BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Teori
Teori dipakai sebagai sudut pandang penelitian dibahas pada bagian ini. Dalam rangka menyelidiki masalah-masalah yang perlu dipecahkan sesuai dengan arah dan tujuan penelitian, perlu adanya pembahasan yang lebih luas serta perluasan pengetahuan. Dalam eksplorasi subjektif, posisi hipotetis diletakkan sebagai sudut pandang.22 1. Terapi Realitas
a. Konsep dasar pendekatan terapi realitas
Sebuah metode yang berfokus pada perilaku saat ini dikenal sebagai terapi realitas. Konselor berfungsi sebagai panutan dengan berinteraksi dengan konseli melalui cara melawan fakta serta memeliki kebutuhan dasarnya tanpa merugikan sendiri atau orang lain. Menerima tanggung jawab sendiri serta sehat mental adalah konsep sentral terapi realitas. Menurut Supriatna, reality therapy (N) merupakan terapi jangka pendek yang menekankan pada kekuatan individu dan berfokus pada masa kini. Ini pada dasarnya
22 Tim Penyusun, "Pedoman Karya Tulis Ilmiah (Jember: IAIN Jember, 2018), 46.
adalah cara bagi setiap anggota untuk belajar berperilaku realistis dan menjadi lebih nyata.23
b. Tujuan Terapi Realitas
Tujuan dari terapi realitas membimbing konseli untuk mempelajari perilaku bertanggung jawab, berperilaku realistis dan mengembangkan identitas pencapaian. Selain itu Konselor juga berkewajiban menolong konseli saat membuat penilaian perilakunya sendiri dan merancang tindakan tindakan untuk berubah24.
Teori William Glasser menyatakan bahwa, ketika datang ke konseling realitas, ada tiga poin krusial yakni 3R yang menjadi landasan bagi aktivitas yang digunakan untuk menganalisis masalah yang dihadapi klien.
1. Responsibility (Tanggung Jawab)
kemampuan untuk mengambil tanggung jawab penuh atas tindakan seseorang tanpa merugikan orang lain.
2. Reality (Kenyataan)
Penting bagi seluruh individu untuk paham kebutuhannya untuk mengatasi masalahnya. sehingga orang tersebut harus mengerti fakta-fakta yang ada, yang memang demikian.
23 Rasimin,dkk. Bimbingan Dan Konseling Kelompok (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2018),113
24 Ulfiah,Psikologi Konseling , (Jakarta: Kencana,2020),77
3. Right (Kebenaran)
Ketika mereka mampu bertindak dengan cara yang diterima secara umum, mereka merasa lebih nyaman dan cenderung menilai diri sendiri. Orang dapat bertindak sesuai dengan standar yang ditetapkan.25
Gagasan bahwa orang mengendalikan pilihan dan tindakan mereka adalah inti dari teori konseling realitas. Karena semua masalah muncul dari keadaan saat ini dan tidak terfokus pada masa lalu.
c. Teknik-Teknik Terapi Realitas
Tujuan pendekatan realitas adalah memperkuat potensi konseli untuk kesuksesan hidup. Corey (2009) mencantumkan metode berikut yang dapat digunakan:
1) Ikut berpura-pura (bermain peran) dengan konseli 2) Memanfaatkan humor
3) Menolak segala penjelasan dari konseli
4) Bantu konseli memikirkan rencana kegiatan tertentu 5) Berperilaku seperti seorang pendidik atau model 6) Memberi batasan dan mengatur keadaan pengobatan
7) Menggunakan shock treatment atau ejekan verbal yang pas untuk menghadapi konseli tentang cara berperilaku yang konyol
25 Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling Dan Psikoterapi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 159.
