KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Proses penuaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal, misalnya polusi, stres, makanan yang tidak sehat, maupun bisa disebabkan faktor internal, di antaranya radikal bebas, hormon yang berkurang, genetik dan lainnya.
Peran radikal bebas pada proses penuaan sangat penting, karena radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan radikal bebas dan menempati urutan ketiga di dunia sebagai faktor risiko dari berbagai penyakit dan disabilitas.
Alkohol yang dikonsumsi, 90% di antaranya akan dimetabolisme oleh tubuh terutama hati oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenine-dinukleotida (NAD) menjadi asetaldehid yang merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan jaringan atau sel. Oleh karena itu hati menjadi target organ yang utama dari kerusakan yang dtimbulkan oleh alkohol. Jika hati mengalami kerusakan, enzim aspartate aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) yang terdapat di hati akan keluar dari sel hati sehingga kadarnya meningkat dalam darah. Kedua enzim ini merupakan indikator terbaik untuk mengidentifikasi kerusakan hati karena peningkatan kedua enzim ini terjadi lebih awal dan
umumnya peningkatannya lebih drastis dari enzim lainnya. Rusaknya sel hati akan menyebabkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Sehingga bila terjadi kerusakan pada hati maka fungsi hati untuk memecah lemak juga akan terganggu dan bila hal ini terus berlanjut maka akan berkembang menjadi perlemakan hati.
Banyak antioksidan yang dapat meredam efek buruk dari radikal bebas, salah satunya adalah rumput laut yang memiliki komponen bioaktif polifenol seperti flavonoid dan phlorotannin. Polifenol dapat memberikan atom hidrogen yang dimilikinya pada radikal bebas dan membentuk senyawa yang non-reaktif dan berperan dalam menekan terjadinya peroksidasi lipid dan cincin fenol berperan sebagai electron traps untuk radikal bebas. Hal ini ditandai dengan adanya penghambatan peningkatan kadar serum alanine aminotransferase dan aspartate aminotransferase.
3.2 Konsep
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Keterangan:
Diteliti ---> Tidak diteliti
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Pemberian ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) menghambat peningkatan alanine aminotransferase (ALT) pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi alkohol.
Tikus yang diberi Alkohol Kadar ALT Kadar AST Perlemakan hati/
Steatosis Faktor Internal
Genetik Hormonal Jenis Kelamin
Ekstrak Rumput Laut
Faktor Eksternal Polusi
Stres Nutrisi
2. Pemberian ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) menghambat peningkatan aspartate aminotransferase (AST) pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi alkohol.
3. Pemberian ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) menghambat terjadinya perlemakan sel hati/ steatosis pada tikus (Rattus norvegicus) yang diberi alkohol.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Post Test Only Control Group Design (Marczyk et al., 2005).
Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
P0
P1 Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan:
P : Populasi S : Sampel R : Random
P0 : Perlakuan kelompok kontrol yang diberikan akuades sebanyak 1cc/200gr bb tikus + alkohol 40% sebanyak 1cc/200gr bb tikus
P1 : Perlakuan pada kelompok yang diberikan ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dengan dosis 180 mg/1cc per 200 bb tikus + alkohol 40% sebanyak 1cc/200gr bb tikus
O1 : Observasi kadar ALT, AST dan steatosis pada post test kelompok kontrol (P0)
P S R
O1
O2
O2: Observasi kadar ALT, AST dan steatosis pada post test kelompok perlakuan (P1)
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi penelitian
1. Analisis fitokimia rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
2. Pembuatan ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas Udayana serta Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
3. Penelitian dilaksanakan di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
4. Pemeriksaan ALT dan AST dilaksanakan di UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali.
5. Pemeriksaan perlemakan sel hati dilaksanakan di Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
b. Waktu penelitian :
Penelitian ini dilakukan pada 2 Desember 2016- 7 Februari 2017, dengan perincian:
1. Tujuh hari untuk adaptasi subjek untuk penelitian pendahuluan.
2. Pada penelitian pendahuluan tikus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol P0 yang diberikan akuades sebagai plasebo sebanyak 1cc/200gr bb tikus, kelompok perlakuan P1 diberikan ekstrak rumput laut sebanyak 40 mg/200gr bb tikus, kelompok perlakuan P2 diberikan ekstrak rumput laut sebanyak 80 mg/200gr bb tikus, kelompok perlakuan P3 diberikan ekstrak rumput laut sebanyak 180mg/200gr bb tikus. 1 jam kemudian semua tikus diberikan alkohol 40% sebanyak 1cc/200gr selama empat belas hari untuk menginduksi terjadinya perlemakan hati. Hari ke-14 perlakuan, darah tikus diambil untuk pemeriksaan kadar ALT dan AST kemudian dilakukan pembedahan untuk menghitung jumlah perlemakan sel hati.
