• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Kajian Pustaka

Berdasarkan catatan sejarah terdapat Kesultanan Melayu di daerah Pesisir Timur yang memiliki peran penting dalam lintas perjalanan Kesultanan Melayu di Indonesia. Kesultanan ini juga merupakan Kesultanan yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan Islam di daerah kekuasaannya. Selain itu, terdapat penemuan-penemuan sumber perekonomian pada masa kesultanan ini yang berpengaruh penting pada perekonomian dan nama baik bangsa Indonesia. Seperti halnya penemuan dan

5Hadi Setia Tunggal, Peraturan Perundang-Undangan Tentang Benda Cagar Budaya, (Jakarta: Harvarindo, 1997), 18-19

pengembangan sumur minyak pertama di Indonesia yang menjadi salah satu cikal bakal dihantarkannya Indonesia menjadi bagian dari OPEC.

Jejak sejarah Kesultanan Langkat ini pada dasarnya memiliki nilai historis yang begitu besar pada masa kejayaannya terhadap Indonesia. Seperti halnya keberadaan Masjid Azizi sebagai bukti peninggalan sejarah Kesultanan Langkat yang merupakan bukti nyata kejayaan dan eksistensi keislaman Kesultanan Langkat.

Namun, hal ini belum banyak ditulis dan didokumentasikan secara ilmiah di kalangan para sejarawan. Adapun penelitian yang pernah menulis tentang sejarah yang berkaitan dengan hal ini, di antaranya sebagai berikut.

1. Langkat dalam Sejarah dan Perjuangan Kemerdekaan karya Zainal Arifin. Seorang Putra Melayu asli Langkat.

Dalam bukunya ini, Zainal menjelaskan tentang perjalanan perjuangan kemerdekaan yang dilakukan masyarakat Langkat. Baik dimulai dari masa awal mulanya keberadaan Langkat, era kerajaan Melayu, pra kemerdekan pada saat era kependudukan Belanda dan Jepang, era kemerdekaan saat adanya pembentukan barisan pemuda, berbagai tragedi pasca kemerdekaan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, maupun psca kemerdekaan saat terjadinya agresi Belanda I dan II.

Di buku ini juga dijelaskan sekilas perjuangan masyarakat pada saat terjadinya revolusi sosial di Langkat.

2. Revolusi Sosial 1946 di Sumatera Timur karya Husny Tamrin dkk. Buku ini lebih fokus membahas tentang

18

revolusi sosial, yang isinya tentang pembantaian keluarga- keluarga kerajaan. Dan penghancuran istana-istana dan gedung-gedung milik kesultanan. Selain itu, terdapat pembahasan sekilas, tentang peristiwa agresi milter Belanda II saat menyerang Kota Brandan.

3. Sumatera Tempo Doelo karya Anthony Reid. Buku ini, merupakan salah satu buku untuk mengetahui Sumatera tempo dulu. Menjelaskan tentang perjalanan kehidupan sosial, budaya, politik dan agama pada masa-masa kerajaan-kerajaan yang ada di Sumatera.

4. Langkat dalam Kilatan Sejarah Perjuangan karya Sulaiman Zuhdi. Buku ini merupakan buku tentang ringkasan kronologi perjalanan Langkat dari masa purbakala sampai kemerdekaan. Pada buku ini juga dijelaskan secara ringkas terkait bagaimana kondisi sosial, budaya, agama, politik dan pendidikan dari masa ke masa masyarakat Pangkalan Brandan dan Kesultanan Langkat itu sendiri.

5. Sejarah Kesultanan Langkat karya Djohar Arifin. Buku ini menarasikan tentang sejarah Kesultanan Langkat dan kondisi serta perkembangan sektor pendidian, agama, sosial budaya maupun ekonominya. Pada buku ini, penulis berfokus pada pemaparan sejarah Kesultanan Langkat berdasarkan babak kepemimpinan Kesultanan.

Dari beberapa sumber yang penulis temui, belum ada yang secara fokus membahas tentang peninggalan bersejarah pada masa Kesultanan Langkat seperti halnya Masjid Azizi sebagai

salah satu benda peninggalan sejarah berupa material (Remaind) yang merupakan bukti keberadaan dan kejayaan Kesultanan Langkat sebagai suatu usaha pelestarian warisan sejarah yang harus dijaga.

