26
27
2. Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan peneliti untuk melakukan penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 25 juni sampai tanggal 25 agustus 2021 terhitung sejak dikeluarkanya surat izin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 2 bulan untuk melakukan penelitian di lokasi penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti.
C. Informan Penelitian
Pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan yaitu snowball sampling (bola salju) dalam teknik ini pengambilan informan ditentukan oleh peneliti itu sendiri dengan cara peneliti sebagai informan utama terlebih dahulu kemudian menentukan informan selanjutnya yang dipilih oleh informan sebelumnya, kemudian informan tersebut menentukan kembali informan selanjutnya dan begitu seterusnya. Penentuan informan snowball merupakan penentuan informan yang berantai yaitu dari informan ke informan berikutnya sampai kepada kecukupan data yang dibutuhkan (Kaharuddin, 2021:4).
Peneliti memilih informan kunci yaitu orang-orang yang dianggap tahu permasalahan yang diteliti. Adapun informan yang dipilih antara lain sebagai berikut:
1. Kepala Desa Tana Toa
2. Masyarakat adat Kajang Ammatoa
28
D. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini meliputi sistem penyelesian kasus pada masyarakat adat Kajang Ammatoa Kabupaten Bulukumba.
E. Jenis dan Sumber Data
Adapun sumber data yang dikumpulkan peneliti adalah, sebagai berikut:
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung untuk melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai alat pengumpulan data. Dalam hal ini sumber data utama (data primer) diperoleh langsung dari setiap informan yang diwawancarai secara langsung dalam penelitian.
a. Informan Kunci:
1. Nursalam, S.Sos (Kepala Desa Tana Toa)
2. Ramlah, S.Pd (Ketua POKDARWIS ADAT AMMATOA KAJANG) 3. Nurhaedah, S.Pd (Ketua PA PHKom Kajang dan Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa)
4. Salmawati, S.Pd (Sekertaris POKDARWIS ADAT AMMATOA KAJANG dan Guru SD 351 Kawasan adat Kajang Ammatoa)
5. Arman, S.Pd (Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa)
6. Ardi Madani, S.Pd.i (Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa)
29
7. Bahtiar (Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa) 2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang dapat digunakan dari hasil buku referensi, jurnal dan internet. Melakukan wawancara langsung kepada beberapa informan yang mengetahui mengenai Proses Penyelesaian Kasus Pada Masyarakat Adat Kajang Ammatoa Kabupaten Bulukumba.
a. Informan Kunci :
1. Nursalam, S.Sos (Kepala Desa Tana Toa)
2. Ramlah, S.Ip (Ketua POKDARWIS ADAT AMMATOA KAJANG) 3. Nurhaedah, S.Pd (Ketua PA PHKom Kajang dan Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa)
b. Informan Pendukung :
1. Salmawati, S.Pd (Sekertaris POKDARWIS ADAT AMMATOA KAJANG dan Guru SD 351 Kawasan adat Kajang Ammatoa)
2. Arman, S.Pd (Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa) 3. Ardi Madani, S.Pd.I (Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa) 4. Bahtiar (Guru SMPN 21 Bulukumba, Desa Tana Toa)
F. Instrumen Penelitian
Adapun instrument penelitian yang digunakanlah instrumen penelitian berupa lembar observasi, panduan wawancara, dokumentasi dan peneliti itu sendiri sebagai pendukung dalam penelitian. Adapun instrumen yang di maksud adalah sebagai berikut:
30
1. Catatan Lapangan, berisi catatan yang diperoleh peneliti pada saat melakukan pengamatan langsung dilapangan.
2. Pedoman wawancara, berisi seperangkat daftar pertanyaan peneliti sesuai dengan rumusan masalah pertanyaan.
3. Kamera yang digunakan ketika penulis melakukan observasi untuk merekam kejadian yang penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto maupun video.
4. recorder. Recorder digunakan untuk merekam suara ketika melakukan pengumpulan data, baik menggunakan metode wawancara, observasi dan sebagainya.
