KAJIAN KEPUSTAKAAN
B. Kajian Teori
1. Kemampuan Penalaran Matematis
Kemampuan merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki masing-masing individu. Kemampuan yang sering kita lakukan sebelum melakukan sesuatu adalah kemampuan untuk berpikir.18 Kemampuan berpikir seseorang merupakan suatu proses mental dalam mengembangkan gagasan atau ide dari berbagai informasi yang didapat, sehingga menghasilkan suatu produk tertentu. Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan berpikir yang baik dan kuat, apabila mampu melakukan berbagai cara untuk menghasilkan suatu ide,
18Asti Faradina dan Mohammad Mukhlis, “Analisis Berpikir Logis Siswa dalam Menyelesaikan Matematis Realistik Ditinjau dari Kecerdasan Interpersonal”, Jurnal Pendidikan dan Pendidikan Matematika 2, no. 2 (Desember 2020): 129-130.
mengkolaborasikan, mengevaluasi, menganalisa dan membuat sesuatu hal yang baru.19
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kita sanggup melakukan sesuatu. Kemampuan secara istilah berarti kesanggupan atau kecakapan yang dimiliki seseorang dengan melakukan pelatihan, pekerjaan yang menampilkan potensi kecerdasan melalui tindakannya sendiri.20 Selain itu, kemampuan juga diartikan sebagai kapasitas seseorang individu untuk menyelesaikan beragam tugas yang dimilikinya.21
Penalaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata nalar yang berarti suatu kegiatan yang memungkinkan seseorang untuk berpikir logis, sedangkan penalaran diartikan sebagai kebiasaan menggunakan akal untuk berpikir logis.22 Penalaran juga dapat diartikan sebagai proses berpikir di mana kesimpulan diambil dari beberapa pernyataan yang terbukti.
Kemampuan penalaran adalah kemampuan berpikir logis siswa berdasarkan runtutan kerangka berpikir tertentu. Kemampuan penalaran berarti kemampuan menarik konklusi atau kesimpulan yang tepat dari
19Mohammad Mukhlis dan Mohammad Tohir, “Instrumen Pengukur Creativity and Skills Siswa Sekolah Menengah di Era Revolusi Industri 4.0”, Indonesian Journal of Mathematics and Natural Science Education 1, no. 1 (Desember 2019): 65-66.
20Siska Maimunah Siregar et al, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa pada Materi Penerapan Teorema Phytagoras”, Jurnal MathEdu 4, no. 1(Maret 2021): 73.
21 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi Edisi ke-12, (Jakarta: Salemba Empat, 2008).
22 Aprilia Dwi Handayani, “Penalaran Kreatif Matematis”, Jurnal Pengajaran MIPA 18, no. 2 (Oktober 2013): 162.
18
bukti-bukti yang ada dan menurut aturan-aturan tertentu.23 kemampuan penalaran matematis adalah tingkat akhir matematika tingkat tinggi dan mencakup kemampuan untuk berpikir logis dan sistematis.
Kemampuan penalaran matematis siswa sebagai kemampuan mengaitkan hubungan antara objek matematika satu dengan yang lainnya, memeriksa dan mengevaluasi asumsi matematis, serta mengembangkan argumen dan bukti matematis untuk membuktikan kebenaran dugaannya agar diyakini oleh semua orang.24 Siswa yang melakukan penalaran matematis terhadap suatu konsep atau memecahkan masalah matematika dengan baik, kemudian mengomunikasikannya dengan siswa lain dapat membangun kemampuan untuk meyakinkan pendapatnya kepada orang lain.25
Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa pembelajaran matematika di SMP bertujuan agar siswa menguasai kemampuan berikut.
a. Memahami konsep matematika dengan menjelaskan dan menerapkan antarkonsep secara efektif dan akurat untuk menyelesaikan permasalahan.
23Taufiq dan Junaidi,”Pembelajaran Matematikan Melalui Model Konstruktivisme Tipe Novick untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”, Jurnal Sains Riset 10, no. 1 (April 2020): 5.
24 Mardiah Nursoffiana dan Nur Efendi, “Analisis Hubungan Penalaran Matematis dengan Pemecahan Masalah terhadap Materi Matematika Siswa SD”, Academia Open 6, (Juni 2022): 7.