3. Tujuh hari untuk analisis data.
4. Tujuh hari untuk adaptasi subjek penelitian.
5. Empat belas hari untuk pemberian plasebo (akuades) sebanyak 1cc/200gr bb tikus dan alkohol 40% sebanyak 1cc/200gr bb tikus pada kelompok kontrol (P0), pemberian ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dengan dosis 180mg/1cc per 200gr bb tikus ditambah pemberian alkohol 40% sebanyak 1cc/200gr bb tikus pada kelompok perlakuan P1. Hari ke-14 perlakuan, darah tikus diambil untuk pemeriksaan kadar ALT dan AST kemudian dilakukan pembedahan untuk menghitung jumlah perlemakan sel hati.
6. Lima belas hari untuk analisis data dan penyusunan laporan.
4.3. Subjek Penelitian 4.3.1. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan Wistar, berumur antara 24-26 minggu, dengan berat badan 180-200 gram.
4.3.2. Kriteria subjek 1. Kriteria inklusi
a. Tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar sehat
b. Umur 24- 26 minggu (setara dengan manusia berusia 18 tahun) c. Berat badan 180-200 gram
2. Kriteria drop out
Tikus mati saat penelitian 4.3.3 Besaran sampel
Pada penelitian ini sampel diperhitungkan dengan Rumus Federer (Sastroasmoro and Ismail, 2008) jumlah sampel minimal.
Rumus Federer : ( n – 1) ( t – 1) ≥ 15
Keterangan: n = jumlah sampel tiap kelompok perlakuan t = jumlah kelompok perlakuan
Dengan demikian, maka diperoleh:
(n - 1) (2 - 1) ≥ 15 (n - 1) 1 ≥ 15 (n - 1) ≥ 15 n = 16
Minimal jumlah sampel = 16, ditambah 10% untuk mengatasi drop out menjadi 18 ekor tikus per masing-masing kelompok. Karena jumlah kelompok adalah 2, maka jumlah tikus seluruhnya adalah 36 ekor.
4.3.4 Teknik penentuan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Dilakukan pemilihan sampel dari populasi tikus berdasarkan kriteria inklusi, yaitu tikus jantan sehat, berumur 24-26 minggu, berat badan tikus antara 180-200 gram.
2. Dari sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi, diambil secara random untuk mendapatkan jumlah sampel penelitian.
3. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random yaitu kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan (P1).
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi variabel penelitian
Klasifikasi variabel penelitian dibedakan menjadi:
1. Variabel bebas : ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii) 2. Variabel tergantung : kadar ALT dan AST, jumlah perlemakan sel hati 3. Variabel terkendali : a. varian tikus
b. jenis kelamin, usia, berat badan
c. kandang, cahaya, suhu d. makan dan minum
4.4.2 Definisi operasional variabel
a. Rumput laut yang digunakan adalah rumput laut jenis brown strain Kappaphycus alvarezii (rumput laut Filipina) yang tumbuh di daerah pantai Pulau Serangan, Bali. Ekstrak berupa pasta yang dibuat di Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas Udayana serta Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Pembuatan ekstrak dengan mengeringkan rumput laut dengan cara diangin-anginkan, lalu dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan dihancurkan menggunakan blender.
Kemudian dimaserasi menggunakan etanol 96% dengan perbandingan 1 bagian rumput laut dan 9 bagian etanol. Diaduk sesekali dan ditempatkan di ruang gelap. Maserasi dilakukan minimal 1x24 jam lalu disaring menggunakan kertas saring Whatman dan ditampung dengan baker glass.