5. Peneliti itu sendiri.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang dilakukan periset untuk mendapatkan data yang mendukung penelitiannya.
Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data yakni:
1. Metode Observasi
Dalam metode pengumpulan data menggunakan metode observasi dimana teknik pengumpulan data dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subyek penelitian, hidup saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek pada keadaan waktu
31
itu. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara memusatkan perhatian terhadap fenomena-fenomena yang sedang diteliti.
Pada awal penelitian hal pertama yang dilakukan peneliti untuk melakukan metode observasi yaitu dengan mengunjungi tempat penelitian, setelah itu peneliti mulai melihat dan merasakan untuk melakukan observasi terhadap masyarakat yang akan diteliti, dalam penelitian ini peneliti membutuhkan waktu selama kurang lebih 2 minggu untuk melakukan observasi di tempat penelitian, setelah data observasi dirasa telah cukup untuk memberikan informasi maka peneliti menghentikan observasi kemudian melanjutkan ke metode selanjutnya.
2. Metode Wawancara
Dalam metode wawancara ini, peneliti terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan, sebelum itu perlu ditetapkan terlebih dahulu informan kunci yang akan pertama kali diwawancarai.
Wawancara dilakukan selama kurang lebih 3 pekan dan hal yang dilakukan sebelum wawancara dengan para informan yaitu dengan mendatangi setiap informan secara langsung serta meminta izin dengan membuat janji terlebih dahulu untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk wawancara dengan informan tersebut.
Setelah semuanya siap maka dapat dilakukan wawancara dengan informan dimana pada awal wawancara peneliti terlebih dahulu menanyakan mengenai identitas informan seperti nama, umut dan pekerjaan. Serta peneliti juga diwajibkan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada informan
32
agar informan lebih yakin dan percaya terhadap peneliti dan informasi yang didapatkan dapat maksimal. Setelah itu peneliti mulai menanyakan poin-poin pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai panduan dalam melakukan wawancara dengan informan agar informasi yang didapatkan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti, peneliti menulis informasi serta merekam informasi atau pendapat yang telah disampaikan oleh informan.
Wawancara dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari informan kunci lalu setelah iitu pneliti mulai melakukan wawancara terhadap beberapa informan pendukung yang dianggap tahu mengenai permasalahan yang diteliti oleh peneliti.
3. Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan harian, laporan dan foto.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi lebih rinci hingga mudah dimengerti, yaitu dengan model Miles dan Huberman. Aktivitas yang dilakukan dalam teknik menganalisis data dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :
33
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Kegiatan yang dimaksud adalah data yang telah diperoleh di lapangan kemudian disatukan misalnya dari hasil observasi, interview dan dokumentasi kemudian disatukan dan diringkas menjadi sebuah data yang terperinci dengan harapan agar mudah untuk dipahami.
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Melalui penyajian data maka terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart atau sejenisnya.
3. Pengambilan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Penarikan kesimpulan ini dilakukan secara konduktif, kesimpulan yang diambil kemudian diverifikasi dengan jalan meninjau ulang catatan lapangan dan mendiskusikannya guna mendapatkan kesepakatan intersubjektif, hingga dapat diperoleh kesimpulan yang kokoh.
I. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan proses mentriangulasi tiga data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan cara sebagai berikut:
1. Triangulasi sumber dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang sama pada informan yang berbeda mengenai Sistem Penyelesaian Kasus pada Masyarakat Adat Kajang Ammatoa.
34
2. Triangulasi teknik dilakukan dengan melakukan observasi langsung setelah melakukan wawancara dari berbagai informasi seperti data tentang Sistem Penyelesaian Kasus pada Masyarakat Adat Kajang Ammatoa.
3. Triangulasi waktu dilakukan untuk pengecekan hasil wawancara observasi sehingga peneliti melakukan wawancara 3-4 orang informan dalam waktu yang berbeda dan melakukan onservasi secara berkala.
J. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah standar tata perilaku peneliti selama melakukan penelitian, mulai dari menyusun desain penelitian, mengumpulkan data lapangan (melakukan wawancara, observasi, dan pengumpulan data dokumen), menyusun laporan penelitian hingga mempublikasikan hasil penelitian. Misalnya:
1. Menginformasikan tujuan penelitian kepada informan.
2. Meminta persetujuan informan (informed Consent) untuk diwawancarai.
3. Menjaga kerahasiaan identitas informan, jika terkait informasi sensitif.
4. Meminta izin informan jika ingin merekam wawancara, atau ingin mengambil dokumen baik secara video maupun foto.
35 BAB IV
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Lokasi Penelitian
1. Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu daerah tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Bulukumba.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,58 km² dan berpenduduk 418.326 jiwa.
Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10 kecamatan, dengan 27 kelurahan, serta 109 desa. Secara wilayah, Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi yaitu daratan tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng- Lompobattang, pantai, daratan rendah, dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terletak di bagian ujung selatan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Bulukumba terkenal dengan industri perahu pinisi yang banyak memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah. Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,58 km² dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 153 km².
Bulukumba berasal dari kata Bulukumupa dan pada tingkat dialeg tertentu mengalami perubahan dari Bulukumupa menjadi Bulukumba. Mitologi penamaan “Bulukumba” konon katanya bersumbet dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu “Bulu‟ku” dan “Mupa” yang apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti “ masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya”.
Mitos ini muncul pertama kali pada abad ke-17 Masehi ketika terjadi perang
36
saudara antar dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Bone.
Di pesisir pantai “Tanahkongkong”, utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu untuk melakukan perundingan secara damai dan menetapkan batas wilayah kerajaan masing-masing. “Bangkeng Buki” (kaki bukit) merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompo Battang diklaim oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya terhitung mulai dari Kindang sampai ke wilayag bagian Timur. Namun pihak kerajaan Bone bersikeras mempertahankan Bangkeng Buki sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari Barat sampai Selatan.
Berawal dari peristiwa tersebut kemudian terbentuklah kalimat dalam bahasa Bugis “Bulukumupa”, kemudian pada tingkat dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi “Bulukumba”. Sejak saat itu nama Bulukumba mulai ada, dan sampai saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten.
Peresmian Bulukumba menjadi nama kabupaten dimulai sejak terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 tentang pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi, dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 1978 tentang Lambang Daerah. Setelah dilakukan seeminar sehari tanggal 28 maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), kemudian ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Hari Jadi Kabupaten Bulukumba.
37
Secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 selanjutnya dilakukan pelantikan Bupati pertama yaitu Andi Patarai pada tanggan 12 Februari 1960.
Gambar 1. Logo Kabupaten Bulukumba
Pencipta logo Kabupaten Bulukumba merupakan seorang perempuan yang bernama Pertiwi Yusuf. Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba Nomor 13 Tahun 1987, maka ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba, dengan makna:
1. Perisai Persegi Lima: Yang melambangkan sikap batin masyarakat Bulukumba yang teguh mempertahankan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
38
2. Padi dan Jagung: Yang melambangkan mata pencaharian utama dan merupakan makanan pokok masyarakat Bulukumba. Bulir Padi berjumlah 17 bulir melambangkan sebagai tanggal kemerdekaan RI. Daun Jagung berjumlah 8 melambangkan bulan Agustus sebagai bulan kemerdekaan RI. Kelopak buah jagung berjumlah 4 dan bunga buah jagung berjumlah 5 menandakan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan RI.
