• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model ADDIE43

Dalam dokumen Landasan Pengembangan Bahan Ajar (Halaman 53-60)

BAB II ANALISIS DESAIN PENGEMBANGAN MODEL

F. Model ADDIE43

Gambar 2.4: Model ASSURE30

Gambar 2.5: Model ADDIE31

Gambar di atas menunjukkan bahwa model ADDIE didesain secara singkat dan fleksibel sehingga dipakai oleh banyak guru untuk menjadi acuan dalam penyusunan perangkat pembelajaran. Guru- guru lebih tertarik dengan model ini karena memiliki langkah- langkah yang sederhana. Kesederhanaan itu yang membuat model ADDIE dikelompokan sebagai model berskala mikro dan berorientasi umum atau generik. Berskala mikro artinya memiliki desain yang sederhana dan berorientasi umum artinya memiliki pola umum yang mendasari pikiran pengembangan model. Hal itu menjadi ciri khas model ADDIE yang dikembangkan oleh Molenda dkk.

Model ADDIE dikembangkan ke dalam lima langkah, yaitu (a) analysis, (b) design, (c) development, (d) implementation, (e) evaluation.

Langkah pertama, melakukan analisis dengan mengidentifikasi kebutuhan, tujuan, pengetahuan, dan karakteristik siswa. Selain itu dilakukan pula analisis pengalaman belajar siswa dan hal-hal yang menghambat dalam belajar.

31 Molenda, ADDIE Instructional Design Model. Online http://itsinfo.tamu.edu/works Hops/handouts/ pdf_handouts/addie.pdf (Diakses 20 Agustus 2013)

Analisis

Desain/

perancangan

Develop/

Pengembangan Implementasi/

eksekusi Evaluasi/

umpan balik

Langkah kedua, menyusun desain pembelajaran. Kegiatan pada langkah ini adalah merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran secara sistematis berdasarkan analisis kebutuhan. Rumusan tujuan khusus ini yang kemudian menjadi dasar penyusunan bahan pembelajaran.

Langkah ketiga, melakukan pengembangan yang kegiatannya mengembangkan tujuan dan bahan ajar secara kontekstual. Kawasan pengembangan ini mencakup penyediaan bahan dan kebutuhan lainnya yang mendukung proses pembelajaran.

Langkah keempat adalah implementasi, yaitu penyampaian materi atau bahan ajar kepada siswa. Langkah ini merupakan realisasi dari langkah desain dan pengembangan. Untuk itu, implementasi ini sifatnya menerapkan hasil dari apa yang dilakukan sebelumnya.

Ketepatan mengembangkan strategi dan menggunakan metode sesuai gaya belajar siswa menjadi kunci utama untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan.

Langkah kelima, melaksanakan evaluasi. Evaluasi dimaksud adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan pada akhir setiap pertemuan pembelajaran dan evaluasi sumatif dilakukan pada setiap akhir program pembelajaran. Kedua jenis evaluasi tersebut dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran pada setiap pertemuan dan setiap program. Indikator yang dinilai mencakup tiga hal, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa.

Deskripsi langkah-langkah pengembangan model di atas menunjukkan adanya kesederhanaan pengembangan dan implementasi model yang mampu menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Implikasi dari kesederhanaan itu membuat guru, instruktur, pengembang organisasi, dan pengelola perusahaan tertarik menggunakannya. Hal ini menjadi keunggulan model ADDIE dibanding dengan model lainnya. Kelemahannya,

yaitu (1) guru-guru yang kurang memiliki kemampuan menyusun desain pembelajaran sehingga sulit mengadaptasinya pada kondisi tertentu, 2) tujuan, bahan atau materi, strategi pembelajaran, pemilihan media, dan perangkat penilaian tidak tergambar secara jelas sehingga guru kebingungan untuk menyusunnya menjadi langkah pembelajaran, 3). dalam tahap analisis memerlukan waktu yang lama. Dalam tahap analisis ini pendesain/ pendidik diharapkan mampu menganalisis dua komponen dari siswa terlebih dahulu dengan membagi analisis menjadi dua yaitu analisis kinerja dan alisis kebutuhan. Dua komponen analisis ini yang nantinya akan mempengaruhi lamanya proses menganalisis siswa sebelum tahap pembelajaran dilaksanakan. Dua komponen ini merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi tahap mendesain pembelajaran yang selanjutnya

G. Model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)

Model PPSI merupakan model yang didesain dengan pendekatan satu set bahan dengan strategi. Pengembangannya mudah diterapkan dalam pembelajaran, karena setiap langkah diuraikan dengan indikator-indikator yang jelas dan terukur.

Model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dikategorikan sebagai model yang populer berkembang di Indonesia.

Kepopuleran itu tidak terlepas dari besarnya perhatian guru, pelatih, pengembang kurikulum terhadap PPSI, sehingga pelaksanaannya sukses diterapkan dilembaga pendidikan. Kesuksesannya ditentukan oleh pemakai produk dan ketertarikan pemakai ditentukan oleh kemudahan dalam memahami langkah-langkah pengembangannya.

Kepopuleran tersebut juga tidak terlepas dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sangat menaruh perhatian

dalam mengembangkan model ini. Perhatian itu ditunjukkan dengan program yang dilaksanakan, yaitu melatih semua guru dari berbagai jenjang dan tingkatan untuk mengembangkan model PPSI dalam kelas melalui penerapan kurikulum 1975.