Hasil saringan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator dengan suhu water bath 450C. Setelah selesai, ekstrak ditampung menggunakan baker glass (Laboratory Animal Unit, Universitas Udayana). Diberikan melalui jalur intragastrik menggunakan spuit yang sudah dilepaskan jarumnya, dengan dosis 180 mg/1cc per 200 gram bb tikus.
b. Alkohol yang digunakan adalah whisky merk Martell dengan kadar alkohol 40% dengan dosis 1cc/200gr bb tikus. Diberikan melalui jalur
intragastrik. Berdasarkan data yang didapat dari Riskesdas 2007, konsumsi alkohol yang terbanyak di Bali adalah minuman tradisional seperti tuak Bali dengan kadar alkohol 40%. Penelitian ini menggunakan whisky merk Martell karena kadar alkohol sudah diukur sesuai standar dan kandungan alkohol lebih stabil jika dibandingkan dengan minuman tradisional seperti tuak atau arak Bali.
c. Alanine Aminotransferase (ALT) merupakan enzim hati yang digunakan untuk penanda cidera hepatoseluler (IU/l). Bersifat khas dan spesifik.
Kadar ALT normal pada tikus putih adalah 12,6±4,40 IU/l. Sampel darah diambil dari area canthus medialis sinus orbitalis tikus putih. Pengukuran kadar ALT menggunakan kit merk DiaSys. Pembacaan aktivitas ALT menggunakan alat spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 365 nm.
d. Aspartate Aminotransferase (AST) merupakan enzim hati yang digunakan sebagai penanda cidera hepatoseluler (IU/l). Kadar AST normal pada tikus putih adalah 141±67,4 IU/l. Sampel darah diambil dari area canthus medialis sinus orbitalis tikus putih. Pengukuran kadar AST menggunakan kit merk DiaSys. Pembacaan aktivitas AST menggunakan alat spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 365 nm.
e. Sel hati (hepatosit) yang mengalami perlemakan adalah hepatosit yang vakuolanya mendesak nukleus ke perifer, pewarnaan preparat histologi menggunakan hematoxyllin-eosin, kemudian dilihat melalui mikroskop dengan pembesaran 400x dengan lensa obyektif. Setiap preparat diamati 4
lapang pandang yaitu pada keempat sudut di sekitar V.Sentralis, difoto, kemudian dihitung menggunakan perangkat lunak Image Tool.
Penghitungan dengan cara menjumlahkan sel hepatosit yang mengalami perlemakan pada 4 lapang pandang tersebut.
f. Tikus Wistar jantan adalah hewan percobaan berupa tikus jenis Rattus norvegicus jenis kelamin jantan, yang sehat, berat 180-200 gram, berusia 24-26 minggu (6 bulan).
4.5 Bahan Penelitian
a. Ekstrak rumput laut yang digunakan berasal dari rumput laut jenis brown strain Kappaphycus alvarezii (rumput laut Filipina) yang tumbuh di daerah pantai Pulau Serangan, Bali. Ekstrak berupa pasta yang dibuat di Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas Udayana serta Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Diberikan melalui jalur intragastrik menggunakan spuit yang sudah dilepaskan jarumnya, dengan dosis 180 mg/1cc per 200 gram bb tikus.
Ekstrak rumput laut dibuat dengan cara mengeringkan rumput laut dengan cara diangin-anginkan, lalu dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan dihancurkan menggunakan blender. Kemudian dimaserasi menggunakan etanol 96% dengan perbandingan 1 bagian rumput laut dan 9 bagian etanol. Diaduk sesekali dan ditempatkan di ruang gelap. Maserasi dilakukan minimal 1x24 jam lalu disaring menggunakan kertas saring
Whatman dan ditampung dengan baker glass. Hasil saringan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator dengan suhu water bath 450C. Setelah selesai, ekstrak ditampung menggunakan baker glass (Laboratory Animal Unit, Universitas Udayana). Penelitian yang dilakukan oleh Ismail and Tan (2002) dari Departemen Nutrisi, Universitas Putra Malaysia menggunakan suhu 400C untuk menghilangkan residu etanol pada ekstrak rumput laut. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Fahmi et al (2014) dari Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, digunakan suhu 780C sebagai titik didih etanol.
b. Alkohol yang digunakan adalah whisky Martell dengan kadar alkohol 40%
dengan sebanyak 1 cc/200 gr bb tikus.
c. Tikus jantan galur wistar umur 24-26 minggu dengan berat 180-200 gr.