3. Perahu Pinisi: Melambangkan sebagai salah satu mahakarya ciri khas masyarkat Bulukumba yang sering dikenal sebagai “Butta Panrita Lopi” atau daerah bermukimnya orang yang ahli membuat perahu. Layar perahu pinisi berjumlah 7 buah yang melambangkan jumlah kecamatan yang di Kabupaten Bulukumba saat logo tersebut dibuat tetapi sekarang jumlah kecamatan di Kabupaten Bulukumba sudah bertambah menjadi 10 kecamatan dan sampai sekarang Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1987 tentang Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba belum direvisi. Tulisan aksara lontara di sisi peragu
“Mali Siparappe, Tallang Sipahua” merupakan perpaduan dari dua dialek yaitu Bugis Makassar yang melambangkan persatuan dan kesatuan dua suku besar yang ada di Kabupaten Bulukumba.
4. Dasar Biru: Melambangkan Kabupaten Bulukumba Sebagai daerah maritim.
“Mali Siparappe, Tallang Sipahua”. Merupakan ungkapan perpaduan antara dua dialek bahasa Bugis Makassar. Yang merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba dalam mengembangkan amanat persatuan di dalam mewujudkan keselatan bersama agar tercipta tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spiritual, dunia dan akhirat. Paradigma kebudayaan, kesejahteraan
39
dan keagamaan memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang menjadi etika bagi struktur kahidupan bermasyarakat.
Nuansa moralitas ini mendasari lahirnya slogan pembangunan
“Bulukumba Berlayar” yang mulai disosialisasikan bulan September 1996.
Konsepsi “Berlayar” sebagai moral pembangunan lahir dan batin mengandung filosofi cukup dalam dan juga memiliki kaitan kebudayaan, kesejahteraan dan kegamaan dengan masyarakat Bulukumba. “Berlayar” adalah sebuah kalimat kuasalitas yang berbunyi “Bersih Lingkungan Alam Yang Ramah”. Filosofi yang terkandung dalam slogan diatas dilihat dari tiga sisi pijakan, yaitu kebudayaan, sejarah dan keagamaan.
1. Pijakan Sejarah
Bulukumba lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan darah, nyawa dan harta. Perlawanan rakyat Bulukumba terhadap kolonial Belanda dan Jepang menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 diawali dengan terbentuknya “barisan merah putih” dan “laskar brigade pemberontakan Bulukumba angkatan rakyat”.
Organisasi yang terkenal dalam sejarah perjuangan ini, melahirkan pejuang yang berani mati menghadapi gelombang bbadai untuk merebut cita-cita kemerdekaan sebagai wujud tuntutan hak asasi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara.
40
2. Pijakan Kebudayaan
Bulukumba telah menjadi “legenda modern” dalam kancah percaturan kebudayaan nasional, melalui industri budaya dalam bentuk perahu, naik itu perahu jenis padewakkang, lambo, pinisi, palaja, maupun jenis lepa-lepa yang telah berhasil mengankat nama Bulukumba di dunia internasional.
3. Pijakan Keagamaan
Masyarakat Bulukumba bersentuhan dengan ajaran agama islam sejak awal abad ke-17 Masehi diperkirakan tahun 1605 M. Ajaran agama islam dibawa oleh tiga ulama besar (waliyullah) dari Pulau Sumatra dengan gelar Dato Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar) Dato Pattimang (Luwu).
Ajaran agama islam yang berintikkan tasawwuf ini menumbuhkan kesadaran religius bagi semua penganutnya dan menggerakkan sikap keyainan mereka untuk berlaku zuhud, suci lahir batin, selamat dunia akhirat dalam kerangka tauhid meng-Esa-kan Allah SWT.
2. Sejarah Singkat Desa Tana Toa dan Masyarakat Adat Kajang Ammatoa Masyarakat adat Kajang Ammatoa merupakan salah satu komunitas adat yang bertempat tinggal di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.
Wilayah itu dianggap sebagai tanah warisan leluhur yang harus dijaga.
Mereka menyebutnya dengan sebutan “Tana Toa” atau Kampung Tua.
Masyarakat Ammatoa terbagi menjadi dua yaitu Kajang Dalam (Rilalang Embayya) dikenal sebagai Kawasan adat Kajang Ammatoa dan Kajang Luar (Ipantarang Embayya).