8) Libatkan konseli dalam mencari kehidupan yang lebih sukses.26 Metode pelaksanaannya dilakukan dengan cara yang tidak kaku. Ini disesuaikan dengan konselor dan klien yang berpartisipasi dalam terapi realitas. Akibatnya, beberapa teknik mungkin tidak digunakan dalam praktik. Selama tujuan terapeutik yang sebenarnya dapat dipenuhi seperti yang diharapkan, hal ini tidak akan menjadi masalah.
d. Prosedur Konseling Realita
Bagi sebagian orang, konseling realitas bisa menjadi cara hidup. Selain itu, Ivey membagi konseling realitas menjadi empat fase yaitu:
1) Fase 1 keterlibatan (Involvement)
Glasser mengutarakan konselor menyampaikan empati terhadap konseli. Hubungan yang hangat, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman konseli adalah manifestasi dari perhatian ini. Salah satu cara terbaik untuk melihat seberapa besar kepedulian konselor terhadap orang yang dikonseling.
Selain itu, topik-topik netral, khususnya yang berkaitan dengan keuntungan konseli, harus digunakan di awal pertemuan untuk memperlancar komunikasi antara konselor dan klien.
26 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), 189.
2) Fase 2 Pemusatan perilaku saat sekarang (Focus on Present Behavior rather on Feeling)
Tujuan dari fokus perilaku klien adalah supaya menolong klien menjadi sadar akan tindakan menyebabkan dia merasakan emosi serta masalah yang dia alami. Glasser sampai pada kesadaran bahwa apa yang dilakukan, dipikirkan, dirasakan, dan dialami seseorang secara fisiologis adalah apa yang membentuk perilaku manusia. Keempatnya terkait, tetapi Glasser lebih menekankan pikiran dan tindakan orang dari pada perasaan dan pengalaman fisiologis mereka. Ini karena sejauh yang kita ketahui, sulit menggantikan perasaan dan pengalaman fisiologis kita tanpa menggantikan apa yang awalnya kita lakukan dan pikirkan.
3) Fase 3 Belajar kembali (Relearning)
Pertama, evaluasi nilai (Value Judgment). Penting untuk membantu konseli dalam menentukan apakah perilaku itu bertanggung jawab dan seberapa baik perilaku itu. Artinya, setelah konseli menyadari bahwa perilakunya menyebabkan masalah seperti yang dia hadapi saat ini, dia perlu mendapatkan bantuan dari seorang konselor mengetahui apa dia lakukan dapat membantunya meraih keinginan hidupnya serta terpenuhnya keperluan dasarnya. Tanpa kesadaran konseli akan
ketidak efektifan perilakunya dalam mencapai tujuan hidupnya, tidak terpikirkan oleh konseli untuk mengubah dirinya sendiri.
Kedua, mempersiapkan perilaku yang bertanggung jawab (Preparing for Responsible Conduct). Agar konseli dapat mencapai tujuan yang diharapkan, konselor dan konseli mengembangkan rencana tindakan yang efisien yang serta mengubah perilaku tidak bertanggung jawab menjadi perilaku bertanggung jawab. Rencana tindakan efektif harus langsung, dapat dilakukan, terukur, segera, dan di bawah kendali klien.
Perjanjian (komitmen) adalah yang ketiga. Glasser berpendapat bahwa sebuah rencana akan bermanfaat jika konseli berkomitmen khusus melaksanakan rencana tersebut.
Komitmen ini dibuat secara tertulis serta lisan.
4) Fase 4 tiada kata ampun (No-Excuse)
Konselor tidak perlu menyelidiki alasan mengapa konseli gagal menjalankan rencana yang dibuatnya saat ini karena tidak semua rencana berhasil. Akibatnya, konselor berfokus pada pengembangan strategi baru untuk mencapai tujuan yang lebih sesuai bagi klien. mengurangi atau menghilangkan hukuman Konseling yang berorientasi pada realitas hanya akan mendukung kegagalan identitas klien daripada mengubah perilaku.27
27 Gusman Lesman, Teori Dan Pendekatan Konseling, (Medan : Umsu Press, 2021), 179.
Membangun hubungan saling percaya dengan klien adalah langkah pertama, diikuti oleh sistem WDEP, yang disebut Robert Wubbolding (Corey dalam Sunawan, 2006:2-4) sebagai prosedur yang mengarah pada perubahan. Singkatan WEDP diciptakan untuk membuat hidup lebih mudah bagi para profesional seperti konselor, psikolog, dan lain-lain. atau akademisi untuk memahami dan mempraktikkan aplikasi konseling realitas (Wubbolding, 2017). W singkatan dari
"keinginan dan kebutuhan," yang mengacu pada "menjelajahi keinginan, kebutuhan, dan persepsi," D singkatan dari "arah dan melakukan," E singkatan dari "evaluasi diri," dan P singkatan dari "perencanaan" dan "tindakan ." Selain itu, konseling sebenarnya dimulai dengan tumbuhnya keterlibatan.