d. Bahan-bahan untuk metode baku histologi pemeriksaan jaringan : 1. Larutan buffer formalin 10%
2. Parafin 3. Albumin
4. Hematoksilin-eosin 5. Larutan xylol
6. Alkohol bertingkat 30%, 40%, 50%, 70%, 80%, 90%, 96%
7. Akuades 8. Acid alcohol 9. entelan
e. Bahan untuk anestesi dan eutanasia: Ketamin xylazine
f. Akuades sebagai plasebo 4.6 Alat Penelitian
1. Alat yang dibutuhkan untuk membuat ekstrak rumput laut (kertas saring Whatman, baker glass, erlenmyer, rotary evaporator, spatula, timbangan analitik, botol labu untuk ekstrak)
2. Kandang tikus putih beserta kelengkapan pemberian makan
3. Timbangan khusus untuk mengukur berat badan tikus, merk Sartorius yang tersedia di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
4. Sonde
5. Peralatan untuk mengambil sampel darah tikus (mikropipet) 6. Tabung berisi antikoagulan EDTA
7. Kit pemeriksaan AST dan ALT merk DiaSys
8. Alat spektofotometer UV dengan panjang gelombang 365 nm
9. Peralatan bedah untuk mengambil sampel hati tikus (minor surgery set) 10. Botol-botol falcon untuk menempatkan organ hati
11. Mikrotom
12. Seperangkat alat untuk membuat preparat histologi (objek glass, cawan petri, hot plate)
13. Mikroskop
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pengambilan subjek dan jumlah subjek penelitian
Hewan coba pada penelitian ini diperoleh dari Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Tikus putih jantan dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini karena tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Riskesda tahun 2007 tentang penggunaan alkohol, yang melibatkan koresponden laki-laki berusia di atas 15 tahun, maka penelitian ini mengambil sampel tikus berumur 24-26 minggu, karena pada usia tersebut tikus sudah dewasa dan tikus berumur 24 minggu (6 bulan) setara dengan manusia berumur 18 tahun (Suhardi, 2011; Sengupta, 2013).
Tikus berjumlah 36 ekor, dibagi secara random menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan P1, masing-masing terdiri dari 18 ekor tikus tiap kelompok, diberikan alkohol selama 14 hari untuk menginduksi terjadinya perlemakan hati/ steatosis. 14 hari diambil berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Universitas Udayana, yaitu pemberian minyak jelantah selama 14 hari untuk menginduksi terjadinya steatosis non-alkoholik pada tikus (Hartono, 2011; Setiawan, 2014). Penelitian yang dilakukan di Seoul National University, menyatakan bahwa pemberian etanol pada tikus selama 2 minggu cukup untuk menginduksi terjadinya steatosis/ perlemakan hati yang signifikan (Yin and Lee, 2008).
4.7.2 Penentuan dosis
1. Perhitungan dosis alkohol
Berdasarkan penelitian sebelumnya digunakan alkohol dengan dosis 5g/kg berat badan tikus. Jika berat rata- rata tikus adalah 200 gram, maka dosis alkohol yang dibutuhkan masing- masing tikus adalah:
5 gram/0.2 kg = 1 gram Konversi satuan menjadi cc:
100 gram = 0,1 liter = 100 cc 1 gram = 1 cc
Selain konversi di atas, dilakukan juga penimbangan 1 gram alkohol = 1 cc alkohol.
Kepustakaan lain menyebutkan AFL biasanya terjadi pada orang yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 60 gram alkohol perhari. Maka dosis yang digunakan untuk tikus adalah 0,018 x 60 gram = 1,08 gram. Hasil ini sama seperti perhitungan di atas. Jadi, jumlah alkohol yang dibutuhkan masing- masing tikus adalah sebanyak 1cc.
2. Perhitungan dosis ekstrak rumput laut (Kappaphycus alvarezii)
Berdasarkan penelitian sebelumnya digunakan ekstrak rumput laut dengan dosis 200 mg/kg berat badan tikus. Jika berat rata-rata tikus adalah 200 gram, maka dosis ektrak rumput laut yang dibutuhkan adalah:
200mg/ 0.2 kg = 40 mg
Melalui penelitian pendahuluan, maka dosis rumput laut yang digunakan pada penelitian ini adalah 180 mg/1cc per 200 gram berat badan tikus.
3. Digunakan akuades sebagai plasebo sebanyak 1cc/200 gram bb tikus (Setiawan, 2014).
4.7.3 Prosedur kerja
1. Dipilih 36 ekor tikus, umur 24-26 minggu, sehat dengan berat badan 180- 200 gram.
2. Dilakukan adaptasi selama 7 hari sebelum penelitian dilakukan lalu tikus dibagi menjadi 2 kelompok, 18 ekor per kelompok secara acak.
