BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Pustaka
Penulis sudah melakukan kajian pustaka baik dari perpustakaan umum hingga perpustakaan pribadi milik budayawan melayu yang terkait dengan pelaksanaan tradisi tepung tawar dan pengaruhnya terhadap nilai – nilai pandangan hidup masyarakat Melayu Langkat.
Buku rujukan pertama yang penulis gunakan adalah buku karya Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah berjudul Adat Budaya Melayu Jati Diri Dan Kepribadian memberikan penjelasan serta gambaran terkait tradisi tepung tawar dan jati diri serta kepribadian melayu.29 Selain itu buku yang juga memberikan
27Veryan Kristanto, Chinese Culture Center Di Yogyakarta, (Skripsi,Fakultas Teknik,Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2011), h.24
28Van Peursen, Strategi Kebudayan, (Yogyakarta: Konisius,1998), h.9
29Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri dan Kepribadian, (Medan : Forkala,2005), h.46- 49
19
informasi dan penjelasan terkait dengan alat dan bahan yang digunakan dalam tepung tawar juga dijelaskan dalam buku yang juga karya dari Tuanku Luckman Sinar yaitu Adat Perkawinan dan Tata Rias Pengantin Melayu.30
Buku lainnya adalah karya Zainal, AKA yang berjudul Adat Budaya Resam Melayu Langkat yang menjelaskan alat dan bahan yang digunakan dalam tepung tawar serta bagaimana pelaksanaan tepung tawar dalam acara adat budaya melayu.31 Masih karya dari penulis yang sama yaitu buku berjudul Langkat Dalam Perjalanan Sejarah yang tidak kalah penting memberikan pengetahuan kepada penulis terkait sejarah masyarakat melayu Tanjung Pura serta kondisinya dari masa kemasa.32
Buku yang juga menjadi rujukan penulis adalah karya dari O.K. Moehad Syah yang berjudul Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur, yang memberikan penjelasan terkait dengan dalam acara apa saja dan bagaimana cara pelaksanaan tepung tawar dalam acara adat masyarakat Melayu pada masa kejayaan Kesultanan Melayu di Sumatera Timur atau sekarang dikenal dengan Sumatera Utara.33
Buku rujukan terkait penjelasan mengenai sejarah Langkat dari masa pra sejarah hingga menjadi tanah Melayu dibawah
30Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah,Adat Perkawinan dan Tata Rias Pengantin Melayu,(Medan : Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu,2001) h.3-4
31Zainal Arifin AKA,Adat Budaya Resam Melayu Langkat, (Medan : Mitra,2009) h.141-146
32Zainal Arifin AKA,Langkat Dalam Perjalanan Sejarah,(Medan : Mitra Medan,2016) h.5
33O.K. Moehad Sjah, Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur, (Medan : USU Press, 2012) h.41
Kesultanan Melayu yang berciri khas Islam yang hingga saat ini masyarakatnya mayoritas beragama Islam, yang berjudul Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban yang disusun oleh Sulaiman Zuhdi.34
C. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian kali ini penulis akan melakukan observasi sumber lapangan langsung ke kota Tanjung Pura, Langkat Sumatera Utara untuk mencari sumber yang dapat dijadikan bahan penulisan skripsi mengenai tradisi Tepung Tawar masyarakat Melayu Langkat baik itu sumber tertulis seperti buku, jurnal dan sumber lisan melalui wawancara tokoh adat dan beberapa budayawan serta orang – orang yang terjun langsung sebagai pelaksana adat.
