• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Biorisiko

Bab 3 Penilaian Risiko

3.1 Manajemen Biorisiko

Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan suatu hal tidak diinginkan (seperti kecelakaan, kehilangan, penyalahgunaan, pencurian, atau penyimpangan) yang menyebabkan bahaya. Penilaian risiko adalah proses untuk identifikasi risiko yang dapat diterima atau tidak serta konsekuensi yang dapat ditimbulkannya. Manajemen biorisiko adalah analisis cara dan pengembangan strategi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko terkait penanganan bahan biologis berbahaya.

Standar manajemen biorisiko laboratorium berdasarkan pendekatan sistem manajemen, meliputi identifikasi, pemahaman dan pengaturan sistem pada proses- proses yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi organisasi. Aplikasi prinsip pendekatan sistem manajemen tersebut termasuk dalam kegiatan sebagai berikut:

1. Mendefinisikan sistem dengan mengidentifikasi atau mengembangkan proses yang mempengaruhi objek

2. Menata sistem untuk mencapai tujuan dengan cara yang paling efektif 3. Memahami saling ketergantungan proses satu dengan yang lain dalam sistem 4. Secara kontinu meningkatkan sistem melalui penilaian dan evaluasi, serta 5. Membuat batasan-batasan sebelum melakukan kegiatan.

Pendekatan sistem manajemen membantu suatu organisasi untuk dapat secara efektif mengidentifikasi, memonitor, dan mengontrol aspek biosafety dan biosecurity laboratorium dalam melakukan aktivitas di laboratorium. Konsep pendekatan manajemen ini dikenal dengan prinsip PDCA (Plan-Do-Check-Act):

Plan : Perencanaan, meliputi identifikasi bahaya (hazard) dan risiko serta membangun tujuan.

Do : Implementasi, meliputi pelatihan (training) dan masalah operasional.

Check : Pengecekan, meliputi monitoring dan koreksi terhadap tindakan.

Act : Pengkajian, meliputi proses inovasi dan tindakan untuk perubahan yang diperlukan dalam sistem manajemen.

Untuk meningkatkan manajemen biorisiko, organisasi harus fokus pada penyebab kejadian yang tidak diinginkan. Identifikasi sistematik dan koreksi kelemahan sistem akan meningkatkan pencapaian dan kontrol biorisiko. Oleh karena itu, terdapat tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam manajemen biorisiko, yaitu:

1. Assessment (Penilaian) 2. Mitigation (Mitigasi) 3. Performance (Pencapaian)

Kegiatan manajemen biorisiko secara keseluruhan terangkum pada Gambar di bawah ini.

Gambar 4 Alur kegiatan manajemen biorisiko (Diadaptasi dari CWA 15793)

Bab 3

Penilaian Risiko 19

Berdasarkan penilaian biorisiko, laboratorium yang memiliki (Valuable Biological Material, VBM) sebaiknya mengembangkan sistem dan kontrol untuk menjamin bahwa biorisiko dikelola dengan baik untuk mencegah konsekuensi rilisnya VBM dari laboratorium. Pengelolaan risiko ini adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi risiko pajanan bahan biologis berbahaya atau kemungkinan pelepasan tanpa disengaja (biosafety), dan mengurangi risiko akses tanpa izin, kehilangan, penyalahgunaan, pencurian, penyimpangan, atau pelepasan VBM dengan disengaja sampai tingkat yang dapat ditoleransi (biosecurity)

2. Menyediakan jaminan, internal dan eksternal (fasilitas, area lokal, pemerintah, komunitas global) yang dapat diadopsi dan diimplementasi secara efektif

3. Menyediakan suatu kerangka untuk meningkatkan kewaspadaan secara kontinu terhadap biorisiko dan bioetik.

Step 1: Identifikasi risiko

Ketika bekerja di laboratorium, kadang terjadi kecelakaan ataupun kejadian tidak diinginkan yang dapat melukai personel laboratorium. Paling tidak ada tiga hal penyebab luka tersebut yaitu; (1) sesuatu yang dapat melukai, (2) interaksi, dan (3) praktik yang tidak aman. Tahap pertama dalam proses manajemen risiko adalah mengidentifikasi semua hazard yang berkaitan dengan biorisiko.

Hazard adalah bahaya atau sumber bahaya yang berpotensi menyebabkan luka.