41
Daerah masyarakat adat Ammatoa Kajang berawal dari gundukan yang menyembul diantara air-air yang dikenal dengan sebutan tombol. Tanah itu kemudian melebar seiring berkembangnya waktu dan bertambahnya manusia yang menghuni wilayah itu. Masyarakat adat Kajang Ammatoa mempercayai bahwa Ammatoa pertama datang dengan menunggangi Koajang atau Akkoajang (burung Rajawali) di possi tanayya, tempat pertama menetap.
Dari istrinya yang sering di sebut dengan Ando atau Anrongta, Ammatoa pertama mempunyai lima orang anak, empat perempuan dan satu laki-laki, yaitu Dangempa ri Tuli, Dalanjo ri Balagana, Damangung Salam ri Balambina, Dakodo ri Sobbu dan Tanutung ri Sobbu. Lima anak tersebut dikenal dengan lima Gallarang, yaitu Galla‟ Anjuru, Galla‟ Kajang, Galla‟
Pantama, Galla‟ Lombok dan Galla‟ Puto. Kemudian masing-masing anak memerintah satu wilayah di Kajang.
Nama Kajang memiliki kaitan dengan burung koajang, akkoajang, dan assajang itu. Dikisahkan bahwa asal-usul Ammatoa saling berkaitan dengan kisah Datu Manila, yaitu putri kerajaan Luwu yang menikah dengan Galla‟
Puto. Maskawin (sunrang) pernikahannya berupa tanah di daerah Gallarang Puto‟, yang dimana itu merupakan bagian posisi timur possi’ tana (pusat bumi) Kajang. Mereka dikaruniai anak dengan nama Tau Kentarang, orang yang bercahaya ibarat bulan purnama. Dari Tau Kentarang inilah lahir Ammatoa, diantaranya yaitu Bohe Ta‟bo, Puto‟ Palli ri Tambolo, Puto‟
Sampo ri Pangi, Soba ri Tambolo, Puto‟ Cacong, Puto‟ Sembang dan Puto‟Nyonya.
42
B. Letak Geografis
1. Kondisi Geografis Kabupaten Bulukumba
Gambar 2. Peta Kabupaten Bulukumba
Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak antara 5°20” sampai 5°40” Lintang Selatan dan 119°50” sampai 120°28” Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya adalah:
2. Sebelah Utara: Kabupaten Sinjai 3. Sebelah Timur: Teluk Bone
4. Sebelah Barat: Kabupaten Bantaeng
5. Sebelah Selatan: Kabupaten Kepulauan Selayar.
Bulukumba merupakan daerah daratan rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter diatas permukaan laut yang meliputi tujuh kecamatan pesisir yaitu
43
Kecamatan Herlang, Kecamatan Kajang, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Ujungbulu dan Kecamatan Gantarang.
Daerah bergelombang yang memiliki ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa, Kecamatan Herlang, Kecamatan Kajang, Kecaatan Bontotiro, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Kindang dan Kecamatan Gantarang. Daerah Perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke utara dengan ketinggian 100 s/d diatas 500 meter dari permukaan laut yang meliputi bagian dari Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Kindang.
Kabupaten Bulukumba didominasi dengan keadaan topografi daratan rendah sampai bergelombang. Luas daratan rendah sampai bergelombang dan daratan tinggi hampir berimbang, jika daratan rendah sampai yang bergelombang mencapai sekitar 50,28% dan daratan tinggi mencapai 49,72%.
Dilihat dari segi klimatologi Kabupaten Bulukumba memiliki suhu rata- rata berkisar antara 23,82 °C – 27,68 °C. Suhu pada kisaran ini cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembap atau agak basah.
3. Kondisi Demografis
Penduduk merupakan salah sati faktor yang paling penting dalam perkembangan suatu wilayah. Kualitas penduduk akan mencerminkan perkembangan suatu wilayah yang baik pula. Wilayah yang penduduknya peduli, kreatif, cerdas akan memikirkan dan merencanakan perkembangan suatu wilayah secara sistematis sampai ke tahap implementasi serta menjunjung tinggi nilai-
44
nilai suatu budaya dapat menciptakan kependudukan yang harmonis. Dalam suatu wilayah dengan jumlah penduduk yang terus bertumbuh dalam artian regenerasi pemikir dalam perkembangan suatu wilayah terus ada dan berkembang.