Penulis akan mencari data terkait bagaimana sejarah dari Tepung Tawar sebagai tradisi masyarakat melayu Langkat khususnya di Tanjung Pura, serta bagaimana pelaksanaannya disetiap acara adat melayu Tanjung Pura. Penulis juga akan melakukan penelitian terkait dengan pengaruh tepung tawar terhadap nilai nilai pandangan hidup masyarakat melayu dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan menganalisis langsung bagaimana kehidupan masyarakat melayu khususnya di Tanjung Pura. Berikut peta konsep terkait dengan tema dan alur yang akan penulis lakukan dalam penelitian ini :
34Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, (Langkat : Kantor Perpustakaan ARSIP dan Dokumentasi Kabupaten Langkat, 2014) h.20
21
Corak dan Bentuk
Tradisi Tepung Tawar Melayu Langkat
Sejarah dan Makna Tepung Tawar
Wawancara Tokoh Adat / Pelaksana Adat
Proses Pelaksanaan Tepung Tawar Melayu Langkat
Pengaruh Tepung Tawar Terhadap Nilai – nilai Pandangan Hidup Melayu
Langkat
23 BAB III
LETAK GEOGRAFIS DAN SEJARAH TEPUNG TAWAR MELAYU LANGKAT
A. Letak Geografis Tanjung Pura
Tanjung Pura adalah salah satu kecamatan di daerah yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Langkat, berjarak sekitar 60 km dari kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Nangro Aceh Darussalam. Tanjung Pura terletak pada 03o53’17”-04o02’38”
Lintang Utara, 98o24’52”-98o29’46” Bujur Timur dan 4 Meter dari permukaan laut. Kecamatan Tanjung Pura berbatasan langsung dengan wilayah lainnya yaitu :
1. Sebelah Utara :Selat Malaka
2. Sebelah Selatan :Kec.Hinai dan Kec. Pd. Tualang 3. Sebelah Barat :Kec. Gebang
4. Sebelah Timur :Selat Malaka dan Kec. Secanggang
(Gambar : Peta Kabupaten Langkat)35
35Berita Sumut, Sejarah Kabupaten Langkat, Porta Berita Sumut, 2015, diakses pada tanggal 23 Agustus 2018 pukul 12.42 WIB, https://goo.gl/images/H1ihTT
Tanjung Pura adalah bagian dari wilayah Kabupaten Langkat yang memiliki area seluas 6.263,29 Km2 (626.329 Ha) yang terdiri dari 23 Kecamatan dan 240 Desa serta 37 Kelurahan Definitif. Dimana wilayah Kabupaten Langkat meliputi kawasan hutan lindung seluas 266.232 Ha (42,51%) dan kawasan lahan budidaya seluas 360.097 Ha (57,49%). Serta kawasan hutan lindung yang terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas 213.985 Ha.36
Kecamatan Tanjung Pura berada dalam kawasan Langkat yang daerahnya termasuk dalam zona pertanian dan perkebunan, ini sesuai dengan wilayahnya yang beriklim tropis dimana daerah ini memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Iklim di wilayah ini termasuk tropis dengan indikator iklim, curah hujan rata – rata 2.205,43mm per tahun. Dimana musim kemarau terjadi antara bulan September sampai dengan bulan Agustus dan musim hujan terjadi antara bulan September sampai dengan Januari, dengan suhu rata – rata 28 derajat celcius sampai 30 derajat celcius.37
Jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Tanjung Pura adalah 67.990 penduduk, dengan jumlah penduduk laki – laki sebanyak 34.294 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 33.969 jiwa.38 Mata pencaharian penduduk Tanjung
36https://www.langkatkab.go.id. Iklim Dan Wilayah, Pemerintah Kabupaten Langkat (BPS Kab. Langkat 2014). Diakses pada tanggal 22 Mei 2018 pukul 11.15 wib
37Badan Pusat Statistik, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka 2017, (Langkat : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat,2017) h.5
38Badan Pusat Statistik, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka 2017, (Langkat : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat,2017) h.18
25
Pura sebagian besar adalah berkebun dan bertani, selain itu banyak juga yang berprofesi sebagai pedagang, dan juga tenaga pendidik mengingat Tanjung Pura juga dijuluki sebagai kota pendidikan karena banyaknya sekolah yang berdiri.
Adapun makna dari nama Tanjung Pura berasal dari kata
“Tanjung” yang berarti semenanjung atau daerah paling ujung, dan “Pura” yang menggambarkan banyaknya pura – pura kecil yang dulu berada di sekitar Tanjung Pura, ini yang kemudian memberikan defenisi Tanjung Pura adalah proses berdirinya pura – pura di daerah paling ujung yang menjadi pertemuan antara sungai Batang Serangan dan sungai Batang Durian.39 Hal ini sesuai dengan letak Tanjung Pura yang secara letak geografis menjorok ke laut.
