Gambar 3.2 Peta Ruas Jalan Provinsi Tretes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 Daerah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur
(Google Earth, diakses pada 7 April 2021)
3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk melakukan penelitian ini diperlukan data pendukung yang aktual dan akurat untuk mencapai tujuan penelitian. Berikut merupakan data yang digunakan.
3.3.1 Data Volume Lalu Lintas Harian
Data volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada ruas Tretes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 diperoleh dari CV Dhiratama Cipta Persada. Survei LHR ini dilakukan selama 45 jam dengan perhitungan jumlah kendaraan setiap 15 menit. Setelah diperoleh jumlah kendaraan selama 45 jam, maka jumlah kendaraan tersebut harus dikonversikan ke dalam hitungan per- hari. Data volume lalu lintas harian ini akan digunakan untuk menghitung akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA) yang kemudian digunakan untuk menentukan jenis penanganan yang dilakukan terhadap kerusakan jalan. Berikut merupakan persamaan 3.1 untuk menghitung LHR (Kendaraan/Hari).
24 jam LHR = Jumlah Kendaraan Selama Pengamatan
Lama Pengamatan (jam)
(3.1)
3.3.2 Data Visual Kondisi Eksisting
Data penilaian evaluasi visual kondisi eksisting dengan menggunakan metode RCI dan kondisi drainase pada ruas Trtes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 diperoleh dari CV Dhiratama Cipta Persada. Penilaian dengan menggunakan metode RCI ini dilakukan dengan mensurvei kondisi jalan secara visual dengan parameter penilaiannya adalah nilai persentase luasan dan tingkat keparahan kerusakan yang terjadi pada setiap titik pengukuran. Untuk penilaian kondisi drainase perkerasan juga dilakukan secara visual, namun untuk parameter penilaiannya
berdasarkan dengan pedoman Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota Bina Marga, 1990 yang telah tercantum pada Tabel 2.7. Data evaluasi kondisi eksisting ini digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kerusakan jalan secara fungsional.
• Contoh Penentuan Nilai RCI
Gambar 3.3 Contoh Kondisi Kerusakan Jalan
Ditinjau secara visual, kondisi jalan mengalami aspal mengelupas atau pelepasan butir. Setelah mengetahui jenis kerusakan jalan maka langkah selanjutnya adalah mengukur luasan dari kerusakan yang terjadi dengan persamaan-persamaan berikut ini.
1. Luasan Kerusakan Aspal Mengelupas
kerusakan
Luas = Panjang Lebar (3.2)
2. Persentase Kerusakan Aspal Mengelupas Terhadap Luasan STA
kerusakan STA
Persentase Kerusakan = Luas 100%
Luas
(3.3)3. Penentuan Nilai RCI
Setelah menentukan persentase kerusakan terhadap luasan STA atau unit sampel maka dapat menentukan nilai RCI dari Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Penentuan Nilai RCI PERSENTASE KERUSAKAN
(%) NILAI RCI
0 10
1 - 10 9
11 - 20 8
21 - 30 7
31 - 40 6
41 - 50 5
51 - 60 4
61 - 70 3
71 - 80 2
81 - 90 1
91 - 100 0
3.3.3 Data Lendutan (Benkelman Beam)
Data Lendutan dengan menggunakan BB pada ruas Tretes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 diperoleh dari CV Dhiratama Cipta Persada. Data lendutan yang diperoleh akan diolah untuk mengetahui lendutan terkoreksi, keseragaman lendutan, lendutan wakil, lendutan rencana/
ijin dan tebal overlay rencana yang dibutuhkan pada ruas tersebut.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan Manual Desain Perkerasan 2017 Bina Marga berisikan tahapan penelitian yang akan menghasilkan kesimpulan dari penelitian ini. Berikut merupakan tahapan selama penelitian yang disajikan dengan diagram alir.
Gambar 3.4 Diagram Alir Metode Analisis Data Penelitian
3.5 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisikian uraian rencana kerja berdasarkan waktu yang dapat dijadikan acuan pengerjaan untuk mencapai target yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan mulai minggu ke-1 bulan Januari 2021 sampai dengan bulan minggu ke-4 bulan Juni.
