• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONDISI GEOGRAFIS DAN HISTORIS

C. Sejarah Masjid Azizi

4. Raja Kahar (1673-1750 M.) 5. Badiulzaman (1750-1814 M.)

6. Kejuruan Tuah Hitam (1814-1823 M.) 7. Raja Ahmad (1824-1870 M.)

8. Sultan Musa (1870-1896 M.) 9. Sultan Abdul Aziz (1896-1926 M.) 10. Sultan Mahmud (1926-1946 M.)11

26

Namun, masjid ini baru dapat berdiri pada masa anaknya yakni Sultan Abdul Aziz.14

Sebelum Masjid Azizi ini berdiri megah, tepat di depan pemakaman (sekarang menjadi tempat parkir), awalnya Sultan Musa mendirikan rumah suluk yang terbuat dari bahan kayu dan papan dengan atap genteng untuk tempat beribadah dan belajar ilmu Islam. Pada saat itu, di Langkat khususnya di daerah Tanjung Pura tersebar tarikat Naqsabandiyah yang kemudian diikuti pula oleh Sultan dan keluarga Kesultanan. Oleh karenanyalah dibangun rumah suluk ini sebagai tempat beribadah dan belajar Islam.15

Sebelum Sultan Musa wafat, Sultan sempat berpesan kepada Sultan Abdul Aziz agar di lokasi tempat rumah suluk tersebut dibangun Masjid untuk tempat beribadah umat Islam.

Selanjutnya, setelah Sultan Musa wafat pada tanggal 29 Zulhijjah tahun 1314 H. beberapa tahun kemudian, setelah bermusyawarah dengan para petinggi kesultanan dan bimbingan dari Tuan Guru Besilam, tepat tanggal 12 Rabiul Awal 1320 H. dilakukan peletakan batu pertama pada bangunan masjid yang kemudian diberinama Masjid Azizi. Sesuai dengan nama pendirinya yakni Sultan Abdul Aziz.16

14Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, (Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Langkat, 2014) lihat juga Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 78

15 Hasil wawancara dengan Bapak Abul Hasan Sazali (64 tahun), Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi, 18/03/2018 di Masjid Azizi. dan didukung oleh pernyataan serupa oleh Bapak Zainal Arifin AKA.

16 Zainal Arifin, Langkat dalam Kilatan Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 58

Pembiayaan pembangunan masjid ini, ditanggung sendiri oleh Sultan Abdul Aziz. Ketika para pembesar kerajaan lainnya ingin membantu biaya pembangunan, Sultan Abdul Aziz menolak dengan halus. Sebab menurut beliau bahwa pembangunan ini adalah amanah almarhum ayahnya untuk dirinya. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh Sultan Abdul Aziz pada pembangunan masjid ini yakni sebesar F.400.000 (Empat Ratus Ribu Faosterling) dengan upah/biaya kontraktor sebesar 200.000 ringgit. Arsitek yang digunakan berasal dari Jerman yang bernama GD Langereis17 dan pembangunannya berlangsung selama delapan belas bulan.18

Pada masa itu, material-material bangunan Masjid Azizi ini diangkut dengan kereta lembu yang telah disediakan sejumlah delapan puluh buah.19 Kereta lembu ini mengangkut material tersebut dari pelabuhan20 dan bandara21 yang digunakan untuk

17 Andrie Suparman, Analisis Struktur Dan Simbol Kubah Pada Bangunan Masjid (Studi Kasus: Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat), (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2015), 38-43 dan 70 dalam https://id.123dok.com/document/download/wyeg4p4z, 29/03/2018 pukul 11:36 WIB

18 Hasil wawancara dengan Bapak Abul Hasan Sazali (64 tahun), Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi, 17/03/2018 di Masjid Azizi, serta hasil wawancara Bapak Zainal Arifin AKA (56 tahun), tokoh Sejarawan Langkat, Sumatera Utara, 18/03/2018, di Pangkalan Brandan

19 Abdul Aqier Zin, Masjid-masjid bersejarah di Indonesia, (Jakarta:

Gema Insani Pers, 1999), 32

20Pelabuhan ini dulunya terdapat di depan kantor koramil Tanjung Pura Kabupaten Langkat saat ini (2018) dan khusus dibuat hanya untuk tempat masuknya material-material bangunan Masjid Azizi yang diimpor dari luar negeri.

21 Bandara ini khusus dibuat untuk tempat masuknya barang-barang yang

diimpor dari luar negeri. Tempatnya terdapat di daerah Batu Malenggang, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat.