Tanjung Pura sejak zaman dahulu juga dikenal sebagai kota budaya, dimana Tanjung Pura adalah tempat dimakamkannya pahlawan nasional Tengku Amir Hamzah seorang penyair handal yang bertempat di pemakaman Masjid Azizi. Selain itu Masjid Azizi adalah salah satu peninggalan Kesultanan Langkat yang masih berdiri kokoh sampai saat ini yang sekaligus menjadi bukti bahwa Tanjung Pura pernah berjaya di bawah kekuasaan Kesultanan Langkat pada masa pemerintahan Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah.40
39Rani Lestari, Kampung Babussalam di Tanjung Pura Langkat Sumatera Utara, (Skripsi, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016) h.1
40Zainal Arifin,AKA, Langkat Dalam Perjalanan Sejarah, (Medan:Mitra Medan,2016) h.22
Banyak peninggalan – peninggalan bersejarah lainnya seperti makam raja – raja yang pernah menjadi sultan di Kesultanan Langkat yang masih sangat terawat hingga saat ini, serta bangunan – bangunan yang didirikan pada masa kejayaan Kesultanan Langkat sebagai Kerajaan Melayu.
B. Sejarah Tepung Tawar Melayu Langkat
Bercerita sejarah Tepung Tawar sebagai tradisi yang amat sangat kental dengan Melayu tentu tidak terlepas dari kisah siapa yang membawa tradisi ini untuk pertama kalinya di Sumatera khususnya Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang dulu dikenal dengan Sumatera Timur.
Seperti yang diketahui bahwa nenek moyang bangsa Indonesia yang mendiami wilayah Nusantara ini berasal dari India Belakang.41 Hal ini yang kemudian menjadi latar belakang terbentuknya suku Melayu di Sumatera. Menurut DR. Heine- Geldern dan DR. Van Stein Callenfels, perpindahan suku Melayu ini terjadi dari India Belakang antara tahun 2500 – 1500 SM, dimana mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat kapal dan perahu yang kemudian menjadi transportasi mereka untuk berlayar berpindah tempat dan mendiami diantaranya, Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatera, Borneo Kalimantan, Sulawesi, dan Philipina.42
41Zainal Arifin,AKA,Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan Kemerdekaan,(Medan : Mitra Medan,2010) h.8
42Zainal Arifin,AKA,Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan Kemerdekaan,(Medan : Mitra Medan,2010) h.8
27
Untuk mereka yang berjalan kaki dan menunggangi kuda mendiami daratan Vietnam, Thailand, Kamboja dan sekitarnya.
Sebutan suku Melayu sebenarnya berasal dari sebuah desa di kaki Gunung Himalaya di India yaitu desa yang bernama Meleyen.
Karena disebabkan oleh faktor alam yaitu meletusnya gunung Himalaya yang mengakibatkan keadaan tanah yang gersang serta sumber penghidupan semakin susah maka penduduk desa Meleyen ini meninggalkan desa dan mencari tempat tinggal baru untuk menetap.43
Penduduk yang berasal dari pegunungan Himalaya ini adalah mereka orang – orang dengan latar belakang agama Hindu, yang menjadi penggagas awal mula terbentuknya tradisi Tepung Tawar. Dalam sebuah artikel mengatakan bahwa menurut sejarah, Tepung Tawar merupakan warisan budaya Hindu yang kemudian setelah agama Islam masuk tradisi ini diarahkan sesuai dengan nilai – nilai keislaman.44
Penjelasan bahwa tradisi tepung tawar dibawa oleh pengaruh Hindu ini sejalan dengan pernyataan William Marsden bahwa agama yang dianut oleh raja – raja Melayu pada zaman dahulu adalah agama Hindu dari bukti – bukti yang ditemukan.45
Pernyataan William Marsden tersebut dikuatkan oleh bukti – bukti bahwa sekitar 30 tahun yang lalu masih banyak ditemukan bangunan candi – candi di daerah Karo yang berada di
43Zainal Arifin,AKA,Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan Kemerdekaan,(Medan : Mitra Medan,2010) h.8
44Ramlan Damanik,Fungsi dan Peranan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Deli, (Medan:Digital Library USU,2002) h.11
45William Marsden,Sejarah Sumatera, Ter. Komunitas Bambu (Jakarta: Komunitas Bambu,2008) h.305
wilayah kawasan Gunung Sinabung. Sekitar abad ke 7 Islam masuk ke pulau Sumatera pertama kali lewat jalur laut yang kemudian membuat orang – orang di wilayah pesisir lebih dulu memeluk agama Islam. Islam datang dengan kedamaian dan tidak membuat kekacauan dimana melakukan pendekatan dengan ikut dalam kehidupan masyarakat yang masih memegang kepercayaan Hindu dan Animisme pada saat itu.