25 M A Maulyda, A M Annizar, V R Hidayati dan M Mukhlis, “Analysis of Students Verbal and
Written Mathematical Communication Error in Solving Word Problem”, Journal of Physics:Conference Series, (Mei 2020): 3.
b. Menggunakan penalaran tentang pola dan sifat dengan memanipulasi matematika untuk membuat generalisasi, serta merangkai bukti ide dan pernyataan matematis.
c. Pemecahan masalah, yang melibatkan kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah matematika dengan menggunakan model untuk menemukan solusi permasalahan.
d. Mengkomunikasikan ide dengan media untuk mengklarifikasi permasalahan yang dicari.
e. Memanfaatkan matematika dengan baik dalam kehidupannya.
Berdasarkan pemaparan diatas, kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan berpikir menurut kerangka berpikir tertentu berdasarkan pemahaman konsep yang dipelajari sebelumnya untuk membuat keputusan baru yang logis sehingga dapat dijelaskan dan dibuktikan.
Kemampuan penalaran membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika sesuai dengan pemahaman konsep yang dimilikinya, misalnya kemampuan dalam menyimpulkan dan membuktikan pernyataan sehingga menghasilkan ide baru. Oleh karena itu, dalam diri siswa perlu dikembangkannya dan dilatihnya kemampuan penalaran matematis. Pembiasaan ini dimulai oleh guru dengan terus- menerus membagikan permasalahan matematika yang berbeda sesuai dengan materi yang diajarkan, serta menyesuaikan metode pembelajaran yang tepat sebagai salah satu bentuk guru dalam memfasilitasi siswa.
20
Kegagalan siswa dalam menguasai matematika cenderung disebabkan oleh kurangnya kemampuan berpikir ketika menyelesaikan soal matematika tertentu. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika sangat penting bagi siswa untuk dilatih dan dibiasakan menggunakan kemampuan penalaran.
Secara umum penalaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses berfikir yang melibatkan pembuatan kesimpulan umum berdasarkan informasi tentang masalah (fakta) tertentu. Proses penalaran dengan membuat generalisasi atau menyusun pernyataan baru tentang masalah tertentu. Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari masalah umum ke khusus berdasarkan fakta yang ada.26
Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas tanggal 11 November 2004 tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP No.
506/C/Kep/PP/2004, siswa dikatakan memiliki kemampuan penalaran jika mampu memenuhi indikator berikut yaitu: (1) membuat asumsi; (2) mampu memanipulasi matematika; (3) mampu melakukan penarikan kesimpulan, merangkai bukti, mengemukakan argumentasi untuk berbagai solusi; (4) dapat menarik kesimpulan pernyataan; (5) mampu mengecek keabsahan argumen; (6) mampu membuat generalisasi dengan
26 Rieke Alyusfitri, “Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Melalui Model Problem Based Instructional (PBI)”, Pakar Pendidikan 15, no. 1 (Januari 2017): 39-52.
menetapkan pola atau sifat gejala matematikanya.27 Sedangkan menurut Sumarno (2014) dalam Lestari et al28, kemampuan penalaran matematis memiliki indikator sebagai berikut:
a. Menarik kesimpulan secara rasional.
b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan pola, fakta, ciri-ciri dan hubungan.
c. Memprediksi jawaban dan proses penyelesaiannya.
d. Menganalisis sesuatu menggunakan pola hubungan untuk membuat perumpamaan dan generalisasi.
e. Mengembangkan dan menguji konjektur.
f. Membuat kontra contoh.
g. Mengikuti aturan penalaran dan memeriksa validitas argumen.
h. Merumuskan argument valid.
i. Mengembangkan bukti baik langsung maupun tidak langsung menggunakan induksi matematika.
Indikator pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa adalah sebagai berikut:29
a. Menyajikan pernyataan secara tulisan, lisan, gambar maupun diagram.
b. Menyatakan asumsi.
27 Yanti, Pujawan dan Mahayukti, “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Penerapan Pendekatan Metaphorical Thinking”, Jurnal IKA 16, no. 2 (September 2018):
85.
28 Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara, Penelitian Pendidikan Matematika (Bandung : PT Refika Aditama, 2015), 82.
29 Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009).
