• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Untuk mempermudah penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif untuk menyelesaikan penelitian yang ada di kalangan masyarakat Bugis desa Lipukasi. Metode kualitatif yang diambil peneliti lebih berfokus kepada wawancara atau interview, dibandingkan kuantitatif yang menggunakan angka-angka atau angket.

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang diambil peneliti adalah kulaitatif, yang dimana peneliti harus hadir pada saat melakukan penelitian yang menggunakan penelitian kulaitatif.

Peneliti tidak boleh di wakilkan untuk kegiatan seperti ini, jadi peneliti wajib datang ke lokasi penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai tradisi Maddoja Bine dari masyarakat yang melaksanakannya.

Untuk memahami lebih jauh tentang Tradisi Maddoja Bine Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru peneliti menggunakan beberapa pendekatan sehingga mampu memahami gejala yang ada. Adapun pendekatan yang dimaksud antara lain:

1. Pendekatan Antropologi Agama

Antropologi dalam bahasa Yunani terdapat dua kata yaitu, anthropos berarti manusia, sedaangkan logos berarti studi. Jadi, antropologi merupakan suatu studi disiplin ilmu yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya tentang makhluk manusia.56 Antropologi secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang

56 Pebri Yanasari, ‘Pendekatan Antropologi Dalam Penelitian Agama Bagi Sosil Worker’.

Jurnal: Pengembangan Masyarakat Islam, Vol.4, 2 (2019), h.229

mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan. Antropologi adalah salah satu cabang ilmu yang pengetahuan yang mengkaji masalah manusia dan budayanya.57

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik dan sistem mengikat seluruh anggota masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawaban. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiolin ilmu antropologi dalam melihat sesuatu masalah digunakan untuk memahami agama.

Antropologi Agama merupakan ilmu yang mempelajari manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk fisik masyarakat, adat istiadat, kepercayaan serta kebudayaan yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Melalui pendekatan antropologi agama ini, merupakan salah satu cara memahami pandangan masyarakat terhadap tradisi Maddoja Bine’ dengan wujud praktik ‘keagamaan dengan melihat wujud keagamaan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat di Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

2. Pendekatan Sejarah

Sejarah berasal dari bahsaa Arab “Syajarah” yang artinya pohon, menurut istilah berkaitan dengan kekayaan bahwa sejarah menyangkut tentang syajarat al- nasab, pohon genealogis yang dalam masa disebut keluarga (familyhistiry), atau kata kerja syajara juga punya arti to happen, to occurred dan todevelop.

57Pebri Yanasari, ‘Pendekatan Antropologi Dalam Penelitian Agama Bagi Sosil Worker’.

Jurnal: Pengembangan Masyarakat Islam, Vol.4, 2 (2019), h.229

39

Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.58 Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idelis dengan yang ada di alam empiris dan historis.59

Sejarah merupakan sebuah peristiwa atau kisah yang terjadi pada masa lampau.

Pendekatan sejarah merupakan salah satu pendekatan yang diambil oleh peneliti dalam melakukan penelitiannya yang berkaitan dengan kejadian-kejadian masa lampau salah satunya tradisi Maddoja Bine yang pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu yang sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat di daerah Sulawesi Selatan tepatnya Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Dalam hal ini peneliti mengkaji tentang tradisi ini sebagai objek kajian yang dapat disusun menjadi data fragmentaris sehingga dapat dianalisis dan dapat ditafsirkan.

Tata cara menggunakan pendekatan sejarah peneliti terdahulu harus menyadari sebagai bahan pokok di dalamnya. Sehingga harus mengetahui bahwa dalam penggunaan pendekatan sejarah beberapa implementasi dari tahapan yang tercakup dalam metode sejarah.60

58Mokh. Fatkhur Rokhzi, ‘Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam’. Jurnal: Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam Vol. 3.1 (2015), h.92

59Mokh. Fatkhur Rokhzi,‘Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam’, h.93

60Mochammad Arfoni, ‘Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam’. Jurnal: Madaniyah, Vol.9, 2 (2019), h.273

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Desa Lipukasi dulunya kerajaan kecil yang ada di daerah Barru yang diperintah oleh seorang Ratu. Penduduk disana mayoritas beragama Islam dan memiliki beberapa tradisi yang masih dijalankan salah satunya adalah Tradisi Maddoja Bine.