C. Kerangka Berfikir

Penelusuran dan penulisan peninggalan sejarah merupakan suatu hal yang penting sebagai salah satu instrumen untuk menganalisa sejarah yang ada. Seperti halnya peninggalan bersejarah Kesultanan Langkat. Bangunan-bangunan bersejarah merupakan aset penting negara yang harus dijaga dan dilestarikan. Sebagai rekam jejak sejarah yang mengandung arti penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Banyak sejarah- sejarah Indonesia yang hilang ditelan zaman seiring dengan acuhnya pelestarian warisan sejarah tersebut. Sehingga menjadi mata rantai sejarah yang tidak satu dan berkesinambungan.

Oleh karenanya dibutuhkan penelusuran dan penulisan peninggalan-peninggalan sejarah sebagai bentuk pelestarian instumen sejarah Indonesia. Di samping itu, sebagai upaya agar masyarakat sadar akan pentingnya pelestarian peninggalan sejarah tersebut.

Sepertihalnya Masjid Azizi ini. Masjid ini merupakan peninggalan Kesultanan Langkat yang memiliki nilai historis yang tinggi. Di mana bangunan ini merupakan saksi bisu kejayaan keeksistensian keislaman Kesultanan Langkat. Sebagai sebuah obyek penelusuran perjalanan sejarah kesultanan yang memiliki nilai bagi sejarah bangsa Indonesia.

20

Berdasarkan uraian ini maka adapun kerangka berfikir yang digunakan pada pembahasan ini adalah sebagai berikut:

Pengumpulan data (Studi Pustaka dan

Observasi)

Potret Keragaman dan kekayaan seni arsitektur Islam pada Bangunan Masjid Azizi

Potret Kejayaan dan Eksistensi Keislaman Kesultanan Langkat Analisis Sejarah

Masjid Azizi

Analisis Arsitektur Penulisan dan pendokumentasian

peninggalan sejarah Kesultanan Langkat

Analisis Masjid Azizi sebagai peninggalan bersejarah Kesultanan Langkat

21 BAB III

KONDISI GEOGRAFIS DAN HISTORIS KESULTANAN LANGKAT

A. Kondisi Geografis

Langkat merupakan salah satu bagian integral dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah ini merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Terletak di paling Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam.1 Nama Langkat berasal dari nama sebuah pohon yang buahnya kelat. Pada zaman dahulu, pohon ini banyak sekali di sekitar kawasan Kota Dalam berdekatan dengan Kampung Secanggang, Langkat.2

Secara geografis, Kabupaten Langkat ini terletak dibagian pantai Timur Sumatera Utara antara 3,140 dan 4,130 Lintang Utara serta 97, 520 dan 98,450 Bujur Timur yang berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam di sebelah Utara. Dengan luas wilayahnya 6.263,29 KM2.3

Selain itu, topografi wilayah Langkat ini digolongkan menjadi tiga bagian sebagai berikut: 4

1. Wilayah pesisir pantai dengan ketinggian 0-4 meter dari permukaan laut.

1 Zainal Arifin, Langkat dalam Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 1

2 Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, (Medan: Yayasan Bangun Langkat Sejahtera, 2013), 1

3 Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 2 lihat juga Zainal Arifin.

Langkat dalam Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 2

4 Zainal Arifin. Langkat dalam Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 2 lihat juga Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 2

22

2. Wilayah dataran rendah dengan ketinggian 4-30 meter dari permukaan laut.

3. Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 30-105 meter dari permukaan laut.

Sedangkan dari segi perbatasan daerah, adapun batas-batas daerahnya terdiri dari:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Karo.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Nanggro Aceh Tengah.

Di samping itu, daerah Kabupaten Langkat ini dialiri oleh dua puluh enam sungai besar dan kecil melalui kecamatan dan desa- desa. Di antaranya yakni, Sungai Wampu, Sungai Batang Serangan, Sungai Lepan, Sungai Besitang dan lain-lain. 5

B. Sejarah Kesultanan Langkat

Kerajaan Langkat merupakan salah satu kerajan Melayu yang terdapat di pesisir Timur pulau Sumatera. Kerajaan ini bercorak Islam. Hal ini tercermin dari budaya masyarakatnya dan peninggalan-peninggalan seni arsitektur Islamnya seperti masjid, madrasah dan lainnya. Berdasarkan teromba atau tomba Kesultanan Langkat bahwa leluhur dinasti ini adalah Dewa

