• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyajian Data dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN

B. Penyajian Data dan Analisis Data

Setiap penelitian haruslah disertai dengan penyajian data sebagai penganut dalam penelitian, sebab dari data inilah yang dianalisis.

Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwasanya peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi yang kemudian disajikan dengan mengumpulkan data dari ketiga teknik tersebut.

Berikut akan dipaparkan hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh peneliti terkait dengan hasil wawancara dapat disajikan data-data tentang Tazkiyat Al-Nafs dalam memperoleh ketengan jiwa di Pondok pesntren Al- Jaizi Sruni Jenggawah-Jember sebagai berikut:

1. Tazkiyat Al-Nafs Melalui Takhalli Dalam Memperoleh Ketenangan Jiwa

Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, penulis menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan Tazkiyat Al- Nafs melalui Takhalli. Sumber data yang diperoleh dalam hal ini adalah Kyai Solhan hadi yaitu Kyai serta penuntun santri lansia putra untuk melakukan penyucian jiwa atau Tazkiyat Al-Nafs yang dilanjutkan kepada proses Tahalli disertai dengan Tarekat dan sebagai mursyid. Ibu Titin yaitu Ibu Nyai serta penuntun santri lansia putri dan beberapa santri lansia lainnya.

Data yang diperoleh yakni dari hasil wawancara dan jawaban dari responden dari wawancara. Adapun data yang di Analisis adalah Tazkiyat

Al-Nafs dalam ketenangan jiwa, melalui persiapan yang dilaksanakan, caranya dan bagaimana usaha yang dilakukan hingga penyempurnaanya.

Adapun berdasarkan wawancara yang penulis temukan di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:

Kyai Solhan mengatakan bahwa:

“Niat mengosongkan dulu, kemudian setelah disosongkan itu, mulai diisi dengan dzikir sampai pada tahap sempurna kemudian diijazahi.4Jadi didalam rencana mau mengaji, istilahnya disini manjing suluk mau mengaji, itu yang pertama, satu itu supaya sudah niat meninggalkan masa adanya dirumah, seperti ya tidak difikirkan ya seperti duniawiyah, dirumah itu jangan difikirkan, ya dikosong-kosongkan, itu satu pernyataam harus begitu, karena disini itu termasuk niat mujahadah istilahnya itu mondok, jika masih mikir-mikir keberatan dirumah atau dalam dunia, ya tidak jadi itu. Harus niat dikosong-kosongkan atau bisa dikatakan niat penyucian yang pertama itu, setelah disini itu, yang pertama istilah belajar apa yang disampaikan, kalau sudah hafal, puasa satu hari, setelah itu selesai satu hari, istikharoh, nanti istikharoh kalau sudah selesai, bagaimana-bagaimana, baru di baiat istilahnya berjanji supaya wiridan-wiridan, maka setelah itu manjing suluk, niat mandi manjing suluk, setelah itu sholat manjing suluk, dzikir atau wiridan ini masuk sudah kepelaksanaan atau tahallinya. dalam ketengan jiwa melalui takhalli yakni dengan niat awal meninggal apa-apa yang sudah dilakukan sebelumnya, khususnya keburukan yang dilakukan ketika niat melakukan penyucian berarti sudah niat meninggalkan semuanya, dan tidak akan melakukan kembali apa yang sudah dilakukan, niat dalam hati, meninggalkan keburukan yang semuanya dilakukan serta akan mengisi hal-hal kebaikan sebagai pendekatan serta persiapan bekal untuk menghadapi kematiannya”5

4 Observasi, pondok pesantren Al-Jaizi Sruni, 23 Februari 2019.

5Kyai Solhan Hadi, Hasil Wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 01 Mei 2019

Hasil wawancara diatas, diperkuat dengan hasil wawancara sebelumnya dengan orang yang sama, maka beliau mengatakan:

“Tahapannya ketika sebelum penyucian pada awal santri baru belajar yaitu pertama menghafal yaitu menghafalkan do’a-do’a yang akan dilakukan ketika proses penyucian, kemudian puasa satu hari, malamnya sholat istikharoh meminta alamat, bagaimana petunjuknya kemudian, diteruskan penyucian.”6.

Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyucian jiwa atau Tazkiyat Al-Nafs memiliki peran penting dalam ketenangan jiwa khususnya, ketika niat pertama mondok melakukan tahap penyucian dari awal, khusunya dalam ketenangan Jiwa, yaitu pertama niat menghilangkan kebiasaan-kebiasan atau dari hal-hal buruk tersebut, sehingga jiwa itu tenang dan dilanjutkan diisi dengan hal-hal baik hingga tahap penyempurnaan. Pada hakikatnya penyucian ini menghilangkan atau membuang sifat buruk dari kotoran-kotoran, sehingga tubuh bersih dan menjadikan diri lebih tenang. Penyucian sejatinya merupakan metode menghilangkan dari sifat keburukan yang pernah dilakukan, kemudian untuk membangun potensi-postensi baik dalam diri manusia. Ketika sudah niat meninggalkan, kemudian tahap penyuciannya belajar yaitu pertama menghafalkan bacaan-bacaan ketika melakukan proses Takiyat Al-Nafs, kemudian dilanjutkan puasa, sholat istikhoroh untuk meminta petunjuk, bagaimanapun hasil petunjuknya nantinya, setelah itu baru melakukan penyucian. Proses penyuciannya sebelum mandi, wudhu, mandi atau mandi manjing suluk serta masih didampingi

6kyai Solhan Hadi, Hasil Wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 23 Februari 2019

oleh sang Kyai untuk santri putra dan Ibu Nyai untuk santri putrid, baru kemudian akan ditinggal, dan santri sudah melanjutkan pembersihan diri memakai sabun maupun sampo hingga wudhu sudah dilakukan sendiri, baru sholat sunnah, do’a hingga dzikir.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Ibu Nyai Pondok Pesantren Al-Jaizi sebagai berikut ini:

Ibu Nyai Titin megatakan bahwa:

“Penyucian jiwa melalui takhalli yaitu persiapan, persiapan disini ya dikatakan sebagai niat meninggal hal-hal serta kebiasaan- kebiasaan yang dilakukan sebelumnya. Kemudian yang akan diisi dengan hal-hal baik. Mungkin bagi mereka pada awalnya berat, karena harus meninggalkan kebiasaan yang biasanya dilakukan dalam kesehariannya dan akan diisi dengan hal-hal baik, pada awalnya belum terbiasa, namun beberapa lama kemudian akan terbiasa dengan hal-hal pengganti kebiasaan lama yang dilakukan tersebut, akan dirasa tidak berat ketika sudah niat untuk meninggalkan dan diisi kebiasaan baik sebagai bekal mereka diakhir hidupnya, kemudian mereka juga akan siap kapan saja Allah memanggil mereka, mereka sudah siap.”7

Hasil wawancara diatas, dapat memberikan keterangan bahwa, Menerapkan proses yang pertama dilakukan ketika pelaksanaan Tazkiyat Al-Nafs yaitu Takhalli, dimana tahap meninggalkan atau proses pengosongan Al-Nafs atau jiwa yang terlilit oleh urusan dunia atau kebiasaan buruk yang dilakukan, mengingat apa yang telah dilakukan dari segenap pikiran yang akan mengalihkan urusan pada selain Allah SWT.

Maka di Pondok pesantren Al-Jaizi ini menerapkan metode atau tahapan ketika seorang melakukan penyucian jiwa yaitu Takhalli pada proses pertama, banyak macam ketidak sadaran yang pernah dilakukan, demikian

7Ibu Nyai Titin, Hasil wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 01 Mei 2019

pula yang berasal dari hati maupun yang bersumber dari hawa Nafsu, jadi dari semua itu harus ditinggalkan serta harus dibersihkan atau dikosongkan jiwa dari segala kecendrungan yang jelek. Seorang khalifah salik atau sebagai penuntun seorang lansia dalam proses penyucian maka salik harus mengarahkan serta memberikan penjelasan dan menemani ketika seorang suluk melakukan penyucian pada proses awal, sehingga tahapan yang dilakukan ketika seorang suluk benar-benar sesuai dengan tahapan-tahapan yang dilakukan.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Santri Pondok Pesantren Al- Jaizi sebagai berikut ini:

Mbah Kadari Mengatakan bahwa:

“penyuciannya pertama niat dan persiapan, ketika sudah niat mondok, maka sudah siap untuk menjalankan tahapan-tahapan yang sudah dituntun oleh Ibu Nyai dan meninggalkan kebiasaan- kebiasaan buruk khususnya, iya awalnya mungkin belum terbiasa, namun ketika terbiasa maka akan menjalaninya lebih enak, sudah tidak ada rasa berat mengikutinya lagi. Ketika sudah terbiasa melakukan, maka semakin berat ketika tidak melakukan atau meninggalkan, seperti ketika pulang dari pondok, dirumah dengan di pondok kan berbeda aktivitasnya, namun masih tetatp menjalankan hal-hal yang harus dilakukan seperti dzikir, sholat, ngaji dan lain-lain.”8