Peneliti akan melakukan penelitian yang ada di daerah Barru tepatnya Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

Alasan peneliti mengambil penelitian di Desa Lipukasi karena tidak banyak memakan biaya bisa dikatakan bahwa lokasi penelitian ini merupakan tempat tinggal (kampung halaman ) peneliti, sehingga memudahkan melakukan penelitian di daerah tersebut. Desa ini merupakan salah satu tempat penelitian yang dipilih oleh peneliti karena masyarakat masih menjalankan yang namanya tradisi nenek moyang, yaitu Tradisi Maddoja Bine. Yang akan peneliti wawancarai adalah masyarakat yang paham betul mengenai tradisi Maddoja Bine, dan masyarakat yang masih melakukan tradisi tersebut.

2. Waktu Penelitian

Peneliti akan melakukan Penelitian setelah proposal diseminarkan dan mendapat surat izin untuk meneliti, selama kurang lebih dua bulan lamanya (disesuaikan dengan kebutuhan) untuk memperoleh informasi dan pengumpulan data.

Dalam waktu yang sudah ditentukan peneliti harus pandai memanfaatkan waktu yang telah diberikan.

C. Fokus Penelitian

Judul dari penelitian ini adalah “Akulturasi Tradisi Maddoja Bine Terhadap Masyarakat Bugis Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru”. Oleh

41

karena itu, penelitian ini difokuskan pada “Akulturasi Tradisi Maddoja Bine Terhadap Masyarakat Bugis Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru”.

D. Sumber Data Yang Digunakan

Dalam penelitian sosial teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah wawancara, observasi,dan dokumenter. Teknik yang digunakan tergantung pada rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, dan sampel yang digunakan.

1. Data Primer

Data primer adalah bukti penulisan yang diperoleh langsung dari lapangan yang dilakukan secara langsung oleh penulisnya.61 Objek penelitian yang peneliti maksud adalah masyarakat yang akan dijadikan sebagai objek penelitian oleh peneliti mengenai Tradisi Maddoja Bine.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah bukti teoritik yang diperoleh melalui studi pustaka.

Peneliti memperoleh data skunder dari tulisan-tulisan yang sudah berbentuk jurnal, selain itu peneliti juga menggunakan tulisan-tulisan dari buku serta skripsi yang ada kaitannya dengan judul penelitian yang peneliti lakukan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan penelitian dimana peneliti melakukan kegiatan unuk menmui responden penelitian dan meminta mereka untuk mengisi angket peneliti (jika menggunakan angket sebagai instrument penelitian), mengamati kegiatan (jika menggunakan pedoman pengamatan semacam daftar cek), mencatat angka-angka atau kata-kata yang berkaitan dengan topic penelitian (jika

61Widjono Hs. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Peruruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo. 2007, h.248

menggunakan pedoman dokumentasi), atau aktvitas lainnya yang relevan.Untuk itu pada subbab ini yang perlu dikemukakan adalah bagaimana cara yang akan dilakukan eneliti untuk mendapatkan data penelitian dan kapan kegiatan pengumpulan data dilakukan.

1. Observasi

Observasi yaitu tindakan yang merupakan penafsiran dari teori (Karl Popper).

Observasi yaitu teknik pengumpulan yang mengharuskan peneliti turun kelapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku kegiatan, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.62

2. Wawancara (Interview)

Wawancara atau interview untuk penelitian berbeda dengan percakapan sehari- hari, wawancara disebut juga sebagai proses komunikasi dan interaksi. Wawancara atau interview dapat diartikan dengan sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden secara bertanya langsung atau bertatap muka.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lenggern agenda dan sebagainya. Dengan menggunakan metode ini maka peneliti memegang chek-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan.