Prosedur tahapan konseling realitas sistem WDEP sebagai berikut:
a. Pengembangan Keterlibatan (Involvement)
Konselor memperoleh kondisi fasilitatif pada titik ini.
akibatnya klien dapat berpartisipasi dalam proses konseling dan berbagi perasaannya.
b. Eksplorasi Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi (Want and Needs)
Saat memasuki tahap “W”, Capuzzi dan Stauffer (2016), Corey (2012), dan Wubbolding (2017) berpendapat
bahwa ada tiga aspek perlu diteliti: persepsi, kebutuhan, dan keinginan. Istilah "dunia kualitas" mengacu pada ketiga komponen ini. Dunia ideal yang diinginkan atau diharapkan konseli adalah dunia kualitas. Persyaratan mendasar konseli dan dunia nyata sering berbenturan dengan dunia ideal ini.
Lima kebutuhan mendasar konseli—cinta dan rasa memiliki, kekuatan dan pencapaian, kesenangan, kebebasan, dan kelangsungan hidup—tidak diragukan lagi akan berhubungan dengan setiap keinginan yang mereka miliki. Uraian tentang kebutuhan yang terpenuhi dan tidak diungkapkan karena menjadi dasar munculnya isu.
Konselor dapat dengan mudah mengidentifikasi persyaratan mendasar yang menyertai keinginan konseli dengan mengacu pada hal tersebut.
Saat menjelajahi dunia "W", salah satu topik diskusi yang penting adalah persepsi konseli tentang dunia kualitas.
Konselor dapat belajar tentang perspektif konseli tentang situasi yang mereka hadapi, ciri-ciri pribadi yang membantu atau menyakiti mereka, harga diri, dan terutama kepercayaan pada dunia (apakah mereka mengendalikan hidup atau menjadi korban pengalaman) dengan memperdalam persepsi.
Konselor mengungkapkan segala kebutuhan konseli dan persepsi konseli terhadapnya pada tahap eksplorasi keinginan, kebutuhan, serta persepsi. Penyelidikan kebutuhan dan keinginan di berbagai bidang, termasuk kebutuhan serta keinginan keluarga, wali, pendidik, teman dan lain-lain. Reseptif tetapi tidak kritis, konselor mendengarkan kebutuhan dan keinginan konseli.28
Konselor berusaha mengungkapkan semua kebutuhan konseli dan persepsi konseli terhadapnya pada tahap eksplorasi keinginan, kebutuhan, dan persepsi.
Penyelidikan kebutuhan dan keinginan di berbagai bidang, termasuk kebutuhan dan keinginan keluarga, wali, pendidik, teman dan lain-lain.29
Setelah konselor menggali kehidupan ideal yang diinginkan konseli, konselor bersikap reseptif dan tidak kritis ketika mendengarkan kebutuhan dan keinginan konseli. Selain itu, konselor harus menentukan tingkat komitmen konseli. Jika klien tidak mau berubah dari keadaan atau masalah yang dihadapinya, maka proses konseling tidak akan efektif. Konselor dapat menanggapi kebutuhan konseli dengan umpan balik dan tindak lanjut berdasarkan tingkat komitmen ini.
28 Mulawarman, dkk, Konseling Kelompok Pendekatan Realita, (Jakarta: Kencana, 2020), 26.
29 Zikenia Suprapti, Skripsi, Mengatasi Kenakalan Remaja Pada Siswa Broken Home Melalui Konseling Realita Di SMA Negeri 4 Pekalongan, (Semarang: UNES, 2011)
c. Eksplorasi Arah dan Tindakan (Direction and Doing) Menurut Parson dan Chester (2014), Pengarahan usaha konselor terhadap konseli menuju tujuan yang diantisipasi, pandangan hidup, hubungan dunia luar, dan kebutuhan dasar. Tindakan konseli untuk memuaskan kebutuhan ini pada hakekatnya merupakan bentuk perilaku total yang mencakup tindakan, pemikiran, perasaan, dan fisiologi.
