• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSUMEN DIGITAL YANG BERKEMAJUAN

na. Filosofi yang terkandung di dalamnya adalah pelaku usaha yang me- lindungi konsumen sama artinya dengan melindungi diri sendiri. Secara khusus konsumen digital dapat didefinisikan sebagai seseorang yang menggunakan perangkat seluler, dan dalam arti luas, sebagai konsumen elektronik, mencari dan membeli produk di Internet, memanfaatkan konten yang dipublikasikan secara online, menyadari diri mereka sendiri dan kebutuhan mereka.

Kerentanan Konsumen Digital

Konsumen secara alamiah pada posisi yang rentan dan lemah. Bebera- pa pakar seperti Catwright (2015) menyebut konsumen sebagai vulnera- ble consumer bahkan the most vulnerable consumer karena posisi tawar me- reka yang rendah dibandingkan pelaku usaha. Pada dasarnya konsumen berada dalam posisi tawar yang tidak seimbang, karena kesulitan-kesulit- an dalam memperoleh informasi yang memadai.

Kerentanan Konsumen Digital minimal kita bagi sebagai berikut:

1. Data pribadi

2. Keamanan transaksi 3. Keselamatan sosial

Secara sosial masyarakat digital tumbuh dan berkembang secara ideal dan sama karena alamiahnya memiliki berbagai kondisi ber- beda. Selalu ada celah beberapa individu atau kelompok individu sedikit terlamta, agak kurang cepat merespon dan bahkan berlebih- an merespon yang pada akhirnya kontra produktif. Dunia digital juga merambah perilaku dan aktivitas organisasi bertransformasi ke sistem digital. Kematangan masyarakat menjadi isu yang harus menjadi perhatian agar secara sosial disrupsi digital menjadi afir- masi positif.

4. Keselamatan fisik

Dunia digital rawan digunakan untuk kejahatan yang mengancam diri, keluarga, dan masyarakat secara fisik. Beberapa kasus kekeras- an dan kekerasa seksual dipicu dengan traksaksi informasi melalui

platform digital. Pengguna harus menyadari bahwa sharing infor- masi real time harus dipilah agar menutup peluang untuk setiap sa- at keberasaan kita bisa dilacak orang lain yang mungkin berniat ti- dak baik.

Konsumen Digital Berkemajuan

Konsumen digital yang berkemajuan menjadi narasi untuk memosisi- kan konsumen semakin kuat menghadapi dinamika dunia digital yang melesat cepat. Ukuran berkemajuan sebagaimana diintridusir dalam

“Dakwah Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan” Dakwah pencerah- an ialah usaha-usaha menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam se- hingga melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik, unggul, dan uta- ma dalam kehidupan pemeluknya dan menjadi rahmat bagi masyarakat luas di semesta alam. Dakwah pencerahan dalam setiap usahanya bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di segala bi- dang dan lingkup menuju raihan terwujudnya peradaban yang utama.

Dakwah yang demikian memerlukan pembaruan terus menerus sehingga bersifat unggul dan alternatif. Amanah dakwah tersebut menunjukkan batas minimal adalah lebih baik dari yang lain.

Dalam konteks konsumen digital maka spirit berkemajuan ditunjuk- kan dalam:

1. Digital-Real Balance

Dunia digital dipandang sebagai komplementer dunia riil. Kehi- dupan dunia nyata menjadi perhatian utama untuk terus diperbai- ki kualitasnya sedangkan dunia maya sebagai faktor pendukung untuk lebih dinamis dan menjangkau segmen yang lebih luas. Se- ringkali konsumen digital terjebak pada eksistensi dunia maya se- hingga akan melakukan apapun agar terlihat paling unggul meski harus melakukan kepura-puraan bahkan kebohongan. Terleih lagi konsumen yang terjebak sifat obsesif akan mengorbankan kualitas dunia riilnya.

2. Swasensor Konten Digital

Swasensor adalah bagian dari literasi media di mana pengguna me- dia sosial harus selektif memilih dan memilah informasi yang benar dan tidak benar. Swasensor diharapkan menjadi salah satu solusi untuk menangkal fenomena berita bohong alias hoax di media sosi- al, hate speech, dan digital violence. Swasensor diperlukan untuk me- nekan konten yang tidak sesuai untuk dikonsumsi bagi kepenting- an diri sendiri, keluarga maupun orang lain.

3. Mengenali dan Menghindari Penyakit Digital

Berbagai penyakit yang muncul di dunia digital terutama sosial media harus diwaspadai dan sebisa mungkin dihindari. Mengenali karakter penyakit di sosial media akan menjadi warning bagi diri dan lingkungan agar penyebaran penyakit ini tidak semakin mem- bahayakan masyarakat. Penyakit seperti FOMO (Fear of Missing Out), ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), Depresi, Voyeur lebih dikenal dengan istilah "stalker", Schizoaffective dis- order, Hipokondria atau hipokondriasis, Low Forum Frustration Tolerance, Obsessive compulsive disorder (OCD), Internet Asperger Syndrome, Compulsive Shopping Disorder atau Compulsive Spending Disorder, Munchausen Syndrome, Borderline personality dis- order (BPD), Social Media Anxiety Disorder (SMAD), Addiction, Body Dysmorphic Disorder, dan Narcissist adalah berbagai dampak buruk yang harus dihindari.

4. Leader bukan Follower

Menjadi leader artinya menempatkan diri untuk aktif menjadi pengguna digital yang mampu mewarnai secara substansi. Posisi- nya bukan sebagai konsumer an sich yang pasif, tetapi juga menjadi feeder untuk konten yang positif dan bermakna. Tidak menjadikan diri sebagai konsumen yang selamanya menerima tanpa melakukan upaya adaptasi dan inovasi.

5. Jihad Digital

Terminologi ini menggambarkan bahwa kita harus melakukan sua- tu upaya yang bersungguh-sungguh, mencurahkan segenap potensi dan tenaga secara sistematis untuk menghadapi tantangan dunia digital ini agar sebanyak mungkin membawa kemaslahatan dan mengurangi segala dampak negatif. Jihad dalam hal ini dapat dibe- dakan dalam beberapa level sesuai dengan kapasitas dan pengeta- huan di ranah digital.

Daftar Pustaka

Chan, K. W., Yim, C. K. (Bennett), & Lam, S. S. K. 2010. Is Customer Participation in Value Creation a Double-Edged Sword? Evidence from Professional Financial Services Across Cultures. Journal of Marketing, 74(3), 48–64. http://www.jstor.org/stable/27800814 Cartwright, P. 2015. Understanding and Protecting Vulnerable

Financial Consumers. J Consum Policy 38, 119–138. https://doi.o rg /10.1007/s10603-014-9278-9

Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang Perlin- dungan Konsumen

www.muhammadiyah.or.id

https://gaya.tempo.co/read/1520123/5-gangguan-mental-akibat-kecand uan-media-sosial

https://lsf.go.id/penandatanganan-nota-kesepakatan-bersama-antara-le mbaga-sensor-film-indonesia-dengan-komisi-penyiaran-indone sia-daerah-dki-jakarta/

CROWDFUNDING : MEDIA AKSELERASI FILANTROPI