3. Kelompok kontrol (P0) diberikan 1cc/200gram plasebo (akuades) dan 1 jam kemudian diberikan alkohol 40% sebanyak 1cc/200 gram bb selama 14 hari.
4. Kelompok perlakuan (P1) diberikan ekstrak rumput laut dengan dosis 180mg/1cc per 200gram bb setiap harinya, dan diberikan 1 jam sebelum pemberian alkohol 40% sebanyak 1 cc/200 gram selama 14 hari.
5. Pada hari ke-14, dilakukan pengambilan darah untuk memeriksa kadar ALT dan AST tikus. Lalu pada hari yang sama, dilakukan pembedahan untuk mendapatkan gambaran histopatologinya pada masing-masing kelompok yang menjadi data post test.
6. Tikus yang telah dieutanasia, diurus dengan layak untuk selanjutnya dikuburkan dengan baik.
4.7.4 Prosedur pemeriksaan ALT dan AST
Pada hari ke-14, semua kelompok diambil darahnya untuk pemeriksaan kadar ALT dan AST. Sebelum pengambilan darah, tikus dianastesi dengan menggunakan Ketamine xylazine dengan perbandingan 1:1, dengan dosis 0,05 cc secara intramuskular. Darah diambil menggunakan mikrokapiler melalui medial canthus sinus orbitalis menuju Vena Retro Orbitalis. Ujung tabung mikrokapiler dimasukkan ke sudut bagian dalam kantung mata, dengan sudut 450 dari tengah mata. Darah diambil sebanyak 1,5cc kemudian ditampung dalam tabung reaksi yang di dalamnya sudah terdapat antikoagulan (EDTA) lalu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Plasma darah yang didapat, diambil menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung lainnya untuk dilakukan pengukuran kadar ALT dan AST menggunakan kit merk DiaSys.
Pembacaan aktivitas ALT dan AST dilakukan 1 menit kemudian dengan menggunakan alat spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 365 nm (Laboratory Animal Unit, Universitas Udayana).
4.7.5 Prosedur pembedahan
Pembedahan dilakukan pada hari ke-14 setelah pengambilan darah selesai, semua kelompok dibedah untuk diambil organ hatinya. Sebelum dibedah, tikus dieutanasia dengan ketamine xylazine, perbandingan 1;1 dengan dosis 0,3 cc disuntikan secara intrakardial. Setelah beberapa saat, letakan jari di daerah dada tikus untuk memastikan denyut jantung tidak teraba lagi dan pastikan bahwa reflek pupil negatif. Kemudian tikus diambil organ hatinya, dan dibuat preparat
menggunakan metode histologi baku dengan pengecatan Haematoxilin-Eosin.
Setelah semua prosedur penelitian selesai dilakukan, tikus yang telah dieutanasia, diurus dengan layak untuk selanjutnya dikuburkan dengan baik (Laboratory Animal Unit, Universitas Udayana).
4.7.6 Prosedur pembuatan preparat
Pembuatan sediaan hepar dilakukan dengan metode paraffin dengan tahapan sebagai berikut ini (Setiawan, 2014):
a). Fiksasi
Hati tikus dimasukkan ke dalam formalin 10%.
b). Dehidrasi
Hati tikus dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 40%,50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% masing-masing selama 20 menit.
c). Clearing (Pembersihan)
Hati tikus dimasukkan ke dalam larutan alkohol-xilol bertingkat selama 40 menit, kemudian ke dalam xilol murni I, II, III masing-masing selama 20 menit.
d). Embedding (Penempelan)
Hati tikus dimasukkan ke dalam xilol-parafin cair bertingkat selama 20 menit, kemudian memasukkan parafin cair (57o C) I, II, III masing-masing selama 20 menit. Kemudian siapkan cetakan berupa cawan petri yang diolesi gliserin.
