• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

B. MORBIDITAS

Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Gambaran/pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit adalah data tahun 2006 disajikan pada Tabel 3.11 berikut ini.

TABEL 3.11

POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT TAHUN 2006

No DTD Golongan Sebab Sakit Jumlah

Kunjungan %

1 167 Infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 960.460 9,32

2 145 Hipertensi esensial (primer) 480.922 4,67

3 268 Demam yang sebabnya tidak diketahui 409.632 3,98

4 199.9 Penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya 403.270 3,91 5 270.9 Gejala tanda dan penemuan klinik dan laboratorium tidak normal lainnya

YTK di tempat lain

397.478 3,86 6 281 Cedera YDT lainnya YTT dan daerah badan multipel 347.345 3,37

7 007.1 Tuberkulosis paru lainnya 346.906 3,37

8 294.0 Pengawasan kehamilan normal 343.786 3,34

9 104.9 Diabetes melitus YTT 342.246 3,32

10 5 Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis Inf.) 333.066 3,23 Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Depkes RI, 2007

Pada tahun 2006 dari data 10 penyakit utama pasien rawat jalan di rumah sakit, yang terbanyak adalah infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 9,32%, diikuti penyakit hipertensi esensial (primer) 4,67% dan demam yang sebabnya tidak diketahui 3,98%.

Sedangkan pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.12 di bawah ini.

TABEL 3.12

POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TAHUN 2006

No DTD ICD Golongan Sebab Sakit Jumlah

Pasien

% 1 5 A 09 Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu

(kolitis inf.)

177.517 7,95

2 032.1 A 91 Demam berdarah dengue 81.392 3,64

3 2 A 01 Demam tifoid dan paratifoid 72.804 3,26

4 242.9 O 20-O 23, O 25-O 29, O 61-O 63 O 67, O 69-

71, O 73-O 75, O81-O 83

Penyulit kehamilan dan persalinan lainnya 63.580 2,85

5 278 S 06 Cedera intrakranial 48.645 2,18

6 268 R 50 Demam yang sebabnya tidak diketahui 46.175 2,07

7 281 Cedera YDT lainnya YTT dan daerah badan Multipel 46.081 2,06

8 169 J 12 J 18 Pneumonia 37.634 1,69

9 43 B 50 - B 54 Malaria (termasuk semua jenis malaria) 36.865 1,65

10 185 K 30 Dispepsia 34.029 1,52

Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Depkes RI, 2007

Dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006, terbanyak adalah Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (infeksi kolitis) 7,95%, diikuti penyakit Demam Berdarah Dengue 3,64% dan penyakit Demam tifoid dan paratifoid 3,26%.

Kedua tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa penyakit infeksi masih merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan pada pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit, walaupun beberapa penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, dan cedera juga termasuk 10 peringkat penyakit terbanyak di rumah sakit.

Distribusi pasien menurut Bab ICD-X pada pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit Indonesia tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.5 dan 3.6.

Selanjutnya berikut ini akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk situasi penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial KLB/wabah, situasi penyakit tidak menular.

1. Penyakit Menular

Penyakit menular yang disajikan dalam bagian ini antara lain penyakit Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta, penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial wabah, Rabies, Filariasis, Frambusia, dan Antraks.

a. Penyakit Malaria

Situasi Angka Kesakitan malaria selama tahun 2001 – 2006 relatif cenderung menurun dan bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai maka telah mencapai target yang diinginkan yaitu pada tahun 2001 angka kesakitan malaria sebesar 44,7 per 1.000 penduduk dan menurun secara berarti menjadi 19,6 per 1.000 penduduk pada tahun 2006.

Target dan angka kesakitan malaria selama periode tahun 2001 – 2006 secara rinci dapat dilihat pada grafik berikut.