5 Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 2

Sahdan atau dikenal juga dengan nama Radja Kesaktian. Sejarah mencatat bahwa Raja Sahdan berkuasa dari tahun 1500 M.

sampai 1580 M. Dilanjutkan pula pada teromba ini, bahwa Raja Sahdan datang dari arah pantai yang berbatasan dengan kerajaan Aceh. 6

Dari namanya yakni “Sahdan” telah terlihat bercirikan nama Arab dan diperkirakan bahwa beliau beragama Islam. Begitu pula disebutkan beberapa sumber sejarah bahwa Dewa Sahdan ini memang beragama Islam sejak lahir. Sedangkan nama “Dewa”

adalah nama yang diberikan kepada orang yang sangat dihormati.

Hal ini disebabkan karena kemampuannya maka Dewa Sahdan sangat disegani, dihormati dan ditakuti oleh siapa saja.7

Pada awalnya, Dewa Sahdan berasal dari kerajaan Aru yang terletak di daerah Besitang. Kemudian, kerjaan ini musnah ketika diserang dan ditaklukan oleh Kerajaan Aceh. Dari persitiwa ini, Dewa Sahdan melarikan diri dan mendirikan Kerajaan Aru II di Deli Tua. Kerajaan ini pada akhirnya juga dihancurkan oleh kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Gocah sekitar tahun 1612 M. Pasca kekalahannya dari Aceh Darussalam, Dewa Sahdan kembali melarikan diri dan berhasil membangun kerajaan baru di Kota Rantang di daerah Hamparan Perak. Selanjutnya, dari keturunan kerajaan inilah Kerajaan Langkat berdiri.8

6 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2012), 31

7 Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat , 7

8 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah

24

Setelah Dewa Sahdan wafat, pendirian dan pengembangan Kerajaan Langkat dilanjutkan oleh puteranya yakni Dewa Sakdi yang bergelar Indera Sakti. Beliau memimpin Langkat dari tahun 1580-1612 M. Selanjutnya, ketika beliau mangkat pada tahun 1612 maka kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya yakni Raja Kahar. Raja Kahar memimpin dari tahun 1612 sampai 1673 M.

Adapun pusat pemerintahannya pada saat itu masih terletak di daerah Kota Dalam. Pada masa kekuasaannya, Raja Kahar mulai menata sistem pemerintahan kerajaan sebagaimana mestinya.

Pada masa ini pula lah, Kerajaan Langkat mulai dikenal walaupun wilayahnya belum luas dan pusat kerajaan masih berpindah-pindah.9

Kerajaan ini resmi memiliki pusat kerajaan pada masa Sultan Musa. Di mana dipilihlah Kota Tanjung Pura sebagai pusat kerajaan. Selanjutnya, dimulai perluasan wilayah secara damai.

Sehingga wilayah kekuasaan Langkat bertambah luas. Mulai dari perbatasan Aceh Tamiang sampai di kawasan Binjai dan Bahorok.10 Adapun silsilah Kerajaan Langkat yakni:

1. Dewa Sahdan (1500-1580 M.) 2. Dewa Sakti (1580-1612 M.)

3. Raja Abdullah atau Marhumm Guri (1612-1673 M.) Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2012), 33-34

9 Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 12 lihat juga Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, 34

10 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, 34

4. Raja Kahar (1673-1750 M.) 5. Badiulzaman (1750-1814 M.)

6. Kejuruan Tuah Hitam (1814-1823 M.) 7. Raja Ahmad (1824-1870 M.)

8. Sultan Musa (1870-1896 M.) 9. Sultan Abdul Aziz (1896-1926 M.) 10. Sultan Mahmud (1926-1946 M.)11

C. Sejarah Masjid Azizi

Masjid Azizi ini merupakan masjid yang memiliki nilai sejarah begitu tinggi dan merupakan salah satu bangunan yang tetap bertahan kokoh sampai sekarang (2018) pasca terjadinya revolusi sosial tahun 1946 di Langkat. Bangunan masjid yang berdiri megah di tengah-tengah kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera ini, menjadi bukti fisik akan kejayaan Kesultanan yang memimpin daerah ini pada masanya.