Berikut merupakan jadwal penelitian tugas akhir yang disajikan dalam bentuk barchart.)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. TAHAP PERSIAPAN PENELITIAN
A. PENENTUAN TOPIK B. PENGAJUAN JUDUL C. PENYUSUNAN PROPOSAL D. PENGAJUAN PROPOSAL E. PERIZINAN PENELITIAN 2. TAHAP PELAKSANAAN
PENGUMPULAN DATA ANALISIS DATA
3. TAHAP PENYUSUNAN LAPORAN
JULI AGUSTUS NO AKTIFITAS JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Perhitungan
Data perencanaan merupakan data yang dibutuhkan dan digunakan untuk proses perencanaan, data tersebut antara lain :
a. Data Volume Lalu Lintas b. Data Lendutan
c. Data Kondisi Eksisting
4.1.1 Data Volume Lalu Lintas
Data volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada ruas Tretes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 diperoleh dari CV Dhiratama Cipta Persada. Survei LHR ini dilakukan selama 45 jam dengan perhitungan jumlah kendaraan setiap 15 menit. Setelah diperoleh jumlah kendaraan selama 45 jam, maka jumlah kendaraan tersebut harus dikonversikan ke dalam hitungan per- hari yang telah tertuang pada Persamaan 3.1. Data volume lalu lintas harian ini akan digunakan untuk menghitung akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA) yang kemudian digunakan untuk menentukan jenis penanganan yang dilakukan terhadap kerusakan jalan. Data lalu lintas tersebut tercantum pada Tabel 4.1.
4.1.2 Data Lendutan
Data Lendutan dengan menggunakan BB pada ruas Tretes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 diperoleh dari CV Dhiratama Cipta Persada. Data lendutan yang diperoleh akan diolah untuk mengetahui lendutan terkoreksi, keseragaman lendutan, lendutan wakil, lendutan rencana/
ijin dan tebal overlay rencana yang dibutuhkan pada ruas tersebut. Data lendutan tersebut tercantum pada Lampiran 2.
4.1.3 Data Kondisi Eksisting
Data kondsisi eksisting perkerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data RCI, data kondisi drainase perkerasan pada ruas Tretes-Pandaan KM 46+520 – 48+320 yang diperoleh dari CV Dhiratama Cipta Persada. Penilaian dengan menggunakan metode RCI ini dilakukan dengan mensurvei kondisi jalan secara visual dengan parameter penilaiannya adalah nilai persentase luasan dan tingkat keparahan kerusakan yang terjadi pada setiap titik pengukuran. Untuk penilaian kondisi drainase perkerasan juga dilakukan secara visual, namun untuk parameter penilaiannya berdasarkan dengan pedoman Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota Bina Marga, 1990. Data-data ini akan diolah untuk mendapatkan penilaian lebih lanjut terhadap kondisi eksisting perkerasan secara menyeluruh, sehingga dapat mengidentifikasi penyebab kerusakan pada ruas jalan tersebut. Setelah diketahui penyebab kerusakan perkerasan, maka akan dilakukan pemilihan penanganan yang tepat untuk kerusakan perkerasan tersebut. Gambar dokumentasi kerusakan terlampir pada Lampiran 6.
4.2 Analisis Lendutan
Analisis lendutan akan digunakan untuk mengetahui kondisi perkerasan secara struktural, sehingga dapat diketahui jenis penanganan yang tepat untuk kerusakan jalan tersebut. Namun,
mengidentifikasi kondisi eksisting secara visual juga perlu dilakukan untuk mengetahui kerusakan dominan yang terjadi pada ruas tersebut.
4.2.1 Perhitungan Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA)
Nilai CESA didapatkan dari jumlah total beban sumbu standar ekuivalen. Beban sumbu standar ekuivalen dari tiap golongan kendaraan diperoleh dari lalulintas harian rata-rata yang dikoreksi dengan faktor-faktor tertentu.
Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Nilai LHR diperoleh dari survei lalu lintas yang dilakukan di ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 pada tahun 2020. Data LHR lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Golongan Kendaraan LHR
(Kendaraan/Hari)
1 Sepeda Motor, Skuter, Roda 3 33477
2 Sedan, Jeep, Wagon (Pribadi) 5690
3 Mobil Penumpang Umum, Angkot 297
4 Pick-up, Truk Ban Belakang Tunggal 969
5a Bus Kecil 2
5b Bus Besar 0
6a Truk Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 207
6b Truk Box, Truk Tangki 2 Sumbu 1800
7a1
Truk Box, Truk Tangki 3 Sumbu
25
7a2 0
7a3 0
7b Truk/Truk Tangki Gandeng 1
7c1
Truk Semi Trailer/Trailer
4
7c2.1 0
7c2.2 0
7c3 0
8 Kendaraan Tidak Bermotor 27
Vehicle Damage Factor (VDF)