GAMBAR 3.4

SITUASI ANGKA KESAKITAN MALARIA TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Situasi Angka Kematian malaria selama tahun 2001 – 2006 relatif fluktuatif dimana pada tahun 2001 angka kematian malaria sebesar 1,4% kemudian meningkat pada tahun 2003 menjadi 4,9% tetapi menurun kembali hingga pada tahun 2006 menjadi 0,42% dan bila dibandingkan dengan target indikator yang ingin dicapai maka lebih baik yaitu lebih rendah dari target 0,45%, secara rinci dapat dilihat pada grafik berikut.

GAMBAR 3.5

SITUASI ANGKA KEMATIAN MALARIA TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Perkembangan penyakit Malaria dipantau melalui Annual Parasite Incidence (API) untuk Jawa-Bali dan Annual Malaria Incidence (AMI) untuk luar Jawa-Bali, yang dapat dilihat pada Gambar 3.6 berikut ini.

GAMBAR 3.6

ANNUAL PARASITE INCIDENCE MALARIA (‰) DAN ANNUAL MALARIA INCIDENCE (‰), TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Peningkatan insidens Malaria terjadi dalam periode 1997 – 2000. Kemudian pada bulan April tahun 2000 mulai dilaksanakan Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria). Pada tahun 2001 – 2006 angka kesakitan Malaria kembali menurun. Pada tahun 2001 angka kesakitan Malaria untuk Pulau Jawa dan Bali sebesar 0,62 per 1.000 penduduk, pada tahun 2002 menjadi 0,47, tahun 2003 menjadi 0,22 per 1.000 penduduk, tahun 2004-2005 menjadi 0,15 per 1.000 penduduk, tahun 2006 menjadi 0,19 per 1.000 penduduk. Sedangkan untuk luar Jawa-Bali, angka kesakitan Malaria (termasuk penderita klinis) pada tahun 2001 sebesar 26,20 per 1.000 penduduk menjadi 22,30 pada tahun 2002, 21,80 per 1.000 penduduk pada tahun 2003, 21,20 per 1.000 penduduk pada tahun 2004, 24,8 per 1.000 penduduk pada tahun 2005 dan 24,0 per 1.000 penduduk pada tahun 2006.

Target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 5 per 1.000 penduduk. Untuk wilayah Jawa dan Bali dapat dikatakan target sudah tercapai. Sedangkan untuk wilayah di luar Jawa dan Bali, diperkirakan masih belum mencapai target. Wilayah Indonesia Timur dengan AMI tertinggi antara lain Irian Jaya Barat (198,02), Papua (164,75) dan Nusa Tenggara Timur (105,66). Untuk Kawasan Barat Indonesia, wilayah dengan AMI tertinggi antara lain Kepulauan Bangka Belitung (43,05), Jambi (20,96), dan Sumatera Utara (20,29).

Jumlah kasus dan API/AMI penyakit Malaria menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.7 dan Lampiran 3.8.

b. Penyakit TB Paru

Pelaksanaan pengendalian Penyakit TBC sampai tahun 2006 telah dapat menurunkan insiden kasus menular dari 130/100.000 penduduk (WHO-1995) menjadi 104/100.000 penduduk. Gambaran penurunan angka insidens kasus TB dapat dilihat dalam grafik di bawah ini.

GAMBAR 3.7

ANGKA INSIDENS KASUS BARU BTA+ PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2002 - 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada tahun 2006, jumlah perkiraan kasus menular TB Paru sebanyak 304.373 kasus.

Cakupan penemuan semua kasus TB Paru sebanyak 277.589 kasus, dengan 175.320 kasus TB Paru BTA Positif dan Angka Penemuan Penderita/Case Detection Rate (CDR) sebesar 75,68%. Hasil cakupan penemuan kasus dan evaluasi hasil pengobatan penyakit TB paru tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.9.