Masjid yang digadang-gadang sebagai salah satu masjid tua di Indonesia yang memiliki kubah ini,12 didirikan oleh Sultan Abdul Aziz dan diresmikan pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1320 H. Bertepatan dengan tanggal 13 Juni tahun 1902 M. Pada mulanya, masjid ini didirikan atas usulan Syekh Abdul Wahab Rokan kepada Sultan Musa (Ayah dari Sultan Abdul Aziz).13

11Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, 177

12 Hasil wawancara dengan Bapak Abul Hasan Sazali (64 tahun), Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi, 17/03/2018 di Masjid Azizi.

13 Abdul Aziz merupakan Sultan keempat kesultanan Langkat yang merupakan anak dari perkawinan Sultan Musa dengan istri mudanya yakni Tengku Maslurah.

26

Namun, masjid ini baru dapat berdiri pada masa anaknya yakni Sultan Abdul Aziz.14

Sebelum Masjid Azizi ini berdiri megah, tepat di depan pemakaman (sekarang menjadi tempat parkir), awalnya Sultan Musa mendirikan rumah suluk yang terbuat dari bahan kayu dan papan dengan atap genteng untuk tempat beribadah dan belajar ilmu Islam. Pada saat itu, di Langkat khususnya di daerah Tanjung Pura tersebar tarikat Naqsabandiyah yang kemudian diikuti pula oleh Sultan dan keluarga Kesultanan. Oleh karenanyalah dibangun rumah suluk ini sebagai tempat beribadah dan belajar Islam.15

Sebelum Sultan Musa wafat, Sultan sempat berpesan kepada Sultan Abdul Aziz agar di lokasi tempat rumah suluk tersebut dibangun Masjid untuk tempat beribadah umat Islam.

Selanjutnya, setelah Sultan Musa wafat pada tanggal 29 Zulhijjah tahun 1314 H. beberapa tahun kemudian, setelah bermusyawarah dengan para petinggi kesultanan dan bimbingan dari Tuan Guru Besilam, tepat tanggal 12 Rabiul Awal 1320 H. dilakukan peletakan batu pertama pada bangunan masjid yang kemudian diberinama Masjid Azizi. Sesuai dengan nama pendirinya yakni Sultan Abdul Aziz.16

14Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, (Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Langkat, 2014) lihat juga Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 78

15 Hasil wawancara dengan Bapak Abul Hasan Sazali (64 tahun), Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi, 18/03/2018 di Masjid Azizi. dan didukung oleh pernyataan serupa oleh Bapak Zainal Arifin AKA.

16 Zainal Arifin, Langkat dalam Kilatan Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 58

Pembiayaan pembangunan masjid ini, ditanggung sendiri oleh Sultan Abdul Aziz. Ketika para pembesar kerajaan lainnya ingin membantu biaya pembangunan, Sultan Abdul Aziz menolak dengan halus. Sebab menurut beliau bahwa pembangunan ini adalah amanah almarhum ayahnya untuk dirinya. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh Sultan Abdul Aziz pada pembangunan masjid ini yakni sebesar F.400.000 (Empat Ratus Ribu Faosterling) dengan upah/biaya kontraktor sebesar 200.000 ringgit. Arsitek yang digunakan berasal dari Jerman yang bernama GD Langereis17 dan pembangunannya berlangsung selama delapan belas bulan.18

Pada masa itu, material-material bangunan Masjid Azizi ini diangkut dengan kereta lembu yang telah disediakan sejumlah delapan puluh buah.19 Kereta lembu ini mengangkut material tersebut dari pelabuhan20 dan bandara21 yang digunakan untuk

17 Andrie Suparman, Analisis Struktur Dan Simbol Kubah Pada Bangunan Masjid (Studi Kasus: Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat), (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2015), 38-43 dan 70 dalam https://id.123dok.com/document/download/wyeg4p4z, 29/03/2018 pukul 11:36 WIB

18 Hasil wawancara dengan Bapak Abul Hasan Sazali (64 tahun), Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi, 17/03/2018 di Masjid Azizi, serta hasil wawancara Bapak Zainal Arifin AKA (56 tahun), tokoh Sejarawan Langkat, Sumatera Utara, 18/03/2018, di Pangkalan Brandan

19 Abdul Aqier Zin, Masjid-masjid bersejarah di Indonesia, (Jakarta:

Gema Insani Pers, 1999), 32

20Pelabuhan ini dulunya terdapat di depan kantor koramil Tanjung Pura Kabupaten Langkat saat ini (2018) dan khusus dibuat hanya untuk tempat masuknya material-material bangunan Masjid Azizi yang diimpor dari luar negeri.