Hasil wawancara diatas, dapat saya paparkan bahwa, Dalam penyucian ini, seorang suluk harus benar-benar menyiapkan serta niat meniggalkan apa yang sudah dilakukan, utamanya dari kebiasaan buruk, dimana yang awalanya belum terbiasa, berat untuk meninggalkan, namun secara garis besar seorang suluk ketika niat meninggalkan serta kemudian dikosongkan maka hal itu dirasa sudah tidak berat ditinggal, mengingat

8Mbah Kadari, Hasil wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 02 Mei 2019

niat awal dari rumah niat dari mondok mendekatkan diri kepada Allah, serta kemudian menyuciakan dari sifat-sifat buruk kemudian diisi dengan sifat-sifat baik, sehingga pada akhir hidupnya sudah siap sewaktu-waktu dipanggil dan sudah mempunyai bekal diakhit nantik.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Santri putra Pondok Pesantren Al-Jaizi sebagai berikut ini:

Mbah Imam Tauhid mengatakan bahwa:

“ketika melakukan penyucian tahap pertama persiapannya ea, awalnya ketika harus meninggalkan semuanya, fikirannya harus pas dan ikhlas untuk meninggalkan hal-hal buruk itu, dari rumah sudah niat ikhlas meninggal rumah, aktivitas yang biasanya dilakukan. Ketika sudah niat mondok lagi untuk ketahap selanjutnya, semuanya sudah ditinggalkan, meskipun dirumah masih banyak pekerjaan saya sebagai petani, iya ditinggalkan, sudah pasrahkan semua urusannya anak, yang penting saya berangkat, niat untuk mondok melakukan penyucian, meninggalkan hal buruk, mengikuti tahapan-tahapan ketika penyucian atau mondok ini. Niat penyuciannya saya pada usia tua ini sudah, soalnya ketika masih muda itu nafsunya masih kuat juga ketika masih muda itu banyak kegiatan-kegiatan itu, namun ketika sudah lansia ini saya lebih fokus dan sudah tidak memikirkan apa-apa, semua ditinggalkan, jadi hanya satu mendekatkan diri kepada Allah, badan juga suci dari apapun yang sudah saya banyak lakukan atau dari hal-hal buruk itu.”9

Hasil wawancara diatas, dapat saya ungkapkan kembali yaitu Pengosongan diri dari sifat-sifat buruk sebelumnya merupakan hal yang mungkin berat, tidak semua orang mau melakukan atau sadar akan hal-hal yang sudah dilakukan. Mengingat butuh niat dan keikhlasan dari hati untuk melakukan pengosngan serta meninggalkannya, lansia merupakan proses yang tepat untuk melakukan penyucian, mengingat ketika melakukan penyucian maka harus dikosongkan atau harus ditinggalkan

9Mbah Imam Tauhid, Hasil wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 02 Mei 2019

dari nafsu-nafsu tercela, ketika masih remaja atau masa muda, mungkin nafsunya masih besar, ketika melakukan penyucian masih kurang tepat, namun ketika lansia ini, sudah menjadi waktu paling tepat untuk melakukan penycian ini.

2. Tazkiyat Al-Nafs Melalui Tahalli Dalam Memperoleh Ketenangan Jiwa

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan, penulis melihat sebagian santri yang menunjukkan proses dalam Tahalli ini dengan kenikmatan dan sangat antusias melakukan beberapa tahapan-tahapan maupun Tarekat yang sudah dituntun oleh sang salik, dari setelah proses Takhalli hingga keproses Tahalli ini, dimana sikap antusias mereka dalam menjalankan ibadah dari sepertiga malam hingga sepertiga malam lagi mereka lakukan dengan senang hati, tidak ada yang menunjukkan bahwa proses demi proses itu berat, mengingat apa yang sudah dirasa oleh mereka khususnya pada ketenangan jiwa mereka. Sikap sosial antar santripun sangat kental, ketika memasak bersama hingga makan bersamapun mereka jalani. Ketika proses Tahalli ini mereka diisi dengan ibadah terus menerus, mulai dari sholat sunnah, dzikir ngaji dan lain sebagainya. Dalam keseharianpun mereka melakukan penyucian diri disepertiga malam sebelum sholat sunnah yaitu bisa disebut mandi taubat, setelah melakukan mandi taubat itu mereka meneruskan dengan ibadah-ibadah lain hingga sholat shubuh berjama’ah, mengingat target dzikir yang sudah ditentukan dalam sehari minimal 5000 kali harus dilakukan, sesuai dengan apa yang

mereka sudah katakana, bahwasanya meskipun 5000 kali, namun terkadang mereka melakukan dzikirnya melebihi dari apa yang ditargetkan dalam pengisian mata metode yang kedua ini atau proses tahalli dan tarekatnya.10