Secara nasional Indonesia telah mencapai global target yaitu sebesar 75,7% (Global target CDR 70%). Jumlah provinsi yang telah mencapai CDR 70% sebanyak 7 provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara (91,1%), Sumatera Utara (82,7%), Gorontalo (81,7%), DKI Jakarta (77,9%), Banten (75,6%), Jawa Barat (71,7%) dan Sulawesi Tenggara (70,9%) sedangkan provinsi yang mempunyai CDR terendah adalah Maluku Utara (31,9%).

GAMBAR 3.8

CAKUPAN PENEMUAN KASUS BARU TB BTA POSITIF (CDR) PER PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

GAMBAR 3.9

PENEMUAN KASUS BARU DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB INDONESIA TAHUN 2002 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007 TABEL 3.13

PROPORSI KASUS TBC MENURUT TIPE (JENIS) TAHUN 2002-2006

Tahun Tolak Ukur

/Kegiatan

2002 2003 2004 2005 2006

BTA Positif 0,49 0,52 0,60 0,60 0,60

BTA Negatif 0,47 0,43 0,36 0,32 0,32

Relaps/Kambuh 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01

Ekstra Paru 0,02 0,03 0,02 0,06 0,02

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

GAMBAR 3.10

PROPORSI KASUS TB PARU MENURUT TIPE (JENIS) TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007

Pada tahun 2006, jumlah kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebesar 59,12 %. Provinsi Jawa Barat adalah provinsi paling banyak jumlah kasus BTA positif yaitu sebanyak 30.515 kasus. Laki-laki dengan umur 25-34 tahun paling banyak ditemukan kasus baru BTA Positif yaitu 22.752 kasus, di Provinsi Jawa Barat terbanyak dengan 3.579 kasus. Jumlah kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.10 dan Lampiran 3.11.

c. Penyakit HIV/AIDS

Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku 2006 (STHTP 2006) atau IBBS (Integrated Bio Behavioral Survey) di Papua, diketahui prevalensi HIV pada penduduk Tanah Papua lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk wilayah lain di Indonesia. Survei juga menunjukkan persebaran kasus HIV tampaknya meluas ke semua wilayah Papua.

Pada tahun 2006, sebagaimana dilaporkan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL), total kasus AIDS di Papua adalah 947 kasus, 221 di antaranya meninggal. Rata-rata kasus (case rate) mencapai 51,42%. Sementara hasil estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220. Hanya sebagian kecil dari estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja seks (WPS), pelanggan WPS, dan waria. Sementara sebagian besar (21.110) ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah bagian dari masyarakat umum.

Survei bertujuan mendapatkan gambaran epidemi yang terjadi, baik pada kelompok resiko rawan maupun pada masyarakat umum. Survei Terpadu yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ini dirancang untuk lebih memahami prevalensi HIV serta dinamika penularan guna memerangi infeksi HIV dan AIDS di tanah Papua. Harapannya dalam waktu dekat Pemerintah Pusat maupun Daerah bersama-sama dengan semua sektor dapat merencanakan respons yang sesuai dengan kecenderungan penyebaran.

Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2006 sebanyak 8.194 kasus, dengan 1.871 kasus meninggal. Rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk secara nasional sebesar 3,61. Rate tertinggi terjadi di Papua sebesar 51,42 (14,24 kali angka nasional), DKI Jakarta sebesar 28.15 (7,8 kali angka nasional), Kepulauan Riau sebesar 16,94 (4,69 kali angka nasional), dan Kalimantan Barat sebesar 13,56 (3,76 kali angka nasional). Kasus yang dilaporkan telah meninggal dunia sebesar 22,83%.

Pada tahun 2006 penularan terbanyak terkait dengan IDU terjadi pada 46,63% kasus AIDS disusul penularan pada pelanggan WPS (Wanita Penjaja Seks) 14,69%, 14,23% terjadi pada masyarakat umum, pada pasangan IDU 6,62% melalui hubungan homoseksual 4,85%, pada WPS 4,62%, dan lain lain 8,36%. Persentase kasus AIDS yang menggunakan NAPZA suntik (IDU) tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (18,53%), Jawa Barat (11,82%) dan Jawa Timur (11,50%).