22
c. Memanipulasi matematika.
d. Merangkai bukti, menyebutkan alasan yang bertentangan dengan kebenaran dari penyelesaian permasalahan.
e. Menyatakan kesahihan argument untuk melakukan penarikan kesimpulan.
f. Membuat generalisasi dengan menentukan pola atau sifat gejala matematis.
Berdasarkan indikator yang dijelaskan di atas, indikator yang digunakan dalam penelitian ini menyesuaikan dengan tahapan penyelesaian soal materi persamaan linear satu variabel. Berikut adalah indikator penalaran matematis dalam penelitian ini:
a. Kemampuan mengajukan dugaan adalah kemampuan siswa menuliskan informasi yang terdapat dalam soal dengan menyebutkan yang diketahui dan ditanyakan pada permasalahan yang diberikan.
b. Kemampuan melakukan manipulasi matematika adalah kemampuan siswa menuliskan tahapan penyelesaian permasalahan yang diambil dengan menyesuaikan algoritma penyelesaiannya dan mengoperasi kan matematika yang diperlukan dengan benar untuk menemukan jawaban.
c. Kemampuan menentukan pola atau sifat dari gejala matematis adalah kemampuan siswa dalam memilih model atau pola matematika untuk menganalisis permasalahan yang sesuai dengan gejala matematisnya.
d. Kemampuan menyusun bukti atau alasan terhadap beberapa solusi adalah kemampuan siswa mengumpulkan bukti solusi permasalahan dengan acuan model yang dikembangkan sendiri.
e. Kemampuan menarik kesimpulan atau membuat generalisasi adalah kemampuan siswa dalam penarikan kesimpulan yang menekankan ketekunan siswa dalam menentukan kebenaran suatu pernyataan tertentu.
2. Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penalaran yang bukan hanya menuntut siswa untuk mengingat atau mengulang pernyataan kembali suatu penyataan.
Tetapi kemampuan ini berfokus pada kemampuan siswa dalam menganalisis, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, maka diperlukannya guru dalam melatih siswa berpikir tingkat tinggi.30 Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan penilaian berbasis kehidupan nyata dari kehidupan sehari-hari, namun pada praktiknya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal HOTS.31
Mengenai tujuan pembelajaran di kelas, menurut Bookhart ada beberapa kategori HOTS, yaitu: HOTS sebagai transfer, HOTS sebagai
30 Yunita Sari et al., “Meningkatkan Kemampuan Menyusun Soal IPA Berorientasi HOTS Bagi Guru Sekolah Dasar Gugus Pandanaran Dabin VI UPTD Semarang Tengah”, Indonesian Journal of Community Services 1, no. 2 (November 2019): 176.
31 AA Aini., M Mukhlis, AM Annizar, MHD Jakaria dan DD Septiadi, “Creative Thinking Level
of Visual-Spasial Students on Geometry HOTS Problem”, Jurnal Fisika: Seri Konferensi (Februari 202): 3.
24
berpikir kritis dan HOTS sebagai pemecah masalah.32 Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah keterampilan untuk memikirkan suatu hal secara kritis, menciptakan keputusan serta menyelesaikan permasalahan, berpikir secara kreatif, dan selalu memikirkan nilai positif serta nilai negatif dari suatu hal. Dalam dunia pendidikan pengertian ini mengharapkan peserta didik untuk dapat kritis terhadap sebuah informasi, mampu membuat kesimpulan, dan membuat gagasan sederhana dari suatu permasalahan.33 King, Goodson, & Rohani menjelaskan bahwa HOTS merupakan kemampuan berpikir yang berpikir logis, kritis, kreatif, reflektif, dan metakognitif.34
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan berpikir siswa yang mencakup tingkat kognitif pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk memanipulasi pengetahuan yang ada dengan cara tertentu untuk menciptakan implikasi baru.
Taksonomi proses berpikir yang dirujuk dalam penelitian ini adalah taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Anderson dan Krathwol menelaah kembali taksonomi Bloom dan melakukan revisi sebagai berikut.
32 Triska Ayudya Setyaningrum, et al, “Kemampuan Menyusun Soal Berbasis HOTS Guru Bahasa Jawa SMK Negeri Se-Kabupaten Kendal”, Piwulang : Journal of Javanese Learning and Teaching 8, no.2 (Desember 2020): 156.
33 Djoko Dwi Kusumojanto et al, Evaluasi HOTS Menggunakan Aplikasi Digital pada Mata Pelajaran IPS, (Malang: Media Nusa Creative, 2022), 21.