Nilai VDF dibedakan menurut golongan kendaraan dan lokasi ruas sesuai dalam pedoman Manual Desain Perkerasan 2017 Direktur Jendral Bina Marga. Menurut Ditjen Bina Marga (2017), ESA4 digunakan pada perencanaan perkerasan lentur berdasarakan Pt T-01- 2002-B atau metode American Association Of State Highway and Transporting Official (AASHTO) 1993 dan perencanaan tebal overlay berdasarkan grafik lendutan maksimum untuk mencegah deformasi permanen. Sehingga untuk perkerasan lentur perhitungan analisis lendutan ini digunakan VDF dengan satuan ESA4 yang kemudian akan dilanjutkan dengan penggunaan VDF dengan satuan ESA5 jika dibutuhkan penanganan untuk mengantisipasi retak lelah. Nilai VDF dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai Vehicle Damage Factor (VDF)
Golongan Kendaraan Vehicle Damage Factor
ESA4 ESA5
1 Sepeda Motor, Skuter, Roda 3 0 0
2 Sedan, Jeep, Wagon (Pribadi) 0 0
3 Mobil Penumpang Umum, Angkot 0 0
4 Pick-up, Truk Ban Belakang Tunggal 0 0
5a Bus Kecil 0 0
5b Bus Besar 1 1
6a Truk Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 0,55 0,5
6b Truk Box, Truk Tangki 2 Sumbu 4 5,1
7a1
Truk Box, Truk Tangki 3 Sumbu
4,7 6,4
7a2 4,3 5,6
7a3 9,4 13
7b Truk/Truk Tangki Gandeng 12,6 17,8
7c1
Truk Semi Trailer/Trailer
7,4 9,7
7c2.1 7,6 10,2
7c2.2 6,5 8,5
7c3 6,1 6,5
8 Kendaraan Tidak Bermotor 0 6,1
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (R)
Lokasi studi merupakan jalan kolektor yang berada di wilayah Pulau Jawa sehingga berdasarkan Tabel 2.8 diperoleh faktor laju pertumbuhan lalu lintas (i) sebesar 3,5%. Dengan umur rencana dari lokasi studi adalah 10 tahun, maka dengan Persamaan 2.4 dapat diketahui faktor pertumbuhan lalu lintas (R) sebagai berikut.
10
(1 0, 01 ) 1 R = 0, 01
(1 0, 01(3, 5)) 1 R = 0, 01(3, 5) R =11,731
i UR
i
+ −
+ −
Nilai CESA Ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 - 48+320
Nilai CESA diperoleh dari penjumlahan total beban sumbu standar ekuivalen setiap golongan kendaraan selama satu tahun (ESA). Berikut merupakan perhitungan beban sumbu standar ekuivalen setiap golongan kendaraan yang memiliki satuan ESA4.
-
1 1 1
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 33477 0 365 0,5 1 11,731 ESA = 0 ESA4
-
2 2 2
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 5690 0 365 0,5 1 11,731 ESA = 0 ESA4
-
3 3 3
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 297 0 365 0,5 1 11,731 ESA = 0 ESA4
-
4 4 4
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 969 0 365 0,5 1 11,731 ESA = 0 ESA4
-
5 5 5
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 2 0 365 0,5 1 11,731
ESA = 0 ESA4
a a a
-
5 5 5
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 0 0 365 0,5 1 11,731
ESA = 0 ESA4
b b b
-
6 6 6
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 207 0,55 365 0,5 1 11,731 ESA = 243.507 ESA4
a a a
-
6 6 6
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 1800 4 365 0,5 1 11,731 ESA = 1 5.416.908 ESA4
b b b
-
7 1 7 1 7 1
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 1800 4, 7 365 0,5 1 11,731 ESA = 247.455 ESA4
a a a
-
7 2 7 2 7 2
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 0 4, 3 365 0,5 1 11,731 ESA = ESA4 0
a a a
-
7 3 7 3 7 3
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 0 9, 4 365 0,5 1 11,731 ESA = ESA4 0
a a a
-
7 7 7
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 1 12, 6 365 0,5 1 11,731 ESA = 15.077 ESA4
b b b
-
7 1 7 1 7 1
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 4 7, 4 365 0,5 1 11,731 ESA = 70.838 ESA4
c c c
-
7 2.1 7 2.1 7 2.1
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 0 7, 6 365 0,5 1 11,731 ESA = ESA40
c c c
-
7 2.2 7 2.2 7 2.2
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 0 6, 5 365 0,5 1 11,731 ESA = ESA4 0
c c c
-
7 3 7 3 7 3
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 0 6,1 365 0,5 1 11,731 ESA = ESA4 0
c c c
-
8 8 8
ESA = LHR VDF 365 DD DL R ESA = 27 0 365 0,5 1 11,731 ESA = ESA4 0
Dari perhitungan-perhitungan tersebut diperoleh nilai CESA yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Nilai ESA Golongan Kendaraan dan Nilai CESA
Golongan Kendaraan ESA
1 Sepeda Motor, Skuter, Roda 3 0
2 Sedan, Jeep, Wagon (Pribadi) 0
3 Mobil Penumpang Umum, Angkot 0
4 Pick-up, Truk Ban Belakang Tunggal 0
5a Bus Kecil 0
5b Bus Besar 0
6a Truk Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 243.507 6b Truk Box, Truk Tangki 2 Sumbu 15.416.908 7a1
Truk Box, Truk Tangki 3 Sumbu
247.455
7a2 0
7a3 0
7b Truk/Truk Tangki Gandeng 15.077
7c1
Truk Semi Trailer/Trailer
70.838
7c2.1 0
7c2.2 0
7c3 0
8 Kendaraan Tidak Bermotor 0
Beban Sumbu Standar Kumulatif (ESA4) 15.993.785
Dari Tabel 4.3 diketahui bahwa nilai CESA pada ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 40+320 sebesar 15.993.785 ESA4.