Sepanjang tahun 2006, jumlah kasus baru AIDS yang ditemukan terbanyak adalah pada triwulan IV sebanyak 1.207 kasus (42,01%).

Jumlah kumulatif kasus AIDS, meninggal, dan angka kumulatif kasus per 100.000 penduduk menurut provinsi sampai dengan 31 Desember 2006, persentase kasus AIDS yang menggunakan NAPZA suntikan (IDU), persentase kasus baru per triwulan dan estimasi populasi rawan tertular HIV dapat dilihat pada Lampiran 3.12, 3.13, 3.14 dan 3.15.

GAMBAR 3.11

PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF MENURUT CARA PENULARAN S.D. TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Berikut ini gambaran mengenai perkembangan penderita HIV/AIDS sampai dengan Desember 2006.

GAMBAR 3.12

JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENGIDAP HIV YANG TERDETEKSI DARI

BERBAGAI SARANA KESEHATAN TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

GAMBAR 3.13

JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS YANG TERDETEKSI DARI

BERBAGAI SARANA KESEHATAN TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Karakteristik penderita AIDS secara kumulatif hingga 31 Desember 2006 dapat digambarkan bahwa sebagian besar penderita AIDS adalah laki-laki yaitu penderita 6.719 (82%), perempuan sebanyak 1.311 penderita (16%), dan 164 penderita (2%) selebihnya tidak diketahui jenis kelaminnya. Bila dilihat menurut kelompok umur, penderita berumur 20-29 tahun sebanyak 4.487 penderita (54,76%), kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 2.226 penderita (27,17%), kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 647 penderita (7,90%), kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 222 penderita (2,71%), kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 176 penderita (2,15%), kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 70 penderita (0,85%), kelompok umur > 60 tahun sebanyak 38 penderita (0,46%), umur <1 tahun sebanyak 37 penderita

(0,45%), kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 22 penderita (0,27%) dan tidak diketahui kelompok umurnya sebanyak 269 penderita (3,28%), sebagaimana disajikan pada Gambar 3.14 berikut ini.

GAMBAR 3.14

PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF MENURUT KELOMPOK UMUR S.D. TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007

Gambar di atas menunjukkan bahwa secara kumulatif sebagian besar penderita AIDS di Indonesia merupakan kelompok umur 20-49 tahun (89,83%). Seperti diketahui bahwa penularan HIV/AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama pada IDU. Kelompok umur 20-49 tahun merupakan kelompok umur yang aktif dalam aktivitas seksual. IDU juga didominasi oleh kelompok umur produktif. Dapat diperkirakan hal ini saling terkait. Bila perkembangan kondisi ini terus terjadi, maka dalam jangka panjang di samping akan menjadi beban anggaran keluarga dan pemerintah juga akan menjadi ancaman bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut provinsi sampai dengan 31 Desember 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.12.

Dari Gambar 3.15 berupa peta wilayah Indonesia berikut ini, dapat dilihat Case Rate AIDS menurut provinsi tahun 2006.

GAMBAR 3.15

CASE RATE KUMULATIF KASUS AIDS PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Bila dilihat dari persebaran di Indonesia, persebaran HIV/AIDS menyebar dengan tidak merata di seluruh Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada peta di bawah ini.

GAMBAR 3.16

DISTRIBUSI PENDERITA HIV / AIDS (ODHA) DI INDONESIA TAHUN 2006

d. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering berada dalam daftar Pola 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan pada tahun 2006, penyakit Sistem Napas menempati peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia, yaitu dengan persentase 9,32%. Sedangkan untuk persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit pada tahun yang sama, penyakit sistem napas (Pneumonia) menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69%. (Lampiran 3.3 dan 3.4)

Penyakit sistem pernapasan seperti Pneumonia juga sering menyerang balita.