4. Instrumen Penelitian

Menyusun instrument merupakan langkah penting dalam pola prosedur penelitian. Instrumen penelitian berfungsi sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Bentuk isntrumen berkaitan dengan metode pengumpulan data,

62Mamik, Metodologi Kualitatif (Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2015), 104

43

misal metode wawancara yang isntrumennya pedoman wawancara. Menyusun instrument pada dasarnya adalah menyusun alat evaluasi, karena mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

F. Uji Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data tidak hanya digunakan untuk menyanggah apa yang telah dituduhkan kepada konsep penelitian kualitatif, yang mengatakan bahwa penelitian ini tidak bersifat ilmiah, tetapi teknik pemeriksaan keabsahan data ini merupakan sebagai tahapan yang tidak dapat dipisahkan dari tubuh pengetahuan pada penelitian kualitatif.63

Menurut Sugiono, metode pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif, bertujuan sebagai pijakan analisis akurat untuk memastikan kebenaran data yang ditemukan. Penelitimelakukan adalah dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian dan menggunakan bahasa referensi, dan membercheck adalah sebagai berikut:

1. Memperpanjang Pengamatan

Perpanjang pengamatan, dilakukan guna memperoleh data yang (valled) dari sumber data, dengan cara meningkatkan intesitas pertemuan narasumber yang dijadikan informan, dan melakukan penelitian dalam kontes wajar dan waktu yang tepat. Dalam hal ini, penulis mengadakan kunjungan ke lokasi penelitian secara rutin untuk menemukan data yang lebih akurat, dan mengadakan pertemuan kepada informan.

63Arnild Aughina Mekarisce, ‘Teknik Pemeriksaan Keabsahan data Pada Penelitian Kualitatif Di Bidang Kesehatan Masyaraka ‘. Jurnal: Ilmiah Kesehatan Masyarakat Vol.12 Edisi.3 (2020), h.147

2. Peningkatan Ketekunan Dalam Penelitian

Terkadang seorang peneliti dalam melakukan penelitian dilanda penyakit malas, maka untuk mengantisipasi hal tersebut penulis meningkatkan ketekunan dengan membulatkan niat untuk penuntasan penelitian, menghindari segala aspek yang dapat menghalangi kegiatan penelitian, menjaga semangat dengan meningkatkan intimidasi hubungan dengan motivator.64 Hal ini di lakukan agar dapat melakukan penelitian dengan lebih cermat dan berkesinambungan.

3. Menggunakan Referensi Yang Cukup

Menggunakan referensi yang cukup disini adalah sebagai pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh seorang peneliti. Oleh karena itu supaya validasi penelitian ini dapat dipercaya maka penulis mengumpulkan semua bukti penelitian yang ada.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan cara memperoleh data dari lapangan. Hasil analisis data ini merupakan jawaban atas pertanyaan masalah. Teknik analisis data harus disesuaikan dengan jenis penelitian.65

Analisis data menurut Patton, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dam satuan urutan dasar.

Teknik analisis data merupakan cara mengolah data yang telah di peroleh dari lapangan. Sebuah analisis data harus dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian karna merupakan hal yang wajib dilakukan. Sebuah penelitian tanpa

64St. Aminah, Menyoal Eksistensi Jamiyah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al-Makassary di Sulawesi Selatan (Peneliti: STAIN PAREPARE, 2016), h.38

65Kun Maryati dan Juju Suryawati. Sosiologi, (Jakarta: Esis, 2006), h.111

45

analisis data akan menciptakan data mentah yang tidak mempunyai arti dalam sebuah penelitian.66

Hasil analisis data ini merupakan jawaban atas pertanyaan masalah.Teknik analisis data harus disesuaikan dengan jenis penelitian. Teknik analisis data dibedakan menjadi dua teknik, yaitu teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif.

Teknik analisis secara kuantitatif menggunakan rumus-rumus statistik dengan mengolah data, sedangkan teknik analisis secara kualitatif menggunakan analisis kualitatif atau nonstatistik.

66Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Sukabumi: CV Jejak, 2018), h.237

46 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Lipukasi

Lipukasi adalah salah satu wilayah persekutuan hukum Kerajaan Tanete.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada masa itu, seorang yang bernama La Makkarumpa Daeng Parani, berasal dari Tallo dan juga disebut sebagai Karaeng Tallo datang pada Datu Tanete yang saat itu dijabat oleh We Tenriolle untuk menjalin persahabatan dan meminta Lipu atau kampung.