4.2.2 Perhitungan Lendutan Balik
4.2.2.1 Faktor Koreksi Temperatur Standar
Tebal perkerasan pada ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 adalah sebesar 10 cm, sehingga untuk penentuan faktor koreksi temperatur standar menggunakan Persamaan 2.11. Berikut merupakan perhitungan untuk faktor koreksi temperatur standar untuk ruas jalan pada lokasi studi berdasarkan Tabel 2.11.
• L1 1 p t b u p
T (T T T ), dengan T = 29 C dan T = 30 C
=3 + +
L1
T 1(30 33, 4 29, 6)
=3 + + TL1 = 31 C
• L2 1 p t b u p
T (T T T ), dengan T = 30 C dan T = 31 C
=3 + +
L2
T 1(31 34,5 29, 6)
=3 + + TL2 = 32 C
Dengan menggunakan faktor lapis beraspal dan Persamaan 2.10, maka akan didapatkan faktor koreksi temperatur standar (Ft) sebagai berikut.
• Ft1=14, 785 T L−0,7573
0,7573
Ft1=14, 785 31 − Ft1=1,1
• Ft2 =14, 785 T L−0,7573
0,7573
Ft2 =14, 785 32 − Ft2 =1, 07
4.2.2.2 Faktor Musim
Faktor musim atau faktor pengaruh muka air tanah dilihat dari kapan pengujian dilakukan. Dikarenakan pengujian lendutan dilakukan pada September 2020 bertepatan dengan musim hujan, maka nilai faktor musim yang diambil adalah sebesar 0,9.
4.2.2.3 Faktor Koreksi Beban Uji
Setiap pengujian dengan menggunakan Benkelman Beam harus dilakukan koreksi terhadap beban uji, karena beban uji yang digunakan tidak tepat seberat 8,16 ton dan lebih tepatnya adalah sebesar 6,87 ton. Berikut merupakan perhitungan faktor koreksi beban uji standar dengan menggunakan Persamaan 2.12.
( 2,0715)
FKB-BB =77, 343 (Beban Uji dalam ton) −
( 2,0715)
FKB-BB=77, 343 (6,87) − FKB-BB=1, 4728
4.2.2.4 Nilai Lendutan Balik Ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 - 48+320
Nilai lendutan balik (dB) pada setiap segmen dengan interval 100 m dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.8. Berikut merupakan salah satu contoh perhitungan lendutan balik yang terjadi pada titik 0+000.• dBki = 2 (d4−d ) Ft Ca FK1 B-BB
dBki = 2 (0, 05 0) 1,1 0, 9 1, 4728− dBki =0,141
• dBka = 2 (d4−d ) Ft Ca FK1 B-BB
dBka = 2 (0, 09 0) 1,1 0, 9 1, 4728− dBka =0, 254
Nilai lendutan balik yang mempresentasikan lendutan balik kanan dan lendutan balik kiri untuk satu titik pengukuran diambil nilai maksimum diantara keduanya, sehingga untuk titik 0+000 memiliki lendutan balik sebesar 0,254 mm. Untuk perhitungan lendutan balik seluruh titik pengukuran dari ruas lokasi studi dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan di bawah ini merupakan rekapitulasi dari perhitungan lendutan balik yang tertuang pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Perhitungan Lendutan Balik
STA dBki
(mm)
dBka (mm)
dB (mm) 0+000 0,141 0,254 0,254 0+100 0,197 0,31 0,31 0+200 0,959 0,79 0,959 0+300 0,959 0,874 0,959 0+400 1,354 1,608 1,608 0+500 1,58 1,692 1,692 0+600 1,439 1,749 1,749 0+700 1,636 1,664 1,664 0+800 2,031 2,398 2,398 0+900 0,564 2,567 2,567 1+000 2,369 2,567 2,567 1+100 2,454 2,764 2,764 1+200 1,89 2,031 2,031
1+300 0,705 1,1 1,1
1+400 1,298 1,326 1,326 1+500 1,523 1,749 1,749 1+600 1,326 1,467 1,467
4.2.3 Perhitungan Lendutan Wakil
Lendutan wakil digunakan untuk mengetahui besarnya lendutan yang mewakili sutau sub ruas/ seksi jalan yang disesuaikan dengan fungsi kelas jalan dan untuk jenis kelas jalan kolektor digunakan Persamaan 2.17. Namun, sebelum menentukan lendutan wakil, perlu dilakukan perhitungan terhadap lendutan rata-rata, deviasi standar dan faktor keseragaman lendutan.