21 Bandara ini khusus dibuat untuk tempat masuknya barang-barang yang

diimpor dari luar negeri. Tempatnya terdapat di daerah Batu Malenggang, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat.

28

tempat masuknya barang-barang yang diimpor dari luar negeri menuju lokasi pembangunan Masjid Azizi.22

Selain faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, berdirinya Masjid Azizi ini juga didukung oleh beberapa faktor sosial budaya, agama dan perekonomian Kesultanan Langkat pada saat itu. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Kondisi Sosial Budaya23

Dalam bidang Sosial budaya, sebelum Kesultanan Langkat berdiri, mayoritas masyarakat Langkat telah beragama Islam.

Ajaran-ajaran Islam terlihat jelas dalam kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Melayu Langkat. Hal ini dapat dilihat jika membicarakan sebuah permasalahan dalam sebuah kampung, biasanya dimusyawarahkan di masjid. Selain itu, musyawarah pun selalu dihadiri oleh para penghulu, ketua adat dan imam masjid.

Begitu pula dalam hal adat istiadat. Misal, setiap orang tua wajib mengajari anaknya membaca al-Quran sampai khatam. Dan jika orang tua mempunyai anak dengan batas usia masuk mengaji, harus membawa pulut setalam, beras secupak, minyak lampu sebotol dan sepotong rotan.

Dari paparan ini dapat dilihat bahwa sosial budaya masyarakat Langkat sangat kental dengan keIslamannya.

22 Hasil wawanca dengan Bapak Abul Sazali (64 thn) Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi di serambi Utara Masjid Azizi, 17/03/2018 dan hasil wawancara Bapak Zainal Arifin AKA (56 tahun), tokoh Sejarawan Langkat, Sumatera Utara, 18/03/2018, di Pangkalan Brandan

23 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, 34

Walaupun memang budaya hindu budha masih melekat pada tradisi masyarakat Langkat. Seperti halnya tradisi tepung tawar.

Kondisi Keagamaan24

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa masyarakat Melayu Langkat sebelum adanya Kerajaan Langkat diketahui sudah beragama Islam, khususnya di daerah pesisir. Hal ini merupakan efek dari wilayah Langkat yang berbatasan dengan Aceh membawa dampak untuk perkembangan Islam di Langkat. Begitu juga dengan kondisi kesultanan sendiri yang memang sejak awal berdiri telah beragama Islam.

Kondisi ini pun dapat dilihat ketika Kerajaan Langkat telah berpusat di Tanjung Pura. Di mana, Sultan menjadikan agama Islam sebagai pedoman dan legitimasi terhadap kebijakan- kebijakan sultan. Begitu pula dengan dinamika kehidupan masyarakat yang mencerminkan perilaku ke-Islaman yang kuat.

Hal ini dapat dilihat dari ibadah-ibadah praktis yang dilaksanakan masyarakat. Misalnya, shalat berjama’ah, mengaji di langgar dan pengajian-pengajian agama yang banyak serta bertemakan aqidah dan tasawuf. Selain itu, berkembangnya tarikat Naqsabandiyah yang dibawa oleh Syekh Abdul Wahab Rokan salah seorang guru spiritual kesultanan.

Dapat dilihat bahwa dinamika keagamaan di Langkat sangat kental.

24 Hasil wawanca dengan Bapak Abul Sazali (64 thn) Bendahara Badan

Kemakmuran Masjid Azizi di serambi Utara Masjid Azizi, 17/03/2018 lihat juga Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 141 lihat juga Ryzka Dwi Kurnia, Sistem Pemerintahan Kesultanan Langkat, Jurnal Analytica Islamica, Vol. 4, No. 1, 2015, 160

30

Kondisi Ekonomi

Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Langkat merupakan kerajaan Melayu yang makmur. Hal ini dapat dilihat dari bangunan-bangunan yang didirikan pada masa kerajaan ini.

Kekayaan Kesultanan Langkat ini didorong oleh berbagai penghasilan alam dan konsesi-konsesi yang dibuat oleh Kesultanan Langkat dengan Belanda dan negara lainnya..25

Sebagaimana disebutkan juga oleh John Anderson26 bahwa pada tahun 1823 Kerajaan Langkat merupakan sebuah kerajaan yang kaya.27 Selain penghasilan pertanian dan perkebunan yang tinggi ditambah lagi dengan ditemukannya sumur minyak di daerah ini.28 Di mana, sumur minyak ini merupakan sumur minyak pertama yang berhasil diproduksi. Bahkan berdasarkan catatan sejarah, sumur minyak ini sempat menjadi sumur minyak terbesar keempat di dunia. Bersaing dengan minyak Amerika Serikat, Rusia dan Cina.