Jumlah penduduk Kabupaten Bulukumba tahun 2012 tercatat 400.990 jiwa terdiridari laki-laki sebanya 187.439 jiwa dan perempuan sebanyak 211.092 jiwa, diliat dari rasio jenis kelamin (perbandingan laki-laki dan perempuan) adalah 89, tersebar di 10 Kecamatan. Dengan konsentrasi penduduk di (4) Kecamatan yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kajang, Kecamatan Ujungbulu dan Kecamatan Bulukumpa sedangkan Kecamatan yang kurang penduduknya terdapat enam Kecamatan yaitu Kecamatan Bontobahari, Ujung loe, Herlang, Kindang, Rilau Ale dan Bontotiro.
4. Kondisi Umum Desa Tana Toa a. Kondisi Desa
Secara geografis desa tersebut merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Beberapa wilayah di desa itu dapat dilihat deretan pegunungan Lompobattang-Bawakaraeng dan Lembah Bantaeng di sebelah Barat. Selain itu juga di sebelah Timur terlihat Teluk Bone dengan guguan pulau-pulau sembilan.
Secara topografi desa tersebut berada antara 50-200 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 5.745 mm/tahun. Dan suhu udara rata-13-29 derajat celcius dengan kelembaban udara 70% per tahun.
45
Dilihat dari administrasinya, Desa Tana Toa berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Batunilamung 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bonto Baji 3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Malleleng 4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pattiroang.
Desa Tana Toa terbagi menjadi 13 RK (Rukun Keluarga) dan 19 RT (Rukun Tetangga) yang dikelompokkan menjadi sembilan wilayah dusun diantaranya yaitu:
1. Dusun Balagana 2. Dusun Sobbu 3. Dusun Jannaya 4. Dusun Benteng 5. Dusun Bongkina 6. Dusun Pangi 7. Dusun Luraya 8. Dusun Tombolo 9. Dusun Balambina
Luas Desa Tana Toa adalah 729 Ha dengan pembagian tertentu antara lain untuk fasilitas umum yaitu pertanian, pemukiman, kegiatan ekonomi dan lain-lain. Adapun rincian lahannya:
1. Jalan seluas 3,7 Ha
2. Bangunan umum seluas 5 Ha
46
3. Pemakaman seluas 5 Ha
4. Sawah dan ladang seluas 93 Ha 5. Pasar seluas 0,81 Ha
6. Industri seluas 0,36 Ha 7. Pertokoan seluas 0,32 Ha 8. Perkantoran seluas 1,07 Ha 9. Peribadatan seluas 1 Ha 10. Pemukiman 329,67 Ha
Selain pembagian wilayah diatas di pemukiman Suku Kajang juga terdapat wilayah hutan adat dan hutan kemasyarakatan. Hutan adat sebagai hutan pusaka yang sifatnya keramat dan memiliki luas 317,4 Ha. Segala sesuatu yang ada di dalam hutan adat tidak boleh diganggu dan dirusak termasuk penebangan pohon, memburu binatang terlebih dengan membakar hutan. Hutan adat dikenal dengan sebutan Borong Karama’ yang dipercaya oleh Masyarakat adat Kajang Ammatoa memiliki nilai magis yang akan berdampak buruk bagi kehidupan apabila melanggar aturan-aturan itu.
Sedangkan hutan kemasyarakatan memang sengaja dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Luas hutan kemasyarakatan berkisar 114 Ha dan masyarakat diperbolehkan untuk menggarap atau menebang pohon yang ada di dalam hutan. Meskipun demikian, masyarakat diwajibkan untuk menanam pohon terlebih dahulu dengan bibit pohon jenis yang sama sebelum ditebang.