4.2.3.1 Lendutan Rata-Rata
Lendutan rata-rata dihitung berdasarkan data lendutan balik dari tiap titik pengukuran yang tercantum pada Tabel 4.4
B R
d d n
=
R
29, 54 d = 20
dR =1, 48 mm
4.2.3.2 Deviasi Standar
Deviasi standar dihitung berdasarkan data lendutan balik sepanjang ruas lokasi studi yang tercantum pada Tabel 4.4 dengan menggunakan Persamaan 2.15.
s s 2
n n
2 s
1 1
s s
n d d
s = n (n 1)
−
−
( ) ( )
220 54, 73 875, 6
s = 20(20 1)
−
−
s = 0,759
Maka nilai deviasi standar untuk ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 dengan jumlah data lendutan sebanyak 20 lendutan adalah sebesar 0,759.
4.2.3.3 Faktor Keseragaman Lendutan
Faktor keseragaman lendutan bergantung pada panjang segmen (seksi) ruas jalan yang ditinjau. Nilai faktor keseragaman lendutan untuk keseluruhan segmen ruas Pandaan- Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.13.
STA dBki
(mm)
dBka (mm)
dB (mm) 1+700 0,085 0,169 0,169 1+800 0,551 1,129 1,129
1+900 0,55 1,13 1,13
n=20 R
FK = s 100%
d
n=20
0, 759
FK = 100%
1, 488
FKn=20=51,29%, FK > 30%
Dikarenakan nilai faktor keseragaman lendutan lebih besar daripada 30%, maka dapat dinyatakan bahwa keseragaman lendutan buruk dan tidak memenuhi faktor keseragaman izin. Untuk memenuhi nilai standar dari faktor keseragaman izin, maka dibutuhkan pembagian-pembagian yang lebih kecil untuk segmen jalan yang ditinjau. Berikut merupakan salah satu contoh pembagian segmen jalan untuk memenuhi standar faktor keseragaman izin ( 30%).
• Faktor Keseragaman Lendutan Titik Pengukuran 0+000 – 0+100 Lendutan Rata-Rata
B R
d d n
=
R
0, 564 d = 2
dR =0, 282
Nilai Deviasi Standar
s s
n n 2
2 s
1 1
s s
n d d
s = n (n 1)
−
−
( ) ( )
22 0,161 0, 318
s = 2(2 1)
−
−
s = 0,04
Faktor Keseragaman Lendutan
0 000 0 100 R
FK = s 100%
+ − +
d
0 000 0 100
0, 04
FK = 100%
0, 282
+ − +
0 000 0 100
FK + − + =14,142%
Dengan diperkecilnya pembagian panjang segmen yang ditinjau diperoleh nilai faktor keseragaman lendutan untuk titik pengujian 0+000 – 0+100 pada ruas jalan tersebut sebesar 14,142% ( 30%), sehingga memenuhi keseragaman izin. Perhitungan lendutan rata-rata, deviasi standar dan faktor keseragaman lendutan yang telah dilakukan pembagian pada ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+320 – 48+520 tercantum pada Lampiran 2.
4.2.3.4 Nilai Lendutan Wakil Ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 - 48+320
Lokasi studi merupakan jalan kolektor, sehingga nilai lendutan wakil dihitung menggunakan Persamaan 2.17 untuk setiap pembagian segmen ruas yang telah tercantum pada Lampiran 2. Berikut merupakan perhitungan lendutan wakil pada setiap segmen jalan ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320.1) Segmen Jalan STA 0+000 – 0+100
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =0, 282 1, 64(0, 04)+
wakil
D =0, 347mm
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 0+000 sampai 0+100 adalah sebesar 0,347 mm.
2) Segmen Jalan STA 0+200 – 0+300
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =0, 959 1, 64(0)+
wakil
D =0, 959
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 0+200 sampai 0+300 adalah sebesar 0,959 mm.
3) Segmen Jalan STA 0+400 – 0+700
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =1, 678 1, 64(0, 059)+
wakil
D =1, 775
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 0+400 sampai 0+700 adalah sebesar 1,775 mm.
4) Segmen Jalan STA 0+800 – 1+200
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =2, 465 1, 64(0, 275)+
wakil
D =2, 917
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 0+800 sampai 1+200 adalah sebesar 2,917 mm.