Maksud baik La Makkarumpa Daeng Parani disambut baik oleh We Tenriolle, dengan memenuhi permintaannya maka diberikanlah Lipu (kampung) di sebelah utara sungai Bottoe dengan perjanjian bahwa setiap tahunnya La Makkarumpa Daeng Parani harus membawa upeti kepada Datu Tanete. Perjanjian tersebut diterima oleh La Makkarumpa Daeng Parani, kemudian dia berkata bahwa Lipu (kampung) itu diberi nama Lipukasi yang artinya kampung pammase, karena pammasena datu ri Tanete.

Namun dalam buku Sejarah Kerajaan Tanete yang dialih bahasakan oleh Basra Gising menyatakan hal yang berbeda tentang penamaan Kampung Lipukasi, dalam buku tersebut diceritakan bahwa ketika masa pemerintahan Datu Tanete ke-VII, Daeng Sanjai, terjadi peperangan antara Tanete dengan Kerajaan Berru, pada perang tersebut Kerajaan Berru mengalami kekalahan dan banyak anggota kerajaannya yang menjadi tawanan, Daeng Sanjai kemudian membuka perkampungan, sebelum menyuruh orangnya memindahkan para tawanan perang yang telah tertangkap, semua

47

tawanan itu dipindahkan ke perkampungan ini yang baru saja dibangun oleh Daeng Sanjai.

Perkampungan ini khusus dihuni oleh semua tawanan perang, bahkan di kampung ini juga ditunjuk seorang pemimpin atau raja untuk mengatur seluruh kehidupan para tawanan di dalamnya. Meski ditahan dalam satu kampung besar, namun para tahanan ini sengaja ripakkasiasi (dibuat sengsara), sehingga kampung ini nanti dikenal dengan nama kampung Lipukasi (kampung yang penuh kesengsaraan).

Seiring dengan perjalanan waktu, Karaeng Lipukasi, La Makkarumpa Daeng Parani, diduga tidak mematuhi perjanjian pada Datu Tanete, akhirnya terjadi perang, terkenal dengan Rumpana Lipukasi (Perang Lipukasi). Peristiwa tersebut diduga terjadi karena datu Tanete memperoleh kabar bahwa Karaeng Lipukasi tidak mau lagi mengabdi kepada Datu Tanete, karena La Makkarumpa Daeng Parani sudah dua tahun tidak pernah datang membawa upeti kepada Datu Tanete.

Sebagai ganti karena Karaeng Lipukasi tidak membawa upeti, Datu Tanete mengambil sebagian wilayah Lipukasi di kampung Passede. Kemarahan Datu Tanete semakin bertambah ketika Karaeng Lipukasi menentang kehendak Datu Tanete karena daerahnya diambil sebagian. Ucapan Karaeng Lipukasi yang menyatakan kalau perlu nanti di muka Datu Tanete kupakai celanaku, menambah marah Datu Tanete karena dianggap sebagai penghinaan. Namun dalam buku Ayam Jantan Tanah Daeng yang ditulis oleh Nasaruddin Koro, Perang Lipukasi terjadi karena umbaran kata cinta La Makkarumpa Daeng Parani kepada We Tenriolle, namun di mata kerabat We Tenriolle dianggap sebagai penghinaan.

Datu Tanete mengirim dua orang untuk mengklarifikasi ucapan Karaeng Lipukasi, akan tetapi kedua utusan orang tersebut diserang dan dibunuh oleh

pengawal Karaeng Lipukasi yang bernama La Pattimbang. Terbunuhnya kedua utusan tersebut membuat Datu Tanete mengirimkan pasukan untuk menyerang Lipukasi dan terjadilah perang atau Rumpana Lipukasi. Nasaruddin Koro dalam bukunya menceritakan secara detail bagaimana Rumpana Lipukasi ini berlangsung.

Kedua belah pihak saling mengayunkan tombak dan menghujankan keris kawali. Pihak yang bertikai masing-masing dari sisi Sungai Bottoe berhadap-hadapan setelah kaum perempuan mendendangkan elong mosong (Temang Perang) sebagai pembakar semangat. Hebatnya seorang pasukan We Tenriolle yang bernama La Pasarai sambil menggigit tombak menceburkan diri ke dalam sungai, menyerang diikuti semua tau warani (pemberani) dari beberapa penjuru.