Berdasarkan data prevalensi kesakitan pneumonia menurut SDKI 1991 – 2003 dan Survei Morbiditas ISPA 2004 dilaporkan data persentase anak yang menderita batuk dengan nafas cepat dalam dua minggu sebelum survei.

GAMBAR 3.17

MORBIDITAS PNEUMONIA BALITA1 TAHUN 1991 – 2004

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Ket: Estimasi angka insiden pnemonia balita yang digunakan adalah 10-21% (WHO)

<500 500 - 2500 2501 – 7500

>7500

Secara nasional, angka cakupan penemuan penderita balita hingga saat ini masih belum mencapai target, seperti tampak pada grafik di bawah ini.

GAMBAR 3.18

CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada tahun 2006 didapatkan 642.700 kasus Pneumonia pada balita, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil penemuan penderita Pneumonia balita dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut ini.

TABEL 3.14

HASIL PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006

Tahun Penderita

2002 549.035

2003 502.275

2004 625.611

2005 600.720

2006 642.700

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Jumlah kematian balita yang disebabkan Pneumonia pada tahun 2006 sebesar 145 balita yang terdiri dari 114 balita berumur di bawah 1 tahun dan 31 balita berumur 1-4 tahun.

e. Penyakit Kusta

Dalam kurun waktu 10 tahun (1991–2001), angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991 menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001. Pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjadi 0,95, pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk, tahun 2004 meningkat menjadi 0,93 per 10.000 penduduk dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 0,98 per 10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi Kusta pada bulan Juni 2000.

Jika ditinjau dari situasi global, Indonesia merupakan negara penyumbang jumlah penderita Kusta ketiga terbanyak setelah India dan Brazil. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian besar penderita dan mantan penderita Kusta dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan. Perkembangan penyakit Kusta yang diindikasikan dengan prevalensi dan penemuan penderita baru menunjukkan adanya penurunan prevalensi Kusta yang sangat tajam pada tahun 1991, di mana Multiple Drug Therapy (MDT) 24 dosis mulai digunakan.

Angka penemuan penderita baru menunjukkan adanya peningkatan penemuan penderita baru tahun 1997, 1998, 1999, yang kemungkinan disebabkan adanya intensifikasi penemuan penderita karena Leprosy Elimination Campaign (LEC) yang dilaksanakan di 109 kabupaten endemik pada tahun tersebut.

Saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara penyumbang penyakit kusta terbesar di dunia. Pada tahun 2006, WHO mencatat penderita baru di Indonesia menduduki rangking ketiga terbanyak setelah India dan Brasil yaitu sebanyak 19.695 orang.

Pada tahun 2006, jumlah penderita penyakit Kusta yang tercatat sebanyak 22.384 kasus dengan 19.457 kasus (86,92%) di antaranya merupakan penderita tipe Multi Basiler (MB) yang diketahui merupakan tipe yang menular dan 2.927 kasus (13,08%) merupakan penderita Pausi Basiler (PB), dengan angka prevalensi 1.02/10.000 penduduk.

Prevalensi Kusta per 10.000 penduduk yang tertinggi berada di Maluku Utara sebesar 9,49, disusul oleh Maluku sebesar 3,49 dan Papua sebesar 3,24 dan Gorontalo yang sebesar 3,24. Sedangkan provinsi dengan prevalensi Kusta per 10.000 penduduk terendah adalah Bengkulu sebesar 0,04, disusul oleh DI Yogyakarta sebesar 0,10 dan Sumatera Utara sebesar 0,20.

Jumlah kasus baru Kusta yang ditemukan tahun 2006 sebanyak 18.300 kasus, di antaranya 14.750 kasus merupakan penderita tipe Multi Basiler (80,6%) sedangkan kasus Pausi Basiler sebesar 3.550 (19,4%). Secara nasional persentase cacat tingkat II, mencapai 8.67% . Persentase kecacatan terbesar ditemukan di Provinsi Bengkulu yaitu 393 kecacatan (7,75%) Situasi penyakit Kusta, jumlah kasus baru Kusta, dan kecacatan menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.17 dan 3.18.