5) Segmen Jalan STA 1+300 – 1+400
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =1, 213 1, 64(0,16)+
wakil
D =1, 475
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 1+300 sampai 1+400 adalah sebesar 1,475 mm.
6) Segmen Jalan STA 1+500 – 1+600
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =1, 608 1, 64(0,199)+
wakil
D =1, 935
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 1+500 sampai 1+600 adalah sebesar 1,935 mm.
7) Segmen Jalan STA 1+700
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =0,169 1, 64(0)+
wakil
D =0,169
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 1+700 adalah sebesar 0,169 mm.
8) Segmen Jalan STA 1+800 – 1+900
wakil R
D =d +1, 64s
wakil
D =1,102 1, 64(0, 04)+
wakil
D =1,167
Maka lendutan wakil untuk segmen jalan STA 1+800 sampai 1+900 adalah sebesar 1,167 mm.
Untuk rekapitulasi perhitungan lendutan wakil pada setiap pembagian segmen jalan telah tercantum pada Tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5 Nilai Lendutan Wakil Setiap Pembagian Segmen Ruas STA d rata-rata (mm) S D wakil (mm) 0+000
0,282 0,040 0,347
0+100 0+200
0,959 0,000 0,959
0+300 0+400
1,678 0,059 1,775
0+500 0+600 0+700 0+800
2,465 0,275 2,917
0+900 1+000 1+100 1+200 1+300
1,213 0,160 1,475
1+400 1+500
1,608 0,199 1,935
1+600
1+700 0,169 0,000 0,169
1+800
1,102 0,040 1,167
1+900
4.3 Analisis Visual Kondisi Eksisitng
Analisis visual kondisi perlu dilakukan sebelum melakukan tindakan preventif kerusakan yang terjadi pada perkerasan. Analisis visual yang dilakukan pada penelitian ini yaitu analisis terhadap kondisi visual perkerasan dan analisis terhadap kondisi drainase perkerasan.
4.3.1 Penilaian Terhadap Nilai IRI
Analisis visual kondisi perkerasan dengan menggunakan metode IRI dilakukan untuk mengetahui kondisi kerusakan yang terdapat pada ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320. Namun dikarenakan data yang diperoleh merupakan data penilaian dengan menggunakan metode RCI, maka diperlukan pengkonversian nilai RCI terhadap nilai IRI berdasarkan Tabel 2.6. Berikut merupakan salah satu contoh penilaian dengan metode RCI beserta hasil pengonversian terhadap nilai IRI dan tercantum pada Tabel 4.6.
•
Penilaian Visual dengan Metode RCI
Penilaian kondisi jalan secara visual dengan menggunakan metode RCI merupakan salah satu cara untuk melihat dan mengidentifikasi kondisi jalan secara visual. Metode ini dilakukan dengan mengevalusai jalan secara visual dan bersifat subyektif. Berikut merupakan salah satu contoh penilaian kondisi jalan secara visual dengan menggunakan metode RCI pada STA 1+000 dengan luas segmen pada STA 1+000 adalah sebesar 700 m2.
Gambar 4.1 Kondisi Jalan STA 1+000
Ditinjau secara visual, kondisi jalan mengalami aspal mengelupas atau pelepasan butir. Setelah mengetahui jenis kerusakan jalan pada STA 1+000 maka langkah selanjutnya adalah mengukur luasan dari kerusakan yang terjadi.
1. Luasan Kerusakan Aspal Mengelupas
kerusakan1
2
Luas = Panjang Lebar = 63 m 3 m = 189 m
kerusakan2
2
Luas = Panjang Lebar = 18 m 3 m = 54 m
kerusakan keseluruhan kerusakan1 kerusakan2 2
Luas = Luas + Luas
= 243 m
2. Persentase Kerusakan Aspal Mengelupas Terhadap Luasan STA
kerusakan keseluruhan STA 1+000 2
2
Persentase Kerusakan = Luas 100%
Luas 243 m
= 100%
700 m = 34,71%
3. Penentuan Nilai RCI
Berdasarkan Tabel 3.1 maka untuk nilai RCI kerusakan jalan pada STA 1+000 adalah sebesar 6 dengan persentase kerusakan (kerapatan) terhadap luasan satu segmen jalan adalah 34,71%.