Dalam perang atau Rumpana Lipukasi tersebut pasukan Tanete terbagi menjadi dua kelompok. Pasukan Tanete Rilau dipimpin oleh La Pasarai yang juga merupakan kerabat raja, sedangkan pasukan Lompo Riaja dikomandoi oleh La Manda Arung Kading. Perang akhirnya dimenangkan oleh We Tenriolle.

2. Terbentuknya Desa Lipukasi

Pembangunan desa tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh satu pihak saja tanpa kordinasi dan kerjasama dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Pada umumnya masyarkat Desa Lipukasi hidup ditengah-tengah Sosial Budaya yang beraneka ragam disamping sebagai masyarakat sosial petani juga dalam budayanya sebagai masyarakat awan yang peka terhadap perkembangan zaman.

Demikianlah masyarakat Desa Lipukasi yang telah banyak sekali mengalami pertukaran zaman seirama dengan perkembangan sejarah yang pernah dialaminya.

Era cultural dan sosial kemasyarakatan cukup memberi pengalaman hidup sebagai warga Desa cukup baik dalam persatuan dan kesatuan tetap utuh sehingga kondisi

49

masyarakat tetap menjamin kelancaran pembangunan sejak zaman dahulu sampai sekarang.

Menurut sejarah bahwa ciri sosial masyarakatnya berkaitan dengan nama Desa Lipukasi dalam bahasa Bugis, yaitu: Lipu yang berarti “Wanua”, dan Kasi berarti

“Berkasih-kasihan (Rukun)”. Jadi Lipukasi adalah dusun yang senantiasa diliputi oleh kasih sayang sesama warganya, pemberi nama ini menurut sejarah adalah oleh Raja Tanete yang disebut Daeng Ngasseng yang mengangkat seorang Raja kecil di Lipukasi dengan sebutan Karaeng Lipukasi.

Dalam pemerintahan Raja-Raja dalam Kecamatan Tanete Rilau, Desa Lipukasi mempunyai ciri umum sama dengan desa-desa lain baik dalam bentuk Geografi, Klimatologi, Monografi dan Demografinya. Begitu pula dari wawasan budaya sampai kepada struktur sosial masyarakat dalam bentuk dan susunan pemerintahan sejak terbentuknya Desa Lipukasi telah beberapakali berganti Kepala Pemerintahan sebagai pencerminan demokrasi rakyat baik itu sebagai Kepala Desa yang dipilih maupun yang diangkat oleh pejabat dalam suatu keadaan yang mendesak kesemuanya Desa Lipukasi adalah sebagai berikut:

1. Syamsuddin 2. Ahmad Salomoni 3. Haruna

4. H. Panna

5. H. Syamsuddin.P 6. H. A. Madjid Ngaru 7. Maharuddin-sekarang

Pada hakikatnya pembangunan yang dilaksanakan ini ialah untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia guna terwujudnya cita-cita-cita dan tujuan nasional yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual yang berdasarkan Panacasila dan UndangUndang Dasar 1945.

Oleh karenanya desa sebagai soko guru dan tulang punggung Negara untuk terwujudnya cita-cita tersebut tentu segala aktivitas, potensi dan kreasi terletak didesa sebab desa adalah unit pemerintahan terendah yang diserahi tanggung jawab mengelolah pembangunan disektor terdepan.

Seyogyanya aparatur desa selaku unit yang langsung bersama masyarakat merasa bertanggung jawab dalam rangka mensukseskan pembangunan, jadi masyarakat selain sebagai obyek juga sekaligus menjadi subyek pembangunan itu.

Dengan dasar itu, peran serta masyarakat perlu ditumbuhkan dalam segala kegiatan pembangunan agar secara bersama-sama bertanggung jawab mensukseskan Pemabangunan Nasional.

Segala upaya pemerintah untuk meningkatkan dan menumbuhkan kreasi dan gairah membangunan di desa telah dilaksanakan, yang salah satunya adalah dengan melaksanakan lomba pembangunan desa yang merupakan perwujudan adanya kesadaran masyarakat membangun desanya.