Kemudian dengan hadirnya ajaran Islam ke daerah ini, masyarakat Melayu perlahan menerima agama ini sebagai kepercayaan mereka, sebagian yang tidak mau memeluk Islam pindah ke daerah pegunungan yang saat ini dikenal dengan suku Batak dan Karo.46
Tepung tawar dilakukan oleh masyarakat Hindu pada zaman dahulu bertujuan untuk memohon do’a keselamatan kepada dewa agar terhindar dari marabahaya. Bahan yang digunakan adalah bertih, beras putih dan beras kuning, air dan kemenyan, yang kemudian nantinya disiramkan dan dipercikkan kepada objek yang akan ditepung tawari sembari mengucapkan mantra – mantra sedangkan kemenyan berfungsi sebagai wangi – wangian untuk mengundang arwah.47 Untuk nama Tepung Tawar pada masa kepercayaan Hindu tidak diketahui secara pasti, yang
46Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
47Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
29
dipercaya oleh masyarakat Melayu Langkat bahwa tradisi yang ada pada saat ini adalah kebiasaan yang diteruskan.48
Melayu di Tanjung Pura hadir sebagai suku yang dikenal sebagian besar masyarakatnya adalah Muslim dimulai dari berdirinya kesultanan pertama yang berdiri sebagai kesultanan Melayu pertama yang dipimpin oleh Raja atau Sultan yang diketahui sudah memeluk agama Islam sejak kecil.49 Pada tahun 1540 M ketika Aceh menaklukan Aru, Dewa Syahdan adalah salah satu petinggi yang berhasil menyelamatkan diri ke Deli Tua, kemudian pindah dan mendirikan Kesultanan Langkat pada tahun 1568 M di kota Pati ( Tanjung Pura saat ini ).50
Tidak ada yang tau pasti siapa yang mengislamkan tradisi ini namun Tanjung Pura mendapat pengaruh Islam pertama kali ketika Dewa Syahdan menjadi pemimpin di Kesultanan Langkat, walaupun sebagai Sultan Dewa Syahdan tidak pernah memaksa rakyatnya untuk mengikuti ajaran agama yang dianutnya.51
Kemungkinan besar bahwa pengaruh Islam hadir di Tanjung Pura oleh para sultan yang menjabat sebagai Raja di Kesultanan Langkat adalah pada masa Kesultanan Langkat berdiri, sultan menjadikan agama Islam sebagai agama resmi di
48Wawancara dengan Bapak Basyaruddin (56 tahun), seorang tokoh Budayawan Melayu dan Agama Tanjung Pura, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Tanjung Pura, 29/06/2018 di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
49Djohar Arifin Husin, Sejarah Kesultanan Langkat, (Langkat : Yayasan Bangun Langkat Sejahtera, 2013) h.7
50Sri Windari, Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa Kesultanan Abdul Aziz (1827-1927M), ( Jurnal JUSPI. Vol.1 No.1 2007 ) h.1
51Sri Windari, Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa Kesultanan Abdul Aziz (1827-1927M), ( Jurnal JUSPI. Vol.1 No.1 2007 ) h.1
kerajaan.52 Hal ini yang kemudian melatarbelakangi masyarakat Melayu di Tanjung Pura menganut agama Islam sebagai agama kepercayaannya, dan menjadikan seluruh aspek kehidupannya sesuai dengan syari’at Islam dan merubah cara beribadah mereka walaupun tidak sepenuhnya pengaruh dari agama Hindu dihilangkan begitu saja, seperti tepung tawar yang saat ini kita kenal sebagai tradisi Melayu namun mirip dengan tata cara pelaksanaan sembahyang umat Hindu yang juga menggunakan bunga dan tirtha sebagai bahan yang digunakan dalam proses permohonan do’a.53
Sebagaimana dijelaskan bahwa pada dasarnya Tepung Tawar merupakan peninggalan dari kepercayaan Animisme dan Hindu yang telah diwariskan kepada puak Melayu, Proto Melayu (melayu muda) secara turun temurun merupakan pelaksanaan persembahyangan kepada sang Maha Kuasa, yang kemudian tetap dijadikan sebagai ritual do’a yang diselaraskan dengan syari’at Islam dan tidak dijadikan sebagai acara persembahyangan lagi setelah Islam hadir.54
Saat ini Tepung Tawar menjadi bagian penting yang tidak pernah ditinggalakan oleh masyarakat Melayu khususnya di Tanjung Pura, hampir disetiap acara adat baik pernikahan, khitanan, menabalkan nama anak ( memberi nama anak ),
52Sri Windari, Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa Kesultanan Abdul Aziz (1827-1927M), ( Jurnal JUSPI. Vol.1 No.1 2007 ) h.9
53Chairul Umam, Makna Simbolis Sarana Persembahyangan Agama Hindu, (Skripsi, Fakultas Ushuluddin, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h.32
54Zainal Arifin Aka, Ragam Pesona Upacara Adat Melayu, ( Koleksi Tidak diterbitkan).