•
Konversi Nilai RCI Terhadap Nilai IRI
Setelah mengetahui nilai RCI untuk setiap STA, maka langkah selanjutnya adalah mengkonversi nilai RCI terhadap nilai IRI. Berikut merupakan pengonversian dari nilai RCI ke nilai IRI yang tertuang pada Tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.6 Pengkonversian Nilai RCI Terhadap Nilai IRI STA Nilai RCI Nilai IRI
0+000 - 0+100 9 1
0+100 - 0+200 9 1
0+200 - 0+300 9 1
0+300 - 0+400 9 1
0+400 - 0+500 9 1
0+500 - 0+600 9 1
0+600 - 0+700 9 1
0+700 - 0+800 6 5
0+800 - 0+900 5 7
0+900 - 1+000 5 7
1+000 - 1+100 6 5
1+100 - 1+200 8 2
1+200 - 1+300 9 1
1+300 - 1+400 10 0
1+400 - 1+500 10 0
1+500 - 1+600 9 1
1+600 - 1+700 9 1
1+700 - 1+800 9 1
1+800 - 1+900 9 1
Dari nilai IRI setiap titik pengujian yang ada diperoleh nilai IRI rata-rata untuk keseluruhan ruas Tretes-Pandaan KM SBY 46+520 – 48+320 sebesar 2.
4.3.2 Penilaian Kondisi Drainase
Penilaian kondisi drainase perkerasan eksisting perlu dianalisis untuk mengetahui kondisi baik buruknya drainase perkerasan. Setelah mengetahui kondisi drainase perkerasan, maka pemilihan penanganan untuk drainase perkerasan dapat ditentukan. Dalam penilaian kondisi drainase dibagi menjadi 2 yakni penilaian kondisi drainase untuk sebelah kiri dan sebelah kanan perkerasan eksisting ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320.
• Penilaian Kondisi Drainase Sebelah Kiri
Penilaian kondisi drainase perkerasan sebelah kiri dilakukan berdasarkan dengan Tabel 2.7 mengenai nilai kondisi drainase perkerasan yang diterbitkan oleh Direktur Jendral Bina Marga 1990. Berikut merupakan hasil penilaian kondisi drainase sebelah kiri berdasarkan data kondisi drainase pada Lampiran 5 yang telah tercantum pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Nilai Kondisi Drainase Sebelah Kiri STA
Angka Sal.
Samping
Angka Penghubung
Angka Jlr. Pjl.
Kaki
Angka Bahu
Angka Tepian/Kereb
Angka Total
0+000 - 0+100 0 0 0 0 0 0
0+100 - 0+200 0 0 0 0 0 0
STA
Angka Sal.
Samping
Angka Penghubung
Angka Jlr. Pjl.
Kaki
Angka Bahu
Angka Tepian/Kereb
Angka Total
0+200 - 0+300 0 0 0 0 0 0
0+300 - 0+400 0 0 0 0 0 0
0+400 - 0+500 0 0 0 0 0 0
0+500 - 0+600 0 0 0 2 0 2
0+600 - 0+700 0 0 0 0 0 0
0+700 - 0+800 0 0 0 0 0 0
0+800 - 0+900 0 0 0 0 0 0
0+900 - 1+000 0 0 0 2 0 2
1+000 - 1+100 0 0 0 0 0 0
1+100 - 1+200 0 0 2 0 0 2
1+200 - 1+300 0 0 0 0 0 0
1+300 - 1+400 0 0 0 0 0 0
1+400 - 1+500 0 0 0 0 0 0
1+500 - 1+600 0 0 0 2 0 2
1+600 - 1+700 0 0 0 0 0 0
1+700 - 1+800 0 0 0 0 0 0
1+800 - 1+900 0 0 0 0 0 0
Total Nilai 8 Dari penilaian kondisi drainase perkerasan sebelah kiri diperoleh nilai total sebesar 8, sehingga untuk drainase sebelah kiri dibutuhkan pemeliharaan rutin.
• Penilaian Kondisi Drainase Sebelah Kanan
Penilaian kondisi drainase perkerasan sebelah kanan dilakukan berdasarkan dengan Tabel 2.7 mengenai nilai kondisi drainase perkerasan yang diterbitkan oleh Direktur Jendral Bina Marga 1990. Berikut merupakan hasil penilaian kondisi drainase sebelah kanan berdasarkan data kondisi drainase pada Lampiran 3 yang telah tercantum pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Nilai Kondisi Drainase Sebelah Kanan STA
Angka Sal.
Samping
Angka Penghubung
Angka Jlr. Pjl.
Kaki
Angka Bahu
Angka Tepian/Kereb
Angka Total
0+000 - 0+100 0 0 0 0 0 0
0+100 - 0+200 0 0 0 0 0 0
0+200 - 0+300 0 0 0 0 0 0
0+300 - 0+400 0 0 0 2 0 2
0+400 - 0+500 0 0 0 0 0 0
0+500 - 0+600 0 0 0 0 0 0
0+600 - 0+700 0 0 0 0 0 0
0+700 - 0+800 0 0 0 0 0 0
0+800 - 0+900 0 0 0 0 0 0
0+900 - 1+000 0 0 0 0 0 0
1+000 - 1+100 0 0 0 2 0 2
1+100 - 1+200 0 0 0 0 0 0
1+200 - 1+300 0 0 0 0 0 0
1+300 - 1+400 0 0 0 0 0 0
1+400 - 1+500 0 0 0 0 0 0
1+500 - 1+600 0 0 2 2 0 4
STA
Angka Sal.