3. Wilayah Letak Geografis

Letak Desa Lipukasi sebagai salah satu di antara 10 Desa/Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Tanete Rilau pada 98 KM dari Ibu Kota Profinsi Sulawesi Selatan, Makassar atau 7 KM dari Ibu Kota Kabupaten Barru atau 4 KM dari Ibu Kota Kecamatan Tanete Rilau. Desa Lipukasi dibagi dalam 6 Dusun terdiri atas 16

51

RT dengan luas seluruhnya +15,44 KM atau 1.544 HA. Desa/Kelurahan yang berbatasan dengan Desa Lipukasi:

a. Sebelah Utara: Desa Garessi Kecamatan Tanete Rilau b. Sebelah Selatan: Kelurahan Tanete Kecamatan Tanete Rilau

c. Sebelah Timur: Desa Palakka Kec. Barru/Lempang Kec. Tanete Riaja d. Sebelah Barat: Laut Makassar

4. Jumlah Penduduk

Desa Lipukasi memiliki4.830 jiwa, terdiri dari 1.371 KK. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.345 jiwa, dan jumlah penduduk perempuan 2.485jiwa.

perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Mayoritas penduduk Desa Lipukasi merupakan suku Bugis, dan sebahagian kecil merupakan penduduk pendatang yang berasal dari daerah lain yang berdomisili dan menetap di Desa Lipukasi. Penduduk pendstang dan menetap bisa disebabkan oleh faktor mengikut ke pasangan karena menikah dengan penduduk asli Desa Lipukasi, bisa juga disebabkan oleh masalah pekerjaan sehingga memilih pindah domisili dan menetap di Desa Lipukasi.

5. Keagamaan

Agama yang dianut penduduk di Desa Lipukasi adalah mayoritas beragama Islam baik itu dari penduduk pendatang yang menetap di Desa Lipukasi. Di Desa Lipukasi terdapat 1bangunan Masjid dan 1 Mushollah sebagai tempat beribadah.

Dalam bidang pendidikan di Desa Lipukasi terdapat 1 sekolah TK, 1 SD.

Dalam bidang keagamaan terdapat 1 Masjid dan 1 Mushollah. Dalam bidang kesehatan terdapat 1 POSYANDU (Pos Pelayanan Keluarga Berencana).

KEPALA DESA MAHARUDDIN

KEPALA DESA MAHARUDDIN

KAUR TATA USAHA DAN UMUM ARFANITA, S.Pd

KAUR PERENCANAAN

SUPRIADI, SS

KAUR KEUANGAN RATNA TUTI, S.Sos

KASI PEMERINTAHAN

SALMIAH, S.Sos

KASI

KESEJAHTERAAN AKSAR

KASI PELAYANAN MULHERI. MS, SE

KEPALA DUSUN PAO

SUPRIANTO

KEPALA DUSUN SALOMONI

IDRIS

KEPALA DUSUN LIPUKASI M. BAKRIL. L

KEPALA DUSUN GUSUNGE ARDIANSYAH. D

KEPALA DUSUN MARETO ELISA, Amd. Kep

KEPALA DUSUN PASSEDDE ISHAQ NUR,

S.Ipust

53

B. Tradisi Maddoja Bine Masyarakat Bugis Desa Lipukasi

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya. Budaya merupakan jati diri dan identitas diri. Keragaman kebudayaan di Indonesia suatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain budaya kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut.

Pertemuan dengan kebudayaan diluar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki ragam budaya yang berada hampir setiap daerah.

Salah satu budaya yang menjadi kebiasaan di Indonesia sebagai tradisi dari nenek moyang berada di Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya Desa Lipukasi Kec.

Tanete Rilau Kab. Barru nama tradisinya adalah Maddoja Bine yang masih dilakukan hingga saat ini oleh masyarakat Bugis Desa Lipukasi.

Sejarah mengenai Tradisi Maddoja Bine memiliki banya persi cerita dari beberapa daerah. Sejarah dari tradisi ini dicertikan dalam naskah Meong Mpalo Makkarellae berbentuk tulisan latin:

Engka seuwa wettu de’na naipakaraja Sangiang Serri ri pabbanuae ri tana Luwu. De’na naipatudang ri onrong marajae, de’na gaga pabbanua turu’i pammatoa, appemmaliangnge, naanreni balawo riwennie, napitto manu riwellang kessoe

Dokumen terkait