Pemikiran berkaitan dengan pemikiran yang muncul dan cara berpikir konseli tentang pemenuhan kebutuhan.
Feeling berkaitan dengan perasaan konseli dan fisiologi berkaitan dengan kondisi fisik atau tubuh yang dialami sebagai akibat terpenuhinya kebutuhan. Untuk memperoleh gambaran menyeluruh terhadap tujuan mengganggu pemuasan keperluan dasar, tetapi tidak 3R (hak, tanggung jawab, dan kenyataan), konselor harus secara khusus mengkaji keempat ciri perilaku total tersebut. Pada tahap ini, tindakan konseli dikaji dalam kaitannya dengan masa kini.30
Selama mereka berhubungan dengan tindakan saat ini dan membantu individu pembuatan rancangan bagus untuk masa depan, serta perilaku masa lalu juga dapat
30 Mulawarman, dkk, Konseling Kelompok Pendekatan Realita, (Jakarta: Kencana, 2020), 29.
diselidiki. Konselor berfungsi sebagai cermin bagi konseli ketika memutuskan tindakan dan arahan. Sepanjang berhubungan dengan tindakan konseli, boleh saja membahas perasaan konseli.
d. Evaluasi Diri (Self Evaluation)
Tujuan Tahap "E" (evaluasi) adalah memunculkan perilaku baru lebih positif serta mengevaluasi secara keseluruhan dari perilaku yang dipilih konseli. Menurut Capuzzi dan Stauffer (2016), konselor harus memfasilitasi delapan topik evaluasi saat memasuki tahap “E” yaitu:
(1) Evaluasi terhadap arah perilaku baru
Konseli harus diminta untuk mengevaluasi pilihan perilaku baru yang benar-benar menarik minat konselor.
(2) Evaluasi terhadap perilaku yang spesifik
Konselor harus menentukan apakah pilihan perilaku baru konseli akan menguntungkan atau merugikan konseli atau orang-orang di sekitarnya.
(3) Evaluasi keinginan sebagai prestasi
Konselor perlu bertanya lagi keinginan atau kebutuhan konseli, misalnya itu realistis atau tidak
(4) Evaluasi keinginan yang sesuai
Konselor perlu membantu orang melihat hal-hal yang dapat membantu mereka memenuhi kebutuhan atau keinginan mendasar.
(5) Evaluasi sudut pandang
Konseli harus diyakinkan oleh konselor bahwa mengubah perilaku selain melihat situasi, peristiwa, atau orang lain tidak akan dengan mudah mengubah cara pandang yang terinternalisasi.
(6) Evaluasi tingkat komitmen
Ketika mengubah perilaku baru, konselor perlu sekali lagi menekankan komitmen konseli. Karena berhubungan langsung dengan masalah yang mereka hadapi, hal ini menjadi signifikan.
(7) Evaluasi dampak perilaku baru
Ketika perilaku baru terbentuk, konselor juga harus mengevaluasi kembali efek negatif potensial pada klien. Selama proses perawatan, ini digunakan untuk mencegah masalah baru.
(8) Evaluasi terhadap rencana
Guides need to accentuate to the counselee that the plans that have been arranged are really to change conduct in addressing the counselee's necessities in 3R
(responsibility, reality and right), not pointed toward lightening issues.31
e. Rencana dan Tindakan (Planning)
Eksplorasi "P" (Perencanaan) berupaya untuk mengembangkan rancangan sukses untuk mengubah perilaku misalnya terpenuhnya persyaratan identitas. Tahap ini, pembimbing menolong konseli menyesuaikan tingkah laku bertanggung jawab untuk memenuhi keperluanya.
