• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kej ad ian Gunung Sabampolulu dan Gunung Ne pa- Nepa

Dalam dokumen Struktur Sastra Lisan Bahasa Wolio (Halaman 56-60)

BAB III STRUKTUR SASTRA LISAN WOLIO

3.15 Kej ad ian Gunung Sabampolulu dan Gunung Ne pa- Nepa

pelaku dengan uraian sebagai berikut.

a. Peristiwa

1) Pada zaman dahulu kala Pulau Kabaena dan Poleang masih berhubungan keluarga.

2) Suatu ketika, Sangliang Nepa-nepa berkeinginan supaya Kabaena menjadi. jajahan Wuna.

3) Hasrat ini sangat ditentang oleh Sanghiang Poleang, saudaranya.

4) Tanda Penolakan Sanghiang Poleang dengan mengirim utusan dengan membawa bingkisan yang diikat dengan rotan yang panjangnya sejengkal.

5) Utusan Sanghiang Poleang dibalas Sanghiang Nepa-nepa dengan kiriman tujuh ekor anak ayam, lalu meminta ditunjukkan mana yang betina dan mana yang jantan.

6) Balasan Sanghiang Nepa-nepa ditanggapi secara emosional oleh Sanghiang Poleang.

7) Utusan Sanghiang Nepa-nepa diundang Sanghiang Poleang gunung menyaksikan tebasan sebatang pohon biasa yang sekali tebang langsung tumbang.

8) Sanghiang Nepa-nepa meminta dikirimi tali abu yang terpilih.

9) Permintaan terakhir dari Sanghiang Nepa-nepa membuat Sanghiang Poleang mempersiapkan meriamnya untuk diluncurkan ke Sanghiang Nepa-nepa.

10) Sebelum meriam ditembakkan, Sanghiang Poleang memperingati saudaranya, Sanghiang Sabampolulu, supaya tunduk apabila peluru sudah ditembakkan agar tidak menimpanya.

11) Peringatan ini tidak diindahkan Sabampolulu sehingga peluru meriam melanggar kepalanya dan terbelah dua dan itulah sebabnya puncak gunung Sabampolulu sampai saat ini terbelah dua.

12) Tembakan meriam Sanghiang Poleang dibalas oleh Sanghiang Nepa-nepa dengan meminta bantuan kepada Sanghiang Siontapina.

13) Sebelum Sanghi~ng Siontapina menembakkan meriamnya terlebih dahulu Sanghiang Nepa-nepa disuruh menunduk supaya kepalanya tidak terkena peluru meriam.

14) Peringatan Sanghiang Siontapina tidak diindahkan oleh Sanghiang Nepa-nepa sehingga kepalanya dihantam' peluru meriam sampai rata.

15) Demikianlah puncak gunung Nepa-nepa menjadi rata sampai sekarang.

16) Balasan tembakan meriam Siontapina menyebabkan anak- anak Sabampolulu lari berhamburan. Adapun anak-anak yang lari itu menjelma menjadi a !iran. sungai di Kabaena. Salah satu sungai itu sangat ditakuti oleh masyarakat di Pulau Kabaena, yakni Sungai La Kambula· karena sungai itu selalu menimbulkan kerusakan sehingga banyak menimbulkan korban.

b. Alur Cerita

Sanghiang Nepa-nepa ingin memasukkan Kabaena menjadi jajahan Wuna. Hasrat ini tidak disetujui oleh saudaranya, bernama Sanghiang Poleang. Sebagai tanda bahwa kehendak Sanghiang Nepa- nepa itu ditentang seketika itu juga Sanghiang Poleang mengirimkan bingkisan yang diikat sangat erat dengan sampul rotan, hanya sepanjang satu jengkal agar air tidak dapat menembusnya. Kemudian.

Sanghiang Nepa-nepa mengirimkan lagi bingkisan sebagai balasan- nya, yakni berupa tujuh ekor anak ayam yang baru menetas dan ia meminta agar ditunjukkan mana yang betina dan mana yang jantan.

Kedua Sanghiang, baik Poleang maupun Nepa-nepa tetap pada pendiriannya dengan berbalas-balasan. Namun, kiriman bingkisan itu belum dapat menyelesaikan masalah.