Lalu tuangkan parafin cair ke dalam cetakan sampai penuh, benamkan potongan organ ke dalam parafin tersebut. Tunggu sampai padat dan
keluarkan dari cetakan. Parafin tersebut dipotong menjadi bagian-bagian kecil yang tiap bagian hanya berisi satu irisan organ hati kemudian tempelkan di atas Holder.
e). Sectioning (Pemotongan)
Pasang Holder di mikrotom, atur ketebalan irisan. Lalu putar pengait mikrotom untuk mengiris.
f). Affixing (Penyematan)
Pita parafin hasil irisan direntangkan diatas kaca obyek. Kemudian diletakkan diatas hot plate bersuhu 450C sampai parafin meleleh dan sisa air dihisap dengan kertas tissue.
g). Staining (Pewarnaan)
Kaca obyek yang berisi irisan hati dimasukkan ke dalam xilol murni I, II masing-masing selama 5 menit, lalu ke alkohol-xilol bertingkat selama 5 menit, alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50% masing-masing selama 5 menit lalu ke aquades I, II masing-masing selama 5 menit, kemudian ke pewarna hematoxylin selama 7 detik. Setelah itu kembali dimasukkan ke dalam aquades dan alkohol 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% masing-masing beberapa celupan lalu dimasukkan ke pewarna kedua yaitu eosin selama 5 menit. Kemudian dimasukkan ke alkohol 96% I, II masing-masing sebanyak beberapa celupan setelah itu dimasukkan ke alkohol- xilol (1:1), xilol murni I, II, III masing-masing beberapa celupan, setelah itu preparat dikering- anginkan.
h). Mounting (Penutupan)
Preparat ditutup menggunakan kaca penutup.
i). Labelling (Pemberian Label)
Preparat diberi nama sebagai identitas.
4.8 Pengamatan
Pengamatan preparat histologi menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran 100x untuk mengamati seluruh lapangan pandang. Daerah yang diamati adalah daerah perivena yaitu daerah di sekitar Vena Sentralis. Dipilih 2 lobulus secara acak, kemudian diamati 4 lapang pandang. Kemudian dengan menggunakan pembesaran lensa obyektif 400x, dihitung sel hepatosit yang mengalami perlemakan dalam 1 lapangan pandang lalu semuanya dijumlahkan.
Perhitungan dilakukan menggunakan perangkat lunak Image Tool (Laboratorium Patologi Veteriner, Universitas Udayana).
Daerah perivena dipilih berdasarkan adanya teori bahwa stres oksidatif yang disebabkan alkohol memegang peranan penting dalam terjadinya kerusakan hati, salah satunya adalah melalui induksi dari sitokrom P-450. CYP2E1 ditemukan terutama di hepatosit hati dan paling banyak terdapat di zona perivena, hal ini menjelaskan mengapa kerusakan sel hati lebih sering terjadi pada daerah ini (Louvet and Mathurin, 2015).
4.9 Alur Penelitian
Gambar 4.2 Alur Penelitian Tikus (36 ekor)
Adaptasi (7 hari)
Kelompok kontrol 18 ekor
Kelompok perlakuan 18 ekor
Plasebo (Akuades) 1cc/200gr bb + Alkohol 40% 1cc/200gr bb
(14 hari)
Ekstrak Rumput Laut 180mg/1cc per 200gr bb
+
Alkohol 40% 1cc/200gr bb (14 hari)
Hari ke-14 kadar ALT dan AST diperiksa
Hari ke-14 diambil sediaan untuk pemeriksaan histologi sel hati
Tikus Dikuburkan Dengan Layak
Analisis dan Laporan
4.10 Analisis Data
Dalam penelitian ini semua data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16. Analisis data dalam penelitian meliputi:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik data mean kadar ALT/SGPT, AST/SGOT dan perlemakan hati/ steatosis.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel per kelompok kurang dari 30. Data kelompok ALT/SGPT kelompok kontrol dan perlakuan, AST/SGOT kelompok kontrol dan perlakuan, dan perlemakan hati kelompok kontrol dan perlakuan pada penelitian ini berdistribusi normal dengan p>0,05.
3. Uji Homogenitas
Homogenitas data dianalisis dengan Levene’s Test. Varian data kelompok ALT/SGPT, AST/SGOT dan perlemakan hati/ steatosis pada penelitian ini dinyatakan homogen dengan p>0,05.
4. Uji Komparabilitas
Data kelompok ALT/SGPT kontrol dan perlakuan, AST/SGOT kelompok kontrol dan perlakuan, perlemakan hati/ steatosis kelompok kontrol dan perlakuan pada penelitian ini berdistribusi normal dan homogen, maka uji komparabilitas menggunakan uji t-independent.