihan yang memadai.
5.4 Suksesi
Suatu suksesi harus disiapkan sistemnya sehingga dapat memastikan keberlangsungan program jangka panjang. Peran setiap personel sebaiknya diidentifikasi (teknis, manajemen, ilmiah) dan dipastikan bahwa personel yang memegang pengetahuan penting mengenai keselamatan dan keamanan bekerja di laboratorium sudah dipersiapkan back up dan proses suksesinya. Program perencanaan suksesi diintegrasikan menjadi strategi berkelanjutan dari suatu institusi sehingga operasional laboratorium masih dapat terus berlangsung apabila tiba-tiba personel meninggalkan institusi.