Adapun berdasarkan wawancara yang penulis temukan di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:

Kyai Solhan mengatakan bahwa:

“ proses tahalli ini, penyucian yang pertama itu, setelah disini itu, yang pertama istilah belajar apa yang disampaikan, kalau sudah hafal, puasa satu hari, setelah itu selesai satu hari, istikharoh, nanti istikharoh kalau sudah selesai, bagaimana-bagaimana, baru di baiat istilahnya berjanji supaya wiridan-wiridan, maka setelah itu manjing suluk, niat mandi manjing suluk, setelah itu sholat manjing suluk, dzikir atau wiridan ini masuk sudah kepelaksanaan atau tahallinya”.11

Hasil wawancara diatas, diperkuat dengan hasil wawancara sebelumnya dengan orang yang sama, maka beliau mengatakan:

“Proses penyuciannya sebelum mandi yaitu wudhu dulu, mandi suluk atau manjing suluk, dan didampingi oleh saya bagi santri putra atau Ibu Titin jika santri putri, kemudian menggunakan sabun itu sudah sendiri sudah ditinggalkan yang semula didampingi, siram kembali, kemudian wudhu dan sholat. Sholat sunnah tahajjud, tasbih, hajat, dan lain-lain, kemudian sujud syukur, do’a dan langsung dilanjukan wirid yang sudah ditentukan”.12

Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, Proses Tahalli ini, dimana suatu proses pelaksanaan dari sebelumnya yaitu Takhalli, pada dengan proses yaitu awal santri baru itu, dikatakan mandi manjing suluk atau proses penyucian awal, kemudian niat

10 Observasi, pondok pesantren Al-Jaizi Sruni, 23 Februari 2019.

11Kyai Solhan Hadi, Hasil Wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 01 Mei 2019

12kyai Solhan Hadi, Hasil Observasi di Pondok Pesantren Al-Jaizi Tanggal 23 Februari 2019

berwudhu, proses pemandian yang didampingi oleh kyai santri putra dan Ibu Nyai bagi santri putri, bahkan keduanya. Kemudian diteruskan memakai sabun serta sampo sudah sendiri, kyai dan ibu nyai sudah meninggalkan yang semula didampingi, kemudian dibersihkan, baru wudhu serta sholat-sholat sunnah, utamanya sholat tahajjud, sholat lidafil balak, sholat witir, tasbeh itu yang paling utama, kemduian sujud syukur, do’a, dilanjukan oleh wirid yang sudah ditentukan. Di pondok pesantren Al-Jaizi sruni jenggawah-Jember ini mengikuti tarekat Naqsyabandiyah, maka dzikir yang sering dilakukan mengikuti tarekat Naqsyabandiyah juga.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Ibu Nyai Pondok Pesantren Al-Jaizi sebagai berikut ini:

Ibu Nyai Titin megatakan bahwa:

“kalau pagi sekitar jam 8 itu mengaji, setelah mengaji terus sholat dhuha terus wiridan atau dzikir, ya dzikirnya terus menerus yang sudah ditentukan itu dilakukan, kalau tiap-tiap sudah genap sehari- malam itu yang ditentukan itu, dilakukan, kalau sudah genap itu diulang lagi. Sehari semalam itu dzikirnya insyallah malah lebih, tidak ada yang kurang, ya setelah lelah istirahat dulu, setelah itu dzikir kembali, lalu dzikir lagi. Proses penyuciannya sebelum mandi ya wudhu dulu, mandi suluk atau manjing suluk, dan didampingi oleh saya, kemudian menggunakan sabun itu sudah sendiri sudah ditinggalkan yang semula didampingi, siram kembali, kemudian wudhu dan sholat. Sholat sunnah tahajjud, tasbih, hajat, dan lain-lain, kemudian sujud syukur, do’a dan langsung wirid yang sudah ditentukan”.13