Gambaran penderita Kusta dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.15 berikut.

TABEL 3.15

JUMLAH PENDERITA KUSTA MENURUT TIPE

DAN ANGKA PENEMUAN PENDERITA (NCDR) PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2002 – 2006

Tahun Jumlah Kasus Tipe PB Tipe MB NCDR (per 100.000)

2002 16.229 3.853 12.376 7,77

2003 15.549 3.594 11.956 7,29

2004 16.572 3.615 12.957 7,80

2005 18.735 3.859 14.876 8,68

2006 18.300 3.550 14.750 8,35

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Ket : CDR = Case Detection Rate, MB = Multi Basiler, PB = Pausi Basiler

Di antara penderita baru yang ditemukan, 8,67% sudah mengalami kecacatan tingkat II (kecacatan yang dapat dilihat dengan mata). Angka ini masih di atas indikator program

yaitu 5%. Keadaan ini menggambarkan masih berlanjutnya penularan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan penyakit Kusta sehingga ditemukan sudah dalam keadaan cacat.

Provinsi yang mempunyai persentase penderita yang sudah mengalami kecacatan tingkat II tertinggi tahun 2006 adalah Bengkulu 22,22%, diikuti Banten 20,22% dan Sumatera Selatan 17,84%.

Proporsi penderita anak berumur 0-14 tahun di antara penemuan kasus baru Kusta adalah 10,41% yang juga masih di atas indikator program yaitu 5%. Provinsi yang mempunyai persentase penderita anak berumur 0-14 tahun tertinggi tahun 2006 adalah Irian Jaya Barat 26,58%, diikuti Maluku Utara 21,19% dan Nusa Tenggara Barat 17,38%.

Perkembangan proporsi kecacatan tingkat II dan perkembangan proporsi anak pada penderita Kusta baru selama 5 tahun terakhir terlihat pada Gambar 3.19 dan Gambar 3.20 di bawah ini.

GAMBAR 3.19

PROPORSI KECACATAN TINGKAT II PADA PENDERITA BARU KUSTA TAHUN 2002 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

GAMBAR 3.20

PROPORSI PENDERITA ANAK ( 0-14 TH ) PADA PENDERITA BARU KUSTA

TAHUN 2002-2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Meskipun Indonesia telah mencapai eliminasi pada pertengahan tahun 2000, penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup besar, karena sampai akhir tahun 2006 masih ada 14 provinsi dan 155 kabupaten yang belum dapat mencapai eliminasi.

Dari peta berikut ini terlihat bahwa Indonesia masih banyak menyimpan kantong- kantong Kusta yang kebanyakan berada di Kawasan Timur Indonesia.

GAMBAR 3.21

PREVALENSI KUSTA TAHUN 2006

Prevalensi Kusta, 2006

< 1 1 - 2

> 1 Tidak ada data

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

f. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) PD3I (penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi) merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. PD3I yang dibahas dalam bab ini mencakup penyakit Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus, Tetanus Neonatorum, Campak, Polio dan Hepatitis B. Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.19.

1) Tetanus Neonatorum

Penanganan Tetanus Neonatorum tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil. Tingkat kematian akibat penyakit ini yang tercermin dalam CFR, cenderung mengalami fluktuasi dari tahun 2000 sampai tahun 2006. Pada tahun 2000, tercatat CFR sebesar 65,12% lalu turun menjadi 54,64%. Angka CFR ini kembali naik menjadi 61,90% pada tahun 2002, kemudian sempat mengalami penurunan menjadi 56%

pada tahun 2003. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2004 dengan CFR sebesar 50,29%, namun pada tahun 2005 CFR kembali naik menjadi 58,57% dengan 82 kematian dari 140 kasus. Tahun 2006 terjadi penurunan CFR yang signifikan menjadi 38,98% dengan 46 kematian dari 118 kasus.