31
pembukaan lahan, walimatus safar, sembuh dari sakit, memasuki rumah baru, dan selamat dari bahaya.
C. Makna dan Pengertian Tepung Tawar
Tepung Tawar adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Melayu yang telah diwariskan secara turun – temurun dan masih dilakukan hingga saat ini. Diantara beberapa budayawan melayu menjelaskan makna Tepung Tawar seperti diantaranya Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah menjelaskan, Tepung Tawar adalah salah satu kebiasaan adat yang paling utama di dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur.
Dipergunakan hampir di dalam segala upacara baik pada perkawinan, khitan, upah - upah55, jika orang mendapat rezeki, sebagai obat dan lain lain.56
Menurut Farizal Nasution, Tepung Tawar berasal dari kata tepung tawar (tampung tawar) yaitu kegiatan menerima penawar dengan ditampung tawar (menampung tangan) sebagai bentuk menerima penawar (obat), dan memiliki fungsi magis.57 Selain itu menurut Zainal AKA, Tepung Tawar adalah acara adat yang tidak pernah ditinggalkan dan selalu disertakan pada berbagai majelis karena tepung tawar merupakan doa yang dipanjatkan kepada Allah swt.58 Permohonan yang dilakukan adalah
55Orang yang selamat dari mara bahaya atau perjalanan
56Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri dan Kepribadian,(Medan : Forkala,2005) h.47
57Farizal Nasution, Upacara Adat Melayu di Sumatera Utara, (Medan : Mitra,2012) h.37
58Zainal Arifin AKA,Adat Budaya Resam Melayu Langkat, (Medan:Mitra,2009) h.141
permohonan yang bersifat positif bukan permohonan yang menyimpang dari ajaran agama, seperti misalnya memohon keselamatan atau kesehatan, mohon dimudahkan rezeki, mohon perlindungan, mohon ampunan, mohon panjang umur dan sebagainya.59
Upacara tepung tawar artinya suatu kebiasaan sakral yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan melayu, hal ini juga mengandung makna simbolis untuk keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi orang yang diberi tepung tawar. Tepung tawar dilakukan sebagai lambang mencurahkan rasa bahagia dan gembira sebagai rasa syukur atas keberhasilan, hajat serta niat baik yang dilakukan.60
Dari pengertian makna Tepung Tawar menurut pemangku adat dan beberapa budayawan melayu dapat dikatakan bahwa Tepung Tawar adalah kebiasaan menaburkan bertih dan memercikkan air diiringi dengan do’a dan sholawat atas Nabi kepada objek Tepung Tawar yang bertujuan untuk memohon do’a baik kepada Allah swt dan tidak lari dari ajaran agama Islam.