Samping
Angka Penghubung
Angka Jlr. Pjl.
Kaki
Angka Bahu
Angka Tepian/Kereb
Angka Total
1+600 - 1+700 0 0 0 2 0 2
1+700 - 1+800 0 0 0 0 0 0
1+800 - 1+900 0 0 0 0 0 0
Total Nilai 10 Dari penilaian kondisi drainase perkerasan sebelah kanan diperoleh nilai total sebesar 10, sehingga untuk drainase sebelah kanan dibutuhkan pemeliharaan berkala.
• Kondisi Drainase Perkerasan Ruas Pandaan – Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 Dilihat dari tabel 4.7 dan Tabel 4.8 mengenai evaluasi dan penilaian kondisi drainase perkerasan diperoleh hasil bahwa kondisi drainase perkerasan ruas Pandaan – Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 dapat dikatakan masih memadai dengan nilai kondisi drainase sebelah kiri sebesar 8 yang hanya membutuhkan pemeliharaan rutin dan untuk drainase sebelah kanan sebesar 10 yang hanya membutuhkan pemeliharaan berkala.
4.4 Identifikasi Penyebab Kerusakan
Identifikasi penyebab kerusakan yang terjadi pada ruas lokasi studi perlu dilakukan untuk mengetahui mekanisme penyebab terjadinya kerusakan, sehingga dapat diketahui juga langkah preventif yang harus dilakukan dari setiap kerusakan yang ada. Penyebab kerusakan dapat diidentifikasi melalu hasil analisis-analisis kondisi perkerasan eksisting sebelumnya, yakni kondisi struktural perkerasan dengan menggunakan metode lendutan dan kondisi visual perkerasan maupun drainase perkerasan.
4.4.1 Identifikasi Penyebab Kerusakan Ditinjau dari Kondisi Struktural Perkerasan
Identifikasi penyebab kerusakan yang ditinjau dari kondisi struktural perkerasan dapat dilakukan dengan membuat grafik deflectometry. Berikut merupakan grafik deflectometry untuk kondisi struktural perkerasan berdasarkan hasil lendutan menggunakan alat Benkelman Beam.
Gambar 4.2 Grafik Deflectometry Lendutan Ruas Sebelah Kiri
Gambar 4.3 Grafik Deflectometry Lendutan Ruas Sebelah Kanan
Berdasarkan Gambar 2.4 dan kedua grafik deflectometry yang tercantum pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan kondisi subgrade cukup baik, namun untuk kondisi perkerasan ruas jalan tersebut cukup buruk.
4.4.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Ditinjau dari Kondisi Visual Perkerasan
Identifikasi penyebab kerusakan juga dapat ditinjau dari hasil penilaian terhadap kondisi visual perkerasan. Berikut merupakan jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada ruas Pandaan- Tretes KM SBY 46+520 – 48+320 beserta penyebab-penyebab kerusakannya yang dilampirkan pada Tabel 4.9.Tabel 4.9 Jenis-Jenis Kerusakan dan Penyebab Kerusakan pada Ruas Pandaan-Tretes KM SBY 46+520 – 48+320
STA Jenis Kerusakan Identifikasi Penyebab Kerusakan 0+000 - 0+100 Retak Ngotak/ Retak Blok Pengerasan Aspal
0+100 - 0+200 Retak Ngotak/ Retak Blok Pengerasan Aspal 0+200 - 0+300 Retak Ngotak/ Retak Blok Pengerasan Aspal 0+300 - 0+400 Retak Ngotak/ Retak Blok Pengerasan Aspal
0+400 - 0+500 Retak Tepi Beban Kendaraan, Pelemahan Tanah Dasar 0+500 - 0+600 Retak Ngotak/ Retak Blok Pengerasan Aspal
0+600 - 0+700 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang 0+700 - 0+800 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang 0+800 - 0+900 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang 0+900 - 1+000 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang 1+000 - 1+100 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang 1+100 - 1+200 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang 1+200 - 1+300 Aspal (Butiran) Mengelupas Campuran Kurang Baik, Pemadatan Kurang
1+300 - 1+400 - -
1+400 - 1+500 - -
1+500 - 1+600 Tembelan Beban Kendaraan, Kerusakan Permukaan Perkerasan 1+600 - 1+700 Retak Tepi Beban Kendaraan, Pelemahan Tanah Dasar
1+700 - 1+800 Tembelan Beban Kendaraan, Kerusakan Permukaan Perkerasan 1+800 - 1+900 Retak Tepi Beban Kendaraan, Pelemahan Tanah Dasar