Hazard bisa berupa situasi fisik (misalnya; kebakaran atau ledakan), aktivitas (misalnya; memipet) atau material (dalam kasus ini umumnya berupa bahan biologis berbahaya, bahan kimia serta gas penyebab sesak nafas seperti nitrogen). Beberapa bahaya terkait bahan biologis berbahaya, antara lain

1. Infeksi personel dan orang-orang yang berhubungan dengannya;

2. Infeksi komunitas;

3. Infeksi hewan;

4. Kontaminasi lingkungan;

5. Bioterorisme; dan 6. Kontaminasi produk.

Salah satu metode untuk membantu melakukan penilaian risiko, terutama untuk menilai mikroorganisme ditinjau dari tingkat keamanannya adalah dengan melihat daftar kelompok risiko yang telah dikompilasi oleh American Biosafety Association (ABSA). Namun, pengelompokan tersebut belum cukup untuk memutuskan tingkat risiko yang dihadapi oleh personil laboratorium dan lingkungannya. Beberapa faktor lain harus dipertimbangkan dalam menilai risiko agen, antara lain

1. Patogenisitas agen dan dosis infeksinya;

2. Kemungkinan cara pajanan;

3. Rute infeksi alami;

4. Rute infeksi lain yang disebabkan manipulasi laboratorium (parenteral, udara, ingesti);

5. Stabilitas agen di lingkungan;

6. Konsentrasi agen dan volume material yang terkonsentrasi untuk dimanipulasi;

7. Adanya inang yang sesuai (manusia atau hewan);

8. Informasi yang tersedia dari studi hewan dan laporan infeksi yang berasal dari laboratorium maupun laporan klinik;

9. Aktivitas laboratorium yang direncanakan (sonikasi, aerosolisasi, sentrifugasi);

10. Beberapa rekayasa genetik organisme yang kemungkinan memperluas jangkauan inang dari atau mengubah sensitivitas agen patogen terhadap pengobatan tertentu; dan

11. Ketersediaan profilaksis atau terapi.

Prosedur penilaian risiko di atas hanya sesuai jika informasi yang cukup tersedia.

Namun, terkadang ada situasi di mana informasi tidak cukup untuk menentukan penilaian risiko, contohnya dengan spesimen klinik atau koleksi sampel epidemiologi dari lapangan. Dalam kasus seperti itu, sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menangani spesimen.

1. Tindakan pencegahan standar sebaiknya harus diikuti dan perlindungan diri dilakukan (sarung tangan, baju laboratorium, dan perlindungan mata) setiap menerima sampel dari pasien.

2. Containment dasar - Biosafety level 2 (BSL-2), baik dalam praktik maupun prosedur dalam menangani spesimen.

3. Transpor spesimen sebaiknya mematuhi peraturan nasional dan internasional.

Bab 3

Penilaian Risiko 21

Beberapa informasi yang mungkin bisa membantu menentukan risiko untuk menangani spesimen tersebut, antara lain

1. Data medik pasien;

2. Data epidemiologi (morbiditas dan mortalitas data, kemungkinan rute transmisi, serta data investigasi kejadian luar biasa); dan

3. Informasi asal geografis spesimen.

Penilaian risiko untuk organisme hasil rekayasa genetik (Genetically Modified Organism, GMO) sebaiknya mempertimbangkan karakteristik organisme donor dan penerima/inangnya. Insert biasanya berupa gen. Karakteristik beberapa bahaya yang timbul secara langsung dari sisipan gen (gen insert) dari organisme donor adalah sebagai berikut:

1. Toksin

Sisipan gen pengkode toksin merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam penilaian risiko karena dapat menghasilkan toksin yang berbahaya. Dalam hal ini penilaian risiko terhadap toksin yang akan dihasilkan oleh gen pengkode harus dilakukan dengan cermat.

2. Sitokin

Sisipan gen pengkode sitokin yang memproduksi sitokin perlu penilaian risiko karena gen ini dapat memproduksi sitokin yang berlebihan. Di dalam tubuh, sitokin yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan organ dan kematian.

3. Hormon

Sisipan gen pengkode hormon akan menyebabkan produksi hormon yang jika berlebihan akan mengganggu sistem tubuh.

4. Regulator ekspresi gen

Sisipan gen pengkode regulator ekspresi gen perlu penilaian risiko karena apabila itu merupakan gen patogen maka akan meningkatkan tingkat virulesi atau patogenisitasnya (Gain of function research).

5. Faktor virulensi atau enhancer

Sisipan gen pengkode ekspresi gen faktor virulensi atau enhancer perlu penilaian risiko dengan hati-hati karena apabila itu merupakan gen patogen maka akan meningkatkan tingkat virulesi atau patogenisitasnya (Gain of function research).

6. Sekuens gen onkogenik

Sisipan gen pengkode protein yang menyebabkan kanker harus dilakukan penilaian risiko karena protein yang dihasilkannya akan berbahaya di dalam tubuh ataupun di laboratorium.