Hasil wawancara diatas, dapat memberikan keterangan bahwa, Pelaksanaan dimana dzikir yang sudah diberikan untuk dilaksanakan itu , dzikir itu juga sesuai dengan tarekat yang dilaksanakan atau dianut oleh

13Ibu Nyai Titin, Hasil wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 01 Mei 2019

pesantren yaitu Naqsyabandiah, dimana pelaksanaan pada tahap Tahalli ini dari setelah penyucian kemudian, sholat sunnah-sunnah, sujud syukur, do’a, kemudian dzikir yang telah diberikan, untuk mengisi hati kembali yag semula dikosongkan dari keburukan, kemudian diisi dengan ibadah- ibadah utama dzikir setiap waktu yang sudah ditargetkan dalam sewaktu- waktu.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Santri Pondok Pesantren Al- Jaizi sebagai berikut ini:

Mbah Kadari Mengatakan bahwa:

“Pelaksanaannya, yang dilaksanaakn yaitu sholat dulu, ya disini 6 salaman dengan sujud syukur, biasanya sholat lidafil balak, 4 rakaat, sholat hajat, sholat tahajjud 2 salaman, sholat tasbeh, sujud syukur, terus do’a, langsung wirid sekuatnya, saya sudah lima tahap 20 hari, sebelumnya entahlah. Kalau sakit ya diambil yang penting-penting, tapi tetap dilakoni, perasaannya tenang kalau sudah dilakoni. Ya hambatannya hanya sakit. Proses penyuciannya yang awal, ya niat Proses penyuciannya sebelum mandi wudhu dulu, mandi suluk atau manjing suluk, dan didampingi, kemudian menggunakan sabun itu sudah sendiri sudah ditinggalkan yang semula didampingi, siram kembali, kemudian wudhu dan sholat.

Sholat sunnah tahajjud, tasbih, hajat, dan lain-lain, kemudian sujud syukur, do’a dan langsung wirid yang sudah ditentukan. Taip harinya ya mandiri sendiri sudah, ngajinya itu sebelum sholat dhuha, dan setelah sholat dzuhur”.14

Hasil wawancara diatas, dapat saya paparkan bahwa, dalam proses pelaksanaan, atau Tahalli ini awalnya niat, wudhu dulu, kemudian mandi suluk atau manjing suluk, tahapan ini masih didampingi oleh kyai kemudian selesai, tahapan ketika sudah menggunakan pembersih tubuh atau sabun, mulai ditinggalkan oleh kyai serta diteruskan sendiri, pembersihan, kemudian wudhu, sholat sunnah, hingga berdzikir yang

14Mbah Kadari, Hasil wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 02 Mei 2019

sudah ditentukan, selama sehari semalam. Pada siang hari pun terus berdzikir, ngaji sholat sunnah, hanya ketika lelah istirahat sejenak dan kemudian dilanjut kembali sesuai dengan target yang akan dilaksanakan, namun kebanyakan santri lansia, melebihi dzikir yang sudah ditentukan dalam sehari semalam tersebut.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Santri putra Pondok Pesantren Al-Jaizi sebagai berikut ini:

Mbah Imam Tauhid mengatakan bahwa:

“Kalau pelaksanaan ya juga dengan hati sendiri , ketekatan sendiri, gini ya kalau setelah ngaji disini, kalau ba’da isya itu sampek jam berapa,tinggal berapa jatahnya yang bacanya, kalau 2000 ya 2000 sampai selesai, kalau 3000 ya 3000, kalau satu hari semalam itu 5000 kali, berarti sewaktu-itu 1000 bacaannya. kan gak ditulis kalau orang tua begini kan, jadi kekuatan dari pikir. Yang dilakukan itu dzikir, sohlat tasbeh, kalau sholat witir sebagainya, kalau pukul 9 pagi ini kan dhuha, kalau sholat sunnah itu kalau ditulis itu banyak sekali kan, tapi saya ambil yang intinya saja, karna sholat sunnah itu tak terbatas. Saya masih satu tahapan, karena sya awalnya kan merangkap dari Kediri itu, saya 3 tahap, kalau disini masih 1 kali disini, tapi kan dari Kediri itu tarekat Qodariah, yang disini kan Naqsabandiyah itu 1 kali masih, ngerangkap dari Kediri, kalau di sini saya masih 10 hari, masih ketahapan 20 hari, kalau pendidikan orang tua ini, tidak merasa lelah, istilahnya pengen sangu begitu. Harus ditekatin dilaksnaakan, penyucian setelah dibaiat, itu disuruh mandi manjing suluk, Proses penyuciannya sebelum mandi yaitu wudhu dulu, mandi suluk atau manjing suluk, dan didampingi, kemudian menggunakan sabun itu sudah sendiri kemudian sudah ditinggalkan dari yang didampingi, kemudian siram, kemudian wudhu dan sholat. Sholat sunnah tahajjud, tasbih, hajat, dan lain-lain, kemudian sujud syukur, do’a dan langsung wirid yang sudah ditentukan didampingi. Jadi ya tahapannya kan 10 hari itu satu kali, 20 hari 8 kali, lalu yang keterbelakang 40 hari 5 kali kemudian diijazahi, disempurnakan.15