28

tempat masuknya barang-barang yang diimpor dari luar negeri menuju lokasi pembangunan Masjid Azizi.22

Selain faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, berdirinya Masjid Azizi ini juga didukung oleh beberapa faktor sosial budaya, agama dan perekonomian Kesultanan Langkat pada saat itu. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Kondisi Sosial Budaya23

Dalam bidang Sosial budaya, sebelum Kesultanan Langkat berdiri, mayoritas masyarakat Langkat telah beragama Islam.

Ajaran-ajaran Islam terlihat jelas dalam kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Melayu Langkat. Hal ini dapat dilihat jika membicarakan sebuah permasalahan dalam sebuah kampung, biasanya dimusyawarahkan di masjid. Selain itu, musyawarah pun selalu dihadiri oleh para penghulu, ketua adat dan imam masjid.

Begitu pula dalam hal adat istiadat. Misal, setiap orang tua wajib mengajari anaknya membaca al-Quran sampai khatam. Dan jika orang tua mempunyai anak dengan batas usia masuk mengaji, harus membawa pulut setalam, beras secupak, minyak lampu sebotol dan sepotong rotan.

Dari paparan ini dapat dilihat bahwa sosial budaya masyarakat Langkat sangat kental dengan keIslamannya.

22 Hasil wawanca dengan Bapak Abul Sazali (64 thn) Bendahara Badan Kemakmuran Masjid Azizi di serambi Utara Masjid Azizi, 17/03/2018 dan hasil wawancara Bapak Zainal Arifin AKA (56 tahun), tokoh Sejarawan Langkat, Sumatera Utara, 18/03/2018, di Pangkalan Brandan

23 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, 34

Walaupun memang budaya hindu budha masih melekat pada tradisi masyarakat Langkat. Seperti halnya tradisi tepung tawar.

Kondisi Keagamaan24

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa masyarakat Melayu Langkat sebelum adanya Kerajaan Langkat diketahui sudah beragama Islam, khususnya di daerah pesisir. Hal ini merupakan efek dari wilayah Langkat yang berbatasan dengan Aceh membawa dampak untuk perkembangan Islam di Langkat. Begitu juga dengan kondisi kesultanan sendiri yang memang sejak awal berdiri telah beragama Islam.

Kondisi ini pun dapat dilihat ketika Kerajaan Langkat telah berpusat di Tanjung Pura. Di mana, Sultan menjadikan agama Islam sebagai pedoman dan legitimasi terhadap kebijakan- kebijakan sultan. Begitu pula dengan dinamika kehidupan masyarakat yang mencerminkan perilaku ke-Islaman yang kuat.

Hal ini dapat dilihat dari ibadah-ibadah praktis yang dilaksanakan masyarakat. Misalnya, shalat berjama’ah, mengaji di langgar dan pengajian-pengajian agama yang banyak serta bertemakan aqidah dan tasawuf. Selain itu, berkembangnya tarikat Naqsabandiyah yang dibawa oleh Syekh Abdul Wahab Rokan salah seorang guru spiritual kesultanan.

Dapat dilihat bahwa dinamika keagamaan di Langkat sangat kental.

24 Hasil wawanca dengan Bapak Abul Sazali (64 thn) Bendahara Badan

Kemakmuran Masjid Azizi di serambi Utara Masjid Azizi, 17/03/2018 lihat juga Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat, 141 lihat juga Ryzka Dwi Kurnia, Sistem Pemerintahan Kesultanan Langkat, Jurnal Analytica Islamica, Vol. 4, No. 1, 2015, 160

30

Kondisi Ekonomi

Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Langkat merupakan kerajaan Melayu yang makmur. Hal ini dapat dilihat dari bangunan-bangunan yang didirikan pada masa kerajaan ini.

Kekayaan Kesultanan Langkat ini didorong oleh berbagai penghasilan alam dan konsesi-konsesi yang dibuat oleh Kesultanan Langkat dengan Belanda dan negara lainnya..25

Sebagaimana disebutkan juga oleh John Anderson26 bahwa pada tahun 1823 Kerajaan Langkat merupakan sebuah kerajaan yang kaya.27 Selain penghasilan pertanian dan perkebunan yang tinggi ditambah lagi dengan ditemukannya sumur minyak di daerah ini.28 Di mana, sumur minyak ini merupakan sumur minyak pertama yang berhasil diproduksi. Bahkan berdasarkan catatan sejarah, sumur minyak ini sempat menjadi sumur minyak terbesar keempat di dunia. Bersaing dengan minyak Amerika Serikat, Rusia dan Cina.

Di mana, mulai diproduksi pada tahun 1892 dan dibentuknya maskapai perminyakan kerja sama dengan pemerintah Belanda yang bernama, Koninklijke (Koninklijke Nederlandsche

25 Sri Windari. Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa Sultan Abdul Aziz (1827-1927 M) JUSPI. Vol. I No. 1 Tahun 2017, 44 http://

jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/view/902 dan hasil wawancara dengan Bapak Zainal Arifin (57 tahun), 17/03/2018 di Pangkalan Brandan.