7. Resistensi antibiotik

Meskipun penyisipan gen resistensi antibiotik banyak dilakukan dalam rekayasa genetika, prosedur ini tetap memerlukan penilaian risiko dengan hati-hati agar tidak terlepas dan berkembang ke lingkungan di luar laboratorium.

Beberapa modifikasi tidak termasuk gen yang produknya berbahaya, namun efek yang tidak diinginkan (adverse effect) mungkin muncul sebagai hasil perubahan jalur non-patogenik atau patogenik. Modifikasi gen normal mungkin dapat mengubah sifat patogenisitasnya. Dalam upaya untuk mengidentifikasi potensi bahaya, beberapa poin berikut perlu dipertimbangkan

a. Apakah ada peningkatan infektivitas atau patogenisitas?

b. Apakah beberapa mutasi dapat terjadi dalam inang yang disebabkan oleh masuknya gen asing?

c. Apakah gen asing tersebut mengkode penentu sifat patogen dari organisme lain?

d. Jika DNA asing tersebut mengandung penentu sifat patogen, apakah dapat diduga bahwa gen tersebut berperan dalam patogenisitas GMO?

e. Apakah terdapat cara penanganan yang tersedia?

f. Apakah kepekaan GMO terhadap antibiotik atau bentuk terapi lain akan mempengaruhi akibat rekayasa genetika?

g. Apakah eradikasi GMO dapat dicapai?

Step 2: Evaluasi aktivitas laboratorium yang dapat memodifikasi risiko

Penilaian risiko biologis menjadi langkah awal praktik biosafety. Aktivitas laboratorium juga perlu menyesuaikan hasil penilaian risiko dengan diikuti monitoring dan evaluasi pelaksanaan aktivitas tersebut. Dari hasil evaluasi, beberapa aktivitas perlu dilakukan modifikasi untuk lebih meminimalisasi risiko. Beberapa elemen yang dapat memodifikasi risiko adalah

Bab 3

Penilaian Risiko 23

1. Konsentrasi bahan biologis;

2. Volume;

3. SOP (standard operational procedure);

4. Lingkungan;

5. Kualitas bahan; dan

6. Kompleksitas dari prosedur.

Step 3: Menentukan tingkat biosafety dan mitigasi

Fasilitas laboratorium sebaiknya diperbaiki dan didesain berdasarkan penilaian risiko dan evaluasi aktivitas laboratorium. Terdapat empat tingkat komponen fasilitas laboratorium yaitu tingkat dasar – Biosafety Level 1 (BSL-1), tingkat menengah – Biosafety Level 2 (BSL-2), containment - Biosafety Level 3 (BSL-3), dan containment maksimum – Biosafety Level 4 (BSL-4). Desain tingkat biosafety tersebut disesuaikan dengan konstruksi laboratorium, fasilitas containment, peralatan, dan SOP yang diperlukan untuk bekerja dengan bahan biologis dengan memperhatikan kelompok risiko mikrobiologi. Persyaratan tingkat biosafety laboratorium dapat dilihat pada Bab 11.

Step 4: Penilaian Personel

Suatu organisasi sebaiknya memastikan para personelnya bertanggung jawab dan melaksanakan tugasnya dengan meminimalkan efek biorisiko selama bekerja. Butir- butir yang dinilai pada tahapan ini adalah:

1. Personel, lihat pada pada Bab 5 dan Bab 15 2. APD, lihat pada Bab 7

3. Kesehatan Personel, lihat pada Bab 8

Step 5: Peninjauan (review) terhadap penilaian risiko

Peninjauan secara rutin dan berulang dilakukan oleh BSO, petugas K3, dan Komisi Biorisiko (jika ada).

Step 6: Mitigasi

Setelah melakukan peninjauan terhadap penilaian risiko maka beberapa pengendalian atau langkah mitigasi dilakukan untuk meminimalkan risiko, antara lain:

1. Eliminasi: menghentikan suatu aktivitas yang tidak dapat ditangani risikonya 2. Substitusi: mengganti prosedur atau fasilitas untuk mengurangi risiko suatu

kegiatan

3. Pengendalian teknik: laboratorium (BSL-1, BSL-2, BSL3, BSL4), Peralatan Biosafety (Sentrifus, otoklaf, Biological Safety Cabinet, dan lain-lain)

4. Pengendalian administrasi: Prosedur Operasional Baku, vaksinasi, signage laboratorium, training dan kompetensi personel, dan lain-lain

5. Alat pelindung diri (APD): Pengunaan APD (masker, respirator, sarung tangan, baju laboratoorium, coverall, sepatu laboratorium, goggles, faceshield, dan lain- lain) yang sesuai dan didasarkan pada penilaian risiko terhadap agen yang sedang dikerjakan.

Dokumen terkait