Akhirnya, mereka mengadu kekuatan melalui berperang dengan menggunakan alat senjata. Kedua pihak itu masing-masing melontarkan meriamnya. Sanghiang Poleang menembakkan meriamnya lebih dulu. Ia pun memberi peringatan kepada Sanghiang Sabampolulu (saudaranya) agar menundukkan kepalanya jika peluru meriam melewati di atas kepalanya. Peringatan ini tidak diindahkannya karena dia mengira jika menuruti kehendaknya itu berarti penghinaan. Sanghiang Sabampolulu tidak mau menundukkan kepalanya. Oleh karena itu, kepalanya terkena peluru meriam dari Sanghiang Poleang. Itulah sebabnya menurut kepercayaan masyarakat Wolio bahwa Gunung Sabampolulu itu puncaknya terbelah menjadi dua sebagaimana yang terlihat sekarang.

Selanjutnya Sanghiang Nepa-nepa membalas tembakan Sanghiang Poleang dengan meminta bantuan kepada Sanghiang Siontapina. Sanghiang Siontapina meminta supaya Sanghiang Nepa- nepa menundukkan kepala kalau peluru meriamnya sedang melanggar di atas kepalanya. Pernyataan ini juga tidak dipedulikan oleh Sanghiang Nepa-nepa. Akhirnya, kepala Sanghiang Nepa-nepa dilanggar habis oleh peluru meriam Sanghiang Siontapina. Konon itulah sebabnya Gunung Nepa-nepa puncaknya menjadi rata hingga saat ini. Dengan adanya peluru-peluru meriam Sanghiang Siontapina yang beterbangan ke Pulau Kabaena, maka anak-anak Sabampolulu berlarian dan salah seorang ada yang lari dengan kencangnya, bernama La Kambula. Menurut kepercayaan masyarakat ke mana anak Sabampolulu berlarian itu semuanya menjelma menjadi aliran sungai. Salah satu sungai yang sangat ditakuti kalau banjir adalah Sungai La Kambula karena sungai itu selalu merusak harta benda dan memakan banyak korban.

Cerita ini menggambarkan pertarungan dua tokoh yang diakhiri dengan suatu peperangan. Peristiwa dimulai oleh Sanghiang Nepa- nepa yang ingin menguasai Pulau Kabaena untuk dimasukk.an menjadi jajahan Wuna. Peristiwa cerita ini mencapai puncaknya pada waktu Sanghiang Poleang memuntahkan peluru meriamnya dan dibalas pula oleh Sanghiang Siontapina. Dalam peperangan ini mengakibatkan kehancuran total, bahkan, memakan korban yang tidak sedikit dan meninggalkan bekas yang hingga saat ini masih. dapat diketahui dengan bukti-bukti berupa lingkungan alam, seperti puncak Gunung Sabampolulu, Gunung Nepa-nepa, dan Sungai La Kambula, serta batu yang masih tetap diyakini sebagai peluru meriam di Gunung Nepa- nepa.

Alur cerita ini melukiskan pertentangan dua tokoh yang masing- masing dengan sikap yang keras dan prinsip yang berbeda. Keduanya tetap pada pendirian yang kokoh. Peristiwa dimulai dengan sifat Sanghiang Nepa-nepa yang ingin menguasai Sanghiang Poleang dan mencapai puncak~ya ketika terjadi peperangan antara kedua tokoh itu.

Pola alur seperti ini dapat digambarkan dengan garis menanjak.

Dalam cerita m1 diperoleh kesan bahwa pn.ns1p dan kemauan yang keras tidak dapat diselesaikan secara damai, tetapi melalui adu kekualan. Alur cerita ini dapat digolongkan ke dalam tipe the law of contrast.

c. Pelaku

1) Sanghiang Nepa-nepa, memiliki sifat ingin menguasai, dan keras.

2) Sanghiang Poleang, sifat keras, tidak mau didaulat.

3) Sanghiang Sabampolulu, tidak ingin tunduk pada saudaranya.

4) Anak-anak Sabampolulu, takut berlarian termasuk La Kambula.

5) Sanghiang Siontapina, pasukan pembantu.

6) Utusan Sanghiang Nepa-nepa dan utusan Sanghiang Poleang.

7) Rotan, pohon, parang, dan anak-anak ayam.

8) Meriam Sanghiang Poleang dan meriam Sanghiang Nepa- nepa.

9) Peluru yang menjadi batu.

10) Sungai La Kambula yang selalu memakan korban pada waktu banjir.

11) Gunung Sabampolulu, yang puncaknya terbelah dua.

12) Gunung Nepa-nepa, yang puncaknya rata.

13) Pulau Kabaena dan Poleang.

Dalam dokumen Struktur Sastra Lisan Bahasa Wolio (Halaman 56-60)

Dokumen terkait