Hasil evaluasi perilaku sebelumnya digunakan untuk membuat perencanaan. Perencanaan baik harus memenuhi prinsip SAMI2C3, yaitu:
(1) Simple (2) Attainable (3) Measureable (4) Immediate (5) Involeved
(6) Controlled by planner (7) Commited
(8) Continuously done
Dalam mengaplikasikan tahapan diatas yakni planning yang sesuai dengan SAMI2C3, maka yang harus dilakukan yaitu (Corey, 2013):
31 Mulawarman, dkk, Konseling Kelompok Pendekatan Realita, (Jakarta: Kencana, 2020), 31.
(1) Membuat langkah-langkah kecil yang spesifik untuk mencapai tujuan keseluruhan mengubah perilaku seseorang sebelum merancang strategi jangka panjang.
(2) Mulailah dengan mengerjakan langkah-langkah yang lebih kecil dan lebih spesifik yang dapat Anda lakukan setiap hari sehingga menjadi kebiasaan positif.
(3) Bersiaplah untuk berkomitmen untuk berpegang teguh pada rencana dan tujuan jika tercapai. 32
Tabel 2.2
Pedoman Petunjuk Teknis Pelaksanaan Konseling Realitas Tahap 1 Keterangan
Konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli (Involvement)
1. Konselor dengan hangat dan tulus membuka pertemuan dan memperhatikan hubungan yang berkembang
2. Konselor berpartisipasi dengan ramah dan ramah 3. 3Konselor menanyakan keuntungan konseli untuk
mempercepat komunikasi dengan konselor.
4. Untuk menumbuhkan keakraban antara konselor dan klien, konselor menggunakan humor untuk mencapainya
5. Dengan konseli, konselor berperan, dengan konselor bertindak sebagai diktator dan motivator.
Tahap 2 Keterangan
Fokus pada 1. Melalui konfrontasi konselor membantu konseli
32 Mulawarman, dkk, Konseling Kelompok Pendekatan Realita, (Jakarta: Kencana, 2020), 32.
tingkah laku sekarang, bukan pada perasaan (Focus Of Present Behavior Rather Than On Felling) sekaligus keiginan (Wants and Need)
dalam memahami dan mengatasi berbagai pikiran, perasaan, dan peristiwa yang ingin disembunyikan atau disembunyikannya.
2. Konselor mengonfrontasi klien dengan perilaku yang tidak realistis melalui “kejutan verbal” atau terapi sarkasme yang sesuai
3. Dalam hal ini, konselor menolak semua klaim konseli mengapa situasi saat ini seperti itu.
4. Konselor menanyakan keinginan klien
5. Instruktur menanyakan apa yang benar-benar dipedulikan oleh konseli
6. Konselor mengkaji persepsi konseli, menentukan tingkat komitmen dari konseli, atau mengidentifikasi kebutuhan mendasar yang menyertai keinginan konseli.
Tahap 3 Keterangan Mengeksplorasi
total behaviour konseli dan memberi arahan (Direction and Doing)
1. Gambaran tentang arah hidup konseli, hubungan dengan dunia luar, dan metode untuk memenuhi kebutuhan dasar, semuanya disediakan oleh konselor. Untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang pilihan hidup yang menghambat pemenuhan kebutuhan dasar,
2. konselor secara khusus memeriksa empat karakteristik total perilaku konseli, melakukan, berpikir, merasakan, dan fisiologi.
3. Konselor berbicara kepada orang yang dikonseling tentang jalan hidup yang akan ditempuh.
4. Pemandu membantu konseli dalam membuat pengaturan yang jelas tentang caranya bersikap
dan berkomitmen untuk menyelesaikan rencana yang dibuat oleh konseli
Tahap 4 Keterangan Pertimbangan nilai
(Value Judgement), Konseli menilai diri sendiri atau melakukan evaluasi (Self Evaluation)
1. Konselor membantu klien dalam menentukan apakah tindakan konseli saat ini akan memungkinkannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan mencapai tujuan hidupnya.
2. Konseli dibantu oleh konselor dalam mengevaluasi perilakunya saat ini.
3. Konselor pendidikan ini berfungsi sebagai panutan dan pendidik.
4. Konselor meminta klien untuk melihat ke dalam pilihan untuk mencoba perilaku baru yang benar- benar menarik minat mereka.
5. Konselor menentukan apakah pilihan perilaku baru konseli akan menguntungkan atau merugikan konseli dan orang-orang di sekitarnya.