15Mbah Imam Tauhid, Hasil wawancara di Pondok Pesantren Al-Jaizi pada tanggal 02 Mei 2019

Hasil wawancara diatas, dapat saya ungkapkan kembali bahwasannya, ketika penyucian tahapan ini, sama halnya dengan pemamaparan informan sebelumnya, yaitu dengan tahapan-tahapan yang dari awal niat, wudhu, mandi manjing suluk, membersihkan diri, wudhu, kemudian melaksanakan sholat hingga dzikir. Dengan pelaksanakan tarekatnya mengikuti tarekat Naqsyabandiyah, maka dzikirnyapun sesuai dengan tarekat yang diambilnya oleh pesantren, seperti sehari semalam penuntuan dzikirnya harus 5000 kali, maka maka dalam sewaktu-waktu target yang harus diselesaikan sebanyak 1000 kali, hingga semua dilaksanakan dzikirnya. Namun santri berdzikir tidak banyak kurang, bahkan sering lebih. Hanya saja ketika hambatan sakit pada saat pelaksanaan, maka waktu istirahatpun lebih lama dari biasanya, sehingga dzikir tetap dilakukan, namun dilaksanakan hanya semampunya saja.

Dzikir yang paling digemari dalam tharekat Naqsyabandiyah adalah apa yang mereka sebut Dzikir Lathifah Tujuh. Disebut Lathifah Tujuh karena dzikir ini terdiri dari tujuh macam dan tujuh lapisan, dengan kalimat dzikirnya “Allah”.

Dalam pelaksanaannya bukan berarti harus berturut sesuai dengan nomor urut diatas, kecuali nomor urut di atas, kecuali nomor tujuh memang harus merupakan tahapan terakhir atau dzikir muntahi. Sebab, apabila telah dapat diselesaikan lathifah yang enam, maka lathifah kullu

jasad adalah semacam pengintegrasian seluruh lathifah yang dilaksanakan secara simultan.16

3. Tazkiyat Al-Nafs Melalui Tajalli Dalam emperoleh Ketenangan Jiwa Metode yang ketiga yakni Tajalli merupakan proses penyempurnaan dari Tahalli, dimana proses penyempurnaan ini meliputi proses tawajjuh atau pendekatan kepada guru, dimana seorang murid hanya menjalankan apa yang sudah didapatkan atau apa yang sudah diijazahi oleh sang guru. Dari sekian dzikir yang harus dijalankan untuk mengisi hati utamanya, atau ,mengisi setiap anggota badan dengan berdzikir sesuai dengan fungsi dan jumlahnya masing-masing. Proses penyempurnaan ini maka terus dilakukan sehingga menjadikan ketenangan hati atau hati yang mutmainnah. Ketika sudah mempunyai bekal untuk menghadapi akhir hidupnya, sudah merasa siap dan sudah mempunyai bekal, sewaktu-waktu Allah memanggilnya. Pada masa lanjut usia ini, mereka lebih tenang, dengan mengisi hal-hal baik utamanya ibadah kepada Allah SWT. dengan hati ikhlas dan tenang.17

Maka dengan hasil wawancara diatas, dapat memberikan keterangan bahwa,

Kyai Solhan mengatakan bahwa:

“Ya itu mengambil yang pertama masuk pertama 10 hari, setelah itu istilahnya ditetapkan atau diaslah sekian, dimana sewaktu- waktu dirumah, apapun menjalankan hatinya itu, ingat kepada Allah itu sudah tahap yang pertama sepuluh hari, sudah itu.

Ijazahnya seperti itu. Sudah itu, kedua kalinya kalau mengaji lagi

16Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo Sufisme (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 248.

17 Observasi, pondok pesantren Al-Jaizi Sruni, 23 Februari 2019.

Dokumen terkait