34 Ramdhan Prasetya Wibawa dan Dinna Ririn Agustina, “Peran Pendidikan Berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama di Era Society 5.0 sebagai Penentu Kemajuan Bangsa Indonesia”, Equilibrium 7, no. 2 (Juli 2019): 138.
Tabel 2.2
Revisi Taksonomi Bloom
Tingkatan Taksonomi Bloom Anderson dan Krathwohl
C1 Pengetahuan Mengingat
C2 Pemahaman Memahami
C3 Aplikasi Menerapkan
C4 Analisis Menganalisis
C5 Sintesis Mengevaluasi
C6 Evaluasi Mengkreasi
Revisi taksonomi oleh Krathwol dan Anderson menjelaskan perbedaan antara proses kognitif dan aspek pengetahuan (pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metagoknitif) menggambarkan bahwa orang dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi mampu dalam menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi.35 Anderson dan Krathwol mengkategorikan dimensi proses berpikir pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3
Dimensi Proses Berpikir
LOTS
Remembering (Mengingat Kembali)
Kata kerja: Mengingat, mendaftar dan mengulang.
Understanding (Menjelaskan ide konsep)
Kata kerja: Menjelaskan, mengklasifikasi, menerima dan melaporkan.
Applying (Menggunakan informasi pada domain berbeda)
Kata kerja: Menggunakan, mendemonstrasikan, mengilustrasikan dan mengoperasikan.
HOTS Analyzing (Menspesifikasikan aspek-aspek elemen) Kata kerja: Membandingkan, memeriksa, mengkritisi dan
35 Ulfa Azizah, “Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik MTs Ma‟haduttholabah dalam Menyelesaikan Permasalahan Perbandingan Kelas VII J ditinjau dari Gaya Belajar Tipe Investigatif (Holland)”(skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2019).
26
menguji.
Evaluating (Mengambil keputusan sendiri)
Kata kerja: Evaluasi, menilai, menyanggah, memutuskan, memilih dan mendukung.
Creating (Mengkreasi ide)
Kata kerja: Mengkontruksi, desain, kreasi, mengembangkan, menulis dan memformulasikan.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnnya, ada beberapa kata kerja aktif (KKO) yang identik tetapi memiliki dimensi yang berbeda.
Kesenjangan ini biasanya terjadi pada saat guru menentukan rentang KKO yang digunakan untuk menuliskan indikator soal. Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, Puspendik (2015) mengklasifikasikannya menjadi tiga tingkat kognitif yang digunakan dalam kisi-kisi UN sejak tahun pelajaran 2015/2016. Pengelompokan level kognitif adalah pengetahuan dan pemahaman (level 1), aplikasi (level 2), dan penalaran (level 3).36 Secara singkat untuk masing-masing level adalah sebagai berikut:37
a. Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1) adalah level kognitif pengetahuan dan pemahaman kognitif meliputi dimensi proses berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Soal level 1 ditandai dengan mengukur pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
Dalam soal level 1 terkadang siswa harus mengingat berbagai rumus dan menghafal definisi agar dapat menentukan langkah-langkah
36Peldi Aldi Wijaya et al, “Kemampuan Peserta Didik Kelas X dalam Menyelesaikan Soal-Soal Kognitif Tipe Menganalisis dan Mengevaluasi pada Mata Pelajaran Fisika”, Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika 15, no. 1 (April 2019): 46.
37 Setiawati et al, Buku Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2019), 45-47.
permasalahan, sehingga soal ini termasuk kategori soal sulit. Namun, soal level 1 tidak termasuk soal HOTS.
b. Aplikasi (Level 2) adalah level kognitif aplikasi yang mencakup dimensi proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3).
Ciri-ciri soal level 2 adalah kemampuan mengukur: a) menggunakan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural pada semua mata pelajaran; atau b) menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural secara spesifik untuk menyelesaikan masalah kontekstual.
c. Penalaran (Level 3) adalah level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang melibatkan penalaran, karena untuk menjawab soal level 3 siswa harus mampu memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan serta memiliki tingkat logika dan penalaran yang tinggi untuk menyelesaikan permasalahan kontekstual. Level penalaran mencakup dimensi proses berpikir menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6).
3. Materi Persamaan Linear Satu Variabel