6. Konselor menanyakan sekali lagi tentang keinginan atau kebutuhan klien dan menentukan apakah hal itu layak untuk dipenuhi
7. Konselor membantu mencari hal-hal yang dapat membantu konseli memenuhi kebutuhan atau keinginan dasarnya
8. Konselor menekankan kembali komitmen konseli, saat mengubah perilaku baru
9. Konselor menilai kembali dampak negatif yang mungkin dimiliki konseli ketika perilaku baru terbentuk
10. konselor sekali lagi menekankan komitmen klien.
Ketika perilaku baru terbentuk, konselor
mengevaluasi kembali potensi efek negatif pada klien. Konselor menekankan kepada klien bahwa rencana yang dibuat sebenarnya bertujuan untuk mengubah perilaku guna memenuhi 3R klien yaitu tanggung jawab, kenyataan, dan hak.
Tahap 5 Keterangan Merencanakan
tindakan yang bertanggung jawab (Planning
Responsible Behavior)
1. 1. Konselor bekerja dengan klien untuk merencanakan perubahan perilaku yang membuatnya lebih bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya
2. Sistem SAMI2C3 (Simple, Attainable, Measurable, Immediate, Involved, Controlled by Counsel, Committed to, Consistent) lebih umum digunakan untuk menjelaskan rencana tindakan efektif yang dikembangkan oleh konselor dan klien.
3. Menetapkan batasan berarti bahwa konselor membatasi perannya dalam membantu klien hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai diktator atau motivator.
4. Klien membuat rencana perilaku alternatif dan membuat komitmen untuk mengimplementasikan rencana nomor lima.
5. Konselor mendorong klien untuk melaksanakan rencana yang dia dan konselor telah kembangkan dalam kerangka waktu yang ditentukan.
Tahap 6 Keterangan Tindak Lanjut atau
akhir konseling
1. Merupakan tahap kedua dan terakhir dari konseling.
2. Konseling dapat dihentikan atau dilanjutkan jika tujuan yang ditetapkan tidak tercapai, dan konselor serta klien mengevaluasi kemajuan yang dicapai.
2. Janda
a. Definisi Janda/ Single mothers
Seorang wanita yang tidak memiliki pasangan hidup yang selalu ada untuk membantunya membesarkan anak-anaknya dikenal sebagai janda atau single mother. Ibu tunggal adalah wanita tangguh yang harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga dan memenuhi semua kebutuhannya. Karena dia harus menjadi orang tua bagi anak-anaknya33.
Secara ilmiah, janda adalah perempuan yang pernah menjalin hubungan asmara namun berakhir karena ia memiliki kebebasan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Sendirian untuk mendapatkan kesempatan masing-masing memilih gaya hidup mereka sendiri untuk mendapatkan kesempatan mereka sendiri tanpa ikatan pernikahan.
Menjadi orang tua tunggal, menurut Ieda Purnomo Sidi, dimungkinkan dengan bantuan keluarga besar dan masyarakat.
Hanya dalam hal mencari nafkah seorang ibu dapat memikul
33 Sylvia L‟Namira, La Tahzan For Single Mothers, (Jakarta: PT. Lingkar Pena Kreativa,2009), hlm 05
tanggung jawab ayah. Meski demikian, sosok laki-laki tetap dibutuhkan untuk peran-peran lain, namun tekad seorang ibu untuk memastikan kesejahteraan anaknya tak terbantahkan34.
b. Penyebab Istri Menjadi Janda
Ada beberapa penyebab seoramg istri menjadi janda sebagai berikut:
1) Wafatnya suami
2) Al-khal‟u, yaitu minta cerai dari suaminya 3) Fasakh, yaitu pembatalan pernikahan 4) Cerai baa‟in
5) Diceraikan oleh suami dengan cerai raj‟I (cerai sekali atau dua kali) dan suami masih berhak merujulinya selama dalam masa idah.
6) Al-li‟an (kutukan35).
3. Stress
Stress adalah respons tubuh terhadap stressor psikososial.
