BAB II BAB II
1) Model Edward III
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C.Edward III ( 1980 ) disebutnya dengan “Direct and Indirect Impact on Implementation”. Edwards mengemukakan implementasi kebijakan sebagai
“Policy Implementation...is the stage of policy making between the establishment of a policy ... and the consequency of the policy for the people whom it affects”
( Implementasi kebjakan ... adalah langkah bagi pembuat kebijakan atas suatu kebijakan yang telah ditetapkan...dan konsekuensi dari kebijakan itu terhadap orang-orang yang mempengaruhi)". Menurutnya, masalah utama administrasi publik adalah lack of attention the decission of policy makers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu ; (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi, sebagaimana tergambar berikut :
Gambar :2.1
Model Direct and Indirect Impacts on Implementation: ( Edward :1980).
Komunikasi
Sumber Daya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan, adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya, sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Implementasi yang efektif baru akan tercapai apabila para pembuat keputusan (deciasion maker) sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan itu baru dapat berjalan manakala komunikasi berlangsung dengan baik. Artinya, suatu keputusan kebijakan atau peraturan impelementasi harus ditransmisikan kepada implementer yang tepat.Selain itu,kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten.
Untuk mengetahui sejauhmana kominikasi itu dapat berfungsi secara tepat, akurat, dan konsistensi, ada tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu :
(a) Transmisi; dalam penyaluran komunikasi tidak jarang terjadi kesalahpahaman (miskomunikasi) disebabkan komunikasi melalui beberapa tingkatan birokrasi.
Akibatnya, terjadi distorsi membuat ilmplementasi suatu kebijakan gagal. (b).
Kejelasan : komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level- bureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, tetapi pada tataran tertentu, para pelaksan membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Pada tataran yang lain, hal tersebut justeru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang hendak ditetapkan. (c) Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas (untuk diterapkan dan dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
Variabel kedua adalah Sumberdaya. Sumberdaya merupakan hal penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan degan baik. Ada beberapa faktor yang berpengaruh sehinggah sumberdaya dapat berjalan dengan baik,yaitu :
a. Staf, atau lebih tepat dikenal Street-level bureaucrats. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak mencukupi,memadai, ataupun tidak kompoten di bidangnya.
b. Informasi, dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk, yaitu (1) informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. (2) Infomasi mengenai data kepatuhan dari pada pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengatahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
c. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan ototritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.
d. Fasilitas, Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi,mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana), maka impelementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Variabel ketiga yang mepengaruhi tingkat keberhasilan impelementasi kebijakan, bagi George C. Edwad III, adalah disposisi. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
Variabel keempat, hal yang tak kalah pentingnya menurut Edward III turut mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan adalah struktur birokrasi .Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber-sumber daya menjadi tidak efektif dan dapat menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan, harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Di Indonesia sebagai misal, karena kurangnya koordinasi dan kerjasama di antara stakeholder membuat implementasi kebijakan sering kali mengalami gangguang atau “kacau-balau”.
Meski demikian berdasarkan model implementasi kebijakan Edward III di atas, maka kelebihan yang dimilikinya adalah kemampuan menyederhanakan fenomena-fenomena yang kompleks menjadi suatu model implementasi kebijakan yang tidak rumit. Kelemahannya adalah tidak mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor di luar organisasi pelaksana, atau birokrasi pemerintahan.
2). Model Mazmanian dan Sabatier
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy ( 1983:61), bahwa : “Pelaksanaan Keputusan kebijakan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya”.
Gambar. 2.2
Model A Framwork for Implementation Analysis
Mudah-tidaknya Masalah dikendalikan 1. Dukungan teori dan teknologi
2. Keragaman Perilaku Kelompok Sasaran 3. Persentase populasi sebagai kelompok sasaran 4. Tingkat perubahan Perilaku yang dikehendaki
Kemampuan Kebijakan untuk menstruktur Variabel diluar kebijakan yang Proses implementasi mempengaruhi proses implementasi 1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi 2. Dipergunakannya teori kausal 2. Dukungan publik
3. Ketepatan alokasi sumber dana 3. Sikap dan sumber daya dari konstituent 4. Keterpaduan hirarki antar lembaga 4. Dukungan pejabat yang lebih tinggi
Pelaksana 5. Komitmen dan kualitas kepemimpinan
5. Aturan pelaksanaan dari lembaga dari pejabat pelaksana pelaksana
6. Perekrutan pejabat pelaksana 7. Keterbukaan kepada pihak luar
Tahapan (Dependent variable) Dalam Proses Implementasi
Output Kesediaan Dampak Dampak Perbaikan
Kebijakan kelompok nyata output mendasar
Badan-badan sasaran output Kebijakan dalam Pelaksana mematuhi kebijakan sebagai Undang- Output dipersepsi undang
kebijakan
Sumber : Mazmanian dan Paul A. Sabatier; 1983 : 22
Selanjutnya, mengenai langkah-langkah dalam Proses Implementasi sebagai variabel yang dipengaruhi (Variabel Tergantung), sebagai berikut :
Output Kesediaan Dampak Dampak Perbaikan
Kebijakan kelompok nyata output mendasar
Badan-badan sasaran output kebijakan dalam
Pelaksana mematuhi kebijakan sebagai Undang-
Output dipersepsi undang
kebijakan
Model dikembangkan Mazmanian dan Sabatier ( 1983:21-30 ) sebagaimana digambarkan di atas, yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan . Katanya, “Implementation is the carrying out of basic policy decission, usually incorporated in a statute but with can also tae the form of important executives orders or court decission.
Ideally, that decission identifies the problem(s) to be addressed, stipulates the objective(s) to be pursued,and, in a vaiety of ways,’structures’ the implementation process “. (Dikutif deLeon & deleon,2001,473). Model Mazmanian dan Sabatier disebut model Kerangka Analisis Implementasi ( A Frame Work for Implementation Analysis ).
Menurut kerangka pemikiran ini, variabel - variabel yang telah mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori:
1. Variabel independen 2. Variabel intervening 3. Variabel dependen.
Maksud dari ketiga kategori variabel tersebut adalah :
1. Variabel Independen, yaitu mudah /tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator :
a. Kesukaran-kesukaran teknis
b. Keragaman perilaku kelompok sasaran
c. Prosentasi kelompok sasaran sebanding jumlah penduduk d. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.
2. Variabel Intervening , yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, dengan indikator :
a. Kejelasan dan konsistensi tujuan
b. Digunakannya teori kausal yang memadai c. Ketepatan alokasi sumber dana
d. Keterpaduan hirarki dalam dan diantara lembaga pelaksana e. Aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana
f. Rekrutmen pejabat pelaksana g. Akses formal pihak luar
3. Variabel dependen yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan – pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar. Kelima tahapan dimaksud yang mempengaruhi proses implementasi, dengan indikator yaitu ; a. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi
b. Dukungan publik
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok- kelompok d. Dukungan dari pejabat atasan
e. Komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat- pejabat pelaksana.
Ketiga kategori variabel tersebut sebagai variabel bebas, yang mempengaruhi langkah - langkah proses implementasi kebijakan. Berdasarkan model implementasi ini, terlihat keunggulan adanya kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan proses implementasi kebijakan, mulai dari out put kebijakan sampai pada dampak yang dihasilkan dari kebijakan tersebut, yaitu ditunjukan sebagai variabel tergantung dan dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas yang teridentifikasi sebagaimana ditampilkan pada model di atas. Kelamahannya adalah model proses implementasi ini tampil relatif lebih rumit. Kerumitannya tidak hanya terletak pada unsur birokrasi sebagai implementer, tetapi juga faktor- faktor di luar birokrasi.