GAMBAR 3.22

JUMLAH KASUS DAN CFR TETANUS NEONATORUM DI INDONESIA TAHUN 2000 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Jumlah kasus tetanus neonatorum menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.19 dan Lampiran 3.20.

2) Campak

Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Frekuensi KLB tahun 2002 tercatat sebesar 247, lalu turun menjadi 89 pada tahun 2003. Pada tahun 2004 angka ini justru naik menjadi 97 kemudian meningkat lagi pada tahun 2005. KLB Campak 2005 terjadi sebanyak 122 kali dengan jumlah kasus sebanyak 1.467 dan CFR 0,48%. Frekuensi KLB ini meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Tahun 2006 frekuensi KLB menurun menjadi 42 dengan jumlah kasus 1.644, jumlah kematian 9 dan CFR 0,55%.(Lampiran 3.31)

Kecenderungan yang sama terjadi pada tingkat kematian akibat Campak. Tahun 2002, CFR Campak sebesar 1,45% kemudian turun menjadi 0,3% pada tahun 2003. CFR pada tahun 2004 naik menjadi 1,56% lalu kembali turun menjadi 0,48% pada tahun 2005 dan 0,55% pada tahun 2006.

Perkembangan frekuensi KLB Campak, Jumlah penderita dan CFR dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.16 berikut.

TABEL 3.16

FREKUENSI, JUMLAH PENDERITA, DAN CFR KLB CAMPAK TAHUN 2002 - 2006

Tahun Frekuensi KLB Jumlah

Penderita CFR (%)

2002 247 5.509 1,45

2003 89 2.914 0,3

2004 97 2.818 1,56

2005 122 1.467 0,48

2006 42 1.644 0,55

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Sementara itu, jumlah kasus Campak menurut kelompok umur pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.17 di bawah ini.

TABEL 3.17

JUMLAH KASUS CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007

Pada tahun 2006, dari 20.422 kasus penyakit campak, 16.584 kasus (81,21%) diantaranya tidak mendapatkan imunisasi campak/tidak diketahui. Jumlah kasus penyakit campak dan vaksinasi campak menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.21 dan Lampiran 3.22.

3) Difteri

Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah. Rendahnya kasus Difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Pada tahun 2005 terjadi 29 kali KLB dengan jumlah kasus sebanyak 65 dan CFR sebesar 13,85%. Angka CFR ini lebih rendah dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Pada tahun 2003 CFR sebesar 23%, kemudian turun menjadi 9,4% pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 13,85% pada tahun 2005.

Tahun 2006 terjadi penurunan jumlah frekuensi KLB, dimana terjadi KLB 5 kali dan terdapat 15 kasus dan 1 kasus kematian. Frekuensi KLB, jumlah kasus dan CFR Difteri pada tahun 2002-2006 disajikan pada Tabel 3.18 berikut ini.

TABEL 3.18

FREKUENSI KLB, JUMLAH KASUS DAN CFR DIFTERI TAHUN 2002 – 2006

Tahun Frekuensi KLB Kasus CFR (%)

2002 43 60 13

2003 54 86 23

2004 34 106 9,4

2005 29 65 13,85

2006 5 15 6,67

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada tahun 2006, jumlah seluruh kasus Difteri di rumah sakit dan puskesmas sebanyak 2.337 kasus. Kasus terbanyak di Sumatera Utara dengan 2.014 kasus dengan kasus terbanyak pada golongan usia 5-14 tahun (660 kasus), Nanggroe Aceh Darussalam dengan 95 kasus, diikuti Sulawesi Selatan sebanyak 76 kasus. Jumlah kasus penyakit Difteri menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.23.

Umur Kasus

<1 tahun 2.009

1-4 tahun 7.136

5-9 tahun 5.900

10-14 tahun 2.881

>15 tahun 2.496

Jumlah 20.422

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2006 (Halaman 44-76)

Dokumen terkait