Kumpulan perubahan fisiologis yang disebabkan oleh tekanan, bahaya, atau ancaman juga dapat diartikan sebagai stress. Karena stress adalah ciri kehidupan modern dan merupakan bagian kehidupan yang tidak dapat dihindari, baik di sekolah, di tempat kerja, di keluarga, atau di mana pun, itu adalah masalah umum bagi orang-orang. Stress dapat
34 Ayesha El Himah, “Surat Untuk Muslimah” (t.tp: Alex Komputindo,2015),164
35 Aziz Salim Basyarahil, Dkk, Janda, (Jakarta: Gema Insan Press,1999),129
menyerang siapa saja, baik anak muda, dewasa, maupun lansia.
sehingga siapapun dan dimanapun mengalami stress.
a. Jenis-Jenis Stress
Menurut Prityoto sters dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut gejalanya:
1) Stress ringan: antusiasme meningkat, penglihatan lebih tajam, lebih banyak energi, kelelahan tanpa sebab, masalah dengan sistem pencernaan dan otak, dan ketidakmampuan untuk rileks Seseorang membutuhkan stress karena dapat membuat mereka berpikir dan berusaha lebih keras dalam menghadapi. dari tantangan hidup.
2) Stress Sedang: Jenis stress ini dapat bertahan lebih lama daripada stress ringan karena harus menghadapi masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan cepat atau baik dengan rekan kerja, keluarga, atau komunitas. Sakit perut, otot tegang, dan gangguan tidur adalah tanda-tanda stress sedang.
3) Stress Ekstrim: Situasi yang berlangsung selama beberapa minggu, bulan, atau tahun, seperti kesulitan keuangan, perpisahan keluarga, penyakit kronis, dan psikologi sosial di usia tua, adalah contoh dari jenis stress ini. Stress berat ditandai dengan kesulitan melakukan aktivitas, gangguan dalam hubungan sosial, sulit tidur, penurunan konsentrasi, dan kecemasan berkepanjangan.
b. Dampak Stress
Menurut priyono ada tiga dampak terjadinya stress sebgai berikut:
1) Dampak fisiologis
a) Satu sistem lebih aktif daripada yang lain ketika terjadi gangguan organ: Otot iyopathy (pengencangan atau pelemahan otot tertentu), peningkatan tekanan darah (kerusakan pada jantung dan arteri), dan sistem pencernaan (maag, diare)
b) Gangguan sistem reproduksi: Gangguan menstruasi, seperti amenore, kegagalan ovulasi pada wanita, impotensi pada pria, dan berkurangnya hasrat seksual adalah contoh gangguan menstruasi.
c) Kondisi lain seperti sakit kepala, ketegangan otot, dan kebosanan dll.
2) Dampak Psikologis
a) Kelelahan emosional yang jenuh, yang merupakan tanda burnout sejak dini.
b) Penurunan prestasi, yang mengakibatkan berkurangnya rasa kompetensi dan kesuksesan.
3) Dampak perilaku
a) Ketika stress berubah menjadi kesusahan, seseorang akan terlibat dalam perilaku yang tidak dapat diterima.
b) Perilaku stress tinggi membuat lebih sulit untuk mengingat informasi dan mengambil tindakan yang benar.36.
36 Yohanes Andy rias, dkk, Psikologi Dan budaya, (Bandung : Media Sain Indonesia, 2021) 71
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini, calon peneliti memerlukan strategi penelitian yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang di butuhkan. Keberhasilan atau kegagalan suatu penelitian sangat ditentukan oleh pemilihan metode yang tepat oleh peneliti, sehingga metode penelitian menjadi sangat menentukan.37 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan, melainkan terjun langsung kelapngan dan berinteraksi dengan objek penelitian.
Sedangkan Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian studi kasus (case study) adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.38 karena peneliti ingin mengetahui tentang keunikan objek atau permasalahan yang rumit. Selain itu, dengan mendeskripsikan dan menyajikan fakta dari lapangan secara sistematis dalam bentuk deskripsi, peneliti memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang peristiwa. Menurut pendapat sebelumnya, tujuan penggunaan metode kualitatif oleh peneliti adalah untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran tentang pendekatan terapi realita kepada janda
37 Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta. 1990), 23.
38 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 67.