Di mana, mulai diproduksi pada tahun 1892 dan dibentuknya maskapai perminyakan kerja sama dengan pemerintah Belanda yang bernama, Koninklijke (Koninklijke Nederlandsche

25 Sri Windari. Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa Sultan Abdul Aziz (1827-1927 M) JUSPI. Vol. I No. 1 Tahun 2017, 44 http://

jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/view/902 dan hasil wawancara dengan Bapak Zainal Arifin (57 tahun), 17/03/2018 di Pangkalan Brandan.

26 Wakil Pemerintahan Inggris di Penang

27 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, 43

28 Subhan Afifi, Identifikasi Program Corporate Social Responsibility Di

Pangkalan Brandan terhadap Rencana Pendirian Pabrik Sodium Ligno Sulfanot, Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 12, Nomor 2, Mei- Agustus 2014, 137 http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/374

Maatschapij tot Exploitatie van Petrolium bronnen in Nederlandsche-Indie).29

Perlu diketahui, bahwa Kerajaan Langkat ini merupakan salah satu Kerajaan Melayu besar di Sumatera yang memiliki status “Lange Politiek Contract”. Yaitu, Mempunyai perjanjian politik yang tercantum di dalam berbagai pasal dimana ditentukan hak dan kekuasaan yang diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda dan selebihnya sebahagian besar wewenang tetap berada pada kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.

Oleh karenanyalah, Kerajaan Langkat dapat menikmati hasil minyak tersebut dengan leluasa. Di mana tercatat, bahwa Langkat telah menerima hasil minyak sejumlah FL.479.103 dan dari hasil in pula Sultan Langkat memperoleh royalty (bahagian).30 Disebabkan faktor perekonomian yang meningkat dan stabil inilah sultan banyak mengadakan pembangunan-pembangunan.31

Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa faktor sosial budaya, keagamaan dan ekonomi berperan penting dalam mendorong berdirinya Masjid Azizi. Selain itu, Masjid Azizi ini menjadi bukti nyata dinamika sejarah Kesultanan Langkat yang luar biasa.

Keberadaannya menjadi saksi nyata kejayaan di bidang ekonomi dan kepedulian yang besar kesultanan terhadap agama Islam.

29 Zainal Arifin, Sekilas Tragedi Bersejarah Brandan Bumi Hangus, 23

30Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat. 44-45 lihat juga Lukman Sinar Basarsah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur.

(Medan: Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), 243-244

31Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, 100 lihat juga Lukman Sinar Basarsah, Bangun dan Runtuhnya Kesultanan Melayu di Sumatera Timur, 243-244

32

Di samping itu, perlu diketahui, bahwa pembangunan Masjid Azizi ini, pada awalnya (1902 M.) belum mempunyai menara.

Menara ini baru dibangun pada tahun 1927 di saat akhir jabatan Sultan Abdul Aziz.32 Oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Helbert Cremer (Pimpinan Deli Maatschappy).

Berdasarkan catatan sejarah, pembangunan ini dilakukan sebagai penebusan rasa bersalah pihak Deli My kepada Sultan Abdul Aziz karena tidak hadir pada pelaksanaan acara peringatan ulang tahun ke-25 masa kekuasaan Sultan Abdul Aziz di Langkat.

Pembangunan menara ini juga dilakukan agar Sultan memaafkan pihak Belanda dan berkenan kembali untuk bekerjasama dengan pihak Belanda. 33

Nama pimpinan pihak Deli Maatschappy ini sampai sekarang masih terlihat di dinding bagian depan menara.34

32 Sulaiman Zuhdi, Langkat dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, 78

33 Zainal Arifin AKA, Langkat dalam Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 61 dan hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Sis (54 tahun), Staff Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Langkat, 19/03/2018 di Jl.

Karantina, Tanjung Pura (rumah M.Sis) dan hasil wawancara dengan Bapak Zainal Arifin AKA (56 tahun), tokoh Sejarawan Langkat dan mantan Kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, 18/03/2018, di Jalan Pendidikan, Pangkalan Brandan.

34 Observasi langsung yang penulis lakukan di Masjid Azizi

Dokumen terkait