Pengembangan langkah-langkah didesain model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) seperti gambar 2.6 berikut ini:

Gambar 2.6 Model PPSI32

Gambar di atas menunjukkan bahwa model PPSI dikembangkan dengan lima langkah, yaitu (a) merumuskan tujuan pembelajaran dengan prosedur menggunakan kata-kata operasional, berbentuk hasil belajar, dan tingkah laku; (b) mengembangkan alat evaluasi untuk menemukan jenis tes dan rumusan tes yang sesuai tujuan; (c) menentukan kegiatan belajar mengajar; (d) merencanakan kegiatan belajar dengan merumuskan materi, metode, dan menetapkan alat serta sumber bahan yang dipakai; dan (e) pelaksanaan yang mencakup: penyampaian bahan, melakukan tes, dan membuat perbaikan. Kelima langkah di atas dikembangkan

32 Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Edisi kedua (Jakarta: Rajawali Pers. 2012). h. 152.

V. Perumusan Tujuan

1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan

2. Menetapkan kegiatan belajar yang tidak perlu ditempuh

3. Menetapkan kegiatan yang akan I. Perumusan Tujuan

1. Menggunakan sistem yang oprasional

2. Berbentuk hasil belajar 3. Berbentuk tingkah laku 4. Hanya satu tingkah laku

IV. Pengembangan Program Kegiatan 1. Merumuskan materi pelajaran 2. Menetapkan metode yang dipakai 3. Memilih alat pelajaran dan sumber

yang dipakai 4. Menyusun jadwal VI. Pengembangan Alat Evaluasi

1. Menemukan jenis tes yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan

2. Menyusun tes untuk menilai masing--masing tujuan

V. Pelaksana

1. Menyampaikan materi pelajaran 2. Mengadakan tes akhir 3. Perbaikan

untuk dapat mengiringi pelaksanaan kurikulum 1975 pada jenjang SD, SMP, dan S MA serta kurikulum 1976 untuk jenjang sekolah kejuruan serta madrasah.

Langkah pertama, merumuskan tujuan pembelajaran. Kegiatan pada langkah ini adalah menetapkan tujuan pembelajaran khusus sebagai dasar dari setiap aktivitas pembelajaran dan menjadi kompetensi untuk dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran.

Tujuan khusus dirumuskan berdasarkan analisis materi pada setiap pokok bahasan dan subpokok bahasan yang telah ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) menjadi tujuan pembelajaran umum dan tujuan kurikuler. Berdasarkan model PPSI, ada beberapa ketentuan yang harus dipedomani oleh guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus, yaitu menggunakan kata- kata operasional, berbentuk hasil belajar, berbentuk tingkah laku, hanya satu tingkah laku. Keempat ketentuan dimaksud mencerminkan keterukuran rumusan tujuan pembelajaran, sehingga dapat memudahkan guru untuk mengembangkan evaluasi dalam menilai hasil belajar.

Langkah kedua, mengembangkan alat evaluasi. Langkah ini dirumuskan dengan dua kegiatan, yaitu menentukan jenis tes yang akan digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran dan menyusun tes untuk menilai masing-masing tujuan yang dirumuskan. Keadaan itu mencerminkan keterkaitan antara langkah pertama dengan langkah kedua sebagai satu sistem yang memiliki struktur secara hirarkikal.

Langkah ketiga, menentukan kegiatan belajar. Di dalam menentukan kegiatan belajar, terdapat empat hal yang harus diperhatikan, yaitu merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan; mengorganisasi kegiatan belajar yang dapat atau tidak dapat dilaksanakan; menetapkan kegiatan belajar yang dapat dilaksanakan; dan merumuskan langkah-langkah kegiatan secara sistematis. Kemampuan melaksanakan keempat hal di atas

berdampak pada pengembangan program belajar yang dilaksanakan oleh guru.

Langkah keempat, pengembangan program kegiatan. Langkah ini memiliki empat kegiatan, yaitu merumuskan materi pelajaran melalui analisis yang mendalam; menetapkan metode yang dipakai sesuai situasi dan kondisi; memilih alat pelajaran dan sumber yang dipakai; dan menyusun jadwal. Keempat kegiatan ini menjadi satu paket produk kebutuhan belajar yang dapat dikembangkan pada langkah berikutnya.

Langkah kelima, pelaksanaan. Langkah ini dijabarkan ke dalam empat kegiatan, yaitu mengadakan tes awal, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan tes akhir, melakukan perbaikan. Keempat kegiatan dimaksud dilaksanakan secara terstruktur dalam satu paket kegiatan

Kelima langkah model desain PPSI yang dideskripsikan di atas, menunjukkan adanya keterkaitan langkah yang satu dengan langkah lainnya, sehingga disebut sebagai satu set kegiatan belajar yang didesain untuk meningkatkan mutu atau hasil belajar siswa. Hal itulah yang menyebabkan model PPSI sangat menonjol dikembangkan di lembaga-lembaga diklat guru, pelatihan tenaga teknis, dan pengembang kurikulum.

Guru, pelatih, dan pengembang kurikulum sangat menaruh perhatian terhadap model PPSI sehingga pelaksanaannya sukses diterapkan dilembaga-lembaga pendidikan. Gambaran keadaan itu menjadi keunggulan dari model PPSI. Adapun kelemahan model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), di antaranya sebagai berikut;

a) Proses belajar masih berpusat pada guru;

b) Langkah-langkah pengembangannya tidak bermula dari analisis kebutuhan, dan karakteristik serta lingkungan siswa;

c) Desain pelaksanaannya masih bersifat sentralistik sehingga guru menjadi pusat informasi.

Dalam dokumen Landasan Pengembangan Bahan Ajar (Halaman 53-60)