26 Wakil Pemerintahan Inggris di Penang

27 Panitia Peringatan Ulang Tahun ke-100 Jama’iyah Mahmudiyah Tanjung Pura, Langkat, Sejarah Organisasi Pendidikan dan Sosial Jama’iyah Mahmudiyah Lithalibil Kahiriyah Tanjung Pura Langkat, 43

28 Subhan Afifi, Identifikasi Program Corporate Social Responsibility Di

Pangkalan Brandan terhadap Rencana Pendirian Pabrik Sodium Ligno Sulfanot, Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 12, Nomor 2, Mei- Agustus 2014, 137 http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/374

Maatschapij tot Exploitatie van Petrolium bronnen in Nederlandsche-Indie).29

Perlu diketahui, bahwa Kerajaan Langkat ini merupakan salah satu Kerajaan Melayu besar di Sumatera yang memiliki status “Lange Politiek Contract”. Yaitu, Mempunyai perjanjian politik yang tercantum di dalam berbagai pasal dimana ditentukan hak dan kekuasaan yang diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda dan selebihnya sebahagian besar wewenang tetap berada pada kekuasaan kerajaan yang bersangkutan.

Oleh karenanyalah, Kerajaan Langkat dapat menikmati hasil minyak tersebut dengan leluasa. Di mana tercatat, bahwa Langkat telah menerima hasil minyak sejumlah FL.479.103 dan dari hasil in pula Sultan Langkat memperoleh royalty (bahagian).30 Disebabkan faktor perekonomian yang meningkat dan stabil inilah sultan banyak mengadakan pembangunan-pembangunan.31

Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa faktor sosial budaya, keagamaan dan ekonomi berperan penting dalam mendorong berdirinya Masjid Azizi. Selain itu, Masjid Azizi ini menjadi bukti nyata dinamika sejarah Kesultanan Langkat yang luar biasa.

Keberadaannya menjadi saksi nyata kejayaan di bidang ekonomi dan kepedulian yang besar kesultanan terhadap agama Islam.

29 Zainal Arifin, Sekilas Tragedi Bersejarah Brandan Bumi Hangus, 23

30Djohar Arifin, Sejarah Kesultanan Langkat. 44-45 lihat juga Lukman Sinar Basarsah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur.

(Medan: Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), 243-244

31Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, 100 lihat juga Lukman Sinar Basarsah, Bangun dan Runtuhnya Kesultanan Melayu di Sumatera Timur, 243-244

32

Di samping itu, perlu diketahui, bahwa pembangunan Masjid Azizi ini, pada awalnya (1902 M.) belum mempunyai menara.

Menara ini baru dibangun pada tahun 1927 di saat akhir jabatan Sultan Abdul Aziz.32 Oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Helbert Cremer (Pimpinan Deli Maatschappy).

Berdasarkan catatan sejarah, pembangunan ini dilakukan sebagai penebusan rasa bersalah pihak Deli My kepada Sultan Abdul Aziz karena tidak hadir pada pelaksanaan acara peringatan ulang tahun ke-25 masa kekuasaan Sultan Abdul Aziz di Langkat.

Pembangunan menara ini juga dilakukan agar Sultan memaafkan pihak Belanda dan berkenan kembali untuk bekerjasama dengan pihak Belanda. 33

Nama pimpinan pihak Deli Maatschappy ini sampai sekarang masih terlihat di dinding bagian depan menara.34

32 Sulaiman Zuhdi, Langkat dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban, 78

33 Zainal Arifin AKA, Langkat dalam Sejarah Perjuangan dan Kemerdekaan, 61 dan hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Sis (54 tahun), Staff Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Langkat, 19/03/2018 di Jl.

Karantina, Tanjung Pura (rumah M.Sis) dan hasil wawancara dengan Bapak Zainal Arifin AKA (56 tahun), tokoh Sejarawan Langkat dan mantan Kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, 18/03/2018, di Jalan Pendidikan, Pangkalan Brandan.

34 Observasi langsung yang penulis lakukan di Masjid Azizi

33 BAB IV

DESKRIPSI ARSITEKTUR BANGUNAN MASJID AZIZI Pada umumnya, setiap bangunan itu seperti halnya bangunan masjid memiliki dua komponen utama yang berada di bagian eksterior dan interior. Sebagaimana halnya bangunan Masjid Azizi. Berikut diuraikan terkait eksterior dan interior Masjid Azizi:

Dokumen terkait