• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggali Nilai Kearifan Lokal

NILAI KEARIFAN LOKAL

5.2 Menggali Nilai Kearifan Lokal

keramiknya, Garut yang terkenal dengan dodolnya, Kebumen dengan genteng sokka dan mash banyak lagi. Hal tersebut merupakan bagian dari budaya kita yang berbentuk kearifan lokal.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa nilai kearifan lokal merupakan salah satu asset yang bisa dijadikan sebagai salah satu ciri khas kedaerahan atau tempat tertentu, Nilai kearifan lokal ini tentunya akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dalam sektor industri pariwisata, nilai kearifan lokal ini perlu digali dan ditonjolkan untuk menarik wisatawan pada destinasi-destinasi wisata yang ada.

situlah sebuah nilai akan dapat dirasakan. Secara empiris nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat telah teruji keampuhannya, paling tidak ketika proses reformasi berlangsung, pemilu multi partai dan konflik-konflik sosial yang bernuansa antar pemuda, masalah ekonomi dan politik dapat diredam. Dalam kerangka itu, keberagamaan, tradisi, dan budaya mereka hendaknya direformulasi dan dimaknai kembali.

Kearifan lokal (local genius/local wisdom) merupakan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal dengan demikian merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Proses regenerasi kearifan local dilakukan melalui tradisi lisan (cerita rakyat) dan karya-karya sastra, seperti babad, tembang, hikayat, lontar dan lain sebagainya (Restu Gunawan, 2008).

Kayakinan tradisional mengandung sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan sehingga membawa implikasi bahwa system pengetahuan tradisional dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan.

Keyakinan tradisional dipandang sebagai kearifan budaya lokal (indigenous knowledge), dan merupakan sumber informasi empiris dan pengetahuan penting yang dapat ditingkatkan untuk

melengkapi dan memperkaya keseluruhan pemahaman ilmiah.

Kearifan budaya atau masyarakat merupakan kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan suatu etnis, yang merupakan hasil pengamatan dalam kurun waktu yang panjang. Kearifan tersebut banyak berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kualitas lingkungan manusia, serta hubungan-hubungan manusia dan lingkungan alamannya.

Masing-masing daerah, suku atau komunitas dalam suatu wilayah akan memiliki pengetahuan tradisional yang secara empiris merupakan nilai yang diyakini oleh komunitasnya sebagai pengetahuan bersama dalam menjalin hubungan antara sesama dan lingkungan alamnya. Masyarakat Bali sebagai satu kesatuan geografis, suku, ras, agama memiliki nilai kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti daya jelajah sosialnya dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan sosial. Nilai kearifan lokal yang berkembang dan diyakini sebagai perekat sosial yang kerap menjadi acuan dalam menata hubungan dan kerukunan antar sesama umat beragama di Bali, diantaranya :

(1) Nilai kearifan Tri Hita Karana; suatu nilai kosmopolit tentang harmonisasi hubungan manusia dengan tuhan (sutata parhyangan), hubungan manusia dengan sesama umat manusia (sutata pawongan) dan harmonisasi hubungan manusia dengan alam lingkungannya (sutata palemahan). Nilai kearfian lokal ini telah mampu menjaga dan menata pola hubungan social masyarakat yang berjalan sangat dinamis.

(2) Nilai kearifan lokal tri kaya parisuda; sebagai wujud keseimbangan dalam membangun karakter dan jatidiri insani, dengan menyatukan unsur pikiran, perkataan dan perbuatan.

Tertanamnya nilai kearfan ini telah melahirkan insan yang berkarakter, memiliki konsistensi dan akuntabilitas dalam menjalankan kewajiban sosial.

(3) Nilai kearifan lokal Tatwam Asi; kamu adalah aku dan aku adalah kamu, nilai ini memberikan fibrasi bagi sikap dan prilaku mengakui eksistensi seraya menghormati orang lain sebagaimana menghormati diri sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang bijaksana dalam membangun peradaban demokrasi modern yang saat ini sedang digalakkan.

(4) Nilai Salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya; sutu nilai sosial tentang perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan social yang saling menghargai dan menghormati.

(5) Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap social yang menyadari akan kebersamaan ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan social yang multicultural.

(6) Nilai kearifan lokal menyama braya; mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan pengakuan social bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka.

Sederertan nilai-nilai kerafian lokal tersebut akan bermakna bagi kehidupan sosial apabila dapat menjadi rujukan dan bahan acuan dalam menjaga dan menciptakan relasi sosial yang harmonis.

Sistem pengetahuan lokal ini seharusnya dapat dipahami sebagai sistem pengetahuan yang dinamis dan berkembang terus secara kontekstual sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin heterogen dan kompleks.

Nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam menyikapi berbagai perbedaan yang rentan menimbulkan konflik. Keberadaan nilai kearifan lokal justru akan diuji ditengah-tengah kehidupan sosial yang dinamis.

Perubahan kebudayaan merupakan fenomena yang normal dan wajar. Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa suatu kebudayaan telah mampu mengadopsi dan mengadaptasi kebudayaan asing/luar menjadi bagiannya tanpa kehilangan jati diri. Dalam interaksi tersebut kebudayaan etnik mengalami proses perubahan dan keberlanjutan (change and continuity). Unsur-unsur kebudayaan yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan zaman tampaknya ditinggalkan, dan digantikan dengan unsur-unsur yang baru. Kesamaan nilai- nilai dalam agama dan spiritualitas mengenai multikulturalisme yang terdapat dalam berbagai etnik/komunitas di Indonesia tampaknya dapat digunakan sebagai alat untuk menjalin integritas sosial di antar kelompok etnik tersebut. Kearifan lokal yang terkait dengan nilai-nilai pluralitas budaya atau multikulturalisme dalam masyarakat perlu kiranya

direvitalisasi untuk membentengi diri dari gejala disintegrasi bangsa. Kearifan-kearifan lokal tersebut di atas yang mengedepankan hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam perlu disosialisasikan dan diejawantakan dalam kehidupan riil.

Pemahaman tentang kesamaan nilai-nilai budaya di antara kelompok-kelompok etnik menjadi sangat penting dalam rangka mewujudkan multikulturalisme di Indonesia. Sikap toleransi dan saling menghormati antara kelompok etnik yang satu dengan yang lain merupakan dasar yang sangat penting untuk mewujudkan gagasan tersebut. Nilai-nilai dasar yang bersumber kepada agama serta kearifan lokal merupakan benteng untuk memperkuat jati diri dalam menghadapi arus budaya global yang cenderung bersifat sekuler dan materialistis. Dukungan politik dan kemauan pemerintah sangat diperlukan dalam upaya menggali, menemukan kembali, dan revitalisasi kearifan lokal agar selaras dengan pembangunan jati diri bangsa. Kultur di Bali sangatlah erat apalagi dikaitkan dengan karekteristik masyarakat, bahkan sampai saat ini masih di junjung tinggi untuk melestarikan kebudayaan itu sendiri.

Budaya merupakan warisan leluhur yang harus dipertahankan/dilestariakan oleh para generasi penerus demi eksistensinya dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat harus lebih proaktif untuk melestarikan dan menjunjung tinggi budaya lokal yang ada, sehingga kekhawatiran yang selama ini mampu di antisipasi dengan memperkuat basis kultur dan nilai-nilai yang selama ini masih diyakini dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga setidaknya hal ini mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat. Upaya menciptkan dialog dan pluralisme (hubungan antar umat bergama yang kondusif, tidak cukup dengan hanya mengandalkan para pemuka agama semata atau para intelektual, namun diperlukan juga sikap kerjasama dan proaktif dari semua elemen masyarakat.