Menurut O.K Gusti tepung tawar sejak dulu adalah salah satu unsur pokok penting dari budaya Melayu, tidaklah lengkap atau sempurna upacara adat bila tidak diiringi dengan tepung tawar di dalamnya, seperti kurang sempurna sebuah agama jika tidak dilengkapi dengan do’anya. Jadi bisa dikatakan bahwa
59Zainal Arifin AKA, Ragam Pesona Upacara Adat Melayu, (Sanggar Seni Pusaka Aru Teater Garis Lurus Langkat) h.78
60Hulul Amri, Eksistensi Tepuk Tepung Tawar Dalam Upacara Pernikahan Masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga, (Skripsi,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang,2016), h.4
33
tepung tawar itu merupakan sebuah do’a yang dituangkan dalam bentuk pelaksanaan langsung kepada objek.61
61O.K.Gusti, Pokok – pokok acara adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur, (Medan : Tidak ada Penerbit,1971) h.11
35 BAB IV
PELAKSANAAN DAN UNSUR KEAGAMAAN TEPUNG TAWAR MELAYU LANGKAT
A. Pelaksanaan Acara Tepung Tawar
Sebelum Islam masuk dan memberi pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat Melayu yang ada di Langkat Sumatera Utara saat ini, Tepung Tawar diyakini sebagai tradisi Hindu yang dilaksanakan sebagai kebiasaan memohon do’a kepada Dewa dan juga arwah yang dilakukan sebagai upacara persembahyangan pada masa Melayu Tua.62
Maksudnya tidak ada ketentuan khusus Tepung Tawar hanya dapat dilakukan dalam acara – acara tertentu saja, melainkan dapat dilakukan kapan saja apabila memang dibutuhkan. Pada masa kepercayaan Hindu dan Animisme kegiatan menaburkan bertih, beras kuning dan air ini wajib dilakukan karena merupakan salah satu upacara permohonan / sembahyang umat Hindu, pada masa sekarang tepung tawar yang dianggap sebagai acara adat ini dilakukan apabila pihak pemilik acara atau orang yang bersangkutan merasa perlu dan jika tidak mau melakukan Tepung Tawar maka tidak ada paksaan.63
Menurut cerita rakyat dan pemaparan pemangku Adat Melayu pada zaman dahulu kegiatan Tepung Tawar biasa
62Zainal Arifin Aka, Seni Budaya Melayu, (Medan : Mitra Medan, 2016) h.112
63Wawancara dengan Bapak Muhammad Sis (54 tahun), seorang Staff Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, 03/06/2018 di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
dilakukan dan diikut sertakan dalam upacara – upacara adat seperti pernikahan, membuka lahan baru, menempati rumah baru, sembuh dari sakit yang panjang dan menahun, kembali dari musibah, dan sebagainya. Hanya dalam upacara kematian Tepung Tawar tidak disertakan.64
Setelah Islam masuk dan berkembang pada abad ke 15 Masehi65, kebudayaan ,adat istiadat serta kebiasaan – kebiasaan yang menjadi kepercayaan Hindu dan animisme tidak semata – mata dibuang dan ditinggalkan, ini yang kemudian membuat Tepung Tawar tetap dilakukan sesuai kebiasaan terdahulu dan tidak dirubah secara signifikan melainkan diteruskan sebagai warisan budaya.66
Islam dapat diterima karena kehadirannya yang tidak memaksa dan tanpa kekerasan, Islam hadir dengan ikut menyatu dengan kebiasaan dan juga adat istiadat masyarakat yang kemudian pelan – pelan menanamkan serta meluruskan apa yang sudah ada dengan ajaran – ajaran yang sesuai dengan syari’at Islam.
Tepung Tawar adalah salah satu kebiasaan yang menjadi bukti bahwa Islam tidak semata – mata melarang ataupun menolak apa yang sudah ada, melainkan masuk kedalam kebiasaan tersebut dan meluruskannya sesuai dengan ajaran
64Zainal Arifin Aka, Seni Budaya Melayu, ( Medan : Mitra Medan, 2016) h.112
65Sulaiman Zuhdi.Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban.(Langkat:Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Langkat.2014) h.22
66Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
37
Islam. Tepung Tawar pada dasarnya dilakukan dalam acara – acara adat Mealyu Langkat sesuai dengan keinginan dari sang pemilik hajat, namun kegiatan menabur bertih ini pada masa lalu biasa dilakukan pada saat acara –acara adat, diantaranya67 :
1. Pernikahan ( malam ber inai, bersanding, lepas halangan bagi pengantin perempuan yang masih gadis / suci ).
2. Wanita lepas bersalin / melahirkan 3. Mencukur Rambut Anak
4. Anak Berkhitan 5. Memasuki rumah baru
6. Sebelum melakukan perjalanan jauh 7. Pulang selamat dari perjalanan yang jauh
8. Permulaan membuka hutan untuk tempat berladang 9. Permulaan menukal membuat lobang di tanah untuk
menanam padi, pada 7 lobang pertama saja.
10. Benih padi yang akan di tanam 11. Permulaan mengetam padi 12. Menyimpan padi dalam lumbung 13. Sembuh dari penyakit yang berat
14. Anak selesai berkelahi dan mengeluarkan darah
Namun belakangan masyarakat Melayu Langkat yang berada di Kecamatan Tanjung Pura saat ini tidak lagi melakukan Tepung Tawar pada acara lepas bersalin, benih padi yang akan ditanam, permulaan mengetam padi, dan menyimpan padi di
67O.K. Muhammad Syah.Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur.(Medan : USU Press.2012) h.41